You are on page 1of 38

DAFTAR ISI

Kata pengantar..

[KWN] Page 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan pada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini
dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah


kewarganegaraan dengan Judul “Gerakan Separatis di Tanah Air Indonesia” di
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara program studi DIII Kebendaharaan Negara.

Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Iwan Siswadi selaku dosen
mata kuliah kewarganegaraan yang telah membimbing kami dan memberikan
kuliah sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Demikianlah makalah ini disusun. Semoga bermanfaat dan dapat


memenuhi tugas mata kuliah kewarganegaraan.

Tangerang, 14 Oktober 2010

Ibnul Mursyiddin

[KWN] Page 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih banyak memiliki permasalahan. Terutama di bidang
pertahanan dan keamanan. Dengan wilayah negara yang terluas di kawaan asia
tenggara, kita dituntut untuk mampu menjaga dan mempertahankan wilayah
negara ini dan menjagakesatuan serta persatuan bangsa. Ada beberapa pokok
permasalahan di bidang pertahanan antara lain masalah disintegrasi bangsa.
Beberapa kelompok gerakan separatis yang masih sering melakukan konfrontasi
dengan pemerintah adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh, Republik
Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di
Irian. Masalah gerakan separatis ini sebagian besar sudah bias diredam oleh
pemerintah. Namun dalam perkembangannya gerakan separatis ini selalu
menyeruak ke permukaan dan menimbulkan masalah-masalah baru yang
umumnya dipicu masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan). Jika
dicermati, munculnya berbagai gerakan separatis di Indonesia seperti GAM di
Aceh, RMS di Maluku dan OPM di Papua lebih disebabkan oleh ketidakadilan
ekonomi yang dirasakan oleh rakyat di wilayah-wilayah tersebut akibat kegagalan
Pemerintah dalam menyejahterakan mereka.
Ketidakadilan ekonomi juga merupakan pemicu gerakan separatis ini juga
pernah diakui sendiri oleh Pemerintah. Mantan Wapres Jusuf Kalla, misalnya,
semasa masih menjabat sebagai Wapres pernah menyatakan bahwa aksi
separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, RMS, dan masalah di
Poso, Sulawesi Tengah serta masalah terorisme disebabkan oleh ketidakadilan
ekonomi.
Padahal, seperti di Aceh dan Papua, kekayaan sumber daya alam sangat
melimpah ruah. Sayang, kekayaan itu lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang
dan perusahaan-perusahaan asing.

[KWN] Page 3
Karena akar persoalan separatisme adalah ketidakadilan ekonomi yang
dirasakan sebagian besar masyarakat, maka jelas bahwa solusinya adalah
menciptakan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat.
Persoalannya, bagaimana caranya agar upaya tersebut terwujud? Bisakah
kita berharap pada sistem ekonomi kapitalis yang saat ini diterapkan oleh
pemerintah sendiri, bahkan dengan model yang sangat liberal? Tentu tidak.
Pasalnya, sistem ekonomi kapitalis inilah yang justru menjadi akar dari seluruh
ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, khususnya secara ekonomi. Contoh
kecil dalam kasus PT Freeport di Papua. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
Kontrak Karya atau Contract of Work Area telah mengabaikan prinsip-prinsip
keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.
Dalam hal mengatasi gerakan separatisme, kita harus belajar dari sejarah.
Kita pernah abai dalam mengatasinya. Terbukti di sejumlah daerah, gerakan
separatisme tak pernah tuntas diatasi. Dengan demikian, pemerintah harus
memberi solusi yang tegas. Langkah-langkah yang dikerjakan harus bersifat
konprehensif (menyeluruh). Karena meskipun berbagai macam usaha telah
dilaksanakan pemerintah. Antara lain dengan perundingan-perundingan dan
pemberian otonomi khusus kepada daerah-daerah tersebut. Tetap saja masih
bergejolaknya bibit-bibit separatisme di beberapa daerah. Oleh karena itu, kita
akan mengenal lebih jauh tentang separatisme dan keseluruhan bentuk-bentuk
separatisme.

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu separatisme?
2) Bagaimana sejarah gerakan separatisme yang ada di Indonesia?
3) Siapa saja tokoh bersejarah yang berperan penting dibalik gerakan
separatis?
4) Langkah apa saja yang diambil pemerintah guna menghadapi separatisme
dan bagaimana hasilnya?

[KWN] Page 4
C.Tujuan Penulisan Makalah
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu kita untuk
memahami apa yang dimaksud dengan separatisme, dan bagaimana bentuk-
bentuk gerakan separatisme. Serta mengupas sedikit sejarah mengenai gerakan
separatisme yang ada di tanah air dan langkah penanganannya oleh pemerintah.

[KWN] Page 5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Separatisme

Separatisme politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan


dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok
dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain (atau suatu negara
lain). Istilah ini biasanya tidak diterima para kelompok separatis sendiri karena
mereka menganggapnya kasar, dan memilih istilah yang lebih netral seperti
determinasi diri.

Gerakan separatis sering merupakan gerakan yang politis dan damai. Telah
ada gerakan separatis yang damai di Quebec, Kanada selama tiga puluh tahun
terakhir, dan gerakan yang damai juga terjadi semasa perpecahan Cekoslowakia
dan Uni Soviet. Singapura juga lepas dari Federasi Malaysia dengan damai.

