You are on page 1of 14

An Introduction to Fiqh Muamalah

Agustianto
Islam sebagai ad-din adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti
bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat
diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya
bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (syumul). Kesempurnaan
ajaran Islam, dikarenakan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja
aspek spiritual (ibadah murni), tetapi juga aspek mu’amalah yang meliputi ekonomi,
sosial, politik, hukum, dan sebagainya.Al-Qur’an secara tegas mendeklarasikan kesempurnaan
َ ‫الْيو‬
‫ت‬ُ ْ ‫مل‬
Islam tersebut dalam berbagai ayat, antara lain surah al-Maidah ayat 3 : َ ْ ‫م أك‬ َ ْ َ
َ
َ َ ‫سل‬
‫م‬ ْ ِ ‫م اْل‬
ُ ُ ‫ت لَك‬
ُ ‫ضي‬
ِ ‫متِي َوَر‬ ْ ُ ‫ت عَلَيْك‬
َ ْ‫م نِع‬ ُ ‫م‬
ْ ‫م‬ ْ ُ ‫م دِينَك‬
َ ْ ‫م وَأت‬ ْ ُ ‫لَك‬
‫“ دِينًا‬Pada hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan
Kusempurnakan bagi kamu nikmatKu dan Aku ridho Islam itu sebagai agama
kamu”. Selanjutnya dalam surah Al-An’am ayat 38 dan An-Nahl ayat 89 : ‫مافََّرطْنَا‬
َّ
ٍ‫ىء‬ْ ‫ش‬ َ ‫من‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫ فِي الْكِتَا‬Sedikitpun tidak kami lupakan di dalam kitab
suci Al-Qur’an (QS. 6:38). ٍ‫ىء‬ ْ ‫ش‬ َ ‫ل‬ ِّ ُ ‫ب تِبْيَانًا ل ِّك‬
َ ‫ك الْكِتَا‬
َ ْ ‫وَنََّزلْنَا عَلَي‬
‫ن‬
َ ‫مي‬ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫شَرى لِل‬
ْ ‫م‬ ْ ُ ‫ة وَب‬
ً ‫م‬
َ ‫ح‬ْ ‫“ وَهُدًى وََر‬Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu
untuk menjelaskan segala sesuatu, menjadi petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
islam” (QS.16:89). Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh intelektual muslim,
tetapi juga para orientalist barat, di antaranya H.A.R Gibb yang mengatakan, “ Islam is
much more than a system of theology it’s a complete civilization.”Maka, adalah tidak
relevan bila terdapat anggapan yang memandang Islam sebagai agama ritual an sich, apalagi
menganggapnya sebagai sebuah penghambat kemajuan pembangunan (an obstacle to economic
growth). Pandangan yang demikian, disebabkan mereka belum memahami Islam secara
utuh.Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam meliputi tiga pokok ajaran, yaitu Aqidah, Syari’ah
dan akhlak, Hubungan antar aqidah, syari’ah dan akhlak dalam sistem Islam terjalin sedemikian
rupa sehingga merupakan sebuah sistem yang komprehensif.Aqidah adalah ajaran yang berkaitan
dengan keyakina dan kepercayaan seseorang terhadap Tuhan, Malaikat, Rasul, Kitab dan rukun
iman lainnya. Akhlak adalah Islam tentang prilaku baik-buruk, etika dan moralitas. Dua bidang
ini (aqidah dan akhlak) bersifat konstan tetap da tidak mengalami perubahan dalam menghadapi
perkembangan zaman dan perbedaan tempat. Sedangkan syari’ah adalah ajaran Islam tentang
hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang disampaikan melalui lisan para rasul.
Dalam konteks ini syari’ah dapat berubah dan berkembang sesuai dengan perkembanga zaman
dan peradaban yang dihadapi para Rasul Hal ini diungkapkan oleh Rasulullah dalam sebuah
hadits.“Para Rasul adalah bersaudara bagaikan saudara seibu, syari’a banyak, tetap agama
mereka (aqidah) satu, yaitu mentauhidka Allah” (H.R Bukhari, Abu Daud dan Ahmad).Syari’ah
Islam terbagi kepada dua macam, yaitu ibadah dan mu’amalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga
ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliqnya, Ibadah juga merupakan
medium untuk mengingatkan secara kontiniu tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Sedangkan muamalat diturunkan untuk menjadi rules of the game, atau aturan main manusia
dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. lam.Ciri khas aspek muamalat adalah
cakupannya yang luas dan bersifat elastis, dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman
dan perubahan tempat. Ajaran muamalat yang bermakna ekonomi lebih tampak sifat
universalnya, karena muamalat dalam konteks ini tidak membeda-bedakan muslim dan non-
muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diucapkan Ali :“ Dalam bidang
muamalat kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”.
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi
(mua’malah, iqtishodiyah ). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al-
quran, Sunnah, maupun ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam
dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi
tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang
terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Albaqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini
mengandung 52 hukum/malasah ekonomi). Nabi Muhammad menyebut, ekonomi adalah
pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai hadits ia juga menyebutkan bahwa para
pedagang (pebisnis) sebagai profesi terbaik, bahkan mewajibkan ummat Islam untuk
menguasai perdagangan. ‫عليكم بالتجارة فان فيها تسعة‬
‫)اعشار الرزق( رواه احمد‬
“ Hendaklah kamu kuasai bisnis, karena 90 % pintu rezeki ada dalam bisnis”.
(H.R.Ahmad)

