Professional Documents
Culture Documents
AZAS-AZAS KURIKULUM
ASAS-ASAS KURIKULUM
1. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa
kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu
komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum
berbagai kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran. Itulah
sebabnya, menelaah dan mengkaji kurikulum merupakan suatu kewajiban bagi guru.
Berbagai pendapat mengenai kurikulum telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Dalam PP No.
19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (2007:3)
Soedijarto mengemukakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar
yang direncanakan, diorganisasikan untuk ditaati para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah diterapkan untuk suatu lembaga pendidikan.
Mulyasa, (2007: 8) mengatakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. KTSP merupakan kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan
berdasarkan Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar dalam Standar Isi merupakan penyempurnaan dari SK dan KD dalam KBK.
Implementasi KTSP sangat dipengaruhi oleh guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum.
Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya kemampuan guru dalam
memahami dan menerapkannya dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru harus mampu
mengembangkan KTSP dengan mempertimbangkan potensi sekolah, karakteristik sekolah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Di samping itu, dalam
mengembangkan KTSP, guru harus memperhatikan asas-asas kurikulum agar KTSP sesuai dengan
asas-asas yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum secara umum. Adapun asas-asas
kurikulum akan dijelaskan pada bagian berikut.
2. Asas-asas Kurikulum
Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala mikro, perlu memahami kurikulum dan
asas-asas yang mendasarinya. Nasution (2008:11-14) menjelaskan bahwa ada empat asas yang
mendasari pengembangan kurikulum. Keempat asas tersebut adalah:
a. Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor
“baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut
sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia.
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama
dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai
melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin
terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan
filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang
berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan
tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh.
Apabila pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di
Indonesia, penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus
memperhatikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar
Haluan Negara sebagai landasan filosofis negara.
Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan? Menurut
Nasution (2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:
- filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak
menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi,
filsafat menentukan tujuan pendidikan.
- dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
- filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk
mencapai tujuan itu.
- filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak
lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
- tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga
mana tujuan itu telah tercapai.
- tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila
jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
b. Asas Psikologi Anak dan Psikologi Belajar
1) Psikologi Anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-
situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan bakatnya. Selama
berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang
dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak
“dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya.
Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya.
Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu
asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran progresif, yakni
kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child
centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap
kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlam pengembangan kurikulum adalah:
Anak bukan miniatur orang dewasa
Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak
seutuhnya.
Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum
Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek belajar dan
bukan objek belajar.
Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain.
Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia
sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.
Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan
di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi
semua.
2) Psikologi Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dnegan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-
anak dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat
menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma,
menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimana anak itu
belajar? Kalau kita tahu betul bagaimana proses belajar berlangsung, dalam
keadaan yang bagaimana belajar itu memberikan hasil sebaik-baiknya, maka
kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara seefektif-efektifnya.
Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah
berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Pada
umumnya tiap teori mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak memberikan
gambaran tentang keseluruhan prooses belajar. Jadi, yang mencakup segala gejala
belajar dari yang sederhana sampai yang paling pelik. Dengan demikian, teori
belajar dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.
Pentingnya penguasaan psikologi belajar dalam pengembangan kurikulum antara
lain diperlukan dalam hal:
- seleksi dan organisasi bahan pelajaran
- menentukan kegiatan belajar mengajar yang paling serasi
- merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar
tercapai. (Nasution, 2008:57)
3. Asas Sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain. Ia selalu hidup dalam suatu
masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya
dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa
kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus
menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal dan
diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap
masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar
belakang kebudayaanya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum.
Selain itu, perubahan masyarakat akibat perkembangan iptek merupakan faktor
yang benar-benar harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena
masyarakat merupakan faktor penting dalam pengembangan kurikulum, masyarakat
dijadikan salah satu asas.
d. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan pelajaran akan disajikan.
Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan
adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad
field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan
hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata
pelajaran (dalam bentuk kurikulum terpadu). Penganut ilmu jiwa asosiasi akan
memilih bentuk organisasi kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan
penganut ilmu jiwa gestalt akan cenderung memilih kurikulum terpadu.
3. Simpulan
1 . Pendahuluan
Sesungguhnya semenjak jaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang
serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan meru-pakan faktor yang
sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya
dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, me-reka berpendapat bahwa disamping
melalui organisasi po1itik, perjuangan ke arah kemerdekaan per1u dilakukan melalui
jalur pendidikan.
Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu tidak
demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada ke-pentingan
pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan
dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Disamping
mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya
berorientasi keagamaan, maka pada masa itu didirikan pula lembaga-lembaga pendidikan
umum nasional seperti Muhamma-diyah, Taman Siswa dan lembaga-lembaga
pendidikan swasta lainnya.
Pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, arah pendidikan kita men-jadi
lebih jelas, meskipun hakikat dan tujuannya pada dasarnya tetap sama, yaitu
mencerdaskan serta meningkatkan kua1itas kemampuan bangsa. Namun demi-kian,
upaya pendidikan pada masa sesudah prok1amasi kemerdekaan barangkali memiliki
dimensi yang 1ebih 1uas dan lebih komplek, karena menyangkut ke-mampuan survival
bangsa dalam mepertahankan dan mengisi kemerdekaan. Proses dan hasi1 pendidikan
harus mampu menjawab tantangan-tantangan dan kebutuhan bangsa akan sumberdaya
manusia yang trampil dalam berbagai jenjang pendidikan serta dalam berbagai jenis
keterampilan yang bervariasi.
Kita semua menyadari bahwa pada masa-masa yang akan datang kema-juan dan
kejayaan suatu negara tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kekayaan sumberdaya
alam, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang
dimiliki oleh negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan sumberdaya insani merupakan suatu usaha besar dan vital
yang sela1u diupayakan serta menjadi pusat perhatian se-tiap negara yang ingin
memajukan bangsanya. Usaha dan perjuangan suatu ne-gara dalam meningkatkan
kecerdasan serta kemampuan bangsanya dapat dilihat dalam sistem pendidikannya.
Maka1ah ini dimaksudkan untuk membahas sistem pendidikan nasional sebagai
upaya untuk membangun struktur dan strategi pendidikan dalam rangka peningkatan
kualitas sumberdaya manusia Indonesia, terutama dilihat dari segi konsepsi serta tujuan
yang ingin dikejar, prinsip-prinsip yang melandasinya, serta strategi atau upaya-upaya
nyata yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Di samping itu, realisasi
serta praktek pelaksanaannya di lapangan juga dibahas serta persoalan-persoalannya di
identifikasikan da1am usaha untuk menemu kan kemungkinan-kemungkinan
pemecahannya .
2. Konsep Sistem Pendidikan Nasional
a. Definisi
Tidak begitu mudah untuk memberikan suatu definisi yang memadai
mengenai sistem pendidikan nasional. Konsep sistem pendidikan nasional akan
tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep
tentang pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep me-ngenai pendidikan
dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek
pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat
dari segi konsepsi atau ide dasar yang me-landasinya seperti yang biasanya tersurat
dan juga tersirat dalam ketetapan-ketetapan Undang-undang Dasar, Undang-undang
Pendidikan dan peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 yang merupakan produk perta-ma
undang-undang pendidikan dan pengajaran sesudah masa kemerdekaan tidak
memberikan definisi tentang konsep pendidikan, konsep pendidikan na-sional,
maupun konsep sistem pendidikan nasional. Hanya saja, dalam kata pembukanya
yang ditulis oleh Mr. Muhd. Yamin, Menteri Pendidikan, Penga-jaran dan
Kebudayaan pada waktu itu, dikemukakan bahwa pendidikan nasi-onal merupakan
landasan pembangunan masyarakat nasional, yaitu masya-rakat yang berkesusilaan
nasional. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan pe-ngajaran lama secara berangsur-
angsur harus digantikan dengan sistem pendi-dikan dan pengajaran nasional yang
demokratis. Memang dapat dimak1umi, bahwa pada masa-masa itu konsep dan
gagasan pendidikan nasional meru-pakan reaksi dari sistim pendidikan kolonial yang
bersifat diskriminatif dan elitis.
Pengertian yang 1ebih jelas mengenai pendidikan, pendidikan na-siona1 dan
sistem pendidikan nasiona1 dapat dijumpai dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang
ini pendidikan didefinisikan sebagai "Usaha sadar dan terencana un-tuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara” ( Pasal 1, ayat 1 ). Pendidikan
nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (pasal 1 ayat
2 ). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah
"keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional” (pasal 1 ayat 3 ). Jadi dengan demikian, sistem (pendi-
dikan nasiona1 dapat dianggap sebagai jaringan satuan-satuan pendidikan yang
dihimpun secara terpadu dan dikerahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
b. Unsur-unsur Pokok Sistem Pendidikan nasional
Kazik (1969:1) mendefinisikan sistem sebagai "organisme yang diran-cang
dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-kumponen yang
berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu
kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan sebelumnya".