Separatisme juga sering merupakan tindak balas yang kasar dan brutal
terhadap suatu pengambil alihan militer yang terjadi dahulu. Di seluruh dunia
banyak kelompok teroris menyatakan bahwa separatisme adalah satu-satunya cara
untuk meraih tujuan mereka mencapai kemerdekaan. Ini termasuk kelompok
Basque ETA di Perancis dan Spanyol, separatis Sikh di India pada 1980-an, IRA
di Irlandia pada masa pergantian abad dan Front de Libération du Québec pada
1960-an. Kampanye gerilya seperti ini juga bisa menyebabkan perang saudara
seperti yang terjadi di Chechnya.

[KWN] Page 6
2. Motivasi Gerakan Separatis

Gerakan separatis biasanya berbasis nasionalisme atau kekuatan religius.


Contohnya adalah GAM(Aceh), OPM(Papua), RMS(Maluku). Selain itu,
separatisme juga bisa terjadi karena perasaan kurangnya kekuatan politis dan
ekonomi suatu kelompok. Seperti Timor Leste yang telah lepas dar Indonesia.

Daerah Basque di Spanyol, yang belum merdeka selama berabad-abad


lamanya, mengembangkan kelompok separatis yang kasar sebagai reaksi terhadap
aksi penindasan yang kasar oleh rezim Francisco Franco. Hal yang sama terjadi di
Ethiopia di mana para pemberontak Eritrea lebih marah terhadap despotisme dan
korupsi daripada sebuah negara Eritrea yang tidak mempunyai sejarah yang
panjang.

3. Sejarah Gerakan Separatis di Indonesia

A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948

Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari


jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh?
Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan
Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali
kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk
organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan
dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung
Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948,
Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk
memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama
Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.

Oleh PKI, daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara


Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso

[KWN] Page 7
memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya
untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang


bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk
menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam
hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar
Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas
pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada
tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara
Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan
diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas
ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1
Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.

Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah


bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang
bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI
dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa
pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas
pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.

B. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)


(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)

Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia


harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus
mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak
semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat
merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta
para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan

[KWN] Page 8
pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang
didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya
sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal)
yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan
dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya Kahar Muzakar.

C. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia


(PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan


hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah
pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan
tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut:

a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad


Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin
Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje
Sumual.

Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda


mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada
presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima
ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat
Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin
gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H.
Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan
langsung di bawah KSAD.

[KWN] Page 9
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan
berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai
perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.

D. Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian


Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan
menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta,
pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi
militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto
Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di
Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran
Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan
sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas
Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara
Morotai.

Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan


ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara
Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian,
pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958,
walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.

[KWN] Page 10
E. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah sebuah organisasi (yang dianggap


separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara
resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan
keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya
hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra
National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang
sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.

Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap


perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari
berperan sebagai fasilitator.

Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding


Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa,
Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan
pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim
yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara
ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin
pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi
pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota
GAM.

Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada
AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru
bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah
dibubarkan secara formal.

[KWN] Page 11
F. Gerakan Sparatais Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965

Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi


keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh
didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan
adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada
masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat.
Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi
sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah
penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan
kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam
Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut:

a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh


ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia
menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota
ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau
menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan
untuk kepentingannya.

Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat


semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya,
mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini
siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.

a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan


terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena
bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan
Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.

[KWN] Page 12
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya
“Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan
Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.

Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah


tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat
itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.

G. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan


yang mengguncang stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-
pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA),
pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

H. Republik Maluku Selatan (RMS)

Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan


merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara
Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat).
Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah
misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966
RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang


bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S.
Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk
sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.

RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni


2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden

[KWN] Page 13
Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April
2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda
berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari
bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat
pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati
terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan
melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur
yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya
menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak
menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh
Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.

Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof.


Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25
april 2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.

Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan


Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi
antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di
Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno
tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku,
sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan
semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS
yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan
bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk
apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.

Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun


1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS
melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap
kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu
sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan

[KWN] Page 14
serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan mereka
terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena
pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan
dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai
teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di
gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.

Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa
kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku
Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat)
Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan
menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang
tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan
di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.

Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali
mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya
provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa
aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang
dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi
mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.

Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil


menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka
menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para
hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada
dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para
penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan
mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi.
Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat.
Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. Beberapa hasil

[KWN] Page 15
investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden
Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting
ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.

I. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan


nasionalis Papua yang didirikan pada tahun 1965 dan bertujuan untuk
mewujudkan kemerdekaan wilayah Papua bagian barat dari cengkeraman
pemerintah ‘kolonial’ Indonesia. Penduduk asli Papua merasa bahwa
mereka tidak memiliki hubungan sejarah dan ras dengan wilayah Indonesia
yang lain maupun negara-negara Asia lain. Sebagai WNI (Warga Negara
Indonesia), sebagian besar rakyat Papua juga merasa tidak diperhatikan
oleh pemerintah pusat yang berada di Jakarta.