‫” ان أطيب الكسب كسب التجار‬Sesungguhnya sebaik-baik


usaha/profesi adalah usaha perdagangan (H.R.Baihaqi) (Sumber Muhammad Ali As-
Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Juz 2, tp, tt, hlm 86.)
Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, karena itu tidak
mengherankan jika ribuan kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam. Kitab-kitab
fikih senantiasa membahas topik-topik mudharabah, musyarakah, musahamah,
murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam,istisna’, riba,
dan ratusan konsep muamalah lainnya. Selain dalam kitab-kitab fikih, terdapat karya-
karya ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang lebar (luas) membahas
konsep dan ilmu ekonomi Islam. Pendeknya, kajian-kajian ekonomi Islam yang
dilakukan para ulama Islam klasik sangat melimpah.Prof. Dr. Muhammad N. Ash-
Shiddiqy, dalam buku “Muslim Economic Thinking” meneliti 700 judul buku yang
membahas ekonomi Islam. (London, Islamic Fountaion, 1976)Dr. Javed Ahmad Khan
dalam buku Islamic Economics & Finance : A Bibliografy, (London, Mansell Publisihing
Ltd) , 1995 mengutip 1621 tulisan tentang Ekonomi Islam,Seluruh kitab fikih Islam
membahas masalah muamalah, contoh : Al-Umm (Imam Syafi’i), Majmu’ Syarah
Muhazzab (Imam Nawawi), Majmu Fatawa (Ibnu Taimiyah). Sekitar 1/3 isi kitab tersebut
berisi tentang kajian muamalah. Oleh karena itulah maka Prof. Dr.Umer Ibrahim Vadillo
(intelektual asal Scotlandia) pernah menyatakan dalam ceramahnya di Program
Pascasarjana IAIN Medan, bahwa 1/3 ajaran Islam tentang muamalah. Materi kajian
ekonomi Islam pada masa klasik Islam itu cukup maju dan berkembang. Prof. Dr. M.M.
Shiddiqi dalam hal ini menuturkan : “Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah
ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga,
hukum penawaran dan permintaan/Supply and demand, konsumsi dan produksi, uang,
pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran
publik, daur perdagangan, pertanian, industri dan perdagangan, hak milik dan
kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati
masyarakat dalam perkembangan ekonominya.”(Shiddiqy, Muhammad Nejatullah,
Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature, dalam buku Studies
in Islamic Economics, International Centre for Research in Islamic Economics King
Abdul Aziz Jeddah and The Islamic Foundation, United Kingdom, 1976, hlm.
261.)Boulakia bahkan menyatakan bahwa Ibnu Khaldun jauh mendahului Adam Smith,
Keyneys, Ricardo dan Robert Malthus.Ibnu Khaldun discovered a great number of
fundamental economic notions a few centuries before their official births. He discovered
the virtue and the necessity of a division of labour before Smith and the principle of
labour value before Ricardo. He elaborated a theory of population before Malthus and
insisted on the role of the state in the economy before Keyneys. But much more than
that, Ibnu Khaldun used these concepts to build a coherent dinamics system in which the
economic mechanism inexorably led economic activity to long term fluctuation…..[1].
(Sumber Boulakia, Jean David C., “Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist” –
Journal of Political Economiy 79 (5) September –October 1971: 1105-1118 (Artinya,
“Ibn Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental
beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia menemukan keutamaan dan
kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai
kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum
Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes.
Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk
membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi
telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…:”) Demikian
gambaran maju dan berkembangnya ekonomi Islam di masa lampau.Tetapi sangat
disayangkan, dalam waktu yang relatif panjang yaitu sekitar 7 abad ( sejak abad 13 s/d
pertengahan abad 20 ), ajaran –ajaran Islam tentang ekonomi ditelantarkan dan diabaikan
kaum muslimin. Akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam limbo sejarah dan mengalami
kebekuan ( stagnasi ). Dampak selanjutnya, ummat Islam tertinggal dan terpuruk dalam
bidang ekonomi. Dalam kondisi yang demikian, masuklah kolonialisme barat
mendesakkan dan mengajarkan doktrrin-doktrin ekonomi ribawi (kapitalisme),
khususnya sejak abad 18 sd abad 20. Proses ini berlangsung lama, sehingga paradigma
dan sibghah ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme dan malah sistem,
konsep dan teori-teori itu menjadi berkarat dalam pemikiran ummat Islam. Maka sebagai
konsekuensinya, ketika ajaran ekonomi Islam kembali mau ditawarkan kepada ummat
Islam, mereka melakukan penolakan, karena dalam pikirannya telah mengkristal
pemikiran ekonomi ribawi, pemikiran ekonomi kapitalisme. Padahal ekonomi syari’ah
adalah ajaran Islam yang harus diikuti dan diamalkan, sebagaimana terdapat dalam
firman Allah dalam Al-Quran Firman Allah tersebut terdapat dalama surah Al-Jatsiyah
َ ‫شريعة من اْل َمر فَاتَبعها ولَتتَبع‬
ayat 18 : َ‫أهْوَآء‬ ْ َِّ َ َ ِّْ ِ ْ
َ َ ِّ ٍ َ ِ َ ‫ك ع َلَى‬ َ ‫جعَلْنَا‬ َّ ُ ‫ث‬
َ ‫م‬
‫ن‬ ُ َ ‫ن لَيَعْل‬
َ ‫مو‬ َ ‫” ال ّذِي‬Kemudian kami jadikan bagiu kamu sebuah syari’ah, maka
ikutilah syriah itu, dan jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui” Sikap ummat Islam (utamanya para ulama dan intelektual muslim) yang
mengabaikan kajian-kajian muamalah sangat disesalkan oleh ulama (para ekonom
muslim). Prof. Dr.Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi mengatakan dalam buku
”Muslim Economic Thinking”, sebagai berikut “The ascendancy of the Islamic
civilization and its dominance of the world scene for a thousand years could not have
been unaccompanied by economic ideas as such. From Abu Yusuf in the second century
to Tusi and Waliullah we get a contiunity of serious discussion on taxation, government
expenditure, home economics, money and exchange, division of labour, monopoly, price
control, etc, Unfortunelly no serious attention has been paid to this heritage by centres
of academic research in economics. (Muslim Economic Thingking, Islamic Fondation
United Kingdom, 1976, p 264) Artinya, “Kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya
atas panggung sejarah dunia untuk 1000 tahun, tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-
ide (pemikiran) ekonomi dan sejenisnya. Dari Abu Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah sampai
ke Thusi dan Waliullah kita memiliki kesinambungan dari serentetan pembahasan yang
sungguh-sungguh mengenai perpajakan, pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah tangga,
uang dan perdagangan, pembagian kerja , monopoli, pengawasan harga dan sebagainya.
