Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
3. Apa perbedaan sistem sewa tanah dan sistem tanam paksa, di lihat
dari faham yang mendasari, perangkat pemerintahan pelaksana,
kedudukan dan pola kerja rakyat, serta tanaman dan sistem
perdagangannya?
BAB II
Thomas Stanford Rafless menyebut Sistem Sewa tanah atau dikenal juga
dengan sistem pajak bumi dengan istilah landrente. Peter Boomgard (2004:57)
menyatakan bahwa:
“Kita perlu membedakan antara landrente sebagai suatu pajak bumi atau lebih
tepat pajak hasil tanah, yang diperkenalkan tahun 1813 dan masih terus dipungut
pada akhir periode colonial, dan landrente sebagai suatu sistem (Belanda:
Landrente Stelsel), yang berlaku antara tahun 1813 sampai 1830”
Sistem sewa tanah yang dijalankan oleh Inggris, yaitu pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Stamford Raffles ini, Dalam usahanya untuk
menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin berpatokan
pada tiga azas, antara lain:
a. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi
perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis
tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis
tanaman apa yang akan ditanam;
b. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai
gantinya mereka dijadikan bagian integral dari pemerintahan kolonial
dengan fungsi-fungsi pememrintahan yang sesuai, perhatia mereka
harus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c. Para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah
milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkan
membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.
a. Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil
bruto;
b. Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari
hasil bruto;
c. Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil
bruto.
2. Pelaksanaan dan Sistem sewa tanah
Oleh sebab itu masa Raffles diberi kebebasan untuk menentukan jenis
tanaman yang dikehendaki. Selain itu terdapat prinsip persamaan dalam hal ini
peranan bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka
dijadikan bagian yang integral dari pemerintah kolonial dengan asas-asas
pemerintahan model negeri barat. Pemusatan pada pekerjaan umum yang dapat
meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Dua hal yang ingin dicapai oleh raffles melalui sistem sewa tanah ini adalah :
1) Memberikan kebebasan berusaha kepada para petani Jawa melalui pajak
tanah.
2) Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk pribumi
akan mengenal ide-ide Eropa mengenai kejujuran, ekonomi, dan keadilan.
Kedudukan dan pola kerja rakyat pada masa sistem sewa tanah ini pada
dasarnya tidak jauh berbeda pada masa sistem tanam paksa. Pada sistem sewa
tanah rakyat tetap saja harus membayar pajak kepada pemerintah. Rakyat
diposisikan sebagai penyewa tanah, karena tanah adalah milik pemerintah
sehingga untuk memanfaatkan tanah tersebut untuk menghasilkan tanaman yang
nantinya akan dijual dan uang yang didapatkan sebagian kemudian digunakan
untuk membayar pajak dan sewa tanah tersebut. Pada masa ini sistem feodalisme
dikurangi, sehingga para kepala adat yang dahulunya memdapatkan hak-hak atau
pendapatan yang bisa dikatakan irasional, kemudian dikurangi.
Tetapi hal yang menghiasi sistem sewa tanah adalah pengaruh liberal yang
dibawa oleh Raffles dan juga sikap anti Belandanya sehingga segala sesuatu yang
berhubungan dengan belanda sebisa mungkin untuk dihindari. Pada masa sewa
tanah ini pajak yang diserahkan bukan lagi berupa pajak perorangan dan berupa
in-natura, terapi lebih kepada pajak perorangan.
Setiap orang dibebaskan menanam apa saja untuk tanaman ekspor, dan
bebas menjualnya kepada siapa saja di pasar yang telah disediakan oleh
pemerintah . Tetapi karena kecenderungan rakyat yang telah “terbiasa” dengan
tanam paksa dimana mereka hanya menanam saja, untuk mernjual tanaman yang
mereka tanam tentu saja mengalami kesulitan, sehingga mereka kemudian
menyerahkan urusan menjual hasil pertaniana kepada para kepala-kepala desa
untuk menjulanya di pasar bebas. Dan tentu saja hal ini berakibat pada banyaknya
korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh para kepala desa-kepala desa
tersebut.
d. Tanaman dan Sistem Perdagangan
Terdapat banyak perbedaan dalam sistem sewa tanah dan tanam paksa.
Perbedaaan itu juga dapat dilihat dari tanaman dan sistem perdagangan yang
diterapkan. Pada sistem sewa tanah petani diberi kebebasan untuk menanam
apapun yang mereka kehendaki. Namun gantinya rakyat mulai dibebani dengan
sistem pajak. Kebebasan untuk menanam-tanaman tersebut tidak dapat
dilaksanakan di semua daerah di pulau Jawa. Daerah-daerah milik swasta atau
tanah partikelir dan daerah Parahyangan masih menggunakan sistem tanam wajib.
Di Parahyangan Inggris enggan untuk mengganti penanaman kopi karena
merupakan sumber keuntungan bagi kas negara.
a. Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas
untuk memotovasi mereka agar bekerja lebih giat sehingga
kesejahteraannya mejadi lebih baik;
e. Pajak terlalu tinggi sehingga banyak tanah yang tidak digarap.
DAFTAR PUSTAKA
Moedjanto, G. Drs. M.A., 1988, Sejarah Indonesia Abad XX, Jilid I, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Drs. A. Daliman, M.Pd, 2001, Sejarah Indonesia Abad XIX Sampai Awal Abad
XX: Sitem Politik Kolonial dan Administrasi Penerintah Hindia-Belanda,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Niel, Robert Van, 2003, Sistem Tanam Paksa di Jawa, Jakarta: LP3ES