Penyatuan wilayah Papua (Irian Barat) ke dalam NKRI (Negara


Kesatuan Republik Indonesia) secara resmi pada tahun 1969 merupakan
buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda
menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas
jajahannya yang merdeka, Indonesia. Menurut sebagian besar masyarakat
Papua, hal tersebut tidak diakui dan dianggap sebagai penyerahan dari
tangan satu penjajah kepada penjajah yang lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa OPM lahir di Papua dari dua


faksi utama pimpinan Terianus Aronggear, SE dan Aser Demotekay pada
tahun 1964 dan tahun 1963. Visi OPM adalah menjadikan organisasi
tersebut sebagai organisasi pendirian negara Papua dan misinya adalah
mengkampanyekan kemerdekaan Papua dan mendirikan sebuah
kemerdekaan baik dalam wilayah maupun kemerdekaan rakyatnya.

[KWN] Page 16
Pergerakan OPM

Proses integrasi politik di Papua menghadapi suatu tantangan yang


utama dan berat yaitu pemberontakan dari OPM yang dimulai pada 26 Juli
1965 di Manokwari dipimpin oleh Permenas Ferry Awom, bekas anggota
Batalyon Sukarelawan Papua (Papua Vrijwilinger Corps), sebuah korps
militer ala Belanda.

Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM
yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan
bendera Bintang Fajar (Morning Star) dan memproklamasikan berdirinya
Republik Papua Barat. Namun republik ini berumur pendek karena segera
ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto.

Sebagai gerakan separatis, maka pemberontakan OPM merupakan


hadangan terhadap proses integrasi di Papua yang lebih banyak diwarnai
oleh dimensi yang horizontal, yaitu suatu tujuan untuk mengurangi
diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses
penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.

Di Papua, bentuk pemberontakan OPM dapat digolongkan ke


dalam beberapa tindakan sebagai berikut:

1. Aksi perlawanan fisik bersenjata atau aksi militer yang dilakukan secara
sporadis;
2. Aksi penyanderaan
3. Aksi demonstrasi massa
4. Aksi pengibaran bendera Papua Barat
5. Aksi penempelan dan penyebaran pamflet
6. Aksi rapat-rapat politik dan pembentukan organisasi perjuangan lokal
7. Aksi pelintasan perbatasan ke Papua New Guinea
8. Aksi pengrusakan/pembongkaran.

[KWN] Page 17
Sebagai organisasi, kegiatan OPM terbagi dua; kegiatan politik dan
kegiatan militer. Kegiatan politik terus dilanjutkan ke luar negeri dan
kegiatan militer dilakukan hanya di Papua. Secara keseluruhan kegiatan
politik di luar negeri kurang efektif sebab terjadi perpecahan antara para
pemimpin politik OPM dari segi orientasinya ada yang pro-Barat dan ada
yang berorientasi ke neo-Marxis/Sosialis. Perpecahan ini mempengaruni
faksi militer di Papua sehingga kegiatan mereka lemah dan mudah
dipatahkan oleh Pemerintah atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Paham Neo-Marxis/Sosialis yang dipegang oleh sebagian besar kader
OPM merupakan hambatan utama bagi dukungan politik maupun
dukungan dana dari negara-negara Barat terhadap OPM.

Berdasarkan teori dan pendapat para sarjana, dapat diungkap


bahwa pemberontakan ini terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan
yang dialami oleh manusia terhadap suatu sistem politik atau negara
dimana dalam hal ini adalah Papua terhadap NKRI.

Saat ini, masih banyak aktivitas pemberontakan dari OPM baik di


dalam maupun di luar negeri. Adapula yang akhirnya menyerah kepada
TNI seperti sebuah kejadian di Sentani pada tanggal 26 Mei 2005 oleh
Daniel Buriyam, mantan tentara OPM, dimana ditandai dengan
penyerahan sepucuk senjata jenis mouser dan menyatakan tidak lagi
bergabung dengan kelompok separatis yang selama ini memperjuangkan
kemerdekaan Papua. Senjata itu diserahkan kepada Bupati Jayapura Habel
Suwae, disaksikan Dandim 1701 Jayapura Letkol CHB Viktor Tobing dan
Kapolres Jayapura Ajun Komisaris Besar (AKB) Robert Djoensoe di aula
Kantor Bupati Gunung Merah Sentani, Kabupaten Sentani.

Untuk masalah dukungan internasional, ada beberapa dukungan


politik yang ditujukan kepada gerakan separatisme ini. Contohnya adalah
pada tanggal 1 Februari 2006, kongres di Amerika Serikat memaksa
Perdana Menteri Australia saat itu, John Howard, untuk melindungi 43

[KWN] Page 18
warga Papua yang meminta suaka politik terhadap Australia. Dan masih
banyak dukungan internasional lainnya meskipun tidak berpengaruh besar
terhadap pergerakan OPM.

Pada hakekatnya, pemberontakan OPM masih mempengaruhi


pembentukan integrasi politik yang mantap di Papua. Hal ini dapat dilihat
dari sikap dan dukungan yang diberikan oleh rakyat Papua terhadap OPM
sehingga timbul berbagai aksi pemberontakan secara sporadis dalam kurun
waktu sekitar 30 tahun dan OPM lebih mampu mensosialisasikan nilai-
nilai "nasionalis Papua" sebagai ideologi OPM kepada rakyat Papua
dibandingkan dengan Pemerintah Indonesia.