Tapi sangat disayangkan, tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh yang diberikan
atas khazanah intelektual yang berharga ini oleh pusat-pusat riset akademik di bidang
ilmu ekonomi”. Kebangkitan Kembali Ekonomi IslamBaru tiga dasawarsa
menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali
kajian ekonomi syari’ah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian
serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir
dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan
yang memadai dalam bidang mu’amalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka
sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank ( IDB ) di Jeddah. Setelah
itu, di berbagai negara, baik negeri- negeri muslim maupun bukan, berkembang pula
lembaga – lembaga keuangan syariah.Sekarang di dunia telah berkembang lebih dari
400an lembaga keuangan dan perbankan yang tersebar di 75 Negara, baik di Eropa,
Amerika, Timur Tengah maupun kawasan Asia lainnya. Perkembangan aset – aset bank
mencatat jumlah fantastis 15 % setahun. Kinerja bank – bank Islam cukup tangguh
dengan hasil keuntungannya di atas perbankan konvensional. Salah satu bank terbesar di
AS, City Bank telah membuka unit syariah dan menurut laporan keuangan terakhir
pendapatan terbesar City Bank berasal dari unit syariah. Demikian pula ABN Amro yang
terpusat di Belanda dan merupakan bank terbesar di Eropa dan HSBC yanag berpusat di
Hongkong serta ANZ Australia, lembaga-lembaga tsb telah membuka unit-unit
syariah.Dalam bentuk kajian akademis, banyak Perguruan Tinggi di Barat dan di Timur
Tengah yang mengembangkan kajian ekonomi Islam,di antaranya, Universitas
Loughborough Universitas Wales, Universitas Lampeter di Inggris. yang semuanya juga
di Inggris. Demikian pula Harvard School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas
Wonglongong Australia, serta lembaga populer di Amerika Serikat, antara lain Islamic
Society of north America (ISNA). Kini Harvard University sebagai universitas paling
terkemuka di dunia, setiap tahun menyelenggrakan Harvard University Forum yang
membahas tentang ekonomi Islam. Di Indonesia, bank Islam baru hadir pada
tahun 1992, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Sampai tahun 1998, Bank Mualamat masih
menjadi pemain tunggal dalam belantika perbankan syari’ah di Indonesia, ditambah 78
BPR Syari’ah. Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang membuat bank-bank
konvensional yang saat itu berjumlah 240 mengalami negative spread yang berakibat
pada likuidas, kecuali babk Islam. Pada November 1997, 16 bank ditutup
(dilikuidasi), berikutnya 38 bank, Selanjutnya 55 buah bank masuk kategori BTO dalam
pengawasan BPPN. Tetapi kondisi itu berbeda dengan perbankan syari`ah. Hal ini
disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga simpanan nasabah.
Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan tingkat
keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank
syari`ah selamat dari negative spread. Sedangkan bank-bank yang lain bisa selamat
karena bantuan pemerintah (BLBI) 700an triliun rupiah yang sampai hari ini bermasalah.
Kalau tidak ada BLBI dan rekapitalisasi, berupa suntikan obligasi dari pemerintah,
niscaya semua bank tewas dilikuidasi. Pada masa krisis moneter berlangsung,
hampir seluruh bank melakukan kebijakan uang ketat. Kucuran kredit dihentikan, karena
cuaca perekonomian yang tak kondusif, di mana suku bunga yang tinggi pasti
menyulitkan nasabah untuk membayar bunganya. Berbeda dengan bank konvensional
yang mengetatkan kucuran kredit, bank syari`ah malah sebaliknya, yaitu dengan
mengekstensifkan kucuran pembiyaannya, baik kepada pegusaha kecil maupun
menengah. Hal ini terbukti, di masa krisis yang lalu di mana sampai akhir 1998, ketika
krisis tengah melanda, bank Muamalat menyalurkan pembiayaan Rp 392 milyard. Dan
sampai akhir 1999 ketika krisis masih juga berlangsung bank Muamalat meningkatkan
pembiayaannya mencapai Rp 527 milyard, dengan tingkat kemacetan 0% (non
ferforming loan). Pada saat itu malah CAR Bank Muamalat sempat mencapai 16,5%,
jauh di atas CAR minimal yang ditetapkan BI (hanya 4%). Oleh karena itulah
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 10/1998. Dalam Undang-Undang ini
diatur dengan rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syari`ah. Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan
bagi bank-bank konvensional untuk konversi kepada sistem syari`ah, baik dengan cara
membuka cabang syari`ah ataupun konversi secara total ke sistem
syari`ah. Peluang itu ternyata disambut antusias oleh kalangan perbankan
konvensional. Beberapa bank yang konversi dan akan membuka cabang syari`ah antara
lain bank Syariah Mandiri, Bank IFI Syari’ah, Bank BNI Syariah, BRI Syari’ah, Bank
DKI Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank BTN Syari’ah, Bank Niaga Syari’ah, dll.
Kini telah berkembang 19 Bank Syariah, 25 Asuransi Syari’ah, Pasar Modal syari’ah,
Pegadaian Syari’ah dan lebih 3200 BMT (Koperasi Syariah), dan Ahad – Net
Internasional yang bergerak di bidang sektor riel. Kalau pada masa lalu, sebelum
hadirnya lembaga–lembaga keuangan syariah, umat Islam secara darurat berhubungan
dengan lembaga keuangan ribawi, tetapi pada masa kini, di mana lembaga keuangan
syariah telah berkembang, maka alasan darurat tidak ada lagi. Ini artinya, dana umat
Islam harus masuk ke lembaga – lembaga keuangan syariah yang bebas
riba.. Kedudukan Ekonomi Islam (muamalah) dalam Syariah Ekonomi Islam
(muamalat) menduduki posisi yang sangat penting dalam ajaran Islam. Prof. Dr.
Muhammad ”Assal dan Prof.Dr. Fathi Ahmad menulis dalam buku , An-Nizham al-
Iqtishadi fil Islam sebagai berikut :
‫ان القتصاد السلمي جزء من نظام السلم الشامل اذا كان‬
‫ قد انفصل تماما‬-‫بسبب ظروف نشأته‬- ‫القتصاد الوضعي‬
‫عن الدين فان أهم ما يميز القتصاد السلمي هو ارتباطه‬
‫التام بدين السلم عقيدة و شريعة‬
Sesungguhnya ekonomi Islam adalah bagian integral dari sistem Islam yang sempurna.
Apabila ekonomi konvensional –dengan sebab situasi kelahirannya- terpisah secara
sempurna dari agama. Maka keistimewaan terpenting ekonomi Islam adalah
keterkaitannya secara sempurna dengan Islam itu sendiri, yaitu aqidah dan syariah. (Prof.
Dr. Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof.Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim, , Cairo, 1977,
hlm.17-18). Muhammad Rawwas Qal’ah menuturkan pandangan yang sama tentang
kedudukan ekonomi Islam tersebut. ‫الشامل‬
‫واذا كان جزءا من السلم‬
‫فانه ل يمكن فصله عن بقية النظمة السلمية من عقيدة‬
‫وعبادة و أخلق‬
Apabila ekonomi Islam menjadi bagian dari Islam yang sempurna, maka tidak
mungkin memisahkannya dari sistem aturan Islam yang lain ; dari aqidah, ibadah
dan akhlak (Mabahits fil Iqtishad al-Islamiy, hlm. 54)

