Professional Documents
Culture Documents
11 - 3
berjalan. Selain itu, batas maritim Indonesia belum seluruhnya
ditetapkan. Berdasarkan ketentuan hukum laut internasional, wilayah
laut yang berhadapan dan berdampingan dengan negara lain harus
diselesaikan melalui perundingan antarnegara. Perundingan batas
negara (border diplomacy) telah dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia sejak tahun 1973 hingga sekarang, tetapi masih
menyisakan beberapa segmen.
11 - 4
masih dihadapi terkait dengan besarnya potensi ancaman berbagai
jenis bencana alam. Permasalahan ini perlu disikapi dengan
pengurangan resiko bencana secara menyeluruh serta komitmen
bersama yang kuat dalam rangka penanggulangan bencana yang
efektif dan efisien baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Secara umum permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
upaya penanggulangan bencana meliputi: (a) belum memadainya
kinerja penanggulangan bencana yang terkait dengan keterbatasan
kapasitas sumberdaya manusia dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Khusus dalam penyelenggaraan kegiatan
tanggap darurat, masalah yang dihadapi, antara lain, adalah (1)
belum terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana di semua
daerah rawan bencana, (2) masih tingginya ketergantungan pada
pemerintah pusat untuk pendanaan bantuan tanggap darurat dan
bantuan kemanusiaan, dan (3) masih terbatasnya kapasitas
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah yang terkena
dampak bencana; (b) masih rendahnya kesadaran terhadap risiko
bencana dan pemahaman terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.
11 - 5
Tantangan lain yang perlu diatasi adalah ketimpangan
pertumbuhan antarkota, yang perkembangan kegiatan sosial-
ekonominya masih terpusat pada kota-kota tertentu saja, khususnya
kota-kota besar dan kawasan metropolitan di Pulau Jawa. Pada tahun
2007, kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota-kota
di Provinsi DKI Jakarta terhadap PDRB Nasional mencapai 16 %
(BPS, 2007), sedangkan kota-kota di luar Pulau Jawa seperti di
Provinsi Kalimantan Selatan hanya berkontribusi sebesar 0,24 % dan
kota-kota di Provinsi Lampung hanya berkontribusi sebesar 0,32 %.
Sementara itu, perkembangan kota-kota menengah dan kota-kota
kecil berjalan lambat karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh
pemerintah daerah untuk pembangunan kota. Akibatnya, kota-kota
kecil dan menengah tidak dapat memenuhi perannya sebagai
stimulan pertumbuhan wilayah di sekitarnya untuk mengurangi
kesenjangan pembangunan antara desa dan kota. Hal ini menandakan
bahwa pembangunan kota-kota secara hirarkis belum sepenuhnya
terwujud sehingga kota-kota tidak dapat berkembang secara efektif
dan optimal.
11 - 6
sosial di perkotaan juga belum berjalan dengan optimal. Data awal
tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di
perkotaan adalah sebesar 11,1 juta jiwa (9,87 %). Jumlah tersebut
sangat besar walaupun telah mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2009
yaitu sebesar 11,9 juta jiwa (10,72 %). Selain permasalahan sosial,
perkotaan juga menghadapi permasalahan pencemaran lingkungan
dan dampak perubahan iklim yang semakin serius. Terlebih
penanganan pencemaran lingkungan, antisipasi dampak perubahan
iklim, dan mitigasi bencana belum dilaksanakan secara terintegrasi
dalam pengelolaan perkotaan. Perubahan iklim akan sangat
berpengaruh pada berbagai aktivitas sosial-ekonomi di wilayah
perkotaan. Kenaikan curah hujan yang mengakibatkan banjir,
kekeringan serta kenaikan permukaan air laut adalah hal yang sangat
terkait dengan perkembangan perkotaan di masa depan. Dalam
konteks ini, pembangunan perkotaan di Indonesia harus beorientasi
pada antisipasi dampak perubahan iklim, mitigasi bencana, dan
pengelolaan lingkungan. Pembangunan perkotaan ke depan juga
perlu memperhatikan peningkatan daya saing kota baik secara
regional, nasional, maupun global.
11 - 7
prioritas pembangunan, yang hingga saat ini belum berjalan secara
optimal dan perlu ditingkatkan sehingga diperlukan penyempurnaan
dan penyiapan perangkat hukum yang mengatur desa; penguatan
kemampuan perangkat desa ataupun anggota Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) yang pada umumnya masih memiliki
keterbatasan pendidikan, ataupun terkait dengan pelaksanaan fungsi
dan pemahaman tentang desa; serta penyediaan dukungan
penganggaran untuk desa; (2) kurang berkembangnya dan belum
optimalnya mekanisme koordinasi antarpemangku kepentingan
(stakeholder) termasuk pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
antarpemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa),
antarkementerian/lembaga (KL), dan pemerintah dengan
nonpemerintah dalam pembangunan perdesaan; (3) kurang
optimalnya keberpihakan dari kepemimpinan lokal, keberdayaan,
peran serta, kapasitas dan kemandirian lembaga desa, masyarakat
desa serta pemerintah desa, yang antara lain, ditunjukkan dengan: (a)
belum optimalnya kapasitas aparat kabupaten/kota dan masyarakat
dalam pemanfaatan sumber daya lokal; (b) kurangnya sumberdaya
manusia berkualitas dalam pengembangan dan pelaksanaan teknologi
perdesaan serta penerapan inovasi teknologi perdesaan untuk
meningkatkan skala ekonomi masyarakat perdesaan sehingga perlu
suatu upaya pembangunan terpadu melalui peningkatan peran serta
masyarakat; dan (c) masih rendahnya pelayanan, penguatan dan
pemantauan terhadap pengembangan perekonomian berbasis
komunitas; (4) kurang optimalnya peran lembaga keuangan dan
kredit mikro yang dapat memperkuat perekonomian dan modal yang
dilihat dari: (a) belum optimalnya pengembangan ekonomi lokal di
perdesaan yang ditandai oleh masih kurangnya akses dan
pemanfaatan lembaga keuangan perdesaan seperti lembaga keuangan
mikro dan kredit oleh masyarakat desa dalam upaya peningkatan
kapasitas pengelolaan usaha ekonomi mikro di perdesaan; (b)
kurangnya akses terhadap sarana prasarana pendukung pemasaran
produksi dan distribusi barang dan jasa di perdesaan; (c) belum
optimalnya pengembangan diversifikasi produk lokal nonpertanian
sebagai penyangga mata pencaharian bagi masyarakat perdesaan; (d)
terbatasnya akses dan pemanfaatan terhadap prasarana dan sarana
ekonomi di perdesaan; (e) belum optimalnya hubungan antar daerah
untuk bekerjasama menumbuhkan perekonomian masyarakat dalam
11 - 8
produksi, pemasaran dan distribusi produk lokal; (f) terbatasnya
akses infrastruktur dan transportasi di wilayah tertinggal, terpencil,
dan perbatasan; (g) belum optimalnya fungsi pasar desa karena
kondisi fisik yang belum memadai dan kurang optimalnya
kelembagaan pengelolaan pasar desa; dan (h) masih lemahnya
tingkat investasi petani dalam meningkatkan nilai tambah hasil
pertanian; (5) masih rendahnya pelayanan sarana dan prasarana di
desa dan kawasan perdesaan yang ditandai oleh: (a) masih kurangnya
akses dan pelayanan sarana dan prasarana sumber daya air bersih, air
minum, dan permukiman yang layak dan sehat; (b) belum
optimalnya fungsi sarana dan prasarana sumber daya air dalam
memenuhi kebutuhan air irigasi dan air baku perdesaan serta
pengendalian daya rusak air; (c) rendahnya akses dan pemanfaatan
terhadap pelayanan transportasi khususnya untuk masyarakat miskin
dan masyarakat yang tinggal di kawasan yang terpencil, terisolir, dan
perbatasan termasuk sarana dan prasarana transportasi antarpulau
kecil; (d) masih rendahnya sarana dan prasarana perdesaan untuk
menunjang kehidupan sosial ekonomi masyarakat perdesaan; (e)
masih belum memadainya fasilitas sistem ketenagalistrikan,
jangkauan penyiaran televisi radio, layanan pos dan telekomunikasi,
serta transportasi perdesaan mengingat keterbatasan kemampuan
investasi terutama di daerah tertinggal; dan (f) sulitnya mencari
ketersediaan energi primer non Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
ekonomis, mudah diperoleh, serta pembangkit yang mudah dikelola;
dan (6) masih terbatasnya akses masyarakat perdesaan terhadap
lahan ditandai oleh: (a) masyarakat perdesaan sebagian besar
merupakan petani penggarap bukan pemilik lahan sehingga
pendapatan yang diterima dari usaha pertanian lebih rendah
dibandingkan pemilik lahan; (b) masih rendahnya tingkat sertifikasi
tanah yang berakibat pada terbatasnya akses masyarakat perdesaan
terhadap modal; dan (c) masih tingginya konflik pertanahan akibat
aturan hukum yang mengatur pengelolaan pertanahan belum
sepenuhnya memberikan jaminan kepastian hukum.
