You are on page 1of 14

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam

pendidikan di Indonesia, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat

gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan guru enggan

menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas karena beberapa alasan : alasan yang

utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak

dan siswa tidak belajar jika mereka di tempatkan dalam grup. Salah satu

contohnya adalah dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). CBSA

merupakan suatu istilah (Sudjana : 1996), istilah lain yang bermakna dengan

Student Active Learning ( SAL ).

Model Pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran

yang mendorong siswa untuk aktif bertukar pikiran dengan sesamanya dalam

memahami suatu materi pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolabotratif. Belajar

kooperatif menekankan pada kerjasama saling membantu dan berdiskusi bersama

dalam menyelesaikan tugas- tugas yang di berikan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Hulten dan De Vries ( Listya : 2006 :

11 ) menunjukkan bahwa : “ Kerja kelompok membuat siswa bersemangat untuk

belajar aktif untuk saling menampilkan diri atau berperan diantara teman

sebayanya “.

Menurut Slavin ( Listya, 2006 : 11 ) : ‘ Pembelajaran kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
11

kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat orang

sampai enam orang, dengan struktur kelompok yang heterogen ‘.

Menurut Parker ( Damayanti, 2002 : 3 ) dinyatakan bahwa :

‘ Pembelajaran kooperatif adalah lingkungan pembelajaran di kelas dimana

siswa bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil yang heterogen untuk

mengerjakan tugas ‘.

Menurut Johnson-Johnson ( Haryanto, 2000 : 18 ) dinyatakan bahwa :

‘ Belajar kooperatif adalah suatu model diskusi yang dibimbing oleh guru

terdiri dari beberapa kelompok di dalam kelas, satu kelompok terdiri dari

empat atau lima orang siswa’.

Menurut Sunal dan Hans ( Listya, 2006 : 11 ) dinyatakan bahwa :

‘ Model pembelajaran Kooperatif yaitu suatu cara pendekatan atau

serangkaian strategi yang khusus di rancang untuk memberikan dorongan

kepada peserta didik agar bekerjasama selama berlangsungnya proses

pembelajaran’.

Menurut Sutisna ( Listya : 2006 :12) menyatakan bahwa :

“ Model pembelajaran kooperatif memilki dampak yang lebih positif


terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya bila di bandingkan dengan
cara Belajar Individual. Dari hasil observasi lapangan melalui wawancara
terhadap subyek penelitian diperoleh temuan bahwa belajar melalui kerja
kelompok sangat bermanfaaat bagi mereka karena dapat memecahakan
masalah pelajaran bersama-sama, lebih mudah memahami pelajaran,
terjadi tukar pikiran dengan teman dan muncul keberanian untuk berbicara
“.
Menurut Johnson- Johnson ( Lie, 2006 : 7 ) menunjukkan bahwa “

Suasana belajar Coopertive Learning mengahasilkan prestasi yang lebih

tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih
12

baik dari pada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan

memisah-misahkan siswa “.

Menurut Loning ( Listya, 2006 : 12 ) Menyatakan bahwa keberhasilan

model pembelajaran kooperatif ditentukan oleh 5 faktor, yakni :

2. Terciptanya Interpedensi positif antar siswa


3. Adanya hubungan harmonis siswa
4. Terciptanya tukar pikiran yang di landasi pertanggung jawaban
Individu
5. Adanya siswa yang mempunyai kemampuan lebih dibandingkan
siswa lainnya dalam setiap kelompok kecil.
6. Adanya proses yang menunjang kegiatan kelompok

Tidak berbeda dengan Loning, Roger dan Johnson ( Lie, 2002 : 31 )

menyatakan bahwa : “ Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Coopertive

Learning “ .