Sebagian warga Papua juga masih merayakan kemerdekaan


mereka yang mereka rayakan setiap tanggal 1 Desember dengan
pengibaran bendera mereka di beberapa tempat di Papua seperti di
Abepura (Jayapura) dan Timika. Perayaan ini disertai dengan ibadah
syukur kepada Tuhan YME. Massa yang merayakan perayaan
kemerdekaan ini menamakan diri mereka dengan nama West Papua
National Authority (WPNA). Namun perayaan kemerdekaan ini hanyalah
sebuah seremonial tahunan yang telah bersifat maya. Kepolisian setempat
saat ini telah mengijinkan perayaan ini bagi mereka yang ingin
merayakannya dengan syarat tidak membuat kerusuhan.

[KWN] Page 19
4. Tokoh Gerakan Separatis

1. Partai Komunis Indonesia

Tan Malaka

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari
Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 19 Februari 1896 – meninggal di Desa
Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 16 April 1949 pada umur 53 tahun)[1]) adalah
seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan
politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan
revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan
berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan
perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang
legendaris.

Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda


maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan
Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan
Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di


luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh
penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan,
Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun
jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia
Tenggara. Ia dinyatakan sebagai "Pahlawan revolusi nasional" melalui ketetapan
parlemen dalam sebuah undang-undang tahun 1963.

Tan Malaka juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam
(SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan
modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.

[KWN] Page 20
Tokoh ini diduga kuat sebagai orang di belakang peristiwa penculikan
Sutan Sjahrir bulan Juni 1946 oleh "sekelompok orang tak dikenal" di Surakarta
sebagai akibat perbedaan pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.

Riwayat

• Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda.


• Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah
perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan
perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat
radikal pada diri Tan Malaka muda.
• Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai
terjun ke kancah politik
• Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka di undang dalam
acara tersebut.
• Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.
• Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke
Berlin, Moskwa dan Belanda.

Perjuangan

Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik.
Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak
mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga
berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner
dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu
pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI
(Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta
ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara,
jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda
melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan
tegas bagi pesertanya.

Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-
sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga
dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk
mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca,

[KWN] Page 21
ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan
kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk
perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk
mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan
sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin
besar.

Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan


rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan
ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia
Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran
sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat
adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua
gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan
simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan
diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan
revolusioner”.

Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia


tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik
tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai
komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan
supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis
Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres
Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya
sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.

Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan


tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian

[KWN] Page 22
kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan
PKI, Sardjono-Alimin-Musso.

Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang


berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah
waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan
keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam
waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan
pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan
banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih
oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang
melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat
pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama
bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan
beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan
Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya
Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah
menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada para pejuang
intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di
Kowloon, Hong Kong, April 1925.

Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak


Republik Indonesia" memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson
Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya
tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina
pecah…."

Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan


menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang
sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari

[KWN] Page 23
kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi
filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran
dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita
nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama


adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika
fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu
pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat
menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya didasari oleh kondisi


Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta
kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan
masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya
bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia
sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.

Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang


kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai
kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan
benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian,
sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangannya.

Kepahlawanan

Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan


Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa
pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan
FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir
Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.

[KWN] Page 24
Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik
Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan
buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin,
Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di
Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu
rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya
Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri
tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan
Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21
Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi
Brawijaya[1].

Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan


Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil penelitiannya,
bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di
Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari
1949.

Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani


Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang
pahlawan kemerdekaan Nasional.

a. Musso

Musso atau Paul Mussotte bernama lengkap Muso Manowar atau


Munawar Muso (lahir: Kediri, Jawa Timur, 1897 - Madiun, Jawa Timur, 31
Oktober 1948) adalah seorang tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an dan dilanjutkan pada Pemberontakan
Madiun 1948.

[KWN] Page 25
Musso adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an. Dia adalah
pengikut Stalin dan anggota dari Internasional Komunis di Moskwa. Pada tahun
1925 beberapa orang pemimpin PKI membuat rencana untuk menghidupkan
kembali partai ini pada tahun 1926, meskipun ditentang oleh beberapa pemimpin
PKI yang lain seperti Tan Malaka. Pada tahun 1926 Musso menuju Singapura
dimana dia menerima perintah langsung dari Moskwa untuk melakukan
pemberontakan kepada penjajah Belanda. Musso dan pemimpin PKI lainnya,
Alimin, kemudian berkunjung ke Moskwa, bertemu dengan Stalin, dan menerima
perintah untuk membatalkan pemberontakan dan membatasi kegiatan partai
menjadi dalam bentuk agitasi dan propaganda dalam perlawananan nasional.
Akan tetapi pikiran Musso berkata lain. Pada bulan November 1926 terjadi
beberapa pemberontakan PKI di beberapa kota termasuk Batavia (sekarang
Jakarta), tetapi pemberontakan itu dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Musso
dan Alimin ditangkap. Setelah keluar dari penjara Musso pergi ke Moskwa, tetapi
kembali ke Indonesia pada tahun 1935 untuk memaksakan "barisan populer" yang
dipimpin oleh 7 anggota Kongres Komintern. Akan tetapi dia dipaksa untuk
meninggalkan Indonesia dan kembali ke Uni Soviet pada tahun 1936.