11 - 9
lain. Peningkatan daya saing daerah ini dilakukan untuk
memeratakan pembangunan ekonomi antarwilayah. Pemerataan
pembangunan ekonomi antarwilayah di Indonesia tersebut sangat
diperlukan karena lemahnya keterkaitan ekonomi antardaerah/
wilayah, baik antara wilayah Jawa dengan luar Jawa, antarprovinsi,
antarkabupaten/kota, juga antardesa-kota secara berkeadilan.
11 - 10
dan bermasalah menimbulkan ketidakpastian hukum dan biaya
ekonomi yang tinggi; (b) peran dan fungsi kelembagaan pengelolaan
ekonomi daerah terutama di bidang permodalan dan perizinan usaha
masih lemah. Kelembagaan usaha ekonomi daerah masih
terkonsentrasi di wilayah Pulau Jawa dan Bali. Pada tahun 2008,
61,11 % nilai kredit usaha kecil rupiah berada di Pulau Jawa-Bali,
sedangkan nilai kredit usaha kecil di Pulau Nusa Tenggara, Maluku,
dan Papua hanya sebesar ± 3 %; (c) akses pada data dan informasi
potensi investasi daerah, serta penelitian pengembangan ekonomi
daerah masih terbatas. Kurangnya dukungan data dan informasi
menghambat pengetahuan pelaku ekonomi dalam hal produksi,
pasar, teknologi, dalam upaya pengembangan ekonomi lokal dan
daerah. Berdasarkan data International Academy of Chief
Information Officer (IA-CIO), pada tahun 2009 e-Goverment
Indonesia berada pada peringkat 23, yang masih berada di bawah
Thailand (peringkat 21) dan Malaysia (peringkat 22). Ada enam
kriteria yang digunakan dalam pemeringkatan itu yaitu kesiapan
jaringan, pertemuan antarmuka, manajemen optimasi, portal
nasional, CIO di pemerintahan, dan promosi e-Government; dan (d)
efektivitas dan efisiensi pengelolaan ekonomi daerah masih kurang,
disebabkan oleh belum optimalnya sistem monitoring dan evaluasi
tata kelola ekonomi daerah.
11 - 11
didukung oleh kompetensi sumber daya manusia yang memadai.
Ditinjau dari jumlah pekerja yang terkait dengan bidang
pengembangan ekonomi lokal dan daerah dengan tingkat pendidikan
tinggi secara absolut jumlahnya masih relatif kecil atau belum sesuai
dengan kompetensinya (Februari, 2009). Berdasarkan data BPS
tahun 2008, jumlah pekerja dengan pendidikan Diploma I/II/III
hanya sebesar 2,61 % dan pekerja dengan pendidikan sarjana hanya
sebesar 3,69 %. Hal ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
jumlah pekerja lulusan SMA sebesar 20,19 %, lulusan SMP sebesar
19,01 %, dan lulusan SD sebesar 54,55 %; dan (c) partisipasi
pemangku kepentingan lokal/daerah dalam pengambilan keputusan
terkait pengembangan ekonomi daerah masih rendah. Hal ini terlihat
pada kurang dilibatkannya pemangku kepentingan lokal/daerah,
yaitu pemerintah daerah dan dunia usaha, khususnya dalam proses
perencanaan dan penganggaran program/kegiatan pengembangan
ekonomi lokal dan daerah sehingga program/kegiatan yang disusun
cenderung kurang memperhatikan aspirasi lokal.
11 - 12
Keempat, kurangnya kerjasama antardaerah dan kemitraan
pemerintah-swasta dalam upaya pengembangan ekonomi lokal dan
daerah mencakup (a) hubungan kerjasama antardaerah (lintas
provinsi dan lintas kabupaten/kota) belum optimal. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya perjanjian kerjasama antardaerah yang sudah
ditandatangani, tetapi tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan,
antara lain oleh (1) kurangnya dukungan legalitas dan peraturan
teknis yang lengkap dalam implementasi kerjasama antardaerah yang
menimbulkan keraguan dari pihak Pemerintah Daerah, baik dalam
hal aspek pendanaan, kelembagaan, manajemen maupun sumber
daya manusia; (2) kurangnya dukungan seluruh pemangku
kepentingan dalam pembentukan dan pelaksanaan kerjasama
antardaerah akibat kurangnya sosialisasi kerjasama antardaerah; (3)
belum adanya lembaga mediator kerjasama antardaerah. Di lain
pihak, adanya ego daerah turut menghambat terbentuknya hubungan
kerjasama antardaerah; (b) kemitraan antara Pemerintah-Swasta
dalam pengembangan ekonomi daerah rendah. Rendahnya kemitraan
antara swasta dengan pemerintah daerah disebabkan oleh kurang
kondusifnya iklim investasi di daerah dan kurangnya kesadaran
pemerintah daerah untuk melibatkan swasta dalam pengembangan
ekonomi daerah. Selain itu, adanya proses perizinan yang berbelit-
belit membuat ikilm investasi dan usaha kurang kondusif.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, hingga awal tahun
2010 hanya 60 % daerah yang sudah melaksanakan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai salah satu kegiatan dalam
mempercepat proses perizinan untuk meningkatkan iklim investasi
dan usaha.
