You are on page 1of 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI

URINE DAN FEKAL

Di
S
U
S
U
N
Oleh

POLTEKKES KEMENKES NAD


PRODI KEPERAWATAN BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2010-2011
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal” dapat diselesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw,
keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir
hayat.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
keperawatan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari individual kelompok maupun yang datang dari luar. Namun penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat di
selesaikan.
Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang
bagaiamana cara kami menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami
mohon untuk saran dan kritikkannya supaya kedepannya akan lebih baik dari
sebelumnya.

Banda aceh, 12 Januari 2011

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.Latar Belakang..................................................................................... 1
B.Tujuan Seminar.................................................................................... 2

BAB II ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE............................... 3


A.Konsep Eliminasi Urine....................................................................... 3
1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine......................................... 3
2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine..................... 3
3. Tanda Gangguan Eliminasi Urine................................................ 4
4. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine............................................. 5
5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine..................................... 6

BAB III ASKEP GANGGUAN ELIMINASI FEKAL............................. 9


A.Konsep Eliminasi Fekal....................................................................... 9
1. Pengertian Gangguan Eliminasi Fekal......................................... 9
2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Fekal..................... 9
3. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal................................................ 10
4. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal............................................. 11
5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Fekal..................................... 13
6. Faktor predisposisi/Faktor pencetus............................................ 14
B.Pengkajian............................................................................................ 15
1. Riwayat Keperawatan Eliminasi.................................................. 15
2. Pemeriksaan Fisik........................................................................ 15
3. Pemeriksaan Diagnostik............................................................... 16
C.Diagnosa Keperawatan......................................................................... 16

BAB IV PENUTUP...................................................................................... 19
A.Kesimpulan.......................................................................................... 19
B.Saran..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi
dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih
Secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan
keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik
medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,
apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine
normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan
atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam

1
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi
tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik
untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa
menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi

B. Tujuan seminar
a. Tujuan umum
 untuk mengetahui gangguan eliminai urine dan fekal
b. Tujuan khusus
 untuk mengetahui Retensi, Inkontinensiaurine, Enuresis, Urgency,
Dysunia, Polyunia, dan urinari suppresi pada pasien.
 untuk mengetahui konstipasi, Impaction, Diare, Inkontinensia fekal,
Flatulens, dan Hemoroid pada pasien

2
BAB II
ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. Konsep Eliminasi Urine


1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,
yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine


a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan
ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen
otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung
kemih.
c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam
semalam.
d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine Retensi,
yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak
sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
h. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen
otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung
kemih.

3
i. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam
semalam.
j. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
k. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
l. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
m. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.

3. Tanda Gangguan Eliminasi Urin


a. Retensi Urin
1. Ketidak nyamanan daerah pubis.
2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4. Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5. Ketidaksanggupan untuk berkemih
b. Inkontinensia urin
1. pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di
WC
2. pasien sering mengompol.
c. Diare
1. BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
4. feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2. BAB encer dan jumlahnya banyak

4
3. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1. Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2. Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
3. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1. pembengkakan vena pada dinding rectum
2. perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3. merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4. nyeri
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

4. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine


a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan
pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot
kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter
untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus
dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang

5
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besar metabolisme tubuh.
1. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur
urethra
2. Infeksi
3. Kehamilan
4. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
5. Trauma sumsum tulang belakan
6. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
7. Umur
8. Penggunaan obat-obatan.

5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine


Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan
di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang
berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera
medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urine/
inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik padam edulla
spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau
dislokasi.
Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya
bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla
spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf
termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik
dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai
syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada
medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-

6
otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat
lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.
Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi.
Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat
diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada
disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat
tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat
dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih
dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf
otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis
terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan
resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi
pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post

7
operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan
retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan
edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,
obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,
nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine
pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung
kemih yang adekuat.