Selanjutnya, Ahmad Muhammad Assal dan Fathi Ahmad mengatakan :

‫وبناء على هذا فانه ل ينبغي لنا ان ندرس القتصاد‬


‫السلمي مستقل عن عقيدة السلم و شريعته لن النظام‬
‫القتصادي السلمي جزء من الشريعة ويرتبط كذالك‬
‫بالعقيدة ارتباطا أساسيا‬
Berdasarkan ini, maka tidak boleh kita mempelajari ekonomi Islam secara berdiri
sendiri yang terpisah dari aqidah Islam dan syariahnya, karena sistem ekonomi
Islam bagian dari syariah Islam. Dengan demikian ia terkait secara mendasar
dengan aqidah (Prof. Dr. Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof.Dr. Fathi Ahmad
Abdul Karim, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, Cairo, 1977, hlm.17

Sementara itu, Dr.Abdul Sattar Fathullah Sa’id menyebutkan bahwa ajaran


muamalah adalah bagian paling penting (dharuriyat) dalam ajaran Islam. Sebagaimana
yang ian tuturkan dalam kitab Al-Mu’amalah fil Islam :

‫ومن ضرورات هذا الجتماع النسان وجود معاملت ما بين‬


‫أفراده و جماعتهولذالكجاءت الشريعة اللهية لتنظيم هذه‬
‫ المعاملت وتحقيق مقصودها والفصل بينهم‬:
 Di antara unsur dharurat (masalah paling penting) dalam masyarakat manusia
adalah “Muamalah”, yang mengatur hukum antara individu dan masyarakat
 Karena itu syariah ilahiyah datang untuk mengatur muamalah di antara manusia
dalam rangka mewujudkan tujuan syariah dan menjelaskan hukumnya kepada
mereka

Menurut ulama Abdul Sattar di atas, para ulama sepakat tentang mutlaknya ummat
Islam memahami dan mengetahui hukum muamalah maliyah (ekonomi syariah)
‫قد أتفق العلماء على أن المعاملت نفسها ضرورة‬
‫ بشرية‬Artinya : Ulama sepakat bahwa muamalat itu sendiri adalah masalah
kemanusiaan yang maha penting (dharuriyah basyariyah Samir Abdul Hamid Ridwan,
dalam buku Aswaq al-Awraq al-Maliyah menuliskan : ‫الشريعة‬
‫ان شقى‬
‫السلمية و هما العبادات و المعاملت يرتبطان ارتباطا‬
‫ عضويا و موضوعيا ببعضهما البعض‬Artinya Sesungguhnya dua sisi
syariah Islam ialah ibadat dan muamalat. Keduanya terkait laksana satu tubuh dan
keduanya satu tujuan, (yaitu dalam rangka ibadah dan ketaatan kepada Sang Khalik Allah
Swt). (Samir Abdul Hamid Ridwan, Aswaq al-Awraq al-Maliyah, IIIT, Cairo, 1996, hlm.
166 ) ‫من‬
‫ان القتصاد السلمي نظام رباني وكل طاعة لبند‬
‫بنود هذا النظام هو طاعة الله تعالى وكل طاعة لله هي‬
‫ عبادة فتطبيق النظام القتصاد السلمى عبادة‬Artinya :
Sesungguhnya ekonomi Islam adalah aturan Tuhan. Setiap ketaatan terhadap aturan ini
merupakan ketaatan kepada Allah Swt. Setiap ketaatan kepada Allah adalah ibadah. Jadi
menerapkan sistem ekonomi Islam adalah ibadah (Muhammad Rawwas Qal’ah,
Mabahits fil Iqtishad al-Islamiy, Kuwait Darun Nafas, 2000, hlm.55) Sehubungan
dengan itulah Dr.Abdul Sattar menyimpulkan : ‫المعاملت‬
‫ومن هنا يتضح أن‬
‫هي من لب مقاصد الدينية لصلح الحياة البشرية ولذالك‬
‫دعا اليها الرسل من قديم باعتيارها دينا ملزما لخيار لحد‬
‫فيه‬.
Artinya : Dari sini jelaslah bahwa “Muamalat” adalah inti terdalam dari tujuan
agama Islam untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia. Karena itu para
Rasul terdahulu mengajak umat (berdakwah) untuk mengamalkan muamalah, karena
memandangnya sebagai ajaran agama yang mesti dilaksanakan, Tidak ada pilihan
bagi seseorang untuk tidak mengamalkannya.(Hlm.16)

Dalam konteks ini Allah berfirman : ‫ل يَاقَوْم ِ اع ْبُدُوا‬ َ ‫شعَيْبًا َقا‬ ُ ‫م‬ ْ ُ‫خاه‬ َ َ‫ن أ‬ َ َ ‫مدْي‬َ ‫ى‬
َ ‫وَإِل‬
َ
‫ر‬
ٍ ْ ‫خي‬َ ِ ‫ن إِنِّي أَراكُم ب‬ َ ‫ميَزا‬ ِ ْ ‫ل وَال‬َ ‫مكْيَا‬ِ ْ ‫صوا ال‬ ُ ُ‫ن إِلَهِ غَيُْره ُ وَلَتَنق‬ ْ ‫م‬ ِّ ‫مالَكُم‬ َ ‫ه‬ َ ‫الل‬
َ ‫مكْيَا‬ ْ َ َ َ
‫ل‬ ِ ‫} وَيَاقَوْم ِ أوْفُوا ال‬84{ ‫ط‬ ٍ ‫حي‬ ُّ ٍ ‫ب يَوْم‬
ِ ‫م‬ َ ‫م عَذ َا‬ ْ ُ ‫ف عَليْك‬ ُ ‫خا‬ َ ‫وَإِنِّي أ‬
َ ْ َ
ِ ‫م وَلَتَعْثَوْا فِي الْر‬
‫ض‬ ْ ُ‫شيَآءَه‬ ْ ‫سأ‬ َ ‫سوا النَّا‬ ُ ‫خ‬َ ْ ‫ط وَلَتَب‬ ِ ‫س‬ ْ ِ‫ن بِالْق‬َ ‫ميَزا‬ ِ ْ ‫وَال‬
‫ن‬ َ ‫سدِي‬ ِ ْ‫مف‬ ُ Artinya :
 ‘Dan kepada penduduk Madyan, Kami utus saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata,
“Hai Kaumku sembahlah Allah, sekali-kali Tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan
Janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu
dalam keadaan yang baik. Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari
yang membinasakan (kiamat)”.
 Dan Syu’aib berkata,”Hai kaumku sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.
(Hud : 84,85)

