Professional Documents
Culture Documents
BAB II
IDENTITAS NASIONAL
b. Identitas Nasional
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang
memiliki pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri
yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi
identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai
dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri,
kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri.
Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada
individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok.
Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh
kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan
bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan
tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian
disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional
yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective
action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau
pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional.
Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan
konsep nasionalisme.
Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas
Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan
dari ratusan suku yang “dihimpun” dalam satu kesatuan
Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan
Pancasila dan roh “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan
arah pengembangannya. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di
dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan
kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam aturan
perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang
diharapkan, nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif
diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional
maupun internasional dan lain sebagainya. Nilai-nilai budaya
yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah
barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan
dogmatis, melainkan sesuatu yang “terbuka” yang cenderung
terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang
dimilki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan
implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu
yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar
tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang
berkembang dalam masyarakat.
Dasar Negara
Norma Peraturan
Rule of Law
Hak dan Kewajiban WN
Demokrasi dan HAM
Etika Politik
Geopolitik Indonesia
Geostrategi Ketahanan Nasional
a. Globalisasi
Adanya Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut
mau tidak mau, suka atau tidak suka telah datang dan
menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut baik
yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Ini semua
merupakan ancaman, tantangan dan sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan
berinovasi di segala aspek kehidupan.
Di Era Globalisasi pergaulan antar bangsa semakin
ketat. Batas antar negara hampir tidak ada artinya, batas
wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan
antar bangsa yang semakin kental itu akan terjadi proses
alkulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara
budaya masing-masing. Yang perlu kita cermati dari proses
akulturasi tersebut apakah dapat melunturkan tata nilai yang
merupakan jati diri bangsa Indoensia. Lunturnya tata nilai
tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :
1) Semakin
menonjolnya
sikap
individualistis
yaitu
mengutamaka
n kepentingan
pribadi diatas
kepentingan
umum, hal ini
bertentangan
dengan azas
gotong-
royong.
2) Semakin
menonjolnya
sikap
materialistis
yang berarti
harkat dan
martabat
kemanusiaan
hanya diukur
dari hasil atau
keberhasilan
seseorang
dalam
memperoleh
kekayaan. Hal
ini bisa
berakibat
bagaimana
cara
memperolehn
ya menjadi
tidak
dipersoalkan
lagi. Bila hal
ini terjadi
berarti etika
dan moral
telah
dikesampingk
an.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan
akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif
semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung
akan berakibat lebih serius dimana pada puncaknya mereka
tidak bangga kepada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut
dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam
masyarakat kita. Jika semua ini tidak dapat dibendung maka
akan mengganggu ketahanan di segala aspek bahkan
mengarah kepada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk
membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut kita
harus berupaya untuk menciptakan suatu kondisi (konsepsi)
agar ketahanan nasional dapat terjaga. Dengan cara
membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang
mengarah kepada konsep Identitas Nasional
BAB IV
NEGARA DAN KONSTITUSI
A. Pengertian Negara
Untuk memahami secara detail mengenai negara,
maka terlebih dahulu akan diawali dengan penelusuran kata
negara tersebut. Secara literal istilah negara merupakan
terjemahan dari kata kata asing, yakni state (bahasa Inggris),
staat (bahasa Belanda) yang berarti keadaan yang tegak dan
tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap. Pada hakikatnya negara adalah: organisasi kekuasaan
karena di dalam negara terdapat pusat-pusat kekuasaan. Ada
banyak pendapat tentang pengertian negara, antara lain:
1. Miriam Budiarjo: Organisasi dalam suatu wilayah dapat
memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama
2. Mac Iver: Persetambatan (asosiasi yagn bertindak
berdasarkan hukum dan direalisasikan oleh suatu
pemerintahan) untuk keperluan ini negara dilengkapi
dengan kekuasaan
3. Max Weber: suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam menggunakan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah.
a. Thomas Hobbes
Hobbes mengemukakan bahwa kehidupan manusia
terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan selama
belum ada negara dan keadaan setelah ada negara.
Bagi hobbes, keadaan alamiah sama sekali bukan
keadaan yang aman sentosa, adil dan makmur. Tetapi
sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu
keadaan sosial yang kacau suatu inferno di dunia ini
tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara sukarela
dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antar
individu itu.
b. John Locke
Bagi Locke, keadaan alamiah ditafsirkan sebagai suatu
keadaan dimana manusia hidup bebas dan sederajat,
menurut kehendak hatinya sendiri. Keadaan alamiah ini
sudah bersifat sosial, karena manusia hidup rukun dan
tentram sesuai dengan hukum akal Law of reason) yang
mengajarkan bahwa manusia tidak boleh mengganggu
hidup, kesehatan, kebebasan dan milik dari sesamanya.
2. Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan ini dikenal juga dengan dokrin teokratis
dalam teori asal mula negara. Teori ini pun bersifat
universal dan ditemukan biak di dunia timur maupun di
dunia Barat, baik di dalam teori maupun dalam praktik.
Dokrin ketuhanan in memperoleh bentuknya yang
sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada
Abad Pertengahan yang menggunakan teori itu untuk
membenarkan kekuasaan raja-raja yang mutlak. Dokrin ini
mengemukakan hak-hak raja yang berasal dari tuhan
untuk memerintah dan bertahta sebagai raja. Dokrin
ketuhana lahir sebagai resultante kontroversial dari
kekuasaan politik dalam abad pertengahan . kaum
Monarchomach (penentang raja) berpendapat bahwa raja
yagn berkuasa secara tirani dapat diturnkan dari
mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan
bahwa sumber kekausaan adalah rakyat, sedangkan raja-
raja pada waktu itu beranggapan kekuasaan mereka
diperoleh dari tuhan.
3. Teori Historis
Teori historis atau teori evolusionistis merupakan teori
yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosial tidak
dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengna
kebutuhan kebutuhan mnusia. Sebagai lembaga sosial
yagn diperuntukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari
pengaruh tempat, waktu dan tuntutan-tuntutan zaman.
Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh
penyelidik-penyelidik historis dan ethonolig –
antrhorpologis dari lembaga-lembaga sosial bangsa-
bangsa primitif di benua asia, afrika, australia dan amerika.
Perlu ditambahkan bahwa pada saat ini, teori historis yagn
umum diterima oleh sarjana-sarjana ilmu politik sebagai
teori yang palng mendekati kebenaran tentang asal mula
negara.
a. Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili serta
menyatakan kesepakatan diri ingin bersatu. Yang
dimaksud dengan semua orang adalah penduduk
Indonesia dan negara lain (asing) yang sedang berada di
Indonesia untuk wisata, bisnis, dan liannya. Menurut data
Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2003 lebih kurang 210 juta jiwa denan
komposisi 50 % adalah berasal dari suku bangsa etnis
Jawa. Sisanya suku Makasar-Bugis 3,68%, Batak 2,04%,
Bali 1,88%, Lombok 1,5%, Aceh 1,4 % dan suku-suku
lainnya. Sedangkan suku Tionghoa berjumlah 2,8%.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 32 % tamat
sekolah dasar (SD) da sekolah namun tidak tamat SD 30
%, SMP 13 %, SLTA 16%, diploma 2% dan universitas 2 %.
b. Wilayah
Negara memiliki batas/teritorial yang jelas atas darat,
laut, dan udara di atasnya. Wilayah Indonesia terletak di
antara dua bena yaitu benua Asia dan Australia, dan dua
samudra yaitu samudera India dan Pasifik. Letak ini
membuaat Indonesia berada pada posisi strategis yang
menjadi jalur lalu lintas transportasi dunia. Posisi ini
menguntungkan Indonesia karena terletak di wilayah
bisnis (perdagangan) dunia.
c. Pemerintah
Sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia adalah
sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem ini,
presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih dan
mengangkat serta memberhentikan para menteri
sebagai pembantunya. Dalam implementasinya, sistem
pemerintahan Indonesia menerapkan sistem
desentralisasi yagn berintikan pada pemberian otonomi
daerah kepada Kepala Daerah Tingkat I dan
Kabupaten/Kota untuk mengelola dan mengeksplorasi
sumber daya alam maupun manusia yang ada di daerah
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di
daerahnya secara optimal. Otonomi ini termasuk juga
menyelenggarakan pemilihan kepala darah (PILKADA) di
daerahnya masing-masing. Sekarang ini pemerintahan
pusat hanya memiliki kekuasaan pada bidang politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi (Hukum) moneter
dan fiskal nasional, serta agama. Kepala pemerintahan
Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
pemilihan umum langsung presiden dan wakil presiden.
3. Fungsi Negara
Secara umum setiap negara memiliki empat fungsi utama
bagi bangsanya yaitu:
1. Fungsi Pertanahan dan Keamanan
Negara melindungi rakyat, wilaya dan pemeritnahan
dari ancaman tantangan, hambatan dan gangguan, baik
dari dalam maupun dari luar yang dapat mengganggu
pertahaan dan keamanan negara Kesatuan RI.
2. Fungsi pengaturan dan ketertiban
Negara menciptakan UU dan Peraturan Pemerintah
serta menjalankannya demi mewujdukan tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Fungsi kesejahteraan dan Kemakmuran
Negara melakukan upaya eksplorasi sumber daya ala
(SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
terwujud kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat.