Pada 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Indonesia lewat Yogyakarta.


Pada tanggal 5 September 1948 dia memberikan pidato yang menganjurkan agar
Indonesia merapat kepada Uni Soviet. Pemberontakan terjadi di Madiun, Jawa
Timur ketika beberapa militan PKI menolak untuk dilucuti. Pihak militer
menyebutkan bahwa PKI memproklamasikan "Republik Soviet Indonesia" pada
tanggal 18 September 1948 dan mengangkat Musso sebagai presiden dan Amir
Sjarifuddin sebagai perdana menteri. Akan tetapi pemberontakan dapat
dipadamkan oleh pihak militer. Pada tanggal 30 September 1948, Madiun direbut
oleh TNI dari Divisi Siliwangi. Ribuan kader partai terbunuh dan sejumlah 36.000
orang dipenjarakan. Di antara yang terbunuh adalah Musso pada tanggal 31
Oktober, ketika rombongannya bertemu dengan pasukan TNI yang mengubernya.

[KWN] Page 26
Amir Sjarifoeddin

Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan baru: Amir Syarifuddin Harahap)


(lahir di Medan, Sumatera Utara, 27 April 1907 – meninggal di Surakarta, Jawa
Tengah, 19 Desember 1948 pada umur 41 tahun) adalah seorang tokoh Indonesia,
mantan menteri dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia.

Pendidikan

Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan


pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya,
T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di
kota Leiden sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah
kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927 dia menjadi anggota pengurus
perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa itu pula Amir aktif
terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok kristen misalnya dalam CSV-op Java
yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia
tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga
Mulia menumpang.

Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir
kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga, walaupun teman-teman
dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Kemudian
Amir masuk Sekolah Hukum di Batavia, menumpang di rumah Mulia
(sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur sekolah pendidikan guru di
Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw,
Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr. Muhammad Yamin.

Perjuangan

Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha—menyetujui


dan menjalankan garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang aliansi
dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Barangkali ini

[KWN] Page 27
mempunyai hubungan dengan pekerjaan politik Musso dengan kedatangannya ke
Hindia Belanda dalam tahun 1936.

Ia kemudian dihubungi oleh anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal,


menggalang semua kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia
Belanda dalam menghadapi serbuan Jepang. Rencana itu tidak banyak mendapat
sambutan. Rekan-rekannya sesama aktivis masih belum pulih kepercayaan
terhadapnya akibat polemik di awal tahun 1940-an, serta tidak paham akan
strateginya melawan Jepang. Mereka ingin menempuh taktik lain yaitu,
berkolaborasi dengan Jepang dengan harapan Jepang akan memberi kemerdekaan
kepada Hindia Belanda setelah kolonialis Belanda dikalahkan. Dalam hal ini garis
Amir yang terbukti benar.

Pada bulan Januari 1943 ia tertangkap oleh fasis Jepang, di tengah


gelombang-gelombang penangkapan yang berpusat di Surabaya. Kejadian ini
dapat ditafsirkan sebagai terbongkarnya jaringan suatu organisasi anti fasisme
Jepang yang sedikit banyak mempunyai hubungan dengan Amir. Terutama dari
sisa-sisa kelompok inilah Amir, kelak ketika menjadi Menteri Pertahanan,
mengangkat para pembantunya yang terdekat. Namun demikian identifikasi
penting kejadian Surabaya itu, dari sedikit yang kita ketahui melalui sidang-
sidang pengadilan mereka tahun 1944, hukuman terberat dijatuhkan pada bekas
para pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.

Sebuah dokumen NEFIS (Netherlands Expeditionary Forces Intelligence


Service), instansi rahasia yang dipimpin Van Mook, tertanggal 9 Juni 1947
menulis tentang Amir; "ia mempunyai pengaruh besar di kalangan massa dan
orang yang tak mengenal kata takut". Belanda mungkin tahu bahwa penghargaan
berbau mitos terhadapnya di kalangan Pesindo berasal dari cerita para tahanan
sesamanya. Bagaimana ia menghadapi siksaan fisik dan moral yang dijatuhkan
Jepang. Diceritakan, misalnya, bagaimana ia tertawa ketika para penyiksa
menggantungnya dengan kaki di atas.

[KWN] Page 28
Dalam Persetujuan Renville tanggungjawab yang berat ini terletak
dipundak kaum Komunis, khususnya Amir sebagai negosiator utama dari
Republik Indonesia. Kabinet Amir Sjarifuddin mengundurkan diri dengan
sukarela dan tanpa perlawanan samasekali, ketika disalahkan atas persetujuan
Renville oleh golongan Masyumi dan Nasionalis.