11 - 13
Permasalahan yang harus ditangani dalam penataan ruang
terbagi menjadi empat bagian, yaitu: (a) belum lengkap dan serasinya
peraturan perundangan yang diamanatkan yang terkait dengan UU
No. 26 Tahun 2007. Sampai dengan Juli 2010, amanat UU No. 26
Tahun 2007 belum tersusun dengan lengkap termasuk di dalamnya
adalah PP yang memuat: (1) kriteria dan tata cara penyusunan
rencana tata ruang kawasan pertahanan; (2) penatagunaan air; (3)
penatagunaan udara; (4) penatagunaan sumberdaya alam lainnya
yang sangat terkait dengan peraturan sektor pengguna ruang; serta
(5) belum serasinya peraturan perundangan sektoral yang terkait
dengan UU No. 26 Tahun 2007; (b) belum lengkap dan detailnya
data dan informasi untuk peningkatan kualitas perencanaan ruang
dan untuk pemantauan pemanfaatan ruang; (c) masih terjadinya
konflik pemanfaatan ruang antar sektor masih terjadi yang sebagian
besar disebabkan oleh belum serasinya program pembangunan
sektoral dengan rencana tata ruang wilayah juga pemekaran wilayah
yang tidak didukung penataan ruang yang terencana dan
kelembagaan penataan ruang yang handal; dan (d) masih belum
cukup andalnya kelembagaan dan sumberdaya manusia di bidang
penataan ruang untuk mendukung perencanaan dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Termasuk di dalamnya adalah mekanisme
pengendalian dan keterbatasan jumlah penyelidik pegawai negeri
sipil (PPNS) serta belum berfungsi-aktifnya Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah (BKPRD) untuk mengoordinasikan
perencanaan dan menyelesaikan konflik pemanfaatan ruang
antarsektor dan antarwilayah.
11 - 14
instansi lain yang memerlukan data dan informasi spasial tertentu
pada daerah yang sama.
11 - 15
negara sebanyak Rp 491 triliun dalam 5 tahun. Melalui upaya
penyelesaian tahun 2008 terdapat penurunan menjadi sejumlah 5.713
kasus. Namun pada tahun 2009, bersamaan dengan munculnya
sengketa baru, terjadi kenaikan menjadi 6.739 kasus.
11 - 16
Program Peningkatan Kerjasama Antar-Pemerintah Daerah adalah:
(a) masih belum dilihatnya potensi dan manfaat kerjasama
antardaerah sebagai alternatif dalam penyelesaian konflik
antardaerah, ataupun dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
suatu daerah (ekonomi dan keuangan, pelayanan publik, pengelolaan
sumber daya alam), dan/atau memiliki keterbatasan kapasitas untuk
mewujudkannya; (b) belum ada insentif untuk mendorong daerah
dalam melakukan kerjasama; (c) belum rampung dan
tersosialisasikannya pelayanan administrasi terpadu di level
kecamatan guna mencapai perbaikan kualitas layanan dan daya saing
daerah.
11 - 17
11.2 LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL
PENTING YANG TELAH DICAPAI
11 - 18
TABEL 11.1
DAFTAR KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI
TERPADU
(KAPET)
11 - 19
TABEL 11.2
DAFTAR KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS (KPBPB)
1 Aceh Sabang
2 Kepulauan Batam
Riau
Bintan
Karimun
Sumber: PP No. 26 Tahun 2008
11 - 20
sedang diupayakan agar KPBPB dapat dibiayai anggaran KL terkait.
Untuk KEK telah dilakukan: (a) sosialisasi KEK ke sejumlah daerah
calon KEK oleh Kemenko Perekonomian dan konsolidasi atau Rapat
Kerja Tim Nasional KEK yang sedang menyusun RPP tentang
Penyelenggaraan KEK, RPP tentang Penetapan Lokasi KEK dan
Raperpres tentang Dewan Nasional KEK yang mengatur hubungan
KEK dengan KPBPB dan KAPET; (b) penyusunan Permenkeu
tentang Insentif Fiskal Perpajakan dan Kepabeanan oleh
Kementerian Keuangan serta Permendag dan Permenperin tentang
KEK.
11 - 21
persidangan Sekretariat Bersama ke-6 Kelompok Kerja
(KK)/Jawatan Kelompok Kerja (JKK) Sosial Ekonomi Malaysia
Indonesia (Sosek Malindo), di Kuching, Serawak, Malaysia, pada
tanggal 23 - 27 Mei 2010. Hasil-hasil yang telah dicapai antara lain:
(1) terbentuknya struktur organisasi Badan Nasional Pengelola
Perbatasan; terkoordinasikannya dan tersosialisasikannya rencana
aksi pembangunan daerah tertinggal di 2 kabupaten perbatasan
periode 2010-2014 kepada seluruh KL terkait; dan (2) terbahasnya 6
kertas kerja kerjasama bidang sosial ekonomi dengan Malaysia hasil
persidangan Sosek Malindo Tingkat Pusat ke-25, 26, dan 27.
11 - 22
Perikanan, PPGL, Dishidros-TNIAL, Kementerian ESDM, dan
Kementerian Luar Negeri. Kegiatan yang dilakukan selama tahun
2010 adalah survei lanjutan di sebelah barat Pulau Sumatera untuk
melengkapi dokumen teknis tentang klaim LKI. Keberhasilan
mempertahankan secara teknis klaim dapat menambah luasan
wilayah NKRI sebesar kurang lebih 3.000 kilometer persegi (seluas
pulau Madura), sedangkan status klaim untuk wilayah selatan Nusa
Tenggara dalam tahap finalisasi submisi. Demikian juga untuk
sebelah utara Papua telah dilakukan survei, tetapi mengingat wilayah
NKRI berbatasan dengan Papua Nugini telah dilakukan pembicaraan
kemungkinan untuk pengukuran bersama (joint submission).
11 - 23
tugas pokok dan fungsinya masing-masing yang menghasilkan
kesepakatan untuk meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi
kegiatan dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal,
melakukan pemantauan bersama terhadap perkembangan
pembangunan daerah tertinggal, dan saling membagi informasi
terhadap program untuk pembangunan daerah tertinggal; dan saling
membagi informasi terhadap program untuk pembangunan daerah
tertinggal; (b) telah dilakukan Rapat Koordinasi Nasional PPDT
yang melibatkan KL terkait dengan pemerintah daerah, dengan
kesepakatan sebagai berikut: mendukung untuk kesuksesan Prioritas
10 dalam RPJMN 2010-2014, yaitu pembangunan daerah tertinggal,
terdepan, terluar dan pascakonflik; perlunya peningkatan dukungan
KL dan pemerintah daerah terhadap percepatan pembangunan daerah
tertinggal dan optimalisasi peran KPDT; perlunya pemutakhiran data
183 daerah tertinggal dan ancar-ancar 50 daerah tertinggal untuk
dientaskan dari ketertinggalan, optimalisasi lahan terlantar di daerah
tertinggal dengan tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah
(RTRW); KPDT bersama Kementerian Pertanian memfasilitasi
daerah-daerah melalui peningkatan komoditas unggulan dan
infrastruktur pertanian pada gugus (cluster) pengembangan;
Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) perlu dioptimalkan keterkaitan
dengan program-program KL terkait, Kementerian Perindustrian
akan memprioritaskan pengembangan industri di daerah tertinggal;
pemerintah provinsi akan memfasilitas daerah tertinggal untuk
menyusun peta panduan potensi industri yang perlu dikembangkan;
dan program KL yang belum optimal perlu didukung alokasi
anggaran kembali; (c) telah dirumuskan Dana Alokasi Khusus
Sarana dan Prasarana Perdesaan (DAK SPP) sejak tahun 2009 untuk
mendorong peningkatan fiskal daerah. Alokasi DAK SPP Tahun
2010 sebesar Rp. 300 milyar dan diberikan kepada 243 kabupaten.
