You are on page 1of 12

PERANAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DALAM KONTEKS

ILMIAH

Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang melakukan interaksi,


bekerja sama dan menjalin komunikasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk
melakukan hal-hal seperti berinteraksi, bekerja sama dan menjalin komunikasi,
tentunya manusia membutuhkan sebuah alat komunikasi yang berupa bahasa. Bahasa
dapat membuat manusia membentuk suatu kelompok sosial, sebagai pemenuhan
terhadap kebutuhannya untuk dapat hidup bersama di lingkungan masyarakat. Bahasa
juga merupakan sebuah sarana untuk mengungkapkan ekspresi, perasaan, sikap dan
pikiran / gagasan. Ada dua hal yang mempengaruhi ungkapan dari pikiran dan
perasaan manusia, yaitu keadaan pikiran dan perasaan itu sendiri.

Sebagai sebuah alat komunikasi atau sarana komunikasi, bahasa mempunyai dua
fungsi yang mendasar, yaitu fungsi sosial dan fungsi struktural. Sebagai fungsi sosial
tentunya bahasa merupakan alat berkomunikasi dalam bermasyarakat. Dan sebagai
fungsi struktural, bahasa berfungsi untuk membantu melestarikan budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya.

Kemampuan dalam berbahasa yang baik dan benar menjadi sebuah persyaratan yang
mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah. Kurangnya penguasaan terhadap tata bahasa
yag baik akan mempersulit seseorang untuk mengungkapkan gagasan, perasaan atau
pikirannya kepada pihak lain.

 
Kemampuan dalam berbahasa juga berperan sangat penting bagi penulisan sebuah
karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah merupakan hasil dari sebuah rangkaian gagasan
hasil pemikiran yang didasarkan pada fakta, peristiwa yang disampaikan secara akurat
dan tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam sebuah penulisan karya
ilmiah, membutuhkan suatu kecermatan dalam penalaran dan bahasa, ketepatan,
kejujuran, tidak bersifat terkaan, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dengan
pembuktian dan bersifat ekspositoris.   Penulisan karya ilmiah harus memenuhi ragam
bahasa standar (formal) dan ragam bukan ragam bahasa informal. Ragam bahasa
karya tulis ilmiah sebaiknya menggunakan kaidah bahasa baku untuk menghindari
ambiguitas makna agar ragam bahasa karya tulis ilmiah tidak mengandung bahasa
yang bersifat konstektual seperti ragam bahasa yang terdapat pada bahasa jurnalistik.
Hal ini bertujuan agar tulisan tersebut dapat tetap dipahami oleh para pembaca.

Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah dapat membedakan pengertian yang memang berbeda
dan memiliki struktur yang baku dan cermat.

Karya ilmiah sebaiknya tidak membatasi diri untuk menggunakan bahasa popular
khususnya untuk komunikasi antarilmuwan. Karya ilmiah juga tidak harus mengikuti apa
yang nyatanya digunakan atau popular dengan mengorbankan makna yang
seharusnya.

Atas dasar struktur dan morfologi bahasa Indoesia yang saat ini tersedia, bahasa
Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi
sebuah bahasa yang maju dan canggih sebagai bahasa keilmuwan sehingga para
pelajar dapat menikmati karya-karya sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi
tanpa harus menunggu kemampuan yang baik dalam berbahasa asing.

Komunitas Anak Sastra


Universitas Pendidikan Indonesia LINGUISTIK SASTRA JURNALISTIK

Sosiolinguistik : Hubungan Bahasa Dengan Konteks Sosial

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan mestilah selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
terbentuknya kepelbagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
menyebabkannya berbeda dengan bahasa lainnya.

Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah bahagian linguistik
yang berhubung kait dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji
fenomena masyarakat dan berhubung kait dengan bidang sain sosial seperti Antropologi seperti
sistem kerabat (Antropologi) bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psychologi
sosial”.

Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri
bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa

dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi
interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk meneroka alam
fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah, sedih,
gembira dan apresiasi.

Perkembangan bahasa yang selari dengan perkembangan kehidupan manusia di abad modern
menunjukkan fenomena yang berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat
pergaulan tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa seperti jargon dan argot.

A. Keterkaitan bahasa dengan kelas sosial


Kelas sosial (sosial class) mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan
tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan,
kasta, dan sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga berstatus
sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia juga masuk ke dalam kelas pegawai
negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik”.