Dua ayat di atas mengisahkan perdebatan kaum Nabi Syu’aib dengan umatnya yang
mengingkari agama yang dibawanya. Nabi Syu’aib mengajarkan I’tiqad dan iqtishad
(aqidah dan ekonomi). Nabi Syu’aib mengingatkan mereka tentang kekacauan transaksi
muamalah (ekonomi) yang mereka lakukan selama ini.
Al-Quran lebih lanjut mengisahkan ungkapan umatnya yang merasa keberatan diatur
transaksi ekonominya
.
ْ َّ ‫مايَعْبُد ُ ءَابَآؤ ُنَآ أَوْ أَن ن‬ َ ‫ك أَن نَّتُْر‬ ْ َ ‫شعيب أ َصلَوات‬
‫في‬ ِ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ ‫ف‬ َ ‫ك‬ َ ‫مُر‬
ُ ‫ك تَأ‬ُ َ َ ُ ْ َ ُ ‫قَالُوا يَا‬
َ َ
ِ ‫م الَّر‬
ُ‫شيد‬ ُ ‫حلِي‬ َ ْ ‫ت ال‬
َ ‫ك لن‬ َ َّ ‫ؤا إِن‬
ُ ‫شا‬ َ َ ‫مان‬
َ ‫والِنَا‬ َ ‫م‬
ْ ‫ أ‬Artinya :
Mereka berkata, “Hai Syu’aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kamu
meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyangmu atau melarang kami
memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu
adalah orang-orang yang penyantun lagi cerdas”.

 Ayat ini berisi dua peringatan penting, yaitu aqidah dan muamalah
 Ayat ini juga menjelaskan bahwa pencarian dan pengelolaan rezeki (harta) tidak
boleh sekehendak hati, melainkan mesti sesuai dengan kehendak dan tuntunan
Allah, yang disebut dengan syari’ah.
Aturan Allah tentang ekonomi disebut dengan ekonomi syariah. Umat manusia tidak
boleh sekehendak hati mengelola hartanya, tanpa aturan syari’ah. Syariah misalnya
secara tegas mengharamkan bunga bank. Semua ulama dunia yang ahli ekonomi Islam
(para Professor dan Doktor ekonomi Islam) telah ijma’ mengharamkan bunga bank.
(Baca tulisan Prof.Yusuf Qardhawi, Prof Umar Chapra, Prof.Ali Ash-Sjabuni, Prof
Muhammad Akram Khan). Tidak ada perbedaan pendapat pakar ekonomi Islam tentang
bunga bank. Segelinitiur tokoh ulama yang membolehkannya disebabkan mereka bukan
pakar ilmu ekonomi Islam. Mereka hanya pakar fiqh yang tidak memiliki disiplin ilmu
atau pendidikan ekonomi Islam. Lahirnya bank-bank Islam dan lembaga keuangan Islam
yang bebas bunga, merupakan hasil ijtihad mereka yang luar biasa. Jika banyak umat
Islam yang belum faham tentang bank syariah atau secara dangkal memandang bank
Islam sama dengan bank konvensianal, maka perlu edukasi pembelajaran atau pengajian
muamalah, agar tak muncul salah faham tentang syariah. Muamalah adalah Sunnah
Para Nabi Berdasarkan ayat-ayat di atas, Syekh Abdul Sattar menyimpulkan
bahwa hukum muamalah adalah sunnah para Nabi sepanjang sejarah. ‫وهذه سنة‬
‫ مطردة في النبياء عليهم السلم كما قال تعالى‬Artinya : Muamalah ini
adalah sunnah yang terus-menerus dilaksanakan para Nabi AS, (hlm.16), sebagaimana
َ َ
firman Allah ‫ن‬
َ ‫ميَزا‬ِ ْ ‫وال‬ َ ‫م الْكِتَا‬
َ ‫ب‬ َ ‫ت وَأنَزلْنَا‬
ُ ُ‫معَه‬ ِ ‫سلَنَا بِالْبَيِّنَا‬
ُ ‫سلْنَا ُر‬
َ ‫لَقَد ْ أْر‬
‫ط‬
ِ ‫س‬
ْ ‫ق‬ ُ ‫م النَّا‬
ِ ْ ‫س بِال‬ ُ َ ‫لِي‬
َ ‫قو‬
Artinya :
Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti yang
nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca keadilan supaya
manusia dapat menegakkan keadilan itu.
Fardhu ‘Ain Mempelajari Pokok-Pokok Muamalah Tujuan : menjelaskan bahwa
hukum mempelajari pokok-pokok muamalah adalah fardhu ’ainPokok Bahasan : Fardhu
‘Ain Mempelajari Pokok-Pokok Muamalah Husein Shahhathah (Al-Ustaz Universitas Al-
Azhar Cairo) dalam buku Al-Iltizam bi Dhawabith asy-Syar’iyah fil Muamalat Maliyah
(2002) mengatakan, “Fiqh muamalah ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting
dalam Islam. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu
hukum mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.
Husein Shahhatah, selanjutnya menulis, “Dalam bidang muamalah maliyah ini,
seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan
kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan
terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang
Muslim yang bertaqwa dan takut kepada Allah swt, Harus berupaya keras menjadikan
muamalahnya sebagai amal shaleh dan ikhlas untuk Allah semata”
Memahami/mengetahui hukum muamalah maliyah wajib bagi setiap muslim, namun
untuk menjadi expert (ahli) dalam bidang ini hukumnya fardhu kifayah