Pelaksanaannya di Tahun 2010 sudah pada tahap pelelangan di
daerah. Sedangkan untuk tahun 2011 diharapkan kegiatan DAK
untuk daerah tertinggal bisa diperluas bidang kegiatan utama untuk
medukung percepatan pembangunan daerah tertinggal; (d) telah
dilakukan rapat koordinasi di beberapa daerah, antara lain, di Ambon
untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara dalam rangka mendorong
upaya kerjasama antar daerah. Di samping itu juga membangun
kesepahaman dengan beberapa lembaga, antara lain, Nahdatul Ulama
11 - 24
(NU) serta beberapa universitas dan lembaga kajian dalam rangka
meningkatkan kualitas rumusan kebijakan; (e) telah dilaksanakan
koordinasi secara bertahap melalui rapat koordinasi di darah di
samping juga melakukan kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan lembaga keagamaan; (f) dalam rangka
memenuhi kebutuhan daerah tertinggal yang belum mampu
terfasilitasi oleh KL lain. KPDT melaksanakan beberapa instrument,
antara lain (1) Percepatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan
Daerah Tertinggal (P2IPDT) yang pada tahun 2010 dialokasikan
kepada 96 kabupaten dengan nilai total sebesar Rp.80,369 milyar.
Dana tersebut untuk memfasilitas bantuan infrastruktur energi,
informasi dan telekomunikasi, infrastruktur ekonomi produksi, sosial
dan transportasi kepada kabupaten daerah tertinggal. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam rangka mencapai target pelaksanaan substansi
inti di bidang infrastruktur. Sampai Semester I Tahun 2010 telah
dilakukan proses lelang dan sedang dalam tahap pelaksanaan; (2)
Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal
(P4DT) yang pada tahun 2010 dilaksanakan di 5 wilayah dengan
alokasi anggaran sebesar Rp.25 milyar. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk memenuhi target terkait pengembangan kebijakan, koordinasi,
dan fasilitas pusat produksi daerah tertinggal; (3) Percepatan
Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT) yang
pada tahun 2010 dialokasikan sebesar Rp.115 milyar untuk 120
kabupaten. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi target
terkait substansi inti pengembangan kebijakan, koordinasi dan
fasilitasi pusat produksi darah tertinggal. Sampai pertengahan tahun
telah dilakukan koordinasi dengan 120 kabupaten tersebut. Kegiatan
ini dimaksudkan untuk peningkatan produktivitas kawasan di daerah
tertinggal; (4) Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah
Tertinggal (P2SEDT) yan pada tahun 2010 bantuan penguatan
lembaga kemasyarakatan dilakukan pada 183 kabupaten dengan
alokasi anggaran sebesar Rp. 22,730 milyar. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam rangka memenuhi target pencapaian substansi
inti terkait pengembangan kelembagaan masyarakat di darah
tertinggal; (5) Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan (P2WP)
pada Tahun 2010 dialokasikan pada 27 kabupaten di perbatasan
dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 34 Milyar. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk mencapai sasaran substansi inti pengembangan
11 - 25
kebijakan koordinasi dan fasilitas darah tertinggal di kawasan
peratasan; (6) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Khusus (P2DTK) yang pada tahun 2010 dialokasikan anggaran
sebesar Rp. 253,655 milyar kepada 52 kabupaten. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam rangka memenuhi sasaran substansi inti
pengembangan kebijakan koordinasi dan fasilitas penguatan
kelembagaan pemerintah daerah tertinggal, terdepan, terluar dan
pascakonflik. Sampai dengan saat ini pelaksanaan P2DTK telah
sampai pada tahap kegiatan fisik siklus 3, dengan total realisasi
pencairan Bantuan Langsung Masyarakat sebesar 70,28 % dan
Bantuan Teknis sebesar 98,52 % serta peningkatan kapasitas
pemerintah daerah melalui proses perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan partisipatif.
11 - 26
penyusunan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana
2010-2012 yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala BNPB No. 5
Tahun 2010 sebagai masukan bagi penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah dan sebagai acuan pelaksanaan upaya pengurangan
resiko bencana yang dilaksanakan oleh berbagai pemangku
kepentingan, sesuai dengan amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana; (e) upaya pengurangan risiko bencana,
namun kejadian bencana alam yang menyebabkan korban jiwa dan
kerusakan tidak dapat dihindarkan.
11 - 27
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan; terlaksananya
penyempurnaan materi dan penetapan Perpres tentang Rencana Tata
Ruang (RTR) Kawasan Metropolitan Kendal-Ungaran-Semarang-
Purwodadi (Kedungsepur) dan Cekungan Bandung; (e) terbitnya
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Perkotaan; (f) terbitnya Permendagri Nomor
74 Tahun 2008 tentang pedoman pemberian kemudahan perijinan
dan pemberian insentif dalam rangka pencapaian pembangunan
rumah susun di kawasan perkotaan; (g) terbitnya Permendagri
Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana,
Sarana dan Utilitas (PSU) Perumahan dan Permukiman di Daerah;
terbitnya Permendagri Nomor 69 tahun 2008 tentang Kerjasama
Pembangunan Perkotaan dan Permendagri Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan; serta (h)
tersusunnya Pedoman Pengelolaan Kawasan Budidaya di
Kabupaten/Kota, Pedoman Penguatan Kelembagaan Bidang
Penataan Ruang di Kabupaten dan Kota, Pedoman Pengelolaan
Kawasan Sempadan Sungai di Perkotaan, Pedoman Perijinan dalam
Pembangunan Kawasan Perkotaan, Pedoman Pengendalian
Pemanfaatan Ruang di Kawasan Perkotaan, Pedoman Peraturan
Zonasi Kawasan Perkotaan, Pedoman Penataan Ruang Pejalan Kaki
di Perkotaan, Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Wilayah Provinsi, Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
11 - 28
sejarah dan purbakala, antara lain, melalui pengelolaan dan
pelestarian berbagai benda cagar budaya (BCB)/situs di berbagai
daerah; (b) terlaksananya pelestarian dan pengembangan kesenian di
daerah, antara lain, melalui revitalisasi kesenian yang hampir punah
dan dukungan kegiatan kepada sanggar/organisasi kesenian di
daerah; serta (c) terlaksananya pelestarian sejarah dan nilai
tradisional melalui penelitian dan kajian bidang sejarah dan nilai
tradisional.
11 - 29
dengan hasil penetapan kawasan hutan kota seluas 1.000 ha; (c)
terlaksananya Program Kali Bersih (Prokasih) di 6 kota supervisi
Prokasih dan penanganan kasus pencemaran lingkungan; (d)
terlaksananya pengembangan Program Reduce, Reuse, Recycle (3R)
di 5 kota; (e) terlaksananya Program Adipura pada tahun 2009
dengan jumlah peserta 126 kota; (f) terlaksananya Program Langit
Biru di 20 kota; serta (g) terlaksananya gerakan bersih laut dan
penanaman bakau di lokasi-lokasi yang terkena abrasi dan rentan
terhadap kerusakan seperti Jakarta, Tangerang, Gorontalo, Kab.
Parigi Moutong, dan Mataram.
