You are on page 1of 7

Pengetahuan umum | Kamis, 30 Desember 2010 | Comments (0)

Perjanjian internasional adalah perjanjian diadakan oleh subjek-subjek hukum


internasional dan bertujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu. Contoh
perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara lain,
negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional dengan organisasi
internasional lain, serta Tahta Suci dengan negara.

Pengertian perjanjian internasional, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan


oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untu mengadakan akibat-akibat hukum
tertentu.
2. Konvensi Wina 1986, Perjanjian internasional sebagai persetujuan internasional
yang diatur menurut hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk
tertulis antara satu negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi
internasional, antarorganisasi internasional.
3. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, perjanjian internasional
adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum
internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah RI dengan satu atau lebih
negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta
menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah RI yang bersifat hukum publik.
4. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional
adalah perjanjian dalam bentukdan nama tertentu yang diatur dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di
bidang hukum publik.
5. Oppenheimer-Lauterpact, Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang
mengadakan.
6. Dr. B. Schwarzenberger, Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek
hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat
dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral.
Adapun subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan
negara-negara.
7. Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmaja, S.H. LLM, Perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-
akibat tertentu.

Kerjasama internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian


internasional, yaitu negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya
membuat perjanjian internasional. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut,
disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh
subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan akibat-
akibat hukum tertentu.

Perjanjian antarbangsa atau yang sering disebut sebagai perjanjian internasional


merupakan persetujuan internasional yang diatur oleh hubungan internasional serta
ditandatangani dalam bentuk tertulis. Contoh perjanjian internasional diantaranya adalah
antarnegara atau lebih, antarorganisasi internasional atau lebih, dan antarorganisasi
internasional.

Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk
perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi internasional
ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang
mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan
obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum
internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud
dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut
kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan
budaya.

B. Macam-Macam Perjanjian Internasional


Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Berdasarkan Isinya

• Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.


• Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
• Segi hukum
• Segi batas wilayah
• Segi kesehatan.

Contoh :

• NATO, ANZUS, dan SEATO


• CGI, IMF, dan IBRD

2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya

• Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan,


penandatanganan, dan ratifikasi.
• Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan
dan penandatanganan.

Contoh :
• Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.
• Laut teritorial, batas alam daratan.
• Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.

3. Berdasarkan Subjeknya

• Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan


subjek hukum internasional.
• Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
• Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi
internasional organisasi internasional lainnya.

Contoh :

• Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi


MEE.
• Kerjasama ASEAN dan MEE.

4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat.

• Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat
khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut
kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup
kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
• Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak
hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga
mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu
memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut,
sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.

Contoh :

• Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan


penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955
tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan
Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
• Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan,
Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang
hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan
korban perang).
• Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang
hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan
Korban Perang.

5. Berdasarkan Fungsinya
• Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu
perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi
masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
• Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang
mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).

Contoh :

Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul


dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.

Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif,


karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur juga
hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional
(antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting karena ada
beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :

1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian


internasional diadakan secara tertulis.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para
subjek hukum internasional.

C. Istilah Istilah Perjanjian Internasional


Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perjanjian internasional merupakan hukum
terpenting bagi hukum internasional positif. Hal ini disebabkan karena lebih menjamin
kepastian hukum. Kedudukan perjanjian internasional juga dianggap sangat penting
karena selain perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, perjanjian
internasional diadakan secara tertulis, dan juga karena perjanjian internasional mengatur
masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional dalam
perjanjian internasional dikenal beberapa istilah. Istilah-istilah tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut.