Untuk mencapai hasil yang maksimal, 5 unsur model pembelajaran gotong

royong harus diterapkan seperti berikut, yaitu :

1. Saling Ketergantungan Positif


Dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat tergantung dari
usaha setiap anggotanya. Oleh karenanya, antara siswa yang satu dengan
siswa yang lainnya saling membutuhkan. Setiap siswa bekerja demi
tercapainya tujuan yang sama.
2. Tanggung jawab Perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Setiap siswa
akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk
kelompoknya.
3. Tatap Muka
Setiap kelompok harus di berikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan Interaksi ini akan memberikan para siswa untuk dapat
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggotanya. Inti dari sinergi
ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar
belakang pengalaman keluarga, sosial ekonomi yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling
memperkaya antar anggota kelompok. Para anggota kelompok perlu diberi
kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam
kegiatan tatap muka dan interaksi personal.
13

4. Komunikasi Antar Anggota


Tidak setiap siswa mempunyai keahlian seperti ini. Keberhasilan suatu
kelompok juga bergantung dari kemampuan mereka dalam mengutarakan
pendapat dan kesediaan para anggoatanya untuk saling mengahrgai pendapat
anggota yang lain.
5. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
menevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar
selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif.

Menurut Slavin ( Yusuf, 2003 : 12 ) membagi pembelajaran kooperatif

dalam beberapa tipe diantaranya adalah : Student Teams Achievement Division

( STAD ), Jigsaw, Team Assisted Individualization ( TAI ), dan Team Games

Tournament ( TGT ). Pada dasarnya tipe-tipe dalam pembelajaran kooperatif

adalah sama yaitu lebih mengutamakan kerja kelompok.

Secara garis besar tahap-tahap pembelajran kooperatif tipe STAD yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Tahap penyajian materi

2. Tahap Kerja kelompok

3. Tahap Tes individu

4. Tahap Perhitungan nilai perkembangan Individu

5. Tahap penghargaan kelompok

A. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

dikembangkan oleh Robert Slavin dkk. Di Universitas John Hopkin dan

merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang menekankan

pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan

membantu dalam memahami suatu materi pelajaran.


14

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran

kooperatif di mana siswa belajar dengan bantuan LKS secara berkelompok,

berdiskusi guna memahami konsep-konsep menemukan hasil yang benar. Semua

anggota dibagi tanggung jawab, semua siswa secara individu diberi tes yang akan

berpengaruh terhadap evaluasi seluruh kelompok, sehingga untuk memperoleh

suatu penghargaan, hasil belajar tiap kelompok tersebut di bandingkan.

Siswa dalam satu kelas dipecah menjadi beberapa kelompok yang terdiri

atas 4-5 orang. Setiap Tim atau kelompok hendaknya memiliki anggota yang

heterogen baik jenis kelamin ( laki-laki dan perempuan ) ras, etnik, maupun

berbagai kemapuan ( tinggi, sedang, rendah ).

Tiap anggota tim menngunakan lembaran kerja akademik ( lembar kerja

siswa ) dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya

jawab atau diskusi antar sesama anggota tim secara individual atau tim, tiap satu

atau dua minggu diadakan evaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka

terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap tim di beri

skor atas penguasaanya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu

atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna di beri

penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan

jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.

Bila dibandingkan dengan pembelajaran model ceramah yang biasa di

lakukan selama ini, siswa harus mengikuti cara belajar yang di pilih gurunya

dengan penuh mempelajari urutan yang diterapkan gurunya bahkan kurang sekali

mendapat kesempatan mengemukakan pendapat, pembelajaran secara kooperatif


15

tipe STAD membuka peluang dan kesempatan siswa mengembangkan diri sesuai

kemampuannya.

Menurut Slavin ( Rina, 2006 : 15 ): pembelajaran kooperatif tipe STAD

( Student Teams Achievement Division ) memiliki 5 komponen utama, yaitu :

1. Bahan pelajaran di sajikan oleh guru baik secara langsung ataupun


melalui media pembelajaran.
2. Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang yang heterogen dari segi
penampilan akademik, kelamin dan etnis.
3. Dilakukan tes Individual setelah beberapa kali siswa mengerjakan
latihan.
4. Dilakukan penilaian terhadap nilai kemajuan individual
5. Diberikan pengakuan terhadap tim berdasarkan kemajuan anggota
kelompok

Sedangkan menurut Priest ( Rina, 2006 : 16 ), pembelajaran kooperatif

tipe STAD memiliki 7 komponen utama yaitu :

1. Kejelasan tujuan yang hendak di capai


2. Persiapan pembelajaran termasuk di dalamnya pembentukan kelompok,
presentasi tugas siswa.
3. Kepastian bahwa siswa telah memahami isi materi pelajaran
4. Pembentukan kelompok pada STAD terdiri dari siswa yang heterogen.
5. Kuis individual yang di lakukan dalam rangka meyakinkan keberhasilan
siswa dalam belajar dan sebagai indikator tanggung jawab siswa.
6. Kemajuan nilai secara individual
7. Pengakuan dan hadiah terhadap kelompok.