11 - 30
Tanjung Emas, Panjang, Teluk Bayur, Palembang, Bitung,
Banjarmasin, Pontianak, dan Balikpapan; serta (g) pengadaan bus
untuk pengembangan angkutan masal perkotaan.
11 - 31
ketentuan tentang Alokasi Dana Desa (ADD), sedangkan 95
kabupaten atau 25,20 % kabupaten belum melaksanakan.
11 - 32
kecamatan dengan proporsi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
yang bersumber dari APBN dan APBD sebesar Rp. 9,69 triliun, (b)
PNPM-MP reguler juga dilaksanakan program rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana di 9 kecamatan pada Kabupaten Nias dan
Nias Selatan, dimana program ini melaksanakan penyelesaian sisa
kegiatan tahun 2009. Hingga Juni 2010, progres kegiatan ini telah
mencapai tahap akhir yaitu Musyawarah Desa Serah Terima 100% di
Kabupaten Nias dan 75% di kabupaten Nias Selatan, (c)
pemberdayaan masyarakat di destinasi pariwisata melalui kampanye
sadar wisata di 15 destinasi pariwisata, (d) peningkatan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Bidang
Pariwisata dengan berkembangnya 104 desa wisata sebagai daya
tarik wisata berbasis masyarakat, (e) pelaksanaan proyek
percontohan (pilot project) pemberdayaan adat budaya nusantara;
pelaksanaan hari keluarga nasional; koordinasi dibidang tenaga kerja
pedesaan; (f) penanganan masalah TKI luar negeri; (g) peningkatan
usaha ekonomi mikro dan ketahanan ekonomi keluarga rumah tangga
miskin serta kelembagaan ekonomi tingkat desa; (h) bimbingan
teknis penanggulangan HIV dan AIDS sebanyak 120 orang aparat
provinsi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama di Prov. Jawa tengah,
Prov. Riau dan Prov. Kalimantan Tengah, (i) bimbingan teknis 12
angkatan, orientasi 7 angkatan, dan pelatihan masyarakat
bekerjasama dengan balai pemberdayaan masyarakat di Malang,
Yogyakarta dan Lampung, (j) sosialisasi Permendagri Nomor 20
tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi
Penanggulangan AIDS di daerah; (k) sosialisasi Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kab. Barru, Sulawesi
Selatan, (l) sosialisasi Budaya Maritim kepada aparatur daerah di
Kab. Lamongan, (m) sosialisasi Permendagri Nomor 26 Tahun 2009
tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Peranan Wanita Menuju
Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), (n) sosialisasi
Permendagri Nomor 60 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan
Komisi Daerah Lanjut Usia dan Pemberdayaan Masyarakat dalam
Penanganan Lanjut Usia di 15 provinsi, (o) sosialisasi Permendagri
Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pembentukan Komite Aksi Daerah;
(p) penetapan Rencana Aksi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerja Terburuk Untuk Anak;
(q) perumusan kebijakan kemitraan Pemda, dunia usaha dan
11 - 33
masyarakat; dan (r) penyusunan rencana teknis pembinaan
pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi untuk
mendukung pembinaan dan pemberdayaan masyarakat transmigrasi
sebanyak 87 permukiman dan rencana induk (master plan) sebanyak
22 kawasan.
11 - 34
lembaga adat di 54 kab/kota, (u) pengembangan Sarana Usaha Mikro
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di 100 kabupaten/kota, (v)
penyediaan Dana Pemberdayaan Masyarakat Desa (PNPM MK) di
120 kabupaten/kota, (w) penyediaan 240 orang tenaga pendamping
dalam rangka pelayanan usaha dan pemberdayaan masyarakat, (x)
kegiatan pelayanan usaha dan pemberdayaan masyarakat untuk
kelompok usaha mikro di 120 kabupaten, 332 desa, 2178 kelompok,
(y) penyediaan tanah untuk pembangunan kawasan transmigrasi
seluas 208.575 ha di 26 provinsi, (z) pengembangan usaha ekonomi
masyarakat di kawasan transmigrasi melalui pengelolaan lahan dan
pekarangan seluas 14.910 hektar dan lahan usaha seluas 29.820
hektar; bantuan sarana produksi (Paket A, B dan C) pada lahan
seluas 111.636 hektar, (aa) peningkatan akses modal di sektor
pertanian melalui pembentukan kelompok tani di 131 pemukiman
transmigrasi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebanyak 975
keluarga dan koperasi sebanyak 92 unit serta Lembaga Keuangan
Mikro (LKM)- Baytul Maal Wat Tamwiel (BMT) Trans sebanyak 60
unit, (ab) perlindungan dan pengembangan pasar desa sebagai sarana
pengembangan ekonomi masyarakat dan pendapatan Pemerintah
Desa, (ac) penerbitan Permendagri Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Pasar Desa. (ad) pelatihan usaha ekonomi lokal untuk
12 angkatan, (ae) pelatihan para pengelola pasar desa untuk 5
angkatan dan pemberian stimulan 5 desa, (af) fasilitasi lembaga
keuangan perdesaan untuk 16.454 unit di 33 provinsi, (ag) sosialisasi
Perpres Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan telah dilakukan di 20 Provinsi (Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Lampung, Bengkulu, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur); (ah) sosialisasi
Permendagri Nomor 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembentukan
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagai pedoman pelaksanaan Perpres Nomor 13
Tahun 2009 di 33 Provinsi; (ai) fasilitasi pembentukan Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota berdasarkan Perpres Nomor 13 Tahun 2009 dan
Permendagri Nomor 34 Tahun 2009 sehingga menghasilkan 27 Surat
11 - 35
Keputusan tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
(TKPK) Provinsi dan 132 Surat Keputusan tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota; (aj) tersusunnya
Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
11 - 36
lokasi, (m) pembangunan permukiman transmigrasi baru terintegrasi
dengan pemugaran permukiman penduduk setempat sejumlah 61
lokasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: (i) pembukaan lahan
untuk pekarangan, lahan usaha, fasilitas umum serta sarana dan
prasarana seluas 1.663,30 ha; (ii) pembangunan rumah transmigran
dan jamban keluarga, termasuk pemugaran rumah penduduk
setempat 1.090 unit; (iii) pembangunan jalan poros/jalan penghubung
42,52 km; (iv) pembangunan jalan lingkungan permukiman 1.455,40
km; (v) pembangunan jembatan dan gorong-gorong 11.019 m; dan
(w) pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial 860 paket; (n)
pembangunan Sistem Pembangunan Air Minum (SPAM) berbasis
masyarakat di 1.320 desa dengan status kemajuan 455 desa sudah
menyusun RKM (Rencana Kerja Masyarakat); (o) melaksanakan
pembangunan desa bordering di 7.192 desa, (p) melaksanakan
pembangunan desa pinter di 7.178 desa, (q) melaksanakan
pembangunan balai informasi masyarakat (Community Access
Point), mobil internet (Mobile Community Access Point) dan Warung
Masyarakat Informatif (Warmasif) di 327 desa, (r) fasilitasi
pembangunan hutan rakyat kemitraan untuk bahan baku kayu
industri pertukangan seluas 250.000 Ha, dan (s) pengembangan
sarana dan prasarana permukiman transmigrasi meliputi
pengembangan jalan sepanjang 1.031,03 km, pengembangan sarana
air bersih (SAB) meliputi pemipaan sebanyak 68 unit, dan sumur bor
sebanyak 1.717 unit; pengembangan drainase sebanyak 197,27 km
dan revitalisasi rumah transmigran sebanyak 2.440 unit (penanganan
Pengembangan Lahan Gambut (PLG), Provinsi Kalimantan Tengah
dan permukiman yang terkena bencana alam).