1.Ragam bahasa kelas sosial


Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi
ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka,
yaitu akhiran –kan yang dilafalkan –ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok
masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.

2.Peranan Labov
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New
York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa
Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah
kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi
ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah
besar, dan dengan metode sampling.

3.Kelas sosial dan ragam baku


Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga tunggal
(she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan penelitian
apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di
dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai
tingkat kelas sosial, yaitu:
Kelas Menengah Tinggi (KMT)
Kelas Menengah Atas (KMA)
Kelas pekerja (buruh) menengah (KPM)
Kelas pekerja bawah (KPB)

B. Keterkaitan Bahasa dengan Komunikasi


Bahasa dengan komunikasai sangat berhubungan. Dalam setiap komunikasi bahasa ada dua
pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa
kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan,
pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam ini pesan tidak lain penbawa gagasan
(pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima
(pendengar). Setiap proses komunikasi bahasa dimulai dengan si pengirim merimuskan terlebih
dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan. Proses ini dikenal sebagai istilah
semantic encoding.

Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam
komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima.
Misalnya, dealam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah di mesjid atau gereja,
ceramah yang tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si
pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini
terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya.

Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu:
Aspek linguistic
Aspek nonlinguistik atau paralinguistik
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik mencakup
tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang
akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea tau konsep).
Aspek paralinguistik mencakup:
Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi), staccato (suara
terputus-putus), dan sebagainya.
Unsur supra segmental, yaitu tekanan (stress), nada (pitch), dan intonasi.
Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan,anggukan kepala, dan sebagainya.
Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).

Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan
konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.

C. Pengaruh bahasa dalam Ragam kelas Sosial


Perkembangan bahasa yang searah dengan perkembangan kehidupan manusia di abad modern
menunjukkan fenomena yang berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat
pergaulan tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa seperti jargon dan argot.

Jargon
Dalam “Thesaurus: Oxford Thesaurus of English” oleh Maurice Waite (2004) dinyatakan bahwa
jargon adalah bahasa khas, teknis, idiom tertentu, selanga dan lain sebagainya yaitu “specialized
language, technical language, slang, cant, idiom, argot, patter, patois, vernacular, computerese,
legalese, bureaucratese, journalese, psychobabble, unintelligible language, obscure language,
gobbledegook, gibberish, double Dutch”.

Menurut “The Oxford Companion to the English Language” oleh Tom McArthur (1996) istilah
jargon ini muncul pada abad ke-14 yang merupakan istilah Bahasa Inggris Abad Pertengahan
(Midle English) yaitu ”iargo(u)n”, “gargoun”, “girgoun” yang berarti kicauan, nyanyian burung-
burung, pembicaraan yang tidak bermakna, merepet /membual atau mericau.

Jargon ini juga terdapat dalam istilah Bahasa Perancis yaitu “jargoun”, “gargon” dan “gergon”.
Kemungkinan makna asalnya yaitu bunyi “echo” dan merupakan istilah umum yang seringkali
mengacu kepada bahasa asing pedalaman yang bermacam-macam. Hal itu dapat ditemukan
dalam ucapan yang dirasakan sebagai merepet atau ucapan-ucapan kosong (mumbo jumbo),
slang, bahasa pidgin atau bahasa khas dalam perdagangan, profesi atau kelompok lainnya.

Namun demikian, istilah ini juga sering dihubungkaitkan dengan ilmu tertentu seperti hukum dan
perundang-undangan, kedokteran dan ilmu pengetahuan yang merupakan jargon teknis maupun
jargon saintifik.

Bagi kelompok yang tidak professional maupun tidak berprofesi, penggunaan bahasanya dinilai
penuh dengan istilah maupun kalimat yang tidak seperti bahasa umumnya sehingga sulit
dipahami oleh orang kebanyakan. Namun bagi anggota kelompok professional tersebut,
penggunaan istilah itu sangat akrab dan mencapai matlamat yang sesungguhnya. Karena faktor
kemudahan dan keakrabannya inilah, jargon dapat menggungkapkan teknis dan gaya yang
menjadi ciri khas dalam kelompok tersebut.