Jabatan

• Menteri pada Kabinet Presidensial, Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir II,


Kabinet Sjahrir III
• Perdana Menteri: 3 Juli 1947 – 29 Januari 1948, membentuk Kabinet Amir
Sjarifuddin I dan Kabinet Amir Sjarifuddin II

Peristiwa Madiun

Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintahan Hatta menuduh PKI


berupaya membentuk negara komunis di Madiun dan menyatakan perang
terhadap mereka. Amir Sjarifuddin, sebagai salah seorang tokoh PKI, yang pada
saat peristiwa Madiun meletus sedang berada di Yogyakarta dalam rangka
kongres Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) turut ditangkap beserta beberapa
kawannya.

19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di kompleks makam desa


Ngalihan, kepala Amir Sjarifuddin ditembak dengan pistol oleh seorang letnan
Polisi Militer, sebuah satuan khusus dalam Angkatan Bersenjata Indonesia.
Sebelum itu beberapa orang penduduk desa setempat diperintahkan menggali
sebuah lubang kubur besar. Dari rombongan sebelas orang yang diangkut dengan
truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang ditembak mati malam itu.
Beberapa hari sebelumnya, ia dan beberapa orang lainnya, secara diam-diam telah
dipindahkan ke rumah penjara ini dari tempat penahanan mereka di Benteng
Yogyakarta.

[KWN] Page 29
2. Republik Maluku Selatan

Christiaan Robbert Steven Soumokil

Christiaan Robbert Steven Soumokil (lahir di Surabaya, Jawa


Timur, 13 Oktober 1905 – meninggal di Pulau Obi, 12 April 1966 pada
umur 60 tahun) adalah presiden Republik Maluku Selatan (RMS) dari
1950 sampai 1966. Chris Soumokil dilahirkan di Surabaya dan menempuh
pendidikan di sana sebelum pergi ke Belanda. Setelah itu ia mempelajari
hukum di Universitas Leiden sampai 1934. Pada tahun 1935 ia kembali ke
Jawa dan menjadi pejabat hukum.

Pada 1942, penjajahan Jepang dimulai dan Soumokil ditangkap


oleh tentara Jepang dan diasingkan ke Burma dan Thailand. Setelah
perang usai ia kembali ke Indonesia dan menjadi jaksa agung dalam
pemerintahan Negara Indonesia Timur (NIT). Ia kemudian mendirikan
RMS, menjadi Menteri Luar Negeri RMS pada 25 April 1950, dan
menjadi presiden pada 3 Mei.

Setelah ditangkap oleh tentara Indonesia ia dibuang ke Pulau Buru


dan Pulau Seram. Pada bulan April 1964 ia diadili dan dibela oleh
pengacara Mr. Pierre-William Blogg, teman lamanya dari Leiden. Dalam
persidangan Soumokil bersikeras berbicara dalam bahasa Belanda,
walaupun bahasa ibunya adalah bahasa Melayu.

Ia dihukum mati dan dieksekusi oleh peleton tembak pada 12 April


1966 di Pulau Obi, Kepulauan Seribu.

3. Gerakan Aceh Merdeka

Hasan Muhammad di Tiro

[KWN] Page 30
Teungku Hasan Muhammad di Tiro (lahir di Pidie, Aceh, 25
September 1925 – meninggal di Banda Aceh, 3 Juni 2010 pada umur 84
tahun)sehari sebelum meninggal dia dianugerahi WNI oleh pemerintah
Indonesia, dia adalah proklamator kemerdekaan Aceh pada 4 Desember
1976. Hasan Tiro sekarang ini menetap di Stockholm, ibu kota Swedia.
Dia ikut keluar-masuk hutan bersama pasukannya pada 1976 untuk
memisahkan diri dari Indonesia. Perjuangannya itu hanya berlangsung
selama tiga tahun. Karena serangan tentara Indonesia yang tak
tertahankan, ia mengungsi ke berbagai negara, sebelum akhirnya menetap
di Stockholm, ibu kota Swedia. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto,
isu "Aceh merdeka" kembali menjadi sorotan dunia. Organisasinya
(Gerakan Aceh Merdeka) muncul ke pentas internasional. Hasan Tiro
pernah dan menandatangani deklarasi berdirinya Negara Aceh Sumatra,
pada akhir 2002. Dia juga menandatangani surat perihal GAM yang
dikirim kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi
Annan pada 25 Januari 1999. Dalam berbagai perundingan damai antara
RI dan GAM, restu Hasan Tiro selalu ditunggu.

Pengakuan orang Aceh terhadap Tengku Hasan bukan hanya


karena perjuangannya. Dalam tubuhnya mengalir darah biru para pejuang
Aceh. Tengku Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 25 September 1925 di
Tanjong Bungong, Lameulo, sekitar 20 km dari Sigli. Dia adalah
keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro. Hasan
merupakan anak kedua pasangan Tengku Pocut Fatimah dan Tengku
Muhammad Hasan. Tengku Pocut inilah cucu perempuan Tengku Chik
Muhammad Saman di Tiro yang juga Pahlawan Nasional Indonesia.

[KWN] Page 31
Pada Januari 1965, Hasan menggagaskan ide Negara Aceh
Sumatra Merdeka. Jadi, apa yang dilakukannya dengan
memproklamasikan Negara Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976
hanyalah kristalisasi dari ide yang sudah disosialkannya sejak 1965.