11 - 37
efisiensi, menurunkan tingkat kehilangan hasil dan meningkatkan
mutu, nilai tambah dan daya saing sebanyak 9 unit, (e) penyediaan
unit pendingin (cold room) di 8 lokasi, (f) revitalisasi Sub Terminal
Agrobisnis (STA) dan kemitraan 32 unit, (g) operasionalisasi pasar
tani di 32 lokasi, 200 petugas informasi pasar dan sistem informasi
harga/pasar di 150 lokasi, (h) rehab pasar hewan 31 kabupaten, (i)
penyediaan tempat pengepakan (packaging house) 9 unit di 9
kabupaten, (j) peningkatan mutu hasil karet di 34 kabupaten dan
kakao di 36 kabupaten, (k) penyediaan sarana pasca panen
hortikultura di 11 kabupaten, (l) peningkatan industri olah basis
tepung lokal di 23 kabupaten, (m) peningkatan pengolahan hasil
hortikultura di 49 kabupaten, (n) peningkatan pengolahan hasil karet
di 35 kabupaten, kelapa di 31 provinsi, kopi di 19 kabupaten dan
mete di 12 kabupaten, (o) fasilitasi dukungan kelembagaan
ketahanan pangan di 32 provinsi, (p) peningkatan pengolahan hasil
ternak di 16 kabupaten, dan (q) peningkatan pengolahan pakan di 28
kabupaten sentra unggas.
11 - 38
percepatan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006
tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain dan Implementasi Desa Mandiri Energi
Berbasis Jarak Pagar (Jatropha curcas linn); (c) pelaksanaan proyek
percontohan (pilot project) Desa Mandiri Energi Berbasis Jarak
Pagar pada tahun 2009 di Desa Polongan – Sulut, Desa Kabul I dan
Desa Kalijaga – NTB; serta Desa Dukuh–Bali; (d) pelaksanaan
penguatan Pos Pelayanan Teknologi Tepat Desa; (e) pelatihan
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat
(Pamsimas) bagi pengelola air di daerah; (f) koordinasi TNI
Manunggal Masuk Desa; (g) pelaksanaan pelatihan Latihan Integrasi
Taruna Dewasa (Latsitarda); (h) persiapan pelaksanaan Gelar
Teknologi Tepat Guna tahun 2010 yang dilaksanakan di Yogyakarta;
(i) pelaksanaan pilot proyek pembangunan desa terpadu (17 Desa)
pada tahun 2009; (j) pembangunan sistem penyediaan air minum dan
penyehatan lingkungan berbasis masyarakat di 1.849 desa pada tahun
2009; (k) peningkatan keterampilan 800 orang pembina pos
pelayanan teknologi perdesaan ataupun 320 orang masyarakat
tentang penggunaan teknologi tepat guna pada tahun 2009; (l)
pengembangan PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan Mikro Hidro
di 8 Provinsi, 28 Kabupaten tahun 2009; (m) fasilitasi perpindahan
transmigran dan dan penataan persebaran penduduk di kawasan
transmigrasi pada tahun 2010 sejumlah 151 keluarga yang meliputi
512 jiwa; (n) penetapan areal kerja hutan desa seluas 500.000 Ha; (o)
terwujudnya desa mandiri energi dikembangkan energi alternatif dari
tanaman jarak pagar pada 14 permukiman transmigrasi dan
pengembangan biogas dari kotoran sapi di 2 kawasan serta
pengembangan energi terbarukan dengan mikro hidro di 2 lokasi
serta pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebanyak 540 unit; (p)
terlaksananya pembangunan 2078 rumah nelayan di 51
kabupaten/kota; (q) terlaksananya penanaman/rehabilitasi 47 ha
mangrove bakau (mangrove) di beberapa lokasi, serta penguatan
kelembagaan pengelolaan bakau (mangrove) melalui Kelompok
Kerja Bakau (mangrove) Nasional; serta (r) terlaksananya
pengembangan ketahanan desa pesisir (climate resilient village)
terhadap perubahan iklim.
11 - 39
Arah kebijakan pengembangan ekonomi lokal dan daerah pada
RPJMN 2010–2014 adalah (1) meningkatkan tata kelola ekonomi
daerah; (2) meningkatkan kapasitas SDM pengelola ekonomi daerah;
(3) meningkatkan fasilitasi/pendampingan dalam pengembangan
ekonomi lokal dan daerah; (4) meningkatkan kerjasama dalam
pengembangan ekonomi lokal dan daerah; serta (5) meningkatkan
akses terhadap sarana dan prasarana fisik pendukung kegiatan
ekonomi lokal dan daerah.
11 - 40
percontohan pada tanggal 15 Januari 2010; dan (d) diusulkannya
3.735 Perda untuk dibatalkan, 945 telah batal, 22 Perda mendapat
teguran, 6 Perda sedang direvisi, dan 2.762 Perda belum ada tindak
lanjut; (e) mulai dilaksanakannya upaya pengurangan biaya untuk
berusaha di daerah.
11 - 41
diwujudkan dalam kerjasama antar daerah adalah sebanyak 188
dokumen kerjasama antar Gubernur yang melibatkan 29 pemerintah
provinsi dan 1.235 dokumen perjanjian kerjasama antar
Bupati/Walikota yang melibatkan 204 pemerintah kabupaten/kota.
11 - 42
Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; (c) tersusunnya RPP amanat
UU No. 26 Tahun 2007 lainnya yaitu: (1) RPP tentang Penataan
Ruang Kawasan Pertahanan; (2) RPP tentang Penatagunaan Tanah,
Penatagunaan Air, Penatagunaan Udara dan Penatagunaan
Sumberdaya Alam lainnya; (d) disetujuinya 4 Rancangan Perpres
RTR Pulau, sesuai amanat PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, untuk Pulau Sumatera, Jawa-Bali,
Kalimantan dan Sulawesi di level Eselon I Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN); (e) tersusunnya 6 Rancangan
Perpres RTR KSN untuk: (1) Kawasan Metropolitan Medan, Binjay,
Deli Serdang, Karo (Mebidangro); (2) Kawasan Metropolitan
Makasar, Maros, Sungguminasa dan Takalar (Mamminasata); (3)
Kawasan Metropolitan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan
(Sarbagita); (4) Kawasan Bintan, Batam, Karimun (BBK); (5)
Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan (Kasaba) dan (6)
Kawasan Cagar Budaya Borobudur. RTR Kawasan Metropolitan
Mebidangro dan RTR Kawasan BBK sedang dalam tahap
persetujuan Eselon I BKPRN; (f) ditetapkannya 6 Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) untuk Provinsi Lampung, DI
Yogyakarta, Bali, Nusatenggara Barat Sulawesi Selatan dan Jawa
Tengah; 8 RTRW Kabupaten (RTRWK) untuk Kabupaten Bandung,
Bogor, Sidoarjo, Bangkalan, Timor Tengah Utara, Flores Timur,
Nabire dan Jayapura; 3 RTRW Kota (RTRWK) untuk Kota Banda
Aceh, Yogyakarta dan Probolinggo.