Pustaka Acuan

Mata Kuliah Sosiolinguistik, Universitas Pendidikan Indonesia


Alwasiah, A Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung:Angkasa
Badudu,J.S.1989. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar. Jakarta: PT. Gramedia
Pateda, Mansyur.1987. Sosiolinguistik. Bandung:Angkasa
Chaer, Abdul. 1980. Sosiolinguistik :Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Balai Pustaka.
www.wikipedia.com
Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang disempurnakan

Diposkan oleh henscyber di 5/15/2009 03:09:00 AM  

http://anaksastra.blogspot.com/2009/05/hubungan-bahasa-dengan-konteks-sosial.html

Komunitas Anak Sastra


Universitas Pendidikan Indonesia LINGUISTIK SASTRA JURNALISTIK

Sosiolinguistik : Hubungan Bahasa dengan Budaya

Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis
hanya ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi
nama guna menandai setiap kenyataan, sedangkan binatang tidak mampu melakukan itu semua.
Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi.
Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam dan
dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut
menentukan wajah dari bahasa itu.
Istilah bahasa dalam bahasa Indonesia, sama dengan language, dalam bahasa Inggris, taal dalam
bahasa Belanda, sprache dalam bahasa Jerman, lughatun dalam bahasa Arab dan bhasa dalam
bahasa Sansekerta. Istilah-istilah tersebut, masing-masing mempunyai aspek tersendiri, sesuai
dengan pemakainya, untuk menyebutkan suatu unsur kebudayaan yang mempunyai aspek yang
sangat

luas, sehingga merupakan konsep yang tidak mudah didefinisikan. Seperti yang diungkapkan
oleh para ahli:
1. menurut Sturtevent berpendapat bahwa bahasa adalah sistem lambang sewenang-wenang,
berupa bunyi yang digunakan oleh anggota-anggota suatu kelompok sosisal untuk kerjasama dan
saling berhubungan.
2. Menurut Chomsky language is a set of sentences, each finite length and contructed out of a
finite set of elements.
3. Menurut Keraf, bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat, berupa lambang
bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Masih banyak lagi definisi tentang bahasa yang dikemukakan oleh para ahli bahasa. Setiap
batasan yang dikemukakan tersebut, pada umumnya memiliki konsep-konsep yang sama,
meskipun terdapat perbedaaan dan penekanannya. Terlepas dari kemungkinan perbedaan
tersebut, dapat disimpulkan sebagaimana dinyatakan Linda Thomas dan Shan Wareing dalam
bukunya Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan bahwa salah satu cara dalam menelaah bahasa
adalah dengan memandangnya sebagai cara sistematis untuk mengabungkan unit-unit kecil
menjadi unit-unit yang lebih besar dengan tujuan komunikasi. Sebagai contoh, kita
menggabungkan bunyi-bunyi bahasa (fonem) menjadi kata (butir leksikal) sesuai dengan aturan
dari bahasa yang kita gunakan. Butir-butir leksikal ini kemudian digabungkan lagi untuk
membuat struktur tata bahasa, sesuai dengan aturan-aturan sintaksis dalam bahasa.

Dengan demikian bahasa merupakan ujaran yang diucapkan secara lisan, verbal secara arbitrer.
Lambang, simbol, dan tanda-tanda yang digunakan dalam bahasa mengandung makna yang
berkaitan dengan situasi hidup dan pengalaman nyata manusia.

PENGERTIAN BUDAYA
Kebudayaan menurut Clifford Geertz sebagaimana disebutkan oleh Fedyani Syaifuddin dalam
bukunya Antropologi Kontemporer yaitu sistem simbol yang terdiri dari simbol-simbol dan
makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diindentifikasi, dan bersifat publik. Senada
dengan pendapat di atas Claud Levi-Strauss memandang kebudayaan sebagai sistem struktur dari
simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diindentifikasi, dan bersifat
publik.

Adapun Gooddenough sebagaimana disebutkan Mudjia Rahardjo dalam bukunya Relung-relung


Bahasa mengatakan bahwa budaya suatu masyarakat adalah apa saja yang harus diketahui dan
dipercayai seseorang sehngga dia bisa bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di
dalam masyarakat, bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu yang harus dicari dan perilaku
harus dipelajari dari orang lain bukan karena keturunan. Karena itu budaya merupakan “cara”
yang harus dimiliki seseorang untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dalam hidupnya.
Dalam konsep ini kebudayaan dapat dimaknai sebagai fenomena material, sehingga pemaknaan
kebudayaan lebih banyak dicermati sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Karenanya tingkah laku manusia sebagai
anggota masyarakat akan terikat oleh kebudayaan yang terlihat wujudnya dalam berbagai pranata
yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia.