1. Traktat (treaty), adalah perjanjian yang paling formal yang merupakan persetujuan dari
dua negara atau lebih. Perjanjian ini menitikberatkan pada bidang politik dan bidang
ekonomi.
2. Konvensi (convention), adalah persetujuan formal yang bersifat multilateral, dan tidak
berkaitan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy).
3. Deklarasi (declaration),adalah perjanjian internasional yang berbentuk traktat, dan
dokumen tidak resmi.
4. Convenant, adalah anggaran dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
5. Charter, adalah suatu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk
pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.
6. Pakta (pact), adalah suatu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih
khusus (Pakta Warsawa).
7. Protokol (protocol), adalah suatu dokumen pelengkap instrumen perjanjian
internasional, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausul-
klausul tertentu.
8. Persetujuan (Agreement), adalah perjanjian yang bersifat teknis dan administratif. Sifat
agreement tidak seresmi traktat atau konvensi, sehingga diratifikasi.
9. Perikatan (arrangement) adalah suatu istilah yang dipakai untuk masalah transaksi-
transaksi yang bersifat sementara. Sifat perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
10. Modus vivendi, adalah sebuah dokumen yang digunakan untuk mencatat persetujuan
internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang
lebih permanen, terinci, dan sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi.
11. Proses verbal, adalah suatu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-
kesimpulan konferensi diplomatik atau catatan-catatan pemufakatan yang tidak
diratifikasi.
12. Ketentuan penutup (final Act), adalah suatu ringkasan hasil konvensi yang
menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang
disetujui konvensi.
13. Ketentuan umum (general act), adalah traktat yang bisa bersifat resmi maupun tidak
resmi.

D. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional


Perjanjian internasional biasanya dituangkan dalam bentuk struktur perjanjian
internasional yang lengkap dan dibuat melalui tiga tahap, yaitu tahap perundingan, tahap
penandatanganan, dan tahap ratifikasi.

1. Perundingan (Negotiation)

Tahapan ini merupakan suatu penjajakan atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-
masing pihak yang berkepentingan. Dalam perundingan internasional ini negara dapat
diwakili oleh pejabat negara dengan membawa surat kuasa penuh (full
powers/credentials), kecuali apabila dari semula peserta perundingan sudah menentukan
bahwa full power tidak diperlukan. Pejabat negara yang dapat mewakili negaranya dalam
suatu perundingan tanpa membawa full power adalah kepala negara, kepala pemerintahan
(perdana menteri), menteri luar negeri, dan duta besar. Keempat pejabat tersebut
dianggap sudah sah mewakili negaranya karena jabatan yang disandangnya.
Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak
(bilateral) disebut pembicaraan (talk), perundingan yang dilakukan dalam rangka
perjanjian multilateral disebut konferensi diplomati (diplomatik conference). Selain
secara resmi terdapat juga perundingan yang tidak resmi, perundingan ini disebut corridor
talk.
Hukum internasional dalam tahap perundingan atau negosiasi, memberi peluang kepada
seseorang tanpa full powers untuk dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan
internasional. Seseorang tanpa full powers yang ikut dalam perundingan internasional ini
akan dianggap sah, apabila tindakan orang tersebut disahkan oleh pihak yang berwenang
pada negara yang bersangkutan. Pihak yang berwenang tersebut adalah kepala negara
dan/atau kepala pemerintahan (presiden, raja/perdana menteri). Apabila tidak ada
pengesahan, maka tindakan orang tersebut tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.

2. Tahap Penandatanganan (Signature)

Tahap penandatanganan merupakan proses lebih lanjut dari tahap perundingan. Tahap ini
diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan bunyi naskah
(authentication of the text). Penerimaan naskah (adoption of the text) yaitu tindakan
perwakilan negara dalam perundingan internasional untuk menerima isi dari perjanjian
nasional. Dalam perjanjian bilateral, kedua perwakilan negara harus menyetujui
penerimaan naskah perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian multilateral, bila diatur secara
khusus dalam isi perjanjian, maka berlaku ketentuan menurut konferensi Vienna tahun
1968 mengenai hukum internasional. Penerimaan naskah ini dapat dilakukan apabila
disetujui sekurang-kurangnya dua pertiga peserta konferensi.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) dilakukan oleh para perwakilan
negara yang turut serta dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral maupun
multilateral pengesahan naskah dapat dilakukan para perwakilan negara dengan cara
melakukan penandatanganan ad referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf
(initial). Pengesahan bunyi naskah adalah tindakan formal untuk menerima bunyi naskah
perjanjian.