8
BAB III
ASKEP GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

A. Konsep Eliminasi Fekal


1. Pengertian Gangguan Eliminasi Fekal
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi
gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke
kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Fekal


Yang sering ditemukan yaitu:
a. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan
mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi
ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak
air diserap.
b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer
sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol
BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit

9
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum
(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat
terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika
terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal.
Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB
menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

3. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


a. Konstipasi
1) Menurunnya frekuensi BAB
2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3) Nyeri rektum
b. Impaction
1) Tidak BAB
2) Anoreksia
3) Kembung/kram
4) nyeri rektum

10
4. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah)
yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses
yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan
reabsorbsi cairan darichym e.
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa
orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
d. Kurang aktifitas
Kurang berolahraga, berbaring lama Pada pasien immobilisasi atau
bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan

11
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi
reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain
seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan
prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.
Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah
obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses.
Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan
tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare.
f. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-
penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa

12
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ini.

5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Fekal


Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon
sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.
Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak
menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan
kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter
anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui
saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika

13
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses
di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

6. Faktor predisposisi/Faktor pencetus


a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di
kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena
terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
b. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
c. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif
untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi.
d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya
tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua
terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan
peristaltikintes tinal.
e. Kondisi Patologis
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).

14
f. Obat-obatan,
Diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi
retensi urine.

B. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan Eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi,
bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan
tabel berikut.

15
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik
visualisasi langsung/tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap
unsur- unsur yang tidak normal.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,
inkontinensi dan enuresis
2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare,
inkontinensia usus, hemoroid, impaction
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
4. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat
mengejang
5. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
7. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
8. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi
saluran urinary akibat proses penyakit.

16
Karakteristik Feses Normal dan Abnormal
Karateristi
Normal Kemungkiman penyebab
k
Warna Dewasa kecoklatan Adanya pigmen empedu ( obtruksi empedu );
Bayi: kekuningan pemeriksaan diagnostik mengunakan barium
Hitam Obat( spt fe ); PSPA ( Lambung usus halus ); diet
tinggi buah merah dan sayur hijau tua ( spt bayam )
Merah PSPB ( spt rectum ), beberapa makan sprti
Pucat Malabsorbi lemak, tinggi susu dan rendah daging
Orange atau hijau Infeksi usus
Konsitensi Berbentuk lunak Keras kering Dehidrasi penurunan motilitas
agar cair, usus akibat kurang nya
lembek,basah. serat,kurang latihan, ganguan
emosi dan laksantif abuse.
Diare Peningkatan matilitas usus
(Mis. Akibat iritasi kolon oleh
bakteri )
Bentuk Silinder (bentuk Mengecil bentuk Kondisi abstruksi rektum
rectum) dngan @ pensil atau seperti
2,5 cm u/org benang
dewasa
Jumlah Tergantung diet - -
(100 / 400 gr/hri)
Bau Aromatic: Tajam ,pedas Infeksi ,perdarahan
dipengaruhi oleh
makanan yg
dimakan dan flora
bakteri
Unsur Sejumlah kecil Pus,mucus,parasit,da Infeksi bakteri kondisi
pokok bagian kasar rah,lemak peradangan pendarahan
makanan yg tidak ,dalam jumlah gastrointestinal,malabsorsi
di cernak, potongan bsar ,benda asing salah makan
bakteri yg mati sel
epitel , lemak
protein ,unsure-

17
unsur kering cairan
pencernaan
(pigmen empedu
dll)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa eliminasi urine adalah proses
pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).

18
Sedangkan fekal adalah keadaa di mana seorang individu mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis usus besar.

B. Saran
Apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekeliruan
atau kesalahan kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik atau sarannya
dari semua pihak dapat memperbaiki atau menyempurnakan makalah kami yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes RI.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1993. Asuhan Kesehatan Anak dalam


Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI.

19
Beckmann, Charles R.B. et antara lain: Absterik and Bynecology 2/E Baltimore,
Wiliams and Wilkins. 1995.

Yayasan Bima Pustaka Sarnono Prawiroharjo d/a bagian Obsteric dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya B. Jakarta
10430.

20

You might also like