4. Fungsi keadilan menurut Hak dan Kewajiban
Negara menciptakan dan menegakkan hukum secara
tegas dan tanpa pilih kasih menurut hak dan kewajiban
yang telah dikotribusikan kepada bangsa dan negara.
4. Klasifikasi Negara
Klasifikasi negara dapat dilihat berdasarkan beberapa
indikator seperti jumlah orang yang berkuasa, bentuk
negara, dan asas pemerintahan
a. Jumlah orang yang berkuasa dan orientasi kekuasaan
Jumlah orang yang berkuasa dapat berjumla satu orang,
sekelompok orang, atau banyak orang. Orientasi
kekuasaan juga ada dua yaitu bila penyelenggaraanya
berorientasi kepada kepentingan pihak yang berkuasa
disebut bentuk negatif, dan apabila berorientasi kepada
kepentingan umum disebut bentuk positif.
Berdasarkan jumlah orang yang berkuasa dan orientasi
kekuasaan terdapat enam bentuk klasifikasi negara
Jumlah orang Bentuk Positif Bentuk
Negatif
Satu orang Monarki Tirani
Sekelompok orang Aristokrasi Oligarki
Banyak orang Demokrasi Mobokrasi
c. Kekuatan Militer
Kekuatan militer dan mobilitasnya sanat menentukan
kekuatan negara. Negara yang mempunyai jumlah
anggota militer, dan kualitas personel dan peralatan yagn
baik akan meningkatkan kemampuan militer dalam
mempertahankan kedaultan negara.
d. Teritorial Negara
Kekuatan negara juga tergantung seberapa luas wilayah
negara tetangga. Semakin luas dan strategis, maka
negara tersebut akan semakin kuat.
Segala faktor yagn mendukung kedaulatan negara, berupa
kepribadian dan kepemimpinan, efisiensi birokrasi,
persatuan bangsa, dukungan internasional, reputasi
bangsa (nasionalisme), dan sebagainya.
E. Pengertian konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang
berarti membentuk. Pemakaian istilah konsitusi yang
dimaksud ialah pembentukan suatu negara atau menyusun
dan menyatakan aturan suatu negara. Sedangkan istilah
Undang-undang dasar (UUD) merupakan terjemahan istilah
dari bahasa Belanda Grondwet. Perkataan wet diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia Undang-undang dasar, dan grond
berarti tanah atau dasar.
2. Fungsi Konstitusi
Konstitusi (UUD) dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara menjadi memiliki arti dan makna
yang sangat penting. Artinya bahwa konstitusi menjadi
“tali” pengikat setiap warga negara dan lembaga negara
dalam kehidupan negara. Dalam kerangka kehidupan
negara, konstitusi secara umum memiliki fungsi sebagai:
a. tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang
permanen (lembaga suprastutktur dan infastuktur
politik)
b. tata aturan dalam hubugnan negara dengan warga
negara serta dengan negara lainya
c. sumber hukum dasar yang tertinggi. Artiya bahwa
seluruh peraturan dan perudnang-undangan yagn
berlaku harus mengcu pada konstitusi.
3. Tujuan Konstitusi
Konstitusi sebagai disebutkan merupaka aturan-
aturandasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan
antar negara dan warga negara. Konstitusi juga dapat
dipahami sebagai bagian dari kontrak sosial yang memuat
aturan main dalam berbngsa dan bernegara. Lebih jelas,
Sovernin Lohman menjelaskan bahwa dalam konstitusi
harus memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian
masyarakat. Artinya bahwa konstitusi merupakan
konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina
neara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
2. Konstitusi sebagai paigam yang menjamin hak-hak asasi
manusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-
batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat
pemerintahannya.
UNSUR-UNSUR KEWARGANEGARAAN
STATUS KEWARGANEGARAAN
2. Demokrasi Terpimpin
Dimulai dengan runtuhnya demokrasi Liberal dan
dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, oleh Presiden
Soekarno. Namun demokrasi ini mengalami kegagalan karna
pembangunan yang tidak merata di berbagai daerah,
terjadinya KKN, dan manipulasi politik. Akhirnya demokrasi ini
pun runtuh pada 1998, yang disebut Reformasi.
3. Demokrasi pancasila
Dimulai dengan tumbangnya demokrasi terpimpin, dan
digantikan dengan Era Orde Baru yang memakai demokrasi
Pancasila. Dan tetap dilakasanakan sampai saat ini karna
masih dianggap cocok dengan keadaan Indonesia kini.
BAB VII
HAM DAN RULE OF LAW