Professional Documents
Culture Documents
Di
S
U
S
U
N
Oleh
Bismillahirahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal” dapat diselesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw,
keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir
hayat.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
keperawatan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari individual kelompok maupun yang datang dari luar. Namun penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat di
selesaikan.
Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang
bagaiamana cara kami menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami
mohon untuk saran dan kritikkannya supaya kedepannya akan lebih baik dari
sebelumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.Latar Belakang..................................................................................... 1
B.Tujuan Seminar.................................................................................... 2
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 19
A.Kesimpulan.......................................................................................... 19
B.Saran..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi
dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih
Secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan
keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik
medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,
apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine
normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan
atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam
1
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi
tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik
untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa
menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi
B. Tujuan seminar
a. Tujuan umum
untuk mengetahui gangguan eliminai urine dan fekal
b. Tujuan khusus
untuk mengetahui Retensi, Inkontinensiaurine, Enuresis, Urgency,
Dysunia, Polyunia, dan urinari suppresi pada pasien.
untuk mengetahui konstipasi, Impaction, Diare, Inkontinensia fekal,
Flatulens, dan Hemoroid pada pasien
2
BAB II
ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE
3
i. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam
semalam.
j. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
k. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
l. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
m. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.
4
3. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1. Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2. Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
3. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1. pembengkakan vena pada dinding rectum
2. perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3. merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4. nyeri
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
5
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besar metabolisme tubuh.
1. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur
urethra
2. Infeksi
3. Kehamilan
4. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
5. Trauma sumsum tulang belakan
6. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
7. Umur
8. Penggunaan obat-obatan.
6
otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat
lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.
Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi.
Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat
diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada
disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat
tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat
dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih
dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf
otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis
terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan
resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi
pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post
7
operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan
retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan
edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,
obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,
nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine
pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung
kemih yang adekuat.
8
BAB III
ASKEP GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
9
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum
(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat
terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika
terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal.
Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB
menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
10
4. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah)
yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses
yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan
reabsorbsi cairan darichym e.
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa
orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
d. Kurang aktifitas
Kurang berolahraga, berbaring lama Pada pasien immobilisasi atau
bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
11
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi
reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain
seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan
prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.
Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah
obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses.
Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan
tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare.
f. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-
penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa
12
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ini.
13
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses
di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
14
f. Obat-obatan,
Diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi
retensi urine.
B. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan Eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi,
bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan
tabel berikut.
15
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik
visualisasi langsung/tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap
unsur- unsur yang tidak normal.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,
inkontinensi dan enuresis
2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare,
inkontinensia usus, hemoroid, impaction
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
4. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat
mengejang
5. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
7. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
8. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi
saluran urinary akibat proses penyakit.
16
Karakteristik Feses Normal dan Abnormal
Karateristi
Normal Kemungkiman penyebab
k
Warna Dewasa kecoklatan Adanya pigmen empedu ( obtruksi empedu );
Bayi: kekuningan pemeriksaan diagnostik mengunakan barium
Hitam Obat( spt fe ); PSPA ( Lambung usus halus ); diet
tinggi buah merah dan sayur hijau tua ( spt bayam )
Merah PSPB ( spt rectum ), beberapa makan sprti
Pucat Malabsorbi lemak, tinggi susu dan rendah daging
Orange atau hijau Infeksi usus
Konsitensi Berbentuk lunak Keras kering Dehidrasi penurunan motilitas
agar cair, usus akibat kurang nya
lembek,basah. serat,kurang latihan, ganguan
emosi dan laksantif abuse.
Diare Peningkatan matilitas usus
(Mis. Akibat iritasi kolon oleh
bakteri )
Bentuk Silinder (bentuk Mengecil bentuk Kondisi abstruksi rektum
rectum) dngan @ pensil atau seperti
2,5 cm u/org benang
dewasa
Jumlah Tergantung diet - -
(100 / 400 gr/hri)
Bau Aromatic: Tajam ,pedas Infeksi ,perdarahan
dipengaruhi oleh
makanan yg
dimakan dan flora
bakteri
Unsur Sejumlah kecil Pus,mucus,parasit,da Infeksi bakteri kondisi
pokok bagian kasar rah,lemak peradangan pendarahan
makanan yg tidak ,dalam jumlah gastrointestinal,malabsorsi
di cernak, potongan bsar ,benda asing salah makan
bakteri yg mati sel
epitel , lemak
protein ,unsure-
17
unsur kering cairan
pencernaan
(pigmen empedu
dll)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa eliminasi urine adalah proses
pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).
18
Sedangkan fekal adalah keadaa di mana seorang individu mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis usus besar.
B. Saran
Apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekeliruan
atau kesalahan kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik atau sarannya
dari semua pihak dapat memperbaiki atau menyempurnakan makalah kami yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes RI.
19
Beckmann, Charles R.B. et antara lain: Absterik and Bynecology 2/E Baltimore,
Wiliams and Wilkins. 1995.
Yayasan Bima Pustaka Sarnono Prawiroharjo d/a bagian Obsteric dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya B. Jakarta
10430.
20