Tahapan-tahapan yang di lalui dalm pembelajaran kooperatif tipe STAD,

meliputi :

1. Tahap penyajian materi

2. Tahap kerja kelompok

3. Tahap tes individu

4. Tahap perhitungan nilai perkembangan individu

5. Tahap penghargaan kelompok


16

1. Tahap Penyajian Materi

Guru menyajikan materi melalui metode ceramah, demonstrasi,

ekspositori, atau membahas buku pelajaran matematika. Dalam tahap ini guru

menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu siswa

tentang konsep yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan apa yang

telah dimiliki dengan yang di sampaikan oleh guru. Dalam hal ini, siswa harus

benar-benar memperhatikan agar dapat mengerjakan soal-soal yang di berikan

oleh guru.

2. Tahap Kegiatan Kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang dipelajari

guna kerja kelompok. Guru menginformasikan bahwa LKS harus benar-benar di

pahami bukan sekedar diisi dan diserahkan pada guru. LKS juga di gunakan

sebagai keterampilan kooperatif siswa. Dalam hal ini, apabila di antara anggoata

kelompok yang belum memahami maka teman sekelompoknya wajiib memberi

penjelasan kembali karena guru hanya sekedar menjadi fasilitator yang memonitor

kegiatan setiap kelompok.

3. Tahap Tes Individu ( Hasil Belajar )

Tes Individu atau hasil belajar ini dilakukan setelah kegiatan kelompok

usai dan di kerjakan secara individu. Tes ini bertujuan supaya siswa dapat

menunjukkan apa yang mereka pahami saat kegiatan kelompok berlangsung dan

di sumbangkan sebagai nilai kelompok.


17

4. Tahap Nilai Perkmbangan Individu

Nilai tes di peroleh atas jawaban benar, setelah diperoleh nilai maka di

hitung berdasarkan suatu aturan nilai yang di peroleh dapat menunjukkan

keberhasilan dalam kelompoknya.

5.Tahap Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diberikan secara sederhana oleh peneliti atas dasar

aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar. Bentuk penghargaannya sangat

situsional. Peneliti ( Guru ) bisa memberikan point pada kelompok dengan aturan-

aturan khusus ataupun dengan cara sederhana yang intinya kerja keras siswa

beserta kelompoknya di hargai sekecil apapun hasilnya.

Selain itu, terdapat beberapa keuntungan dalam penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD, Menurut Kagan ( Rina, 2006 : 20 ) menjelaskan tiga

keuntungan, diantaranya :

a. Semua siswa memiliki kesempatan untuk menerima hadiah stelah


menyelesaikan suatu materi pelajaran.
b. Siswa mempunyai kemungkinan untuk mencapai hasil belajar yang tinggi.
c. Hadiah yang di berikan kepada kelompok dapat di gunakan untuk
memberikan motivasi berprestasi pada semua siswa.

B. Pemahaman Matematika

Pemahaman berasal dari kata dasar “ Paham “. Yang dalam kamus bahasa

Indonesia ( W.J.S. Poerwadanmita, 1984 : 694, Susan : 2007 ) diartikan mengerti

benar. Beberapa ahli mencoba mengungkapkan kata tersebut.

Menurut Peter W. Hewson dan Richard Thorles (Rina, 2006 : 20 ) : ‘

pemahaman adalah konsepsi yang bisa di cerna atau di pahami oleh siswa

sehingga siswa mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk
18

mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang

terkait ‘.