Biodata

* Nama : Teungku Hasan Muhammad di Tiro

* Lahir : 25 September 1925, Pidie, Aceh

* Orangtua : Pocut Fatimah (Ibu), Teungku Muhammad Hasan (Ayah)

* Istri : Dora, keturunan Yahudi Amerika (Sebelumnya pernah masuk Islam, lalu
cerai)

* Anak : Karim di Tiro (Doktor Sejarah dan mengajar di AS)

* Alamat : Norsborg, Stockholm, Swedia

Pendidikan

* Fakultas Hukum UII, Yogyakarta (1945)

* Ilmu Hukum International, Universitas Columbia

Pengalaman Organisasi

* Pernah aktif dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI)

* Pernah menjabat Ketua Muda PRI di Pidie pada 1945

* Staf Wakil Perdana Menteri II dijabat Syafruddin Prawiranegara

* Staf penerangan Kedutaan Besar Indonesia di PBB

[KWN] Page 32
* Presiden National Liberation Front of Aceh Sumatra

* Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di PBB,AS, 1950-1954

* Ketua Mutabakh, Lembaga Nonstruktural Departemen Dalam Negeri Libya

* Pernah kuliah di UGM Yogya

* Dianugerahi gelar Doktor Ilmu Hukum University of Plano,Texas

* Lulusan University Columbia dan Fordam University di New York

Karya-karya

* Mendirikan "Institut Aceh" di AS

* Dirut dari Doral International Ltd di New York

* Punya andil di Eropa, Arab dan Afrika dalam bisnis pelayaran dan penerbangan

* Diangkat oleh Raja Feisal dari Arab Saudi sebagai penasehat agung Muktamar
Islam se-Dunia (1973)

* mendeklarasikan Aceh merdeka pada 4 Desember 1976

* 1976-1979 untuk melawan pemerintah Indonesia

* Artikel berjudul The Legal Status of Acheh Sumatra under International Law
1980

* The Unfinished Diary

* Atjeh Bak Mata Donya (Aceh Dimata Dunia)

* Terlibat sebuah "federasi" 10 daerah di Sulawesi, Sumatra, dan Maluku


perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno

[KWN] Page 33
* Menggagaskan ide Negara Aceh Sumatra Merdeka pada 1965.

5. Langkah-langkah Pemerintah dalam Melawan Separatisme


dan Hasilnya

Langkah kebijakan yang ditempuh dalam upaya pencegahan


dan penanggulangan separatisme adalah sebagai berikut:

1. Pemulihan kondisi keamanan dan ketertiban serta menindak secara tegas


para pelaku separatisme bersenjata yang melanggar hak-hak masyarakat
sipil;

2. Peningkatan kualitas pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi serta


demokratisasi;

3. Peningkatan deteksi dini dan pencegahan awal potensi konflik dan


separatisme;

4. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah rawan konflik atau


separatisme, melalui perbaikan akses masyarakat local terhadap sumber daya
ekonomi danpemerataan pembangunan antardaerah;

5. Pelaksanaan pendidikan politik secara formal, informal, dialogis, serta


melalui media massa dalam rangka menciptakan rasa saling percaya;

6. Penerapan konsep penyelesaian konflik secara damai, menyeluruh, dan


bermartabat.

Pemerintah cukup berhasil dalam menangan permasalahan


separatisme dengan makin kondusifnya situasi keamanan di Aceh dan
tidak terjadinya aksi bersenjata yang berbahaya di daerah kritis lainnya. Dari
5 kasus separatisme yang telah terjadi selama 2007 semuanya telah
berhasil diselesaikan oleh Polri.

[KWN] Page 34
Upaya untuk mempertahankan perdamaian di NAD dilakukan
dengan melaksanakan kesepakatan yang tertuang dalam MoU
Helsinki secar benar agar penyelesaian Aceh tetap berada dalam kerangka
NKRI. Amnesti dan pemberian jaminan hidup terhadap mantan kombat GAM
serta relokasi TNI dan Polri dilakukan dengan penertiban senjata-senjata
ilegal yang masih banyak beredar di masyarakat. Diberikannya kesempatan
membentuk partai lokal dan mengakomodasi calon legislatif (caleg) dari
partai lokal untuk duduk sebagai anggota legislatif, baik di tingkat DPRA
maupun DPRK, telah memberikan kontribusi positif bagi kelancaran
dan keamanan pelaksanaan Pemilu 2009. Penerbitan Perpres Nomor 75
Tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi Persetujuan Internasional
dan Rencana Pembentukan Undang-Undang serta
Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan
Aceh secara hukum juga telah mengatur hubungan antara Pemprov NAD
dan Pemerintah Indonesia dalam berbagai bidang, baik politik
maupun sosial ekonomi dalam bingkai NKRI.