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :

‫ل يبع في سوقنا ال من قد تفقه في الدين‬ “Tidak boleh


berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqh
(muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi)
Berdasarkan ucapan Umar di atas, maka dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa umat
Islam, tidak boleh beraktifitas bisnis, kecuali faham tentang fikih muamalah Tidak boleh
berdagang, kecuali faham fikih muamalah. Tidak boleh beraktivitas perbankan, kecuali
faham fiqh muamalah. Tidak boleh beraktifitas asuransi, kecuali faham fiqh
muamalah. Tidak boleh beraktifitas pasar modal, kecuali faham fiqh muamalah. Tidak
boleh beraktifitas koperasi, kecuali faham fiqh muamalah. Tidak boleh beraktifitas
pegadaian, kecuali faham fiqh muamalah. Tidak boleh beraktifitas reksadana, kecuali
faham fiqh muamalah. Tidak boleh beraktifitas bisnis MLM, kecuali faham fiqh
muamalah. Tidak boleh beraktifitas jual-beli, kecuali faham fiqh muamalah. Tidak
boleh bergiatan ekonomi apapun, kecuali faham fiqh muamalah.
Demikian pentingnya mempelajari fiqh muamalah dan ekonomi Islam, sehingga
sangat tepat jika para ulama mengatakan bahwa hukum mempelajarinya fardhu ‘ain bagi
setiap muslim. Sedangkan untuk menjadi pakar (ahli) di bidang muamalah (ekonomi
Islam) hukumnya fardhu kifayah.
Pengetian Muamalah dan Ekonomi Islam
Tujuan : menjelaskan pengertian muamalah dan ekonomi Islam
Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan yang luas, sebagaimana
dirumuskan oleh Muhammad Yusuf Musa, yaitu Peraturan-peraturan Allah yang
harus diikuti dan dita’ati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan
manusia”. Namun belakangan ini pengertian muamalah lebih banyak dipahami
sebagai“Aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dalam memperoleh dan mengembangkan harta benda”atau lebih tepatnya “aturan
Islam tentang kegiatan ekonomi manusia”
Di zaman modern sekarang ini, khususnya 40 tahun belakangan ini, aspek
muamalah meluas dan berkembang menjadi disiplin ilmu khusus dan tersendiri yakni
islamic economics yang meliputi ekonomi makro, mikro, manajemen, akuntansi, dan
ilmu-ilmu alat seperti statistik dan ekonometrik. Dengan demikian cakupan dan ruang
lingkup muamalat tidak saja bernuansa fiqh yang normatif, tetapi juga dengan nuansa
positivisme empirisme yang didasarkan riset ilmiah dan metodologi keilmuan modern,
namun tetap dalam koridor syariah.dan menjadikan Al-Quran dan Sunnah serta dalil-dalil
lain sebagai sumber.
Karena itulah di sini perlu diuraikan beberapa definisi tentang ekonomi Islam.
Dalam bahasa Arab, kata yang digunakan untuk istilah ekonomi adalah Iqtishad, yang artinya:
hemat dan penuh perhitungan. Seorang yang hemat tentunya penuh perhitungan dan mempunyai
pilihan-pilihan dalam menggunakan sumberdaya. Oleh karena kemiripan makna iqtishad dengan
ekonomi, maka para ahli bahasa menyebut istilah ekonomi dengan iqtishad.Secara istilah
(terminolgi) sejumlah ulama telah mendefisinikan ekonomi Islam tersebut :Pertama, M.Akram
Khan merumuskan pengertian ekonomi Islam sebagai berikut:“Islamic economics aims ta the
study of human falah (well-being) achieved by organizing the resources of the eatrh on the basic
of cooperatian and participation.”(Ilmu ekonomii Islam bertujuan untuk melakukan kajian
tentang kebahagian hidup manusia (human falah) yang dicapai dengan mengorganisasikan
sumber daya alam atas dasar gotong royong dan partisipasi).Defenisi M.Akram Khan di atas
tampaknya mengarahkan secara tegas tujuan kegiatan ekonomi manusia menurut Islam, yakni
human falah (kebahagian manusia), tentunya dengan mengikut syari’ah Allah.Jadi, Akram Khan
ingin memberikan muatan normatif dalam tujuan-tujuan aktivitas ekonomi, yakni kebahagian
atau kesuksesan hidup manusia yang tidak saja duniawi tetapi juga ukhrawi. Aspek positif dalam
defenisi di atas terdapat dalam kata, “mengorganisasi sumber daya alam.” Ungkapan kata ini,
menurut Dawam Raharjo, menjelaskan bahwa aspek bahasan ilmu ekonomi Islam itu sejalan
dengan defenisi ekonomi modern. Selanjutnya secara implisit defenisi Akram, menjelaskan cara
yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu, yakni kerja sama (ta’awun) dan
partisipasi.Kedua, Prof.Dr.Muhammad Abdul Mannan dalam buku Islamics Economics, theory
and practice, mengatakan,“Islamics Economics is Social science which studies the economics
problems of a people imbued with the values of Islam”(Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh
nilai-nilai Islam).Ketiga, Prof. Dr. M. Umer Chapra mengatakan,“Islamic economics was defined
as that branch of knowledge which helps realize human well-being through an allocation and
distribution of scare resources that is in conformity with islamics teachings whithout unduly
curbing individual freedom or creating continued macroeconomic and ecological
imbalances”.(Ekonomi Islam didefenisikan sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya
realisasi kebahagian manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yangterbatas yang berada
dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu
( Leissez Faire) atau tanpa prilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa
ketidakseimbangan lingkungan).Keempat, Prof. Dr. Kursyid Ahmad, pakar ekonomi Pakistan,
mengatakan, “Islamic economics is a systematic effort to thy to understand the economics
problem and man’s behavior in relation to that problem from an Islamic perspective”.(Ilmu
ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan
tingkah laku manusia secara relasional dalam pertspektif Islam)Kelima, Prof. Dr. Muhammad
Nejatullah Ash-Shidiqy, merumuskan,“ Islamic economics is the muslim thinker’s response to the