Adapun Menurut Canadian Commision for UNESCO seperti yang dikutip oleh Nur Syam
mengatakan kebudayaan adalah sebuah sistem nilai yang dinamik dari elemen-elemen
pembelajaran yang berisi asumsi, kesepakatan, keyakinan dan atauran-atauran yang
memperbolehkan anggota kelompok untuk berhubungan dengan yang lain serta mengadakan
komunikasi dan membangun potensi kreatif mereka.

Definisi-definisi di atas dan pendapat para ahli lainnya dapat dikelompokkan menjadi 6 golongan
menurut Abdul Chaer yaitu:
1. Definisi deskriptif yakni definisi yang menerangkan pada unsur-unsur kebudayaan.
2. Definisi historis yakni definisi yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara
kemasyarakatan.
3. Definisi normatif yakni definisi yang menekankan hakekat kebuadayaan sebagai aturan hidup
dan tingkah laku.
4. Definisi psikologis yakni definisi yang menekankan pada kegunaan kebudayaan dalam
menyesuaikan diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan dan belajar hidup.
5. Definisi sturktural definisi yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang
berpola teratur.
6. Definisi genetik yang menekankan pada terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia.

Dengan demikian kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara
sosial, oleh para anggota suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan bukanlah hanya
akumulasi dari kebiasaan dan tata kelakuan tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi. Dan
kebudayaan melingkupi semua aspek dan segi kehidupan manusia, baik itu berupa produk
material atau non material.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari berbagai budaya,
menjadikan perbedaan antar-kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar
identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan
sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang
dapat hidup berdampingan secara damai merupakan kekayaan yang tak ternilai dalam khasanah
budaya nasional.

HUBUNGAN ANTARA BAHASA DAN BUDAYA

Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa
itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan
kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat,
sehingga tidak dapat dipisahkan.
Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang
ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan
bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat
penuturnya.

Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie dalam bukunya
Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan
kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup
kebudayaan.10 Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan
mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya
sama tinggi.

Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat
pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam
masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya
interaksi itu.

Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam, du buah
fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem
kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.

FENOMENA ANTARA BAHASA DAN BUDAYA


Bahasa bukan saja merupakan "property" yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh
para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar persona. Komunikasi selalu diiringi
oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak
pernah bersifat absolut; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada
tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu
bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.

Dalam analisis semantik, Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis
suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis
bahasa lain.11 Umpamanya kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk kepada jenis binatang
yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dalam bahasa Inggris sepadan dengan
fish; dalam bahasa banjar disebut iwak. Tetapi kata iwak dalam bahasa jawa bukan hanya berarti
ikan atau fish. Melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk (teman pemakan
nasi). Malah semua lauk seperti tahu dan tempe sering juga disebut iwak.

Mengapa hal ini bisa terjadi ? semua ini karena bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus
wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Dalam budaya
masyarakat inggris yang tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok hanya ada kata rice untuk
menyatakan nasi, beras, gabah, dan padi. Karena itu, kata rice pada konteks tertentu berarti nasi
pada konteks lain berarti gabah dan pada konteks lain lagi berarti beras atau padi. Lalu karena
makan nasi bukan merupakan budaya Inggris, maka dalam bahasa Inggris dan juga bahasa lain
yang masyakatnya tidak berbudaya makan nasi; tidak ada kata yang menyatakan lauk atau iwak
(bahasa Jawa).

Contoh lain dalam budaya Inggris pembedaan kata saudara (orang yang lahir dari rahim yang
sama) berdasarkan jenis kelamin: brother dan sister. Padahal budaya Indonesia membedakan
berdasarkan usia: yang lebih tua disebut kakak dan yang lebih muda disebut adik. Maka itu
brother dan sister dalam bahasa Inggris bisa berarti kakak dan bisa juga berarti adik.