Pemerintah berusaha mengeliminisasi permasalahan separatis


di Papua, baik melalui lobi-lobi di luar negeri maupun pendekatan
dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di Papua.
Upaya untuk menjelaskan bahwa Otonomi Khusus (Otsus) Papua
dalam kerangka NKRI merupakan penyelesaian terbaik untuk
masalah Papua juga dilakukan guna meluruskan dan mendudukkan
permasalahan Papua secara jernih dan objektif. Langkah lainnya
yang dilakukan pemerintah adalah terus mendorong pemerintah
daerah melaksanakan otsus secara konsekuen agar dapat
memanfaatkan dana otsus secara tepat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan
masalah-masalah sosial lainnya. Di tingkat internasional, langkah
yang dilakukan pemerintah adalah mempresentasikan perkembangan
positif di Papua, misalnya menyangkut keberhasilan Pemilu 2009,

[KWN] Page 35
inpres percepatan pembangunan, community development, dan
implementasi otsus.

Hal yang sama juga dilakukan untuk menangani masalah separatis


RMS di Maluku. Lobi terhadap pihak-pihak internasional agar membatasi
pergerakan kelompok-kelompok pendukung RMS terus dilakukan. Dari hasil
upaya tersebut, peringatan HUT RMS pada 25 April di Belanda sejak 2007
tidak lagi diadakan terpusat di kota besar seperti Amsterdam dan Den Haag,
tetapi terpencar-pencar di kota-kota kecil yang jauh dari ibukota Belanda.
Berkaitan dengan berkembangnya embrio separatisme di beberapa provinsi
kaya sumber daya alam, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan
pembagian sumber daya alam yang lebih adil dan merata. Hal itu
dilakukan agar mengurangi perasaan tidak puas masyarakat daerah
terhadap Pemerintah Pusat sehingga tidak mudah untuk mendukung para
anggota gerakan separatisme. Sementara, kebijakan pemekaran wilayah
dimaksudkan agar dapat mendorong pembangunan sampai ke daerah-
daerah yang tertinggal pembangunannya.

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan upaya


penganggulangan dan kewaspadaan terhadap ancaman separatisme,
sejumlah kajian telah dilakukan, di antaranya adalah kajian tindak
lanjut Inpres Nomor 6 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan
Pembangunan Provinsi Maluku dan Maluku Utara Pasca Konflik;
Pokok-Pokok Pikiran tentang Upaya Komprehensif Menanggulangi
Separatisme di Indonesia; Kajian Pemulihan Kondisi Kehidupan
Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; Kajian
Kebijakan Strategis Mempertahankan Keutuhan Wilayah Nasional
terhadap Ancaman Separatisme di Papua; Kajian Kebijakan Strategis
Pemecahan Komprehensif Masalah Papua Secara Damai Kajian
Upaya Pemecahan Masalah di Papua Secara Komprehensif
dan Integral dalam Rangka Memperkokoh NKRI; dan Kajian
Rencana Tindak Menghadapi Kontigensi Nasional Separatisme Tahun

[KWN] Page 36
2007. Sementara, untuk meningkatkan wawasan kebangsaan bagi pimpinan
nasional dalam kurun waktu 2005–2009 telah dilaksanakan
pendidikan KRA/PPRA dengan peserta 644 orang, pendidikan
KSA/PPSA dengan peserta 316 orang, dan penataran pemantapan
wawasan kebangsaan dengan peserta 2.095 orang.

TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Muncul dan berkembangnya embrio separatisme tidak terlepas dari


masalah ketidakadilan dan kesenjangan kesejahteraan sehingga untuk mengatasi
hal tersebut pemerintah akan terus melanjutkan dan mengembangkan
kebijakan yang telah diambil selama ini. Pendekatan terhadap
masalah separatisme tidak lagi hanya menggunakan kekuatan militer, tetapi
menggunakan prioritas utama untuk melakukan langkah persuasif dengan
pendekatan perdamaian dan dialog dan peningkatan kesejahteraan
melalui pemerataan pembangunan. Belajar dari pengalaman
penyelesaian konflik di Aceh, konsep penyelesaian damai secara
“bermartabat” akan terus diterapkan dalam pencegahan dan
penanggulangan separatisme di daerah lain. Penyelesaian secara “bermartabat”
bertujuan agar pihak separatis tidak akan kehilangan muka untuk melepaskan
aspirasinya. Penguatan basis dukungan masyarakat melalui lembaga
politik dan adat, seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Adat
Papua (DAP) menjadi tonggak utama untuk mengurangi ketidakpuasan dan
perbedaan pendapat antara masyarakat di daerah dan Pemerintah
Pusat.
Untuk menjamin keberhasilan pendekatan tersebut, secara
berkala perlu dilakukan evaluasi menyeluruh sehingga perbaikan terhadap
langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah dapat berjalan dan

[KWN] Page 37
lebih terfokus pada permasalahan sesungguhnya. Peningkatan pelayanan
publik, terutama untuk mendapatkan informasi yang benar, dilakukan agar
sosialisasi terhadap pentingnya menjaga keutuhan NKRI dapat terus
dilaksanakan dengan baik. Kebijakan militer sebagai langkah terakhir dan
hanya akan diambil apabila permasalahan tidak dapat diselesaikan melalui
dialog.
Kebijakan pemekaran wilayah yang didasarkan atas pertimbangan
dan kepentingan pembangunan masyarakat di daerah akan tetap
mendapatkan prioritas apabila hal itu dapat membantu masyarakat di
daerah tersebut untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan sehingga
dapat mencegah muncul dan berkembangnya embrio separatisme.

[KWN] Page 38

You might also like