Penandatanganan dilakukan oleh menteri luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan.
Dengan menandatangani suatu naskah perjanjian, suatu negara berarti sudah menyetujui
untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Selain melalui penandatanganan,
persetujuan untuk mengikat diri pada suatu perjanjian dapat dilakukan melalui ratifikasi,
pernyataan turut serta (acesion) atau menerima (acceptance) suatu perjanjian.

3. Tahap Ratifikasi (Ratification)

Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian internasional


agar menjadi suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara tersebut.
Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan
oleh perjanjian internasional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional
dilakukan berdasarkan ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak.

Setelah penandatanganan naskah perjanjian internasional dilakukan oleh para wakil


negara peserta perundingan, maka selanjutnya naskah perjanjian tersebut dibawa pulang
ke negaranya masing-masing untuk dipelajari dengan seksama untuk menjawab
pertanyaan, yaitu apakah isi perjanjian internasional tersebut sudah sesuai dengan
kepentingan nasional atau belum dan apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh
melampaui batas wewenangnya atau tidak. Apabila memang ternyata isi dalam perjanjian
tersebut sudah sesuai, maka negara yang bersangkutan tersebut akan meratifikasi untuk
menguatkan atau mengesahkan perjanjian yang ditandatangani oleh wakil-wakil yang
berkuasa tersebut.
Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian internasional
untuk mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah negaranya dapat
diikat suatu perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian internasional
dibedakan menjadi tiga. Hal ini untuk mengetahui siapakah yang berwenang meratifikasi
suatu naskah perjanjian internasional di negara tersebut. Ketiga sistem ratifikasi tersebut
adalah sebagai berikut :

• Sistem ratifikasi oleh badan eksekutif, yaitu bahwa suatu perjanjian internasional
baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh kepala negara atau kepala
pemerintahan. Misalnya saja pada pemerintahan otoriter seperti NAZI.
• Sistem ratifikasi oleh badan legislatif, yaitu bahwa suatu perjanjian baru mengikat
apabila telah diratifikasi oleh badan legislatif. Misalnya adalah Honduras, Turki,
dan Elsalvador.
• Sistem ratifikasi campuran (badan eksekutif dan legislatif), yaitu bahwa suatu
perjanjian internasional baru mengikat apabila badan eksekutif dan legislatif
sama-sama menentukan proses ratifikasi. Misalnya Amerika Serikat, Perancis,
dan Indonesia.

Indonesia menganut sistem ratifikasi campuran, yaitu ada peran lembaga eksekutif dan
legislatif dalam meratifikasi perjanjian internasional. Dalam UU RI No. 24 Tahun 2000
tentang perjanjian internasional, ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional
dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden. Di Indonesia ratifikasi
dengan undang-undang harus terdapat persetujuan Presiden dan DPR secara bersama-
sama terhadap perjanjian internasional. Ratifikasi dengan keputusan Presiden hanya
mengisyaratkan adanya persetujuan Presiden terhadap perjanjian tersebut. Dasar hukum
sistem ratifikasi di Indonesia, terdapat dalam undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 11
ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945.

Perjanjian internasional yang dapat diratifikasi dengan keputusan Presiden, diantaranya


yaitu perjanjian induk yang berkaitan dengan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, ekonomi dan teknik perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, serta
penghindaran pajak berganda dan kerjasama perlindungan penanaman modal.

Ratifikasi melalui undang-undang dapat dilakukan terhadap perjanjian internasional yang


menyangkut materi-materi di bawah ini,

• Politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.


• Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI.
• Kedaulatan atau hak berdaulat negara.
• Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
• Pembentukan kaidah hukum baru.
• Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Source: http://renggap.co.cc/perjanjian-internasional/

You might also like