Menurut Jhonson (Rina, 2006 : 12 ) mengemukakan bahwa : ‘ pemahaman

terjadi jika orang mampu mengenali, menjelasakan, dan menginterpretasikan

sesuatu atau masalah yang dihadapi ‘.

Selain itu, Menurut Syamsudin ( Rina, 2006 : 21 ) mengemukakan bahwa :

‘ pemahaman merupakan suatu tingkat proses hasil belajar yang indikatornya

yaitu siswa dapat menjelaskan atau mendefinisikan suatu informasi dengan

menggunakan kata-kata sendiri ‘.

Menurut Bloom (Rina, 2006 : 21 ) : ‘ pemahaman adalah kemapuan

mengungkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi

yang disajikan ke dalam bentuk yang di pahami, mampu memberikan interpretasi

dan mampu mengklasifikasinnya ‘. Secara garis besar, pemahaman merupakan

kemampuan seseoarang dalam mengemukakan atau menjelaskan sesuatu.

Tidaklah mudah memahami sesuatu, apalagi pemahaman matematika.

School Mathematics Study Group Rina, 2006 : 21 ) merinci aspek pemahaman

dalam prilaku : mengetahui konsep, hukum, prinsip, dan generalisasi matematika

mengubah dari satu bentuk matematika ke bentuk matematika yang lainnya dan

mampu mengikuti suatu penjelasan.

Menurut Polya (Rina, 2006 : 21 ) mengemukakan empat tingkat

pemahaman suatu hukum yaitu:


19

1. Pemahaman Mekanikal, diaman seseorang dapat mengingat dan menerapkan


suatu hukum secara benar.
2. Pemahaman Induktif, dimana seseoarang dapat mencobakan hukum itu
dalam kasus sederhana dan yakin bahwa hukum itu berlaku dalam kasus
yang serupa.
3. Pemahaman Rasional, dimana seseorang dapat membuktikan bahwa hukum
itu.
4. Pemahaman Intuitif, dimana seseorang telah yakin akan kebenaran hukum itu
tanpa ragu-ragu lagi.

Menurut Kell Patrick dan Fendell (Rina, 2006 : 22 ) mengemukakan

bahwa Indikator pemahaman konsep anatara lain :

2. Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah di pelajari


3. Kemampuan mengklasifikasikan obyek-obyek berdasarkan di penuhi atau
tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersbut.
4. Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.
5. Kemapuan memberikan contoh dan counter exampel dari konsep yang di
pelajari.
6. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi
matematika.
7. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal
matematika).
8. Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
Selain itu secara terperinci Bloom (Rina, 2006 : 22 ), mengemukakan

bahwa jenjang kognitif tahap pemahaman mencakup hal-hal berikut :

1. Pemahaman konsep
2. Pemahaman prinsip, atuaran dan generalisasi
3. Pemahaman terhadap struktur matematika
4. Kemapuan untuk membuat transformasi
5. Kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial atau
data matematika.

Pembuatan kategori jawaban yang digunakan adalah kriteria penilaian yang

dikemukakan oleh Abraham (Astuti, 2007 : 29 ) yaitu penulis menganalisis dan

membuat kategori jawaban dari seluruh hasil tes yang dikumpulkan untuk

menentukan apakah siswa tersebut : Memahami konsep ( P ), Paham Sebagian

( PS ), Miskonsepsi Sebagian ( MS ), Miskonsepsi ( M ), atau siswa tersebut

Tidak Paham ( TP ).
20

D. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Pemahaman.

Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki

kemampuan pemahaman tentang hubungan antara bagian-bagian matematika,

menganalisis dan menarik kesimpulan (Karadinata, 2001: 17, Rina, 2006: 23).

Tujuan tersebut dapat tercapai jika guru menerapkan suatu pembelajaran yang

mendukung dan sesuai dengan hal tersebut.

Dalam hal ini pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang sangat penting

terhadap kemampuan pemahaman matematik, siswa dapat memahami materi

yang di berikan dengan cara bekerja kelompok, bertukar pikiran dan saling

membantu diantara sesamanya.

Dengan demikian melalui kolaborasi yang baik antar anggota kelompok, siswa

dapat memahami materi matematika dan dapat menyelesaiakan soal-soalnya.

E. Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan kajian teori bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Dengan pembelajaran tersebut tiap

siswa berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing sehingga siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami materi pembelajaran yang telah di ajarakan.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga dapat mengurangi kecenderungan guru

mendominasi kelas. Selain itu, dengan adanya penghargaan kelompok dalam

pembelajaran kooperatif dapat memotivasi siswa dalam belajar, sehingga dengan

adanya motivasi belajar di harapkan prestasi belajar siswa terus meningkat. Teori
21

yang dikemukakan di atas ternyata sesuai dengan beberapa hasil penelitian berikut

ini :

1. Coheen, Dees, Webb ( Astuti, 2000 : 32 ), dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif pada pengajaran

matematika memperlihatkan indikasi bahwa keuntungan terbesar

dari strategi belajar kooperatif terlihat ketika siswa menerapkan

dalam tugas-tugas kompleks.

2. Ong Eng Tek ( Astuti, 2000 : 32 ), dalam penelitiannya

membandingkan starategi belajar kooperatif tipe STAD dengan

strategi belajar biasa dan memberikan hasil bahwa kelas yang

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD skor rata-

ratanya postesnya 32,24 % lebih baik jika dibandingkan dengan

kelas yang menggunakan pembelajaran biasa.

3. Sharon ( Astuti, 2000 : 34 ), dalam penelitiannya memperoleh

hasil bahwa siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang

maupun rendah sama-sama memperoleh keuntungan dalam

pembelajaran kooperatif.

4. Johar ( Suhena, 2001 : 25 ), dalam penelitiannya mengungkapakan

bahwa penerapan strategi belajar kooperati dalam pembelajaran

matematika di SMA ternyata dapat mengubah konsepsi siswa dari

kategori rendah menjadi kategori tinggi.

5. Mudair ( Suhena, 2001 : 25 ), dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa belajar dengan model kooperaif dapat

meningkatakan hasil belajar siswa, dapat memudahkan dalam


22

memahami suatu konsep yang dipelajarinya, dan siswa yang

memperoleh nilai baik menunjukkan sikap positif pula.

6. Noormia ( Astuti, 2000 ), dalam penelitianya mengemukakan

bahawa pembelajaran kooperatif tipe STAD memberi pengaruh

positif terhadap aktivitas siswa dan peningkatan pemahaman serta

perolehan pengetahuan baru disamping meningkatakan kepedulian

antar anggotanya.

7. Astuti ( 2000 : 91 ), dalam penelitiannya mengungkapakan bahawa

siswa pada kelas yang pembelajarannya menggunakan kooperatif

tipe STAD pada setiap aspek kemampuan pemecahan masalah

mayoriatas berada pada kategori baik. Dari segi aktivitas guru dan

siswa selama pembelajaran dapat disimpulkan bahwa strategi

belajar kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dan

mengurangi kecenderungan guru untuk menyampaikan materi

dengan ceramah.

8. Karadinata ( 2001 : 151 ), dalam penelitiannya mengemukakan

bahwa pemahaman matematik siswa memiliki kaitan yang

signifikan dengan kemampuan anlaogi matematik siswa. Hal ini

ditunjukkan bahwa hasil kemampuan analogi matematika yang

baik dipengaruhi oleh pemahaman matematik. Selain itu,

pemahaman dan kemampuan analogi matematika siswa dengan

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami

peningkatan kualitas dari kualitas kurang menjadi cukup.


23

9. Yusepa ( 2002 : 24 ), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

hasil belajar siswa dalam aspek koneksi matematik yang

menggunakan kooperatif lebih baik jika di bandingkan dengan

menggunakan pembelajaran konvensional dan secara umum siswa

memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran kooperatif

10. Aulia ( 2003 ), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pada

pokok bahasan relasi, pemetaan, dan grafik dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe STAD rata-rata skor siswa pada tiap

tindakannya meningkat. Jadi, pembelajaran kooperatif tipe STAD

ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

11. Masyrifah ( 2005 : 82 ), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas

siswa. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat mengurangi kecenderungan guru

untuk mendominasi kelas.

You might also like