Suatu sistem memiliki tiga unsur pokok: (1) tujuan, (2) isi atau komponen, dan (3)
proses. Kalau pendidikan nasional kita benar-benar merupakan suatu sistem, maka ia
setidak-tidaknya memiliki tiga unsur pokok tersebut. Di samping itu, komponen-
komponen sistem tersebut harus berhubungan dan berinteraksi secara terpadu. Suatu
sistem (termasuk sistem pendidikan) dibangun dengan maksud untuk mewujudkan
suatu tujuan tertentu. Sistem dibangun dari komponen-komponen dan kom-ponen-
komponen bagian yang semuanya itu membentuk isi suatu sistem sebagai piranti
untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Mekanisme dan prosedur
beroperasinya serta berfungsinya komponen-komponen suatu sistem dalam upaya
mewujudkan tujuan sistem merupakan proses sistem tersebut.
1) Tujuan Pendidikan Nasional
Apa tujuan yang ingin diwujudkan oleh pendidikan nasional?.
Kalau pendidikan nasional didefinisikan sebagai pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berakar pada nilai-nilai agama dan
kebudayaan nasional, maka pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional
akan terbatas pengertiannya pada pendidikan dan sistem pendidikan pada masa
sesudah proklamasi kemerdekaan, karena pendidikan pada masa penjajahan secara
formal tidak berakar pada kebudayaan nasional dan tidak berlandaskan pada
Pancasila dan UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, rumusan-rumusan mengenai
tujuan pendidikan nasional harus dicari dari dokumen-dokumen pada masa sesudah
proklamasi kemerdekaan.
Sejak proklamasi kemerdekaan, tujuan pendidikan telah mengalami beberapa
kali perubahan, mengikuti perubahan situasi politik yang terjadi pada masa-masa
tersebut misalnya, pada masa permulaan kemerdekaan, tujuan pendidikan terutama
berorientasi pada usaha "menanamkan jiwa patriotisme" (S.K. Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan No. 104/Bhg. 0, tanggal 1 Maret 1946}, karena pada
masa itu negara ingin menghasilkan patriot bangsa yang rela berkorban untuk
negara dan bangsa. Dengan semangat tersebut diharapkan kemerdekaan bisa
dipertahankan dan dengan semangat itu pula kemerdekaan akan diisi.
Dengan keluarnya Undang-undang No. 4 Tahun 1950, rumusan tujuan
pendidikan dan pengajaran mengalami perubahan. Pasal 3 undang-undang tersebut
menetapkan bahwa "tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia
susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab
tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air". Tekanan tampaknya diletakkan
pada pembentukan warga negara yang demokratis dan warga negara yang
bertanggung jawab sebagai antitesa warga masyarakat terjajah. Tujuan pendidikan
ini tidak mengalami perubahan sampai pada saat undanq-undang No. 4 Tahun 1950
diberla-kukan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia sebagai Undang-undang
no. 12 tahun 1954.
Pada tahun 1965, pada saat Indonesia berada di bawah gelora
Manipol/Usdek, rumusan pendidikan nasional disesuaikan dengan situasi politik
pada masa itu. Melalui Keputusan Presiden Repu1ik Indonesia No. 145 tahun
1965 tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut :
“Tujuan Pendidikan Nasional kita baik yang dise1enggarakan oleh pihak
Pemerintah maupun Swasta, dari Pendidikan Prasekolah sampai Pendidikan
Tinggi, supaya melahirkan warga negara Sosialis Indonesia yang susila, yang
bertanggung jawab atas terse1eng-garanya masyarakat Sosialis Indonesia,
adi1 dan makmur baik spirituil dan materiil dan yang berjiwa Pancasila,
yaitu: (a) Ke-Tuhanan yang Maha Esa, (b) Prikemanusiaan yang adil dan
beradab, (c) Kebangsaan, (d) Kerakyatan, (e) Keadilan Sosial seperti dijelas-
kan dalam Manipol/Usdek".