11 - 43
Pengelolaan sistem informasi dan basis data spasial; (b) perawatan
wahana dan peralatan survey laut untuk percepatan pengadaan data
spasial pesisir dan laut; (c) survei hidrografi pantai Kalimantan; (d)
peta dirgantara (aeronautical chart) International Civil Aviation
Organization (ICAO) 1:250K dan peta Lingkungan Bandara
Indonesia (LBI) 1:25K dan World Aeronatical Chart (WAC) ICAO
1:1 juta Aceh, Riau, Kaltim, Maluku Utara, Papua dan NTT; (e)
pengelolaan sistem informasi dan basisdata spasial. Hasil yang
dicapai sampai saat ini adalah peta Lingkungan Pantai Indonesia
(LPI) skala 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000 dan Lingkungan Laut
Nasional (LLN) 1:500.000 sebanyak 52 NLP.
11 - 44
Dalam rangka mendukung kegiatan pendaftaran tanah,
dilaksanakan pembangunan infrastruktur pertanahan berupa
pembuatan peta pertanahan pada tahun 2009 mencakup areal seluas
1.000.000 hektare dan pada tahun 2010 direncanakan mencakup
areal seluas 1.000.000 hektare. Sementara itu, untuk meningkatkan
kepastian hukum hak atas tanah serta akses terhadap sumber daya
produktif, telah dilaksanakan legalisasi aset tanah bagi masyarakat
golongan ekonomi lemah melalui sertifikasi tanah Prona, pelaku
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), petani, nelayan dan
peserta transmigrasi. Dalam kurun waktu 2005 - 2009 telah
dilaksanakan sertifikasi tanah sebanyak 1.949.297 bidang, 513.748
bidang di antaranya dilaksanakan pada tahun 2009. Dalam kurun
waktu tersebut juga dilaksanakan sertifikasi tanah melalui dana
swadaya masyarakat sebanyak 9.464.861 bidang, 1.530.336 bidang
di antaranya dilaksanakan pada tahun 2009.
11 - 45
Perkara, Operasi Tuntas Sengketa, Operasi Sidik Sengketa,
Pengkajian, Penanganan Non Perkara, Operasi Masalah berindikasi
Pidana, Operasi Masalah Berindikasi Perdata, dan Mediasi. Di
samping itu juga dilakukan penyempurnaan peraturan perundangan
serta pembentukan Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan
(Pokmasdartibnah) untuk turut mendukung dan mereduksi konflik
dan sengketa pertanahan. Untuk peningkatan akses dan kualitas
layanan pertanahan, telah disediakan Kantor Pertanahan Bergerak
yaitu “Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah” (Larasita) dan
penyempurnaan Standar Pelayananan Pertanahan sebagaimana
dituangkan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN) No. 1 Tahun 2010. Hingga akhir tahun 2009 telah tersedia
Larasita di 274 kabupaten/kota, 150 kabupaten/kota diantaranya
dilaksanakan pada tahun 2009.
11 - 46
berbagai lokasi di wilayah Indonesia ke kantor Bakosurtanal
Cibinong dan Kantor BMKG di Jakarta; (c) pengadaan dan instalasi
33 unit peralatan stasiun tetap GPS; dan (d) sewa komunikasi data
untuk pengiriman data dari 80 stasiun GPS ke Bakosurtanal dan
BMKG.
11 - 47
penginderaan jauh, dinamika geografis SDA dan kajian wilayah LH
matra laut yang diatur dan dikelola sebagai basis data pemetaan
nasional sebanyak 18 NLP.
11 - 48
Pencapaian Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Pemerintah Daerah di antaranya adalah (a) telah ditetapkan 8 SPM,
yaitu SPM Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Sosial, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan Nasional dan BKKBN.
Kemudian 3 SPM yang telah diterapkan di daerah yaitu SPM Bidang
Kesehatan, Sosial, dan LH; (b) terfasilitasinya penyusunan norma,
standar, prosedur dan kriteria (NSPK) KL (31 bidang urusan).
Sampai saat ini telah tersusun NSPK pada 16 bidang urusan, yaitu:
Bidang Pekerjaan Umum, Bidang Perumahan, Bidang Perhubungan,
Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Bidang
Koperasi dan UMKM, Bidang Penanaman Modal, Bidang Statistik,
Bidang Arsip, Bidang Komunikasi dan Informatika, Bidang
Pertanian dan Ketahanan Pangan, Bidang Kehutanan, Bidang Energi
dan Sumber Daya Alam, Bidang Perdagangan dan Bidang
Perindustrian; (c) telah dilakukan evaluasi kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah terhadap laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah (LPPD) tahun 2007 dan sedang dilakukan
evaluasi terhadap LPPD tahun 2008.
11 - 49
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah agar tidak bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi atau peraturan lainnya dan tidak
menghambat pertumbuhan investasi dan perekonomian daerah; (j)
pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
(SIPKD) di 119 daerah basis implementasi. Implementasi SIPKD
diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan APBD sehingga
makin tertib, transparan, dan akuntabel secara bertahap dapat
diimplemenatasikan pada seluruh daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
11 - 50
Capaian pada Program Peningkatan Profesionalisme Aparatur
Pemerintah Daerah, di antaranya adalah (a) telah terselenggaranya
diklat teknis untuk penyusunan dan penerapan SPM bagi pejabat
strategis pada dua bidang (Kesehatan dan Lingkungan Hidup); (b)
telah disusun kursil diklat; dan (c) telah dilaksanakan analisis
kebutuhan diklat.
11 - 52
mengintegrasikannya dengan mekanisme perencanaan pembangunan
nasional sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional; (c) mengawal terlaksananya
rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan di daerah tertinggal
melalui P2WP oleh KPDT sehingga dapat dijadikan acuan bagi KL
terkait dalam melakukan perencanaan kegiatan setiap tahun; dan (d)
mengoptimalkan forum kerja sama perbatasan antar negara termasuk
forum Sosek Malindo untuk mengatasi permasalahan di kawasan
perbatasan yang berkaitan dengan kepentingan dua negara.
11 - 53
kawasan produksi pada daerah tertinggal yang terintegrasi melalui
peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana dasar daerah
tertinggal;; (e) menciptakan iklim usaha yang sehat, berdaya saing,
dan sekaligus meningkatkan sistem insentif dalam kebijakan
investasi, baik yang bersumber dari investasi pemerintah ataupun
investasi swasta melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta
(public-private partnership) serta skema tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility (CSR)); serta (f)
meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan
masyarakat serta partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan
terkait dimulai pada saat perancangan program, pengambilan
keputusan, implementasi di lapangan, serta monitoring dan evaluasi.