economic challenges of theirtime. In this endeavour they were aided by the qur’an and the
sunnah as well as by reason and experience”(Ilmu ekonomi Islam adalah respon pemikir muslim
terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh Al-
Qur’an dan Sunnah, akal (ijtihad) dan pengalaman).Keenam, sementara itu menurut
Hasanuzzaman, seorang bankir Pakistan, dalam artikelnya Definition of Islamic Economics
mengatakan,“Islamic economics is the knowledge and application of injunction and rules of the
Syari’ah that prevent injustice in the acquistition and disposal of material resources order to
provide satisfaction to human and them to perform their obligations to Allah and the society”.
(Ilmu Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan perintah-perintah (injunction) dan
tatacara (rule) yang ditetapkan oleh yang ketidakadilan dalam penggalian penggunaan
sumberdaya material guna kebutuhan manusia, yang memungkinkan mereka melaksanakan
kewajibannya kepada Allah dan masyarakat).Ada dua unsur yangharus dicatat dari defenisi di
atas, Pertama, pengertian ekonomi itu sendiri, yakni pengetahuan tentang penggalian dan
penggunaan sumberdaya material, guna memenuhi kebutuhan manusia. Kedua, mengenai
implementasi perintah-perintah dan tatacara yang ditetapkan syari’at dalam kegiatan ekonomi
dalam rangka melaksanakan kewajiban kepada Allah dan masyarakat.Ketujuh, Syed Nawab
Haider naqvi merumuskan defenisi Ekonomi Islam sbb:“Islamic economics is the representative
Muslim’s behaviour in a typical Muslim society”. (Ilmu Ekonomi Islam adalah representasi
perilaku ummat Islam dalam masyarakat muslim).Kedelapan, DR. Munawar Iqbal, sebagaimana
dikutip Dewan Raharjo, mengatakan,“Ekonomi Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang
mempunyai akar dalam syari’at Islam. Islam memandang wahyu sebagai sumber ilmu
pengetahuan yang paling utama. Prinsip-prinsip dasar yang dicantumkan dalam Al Quran dan
Hadist, adalah batu ujian untuk menilai teori-teori ekonomi modern dan untuk mengembangkan
teori- teori baru berdasarkan doktrin ekonomi Islam. Dalam hal ini sebuah himpunan hadist
merupakan sebuah buku sumber yang sangat berguna”.Kesembilan, Prof.Dr.Ziauddin Ahmad,
ekonom Pakistan, merumuskan bahwa ekonomi Islam pada hakekatnya adalah upaya
pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa sesuai petunjuk Allah
Swt untuk memperoleh ridha Nya.Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu
ekonomi Islam itu mempelajari aktivitas atau perilaku manusia secara aktual dan empirical, baik
dalam produksi, distribusi maupun konsumsi berlandaskan syari’ah Islam yang bersumber dari
Al-Quran dan Sunnah dengan tujuan untuk mencapai kebahagian duniawi dan ukhrawi.Dari
defenisi itu terlihat bahwa ekonomi Islam bukan sekedar etika dan nilai yang bersifat normatif,
tetapi juga bersifat positif sekaligus. Karena ia mengkaji aktivitas aktual manusia, problem-
problem ekonomi masyarakat dalam perspektif Islam.Dari beberapa defenisi di atas, baik defenisi
ekonomi konvensional maupun ekonomi Islam, dalam banyak hal, memiliki kesamaan dengan
ilmu ekonomi konvensional, yakni sama-sama menyelidiki perilaku manusia dalam kegiatan
produksi, distribusi dan konsumsi yang menyangkut pilihan terhadap sumberdaya tersebut guna
memenuhi kebutuhan manusia. Tetapi dalam ekonomi Islam tujuan aktivitas ekonomi ditetapkan
dengan jelas, yaitu bmencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi yang seimbang (falah), juga
untuk mewujudkan keadilan sosial-ekonomi.Dalam Islam, tujuan kegiatan ekonomi hanyalah
merupakan target untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yakni keridhaan Allah. Ilmu ekonomi
Islam memperhatikan dan menerapkan syari’ah dalam perilaku ekonomi dan dalam pembentukan
sistem ekonomi. Ilmu ekonomi Islam tidak hanya merupakan pengetahuan normatif, tetapi juga
positif, yakni menganalisis kegiatan ekonomi (perilaku) manusia secara empiris. Karena itu
ekonomi Islam akan mengkaji perilaku konsumsi, perilaku produksi, mekanisme pasar , supply
dan demand, dan sebagainya. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
1. Harta, Hak Milik, Fungsi Uang dan ’Ukud )akad-akad)
2. Buyu’ (tentang jual beli)
3. Ar-Rahn (tentang pegadaian)
4. Hiwalah (pengalihan hutang)
5. Ash-Shulhu (perdamaian bisnis)
6. Adh-Dhaman (jaminan, asuransi)
7. Syirkah (tentang perkongsian)
8. Wakalah (tentang perwakilan)
9. Wadi’ah (tentang penitipan)
10. ‘Ariyah (tentang peminjaman)
11. Ghasab (perampasan harta orang lain dengan tidak shah)
12. Syuf’ah (hak diutamakan dalam syirkah atau sepadan tanah)
13. Mudharabah (syirkah modal dan tenaga)
14. Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun)
15. Muzara’ah (kerjasama pertanian)
16. Kafalah (penjaminan)
17. Taflis (jatuh bangkrut)
18. Al-Hajru (batasan bertindak)
19. Ji’alah (sayembara, pemberian fee)
20. Qaradh (pejaman)
21. Ba’i Murabahah
22. Bai’ Salam
23. Bai Istishna’
24. Ba’i Muajjal dan Ba’i Taqsith
25. Ba’i Sharf dan transaksi valas
26. ’Urbun (panjar/DP)
27. Ijarah (sewa-menyewa)
28. Riba, konsep uang dan kebijakan moneter
29. Shukuk (surat utang atau obligasi)
30. Faraidh (warisan)
31. Luqthah (barang tercecer)
32. Waqaf
33. Hibah
34. Washiat
35. Iqrar (pengakuan)
36. Qismul
ََُ fa’i wal ghanimah (pembagian fa’i dan ghanimah)
َ
37. Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat)
38. Ibrak (pembebasan hutang)
39. Muqasah (Discount)
40. Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur
41. Baitul Mal dan Jihbiz
42. Kebijakan fiskal Islam
43. Sektor riil : pertanian, industri, pertambangan,dsb
44. Prinsip dan perilaku konsumen
45. Prinsip dan perilaku produsen
46. Keadilan Distribusi
47. Perburuhan (hubungan buruh dan majikan, upah buruh)