11 - 54
pengelolaan perkotaan dapat berjalan dengan lebih baik. Tindak
lanjut yang perlu dilakukan dalam pembangunan perkotaan
selanjutnya adalah (a) menyiapkan kebijakan dan regulasi
pembangunan perkotaan yang dapat menjadi payung bagi
penyelenggaraan pembangunan perkotaan oleh pemerintah pusat,
sektor, maupun pemerintah daerah; (b) meningkatkan kelembagaan
dan kerja sama antarkota, termasuk koordinasi pembangunan
perkotaan di tingkat pusat, sektor, maupun daerah serta lembaga
pengelola kawasan perkotaan/metropolitan; (c) meningkatan
kapasitas pemerintah kota dalam melaksanakan perencanaan dan
pengelolaan pembangunan perkotaan, termasuk penerapan prinsip
tata kepemerintahan yang baik dan koordinasi pembangunan
perkotaan di tingkat pusat, sektor, maupun daerah; (d) meningkatkan
upaya pengarusutamaan antisipasi terhadap dampak perubahan iklim
dengan mitigasi bencana dalam pembangunan perkotaan; (e)
meningkatkan penyediaan pelayanan publik perkotaan dan
pembiayaan penyediaan pelayanan publik di perkotaan; (f)
meningkatkan kesejahteraan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
perkotaan; serta (g) melaksanakan peningkatan implementasi rencana
tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di perkotaan,
termasuk dalam penerbitan pemanfaatan ruang (IMB).
11 - 55
kawasan perdesaan yang berorientasi pada manajemen pembangunan
partisipatif, penyediaan basis data penyusunan rencana pembangunan
di desa/kelurahan, serta pengembangan kebijakan daerah; (d)
meningkatkan kehidupan sosial budaya masyarakat sesuai tradisi dan
adat istiadat dalam mewujudkan keharmonisan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara melalui pemberdayaan adat dan
peningkatan peran Posyandu; (e) mengembangkan usaha ekonomi
masyarakat dan keluarga, meningkatkan ketahanan pangan,
memantapkan manajemen lembaga keuangan mikro perdesaan dan
usaha-usaha desa, pengembangan pasar desa, serta pemberdayaan
kesejahteraan keluarga; (f) meningkatkan pelayanan dasar kepada
masyarakat desa (termasuk melakukan antisipasi terhadap dampak
perubahan iklim dengan mitigasi bencana dalam pembangunan
perdesaan), serta penyediaan pelayanan publik perdesaan, termasuk
fasilitas kebutuhan dasar, seperti air bersih dan pembiayaan
penyediaan pelayanan publik di perdesaan; (g) melakukan upaya
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, keamanan pangan
segar, dan penanganan rawan pangan, serta (h) meningkatkan
pemasyarakatan dan pendayagunaan teknologi tepat guna dalam
pengelolaan potensi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan
berbasis masyarakat.
11 - 56
(masterplan) kegiatan kawasan yang berpotensi menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah yang baru; meningkatkan
peran dan fungsi kelembagaan usaha ekonomi daerah, terutama di
bidang permodalan dan perizinan usaha; membangun sistem
pemetaan potensi ekonomi daerah secara rasional untuk
mengefektifkan pelaksanaan investasi di daerah; mengembangkan
penelitian dan sistem data dan informasi potensi daerah dan kawasan
yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah;
mengembangkan sarana dan prasarana kelembagaan ekonomi lokal
dan daerah; dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi tata kelola
ekonomi daerah, termasuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi
efisiensi dan efektivitas regulasi yang mendukung pengembangan
ekonomi daerah; (b) meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
pengelola ekonomi daerah dilakukan dengan meningkatkan kapasitas
sumber daya manusia aparatur, terutama di bidang kewirausahaan;
meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pemangku
kepentingan lokal/daerah dalam mengembangkan usaha ekonomi
daerah; serta meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan
lokal/daerah dalam upaya pengembangan ekonomi daerah; (c)
meningkatkan fasilitasi/pendampingan dalam pengembangan
ekonomi lokal dan daerah yang dilakukan dengan mengembangkan
lembaga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah yang
terintegrasi lintas pemangku kepentingan (pemerintah, dunia usaha,
dan akademisi) serta berkelanjutan, baik di pusat maupun di daerah
serta meningkatkan kapasitas fasilitasi pengembangan ekonomi lokal
dan daerah berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
keterampilan; (d) meningkatkan kerjasama dalam pengembangan
ekonomi lokal dan daerah dilakukan dengan meningkatkan
kerjasama antardaerah, terutama di bidang ekonomi baik antara
daerah yang memiliki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan
daerah dengan daerah belakangnya, maupun antara daerah tersebut
dengan daerah lainnya melalui penguatan peran dan fungsi Badan
Kerjasama seperti semacam badan pengelola (executing agency)
Kerjasama Antar Daerah termasuk kewenangan untuk mengelola
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan meningkatkan
kemitraan Pemerintah-Swasta dalam pengembangan ekonomi lokal
dan daerah; (e) meningkatkan akses terhadap sarana dan prasarana
11 - 57
fisik pendukung kegiatan ekonomi lokal dan daerah dilakukan
dengan mengembangkan prasarana dan sarana kawasan yang
berpotensi menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan
daerah; serta membangun dan meningkatkan jaringan infrastruktur
perhubungan, telekomunikasi, energi, serta air minum yang bertujuan
untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah.
11 - 58
Untuk menurunkan potensi konflik dan memperkuat kelembagaan,
perlu dilakukan percepatan penyusunan RTRWP, RTRWK, dan
rencana detail. Sejalan dengan itu, diperlukan pula peningkatan
kapasitas sumberdaya manusia bidang penataan ruang melalui
bimbingan dan bantuan teknis penataan ruang dan pelatihan untuk
memenuhi kuota PPNS yang diperlukan. Untuk menurunkan konflik
pemanfaatan ruang, diperlukan audit pemanfaatan ruang provinsi
(stock taking).
11 - 59
dan pemetaan nasional, baik di darat maupun di laut pada wilayah
nasional berikut (a) wilayah nasional dengan nilai strategis keamanan
dan pertahanan tinggi; (b) wilayah nasional yang terkena bencana
nasional yang mengakibatkan perubahan rona muka bumi yang
sangat besar; (c) wilayah nasional yang belum tercakup kegiatan
survei dan pemetaan; (d) wilayah dengan potensi kegiatan ekonomi
tinggi; (e) wilayah dengan kegiatan ekonomi tinggi dengan data dan
informasi tersedia dengan kualitas rendah terutama sebagai akibat
jangka waktu valid data dan informasi telah terlampaui (20 tahun
untuk data dasar dan 5 tahun untuk data tematik). Selain itu, perlu
dilakukan validasi geometrik dan tanpa sambungan (geometric and
seamless) pada data digital yang ada, serta melakukan produksi peta
garis dalam format digital dengan mengolah data mentah yang ada.
11 - 60
penyelenggaraan pemerintahan, politik, dan penerapan SPM melalui
penyusunan, sosialisasi, dan pelaksanaan strategi besar (grand
strategy) penyelenggaraan diklat; (b) meningkatkan kapasitas
anggota legislatif daerah dan aparat pemda melalui penyelenggaraan
diklat dan orientasi terkait dengan penyelenggaran pemerintahan,
politik, dan SPM. Dalam rangka fasilitasi peningkatan kerjasama
antar pemerintah daerah, beberapa tindak lanjut yang diperlukan
antara lain, adalah: (a) memfasilitasi kerja sama daerah yang
diusulkan agar jumlah daerah yang berminat melaksanakan kerja
sama meningkat; (b) meningkatkan kualitas proses pemutakhiran dan
pemantauan jumlah daerah yang sudah melakukan kerjasama daerah
dan diseminasi model (best practice) kerja sama daerah; (c)
percepatan finalisasi regulasi mengenai pelaynan administrasi
terpadu kecamatan.
11 - 61