48. Jual beli gharar, bai’ najasy, bai’ al-‘inah, Bai wafa, mu’athah, fudhuli, dll.
49. Ihtikar dan monopoli
50. Pasar modal Islami dan Reksadana
51. Asuransi Islam, Bank Islam, Pegadaian, MLM, dan lain-lain
Memasuki Islam Secara Kaffah
Dari paparan di atas jelaslah bahwa Islam memiliki ajaran ekonomi Islam yang
luar biasa banyaknya. Sebagai konsekuensinya, kita harus mengamalkan ajaran ekonomi
Islam tersebut agar keIslaman kita menjadi kaffah, tidak sepotong-potong. Allah SWT
secara tegas memerintahkan agar kita memasuki Islam secara kaffah ( menyeluruh ).
َ َ
ُ َّ ‫ن إِن‬
‫ه‬ ِ ‫شيْطَا‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ‫خطُوَا‬ ً َّ‫سلْم ِ كَآف‬
ُ ‫ة وَل َ تَتَّبِعُوا‬ ِّ ‫خلُوا فِي ال‬
ُ ْ ‫منُوا اد‬ َ ‫يَاأيُّهَا ال ّذِي‬
َ ‫ن ءَا‬
ُُ ‫مبِي‬
‫ن‬ ُّ ٌّ‫م عَدُو‬ْ ُ ‫لَك‬
“ Hai orang – orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam kaffah, dan
jangan kamu ikuti langkah – langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata
bagimu”. ( QQ. 2 : 208 ).
َ
Dalam ayat lain Allah berfirman , ٍ ْ‫ن بِبَع‬
‫ض‬ ِ ‫ض الْكِتَا‬
َ ‫ب وَتَكْفُُرو‬ ِ ْ‫ن بِبَع‬ ِ ْ ‫أفَتُؤ‬
َ ‫منُو‬
“Apakah kamu beriman kepada sebagian kitab dan kafir kepada sebagian yang
lain”.( QS 2 :85 ). Kedua ayat di atas mewajibkan kaum muslimin supaya masuk ke
dalam Islam secara utuh dan menyeluruh.
Namun, sangat disesalkan, tidak sedikit kaum muslimin yang telah terperosok
kepada Islam persial ( separoh – separoh ). Betul, dalam bidang ibadah, kematian dan
akad perkawinan, umat Islam mengikuti ajaran Islam, tapi dalam bidang dan aktivitas
ekonomi, banyak sekali umat Islam mengabaikan ajaran ekonomi syari’ah dan bergumul
dengan sistem ekonomi ribawi. Dana umat Islam, seperti ONH atau tabungannya, uang
mesjid, uang Perguruan Tinggi Islam, dana organisasi Islam, uang perusahaan yang
dimiliki kaum muslimin, dan dana masyarakat Islam secara luas, te diputar dan
dibisniskan secara ribawi melalui bank dan lembaga keuangan yang bukan sesuai dengan
prinsip syari’ah Islam.
Manfaat Mengamalkan Ekonomi Syari’ahTujuan menjelaskan manfaat mengamalkan
ekonomi syari’ahPokok bahasan : Manfaat Mengamalkan Ekonomi
Syari’ah Mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi
umat Islam itu sendiri, Pertama, sebagai ketaatan kepada syariah Allah Swt. Menurut
Husein Shahhatah, dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim berkewajiban
memahami dan mengamalkan muamalah (ekonomi Islam) sebagai kepatuhan kepada
syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok
kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari. Kedua, mewujudkan
integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial, karena Islam
bukan saja ibadah dan munakahat, tetapi juga aspek-aspek lainnya, terutama ekonomi.
Bila umat Islam masih bergelut dan mengamalkan sistem ekonomi ribawi dalam berbagai
kegiatan ekonomi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah
diabaikannya. Ketiga, menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah baik dalam
mencari nafkah, berdagang atau melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana
syari’ah, pegadaian syari’ah, atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi.
Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah
terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu seorang muslim yang
mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala, karena telah mengamalkan ajaran
Islam dan meninggalkan ribawi. Keempat, praktek ekonominya berdasarkan syariah
Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah Swt.. Kelima,
mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT,
berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam sendiri, berarti ’izzul Islam
wal muslimin, Keenam, mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan,
deposito atau menjadi nasabah lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan
asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu
sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan
umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin. Ketujuh,
mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar,
sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau
proyek –proyek halal. Bank syariah dan lembaga keuangan syariahnya tidak akan mau
membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha
narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa
munkar, seperti diskotik, dan sebagainya. Kedelapan : mengamalkan ajaran
ekonomi syariah akan dapat meningkatkan kesejahteraan umat dan kebahagiaan duniawi
dan ukhrawi. Bila umat Islam memiliki etos kerja yang tinggi sesuai dengan perintah
Islam, Insya Allah umat Islam akan unggul dari bangsa–bangsa lain. Buku Bacaan :
Al-Quran dan Terjemahannya, Dep. Agama Edisi 2004
Shiddiqy, Nejatullah, Muslim Economic Thingking, Islamic Fondation United Kingdom,
1976, p 264)
Muhammad Ali As-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Juz 2, tp, tt, hlm 86.)
Javed Ahmad Khan, Islamic Economics & Finance : A Bibliografy, (London, Mansell
Publisihing Ltd) , 1995.
Boulakia, Jean David C., “Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist” – Journal of
Political Economiy 79 (5) September –October 1971: 1105-1118 Ahmad Muhammad
‘Assal & . Fathi Ahmad Abdul Karim, , Cairo, 1977, hlm.17-18). Samir Abdul Hamid
Ridwan, Aswaq al-Awraq al-Maliyah, IIIT, Cairo, 1996, hlm. 166) Muhammad Rawwas
Qal’ah, Mabahits fil Iqtishad al-Islamiy, Kuwait Darun Nafas, 2000, hlm.55) Husein
Shahhathah, Al-Iltizam bi Dhawabith asy-Syar’iyah fil Muamalat Maliyah, Cairo,
(2002) Muhammad Abdul Mannan, Islamics Economics, Theory and Practice. Yogyakarta,
DBW, 1997
DIPOSTING OLEH Agustianto | April 11, 2008

You might also like