Diposkan oleh henscyber di 5/02/2009 02:45:00 AM    

Label: Linguistik

http://anaksastra.blogspot.com/2009/05/hubungan-bahasa-dengan-budaya.html

Bahasa dan Budaya
Posted by rosit under ALL POSTS, BUDAYA
[4] Comments 
 
 
2 Votes

Para pakar Linguistik-Deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai “suatu sistem lambang
bunyi yang bersifat arbiter”, yang kemudian lazim ditambah dengan” yang digunakan oleh
sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dangan mengidentifikasikan diri.
Bagian di atas menyatakan bahwa bahasa itu adalah suatu sistem sama dengan sistem yang lain,
yang otomatis bersifat sistematis dan sistemis. Jadi bahasa itu bukan merupakan suatu system
tunggal melainkan dibangun oleh subsistem. Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama
dengan sistem lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya sistem lambang ini berupa bunyi,
bukan gambar atau tanda lain dan bunyi ini adalah bunyi bahasa yang dilahirkan oleh alat ucap
manusia sama dengan sistem lambang lain, sistem lambang seperti ini juga bersifat arbiter.
Artinya antara lambang yang berupa bunyi ini tidak memiliki hubungan wajib dengan konsep
yang dilambangkannya. Mengapa pertanyaan, misalnya, mengapa binatang yang berkaki empat
dikendarai di sebut (kuda),” melainkan disebut lambang bunyi lain, sebab bahasa itu bersifat
dinamis.

Kalau bahasa itu ada, tentu ada asal usul keberadaannya banyak teori telah dilontarkan para
pakar mengenai asal-usul bahasa ini.
F.B. condillac seorang filsuf bangsa Prancis berpendapat bahwa bahasa itu berasal dari teriakan-
teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitakan oleh perasaan dan emosi
yang kuat. Kemudian teriakan-teriakan itu berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna, dan
yang lama-kelamaan semakin panjang dam rumit sebelum adanya teori condillac, orang (ahli
agama) bahwa bahasa itu berasal dari Tuhan. Tuhan telah melengkapi pada pasangan manusia
pertama (Adam dan Hawa) dalam kepandaian bahasa. Namun teori Condillac dan kepercayaan
agama ini di tolak oleh Von Hender, seorang ahli fisafat bangsa Jerman, yang mengatakan bahwa
bahasa itu tidak mungkin dari Tuhan karena bahasa itu sedemikian buruknya dan tidak sesuai
dengan logika karena Tuhan maha sempurna. Menurut Von Herder bahasa itu terjadi dari proses
onomatope, yaitu peniruan bunyi alam. Bunyi-bunyi alam yang ditiru ini merupakan benih yang
tumbuh mernjadi bahasa sebagai akibat dari dorongan hati yang sangat kuat untuk
berkomunkasi.
Von Schlegel, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa-bahasa yang ada
di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal-usul bahasa itu sangat berlainan
tergantung kepada faktor-faktor yang mengatur tuibuhnya bahasa itu. Ada bahasa yang lahir dari
onomatope, ada yang lahir dari kesadaran manusia, dan sebagainya. Namun dari mana asalnya
menurut Von schgel akal manusialah yang membuat sempurna.
Brooks (1975) memperkenalkan satu teori mengenai asal usul bahasa yang sejalan dengan
perkembangan psikolingistik dewasa ini. Menurut brooks bahasa itu lahir pada waktu yang sama
dengan kelahiran manusia. Berdasarkan penemuan-penemuan antropologi, arkeologi, biologi,
dan sejarah purba manusia, bahasa, kebudayaan secara bersamaan lahir di bagian tenggara Afrika
kira-kira dua juta tahun yang lalu. Menurut hipotesis Brooks bahasa pada mulanya berbentuk
bunyi-bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai simbol bagi benda, hal, atau kejadian tetap
di sekitar bagian yang tepat bunyi-bunyi itu, kemudian bunyi-bunyi itu dipakai bersama oleh
orang-orang di tempat itu. Sejak awal bahasa itu merupakan satu kerangka atau struktur yang
dibentuk oleh empat unsur, yaitu, bunyi, keteraturan, bentuk dan pilihan. Kemudian karena
kelahiran bahasa bersamaan dengan kelahiran kebudayaan, maka melalui kebudayaan ini dengan
segala hasil ciptaan kognisi seseorang dapat dimiliki oleh orang lain, dan dapat di turunkan
kepada generasi berikutnya.
Untuk menyokong hiotesis mengenai kelahiran bahasa ini, Brooks merajuk pertemuan-
pertemuan teori-teori dari Eric lenneberg (1964-1967), Suzanne langer (1942), Gorge miller
(1965), dan Roman Jakobsan (1972). Umpamanya, teori keotonomian bahwa bahasa tidak terikat
oleh waktu dan tempat, di terima oleh Brooks. Pendapat Suzanne langer dan Eric lanneberg
bahwa bahasa juga tidak terikat oleh keperluan, juga di terima oleh Brooks. Selain itu Brooks
juga mengambil analisis nurani yang beraswal Dario R Descartes (abad 17), yang di angkat lagi
pada abad 20 oleh Noam Comsky (1957,1965),1968) hipotesis nurani ini menyatakan bahwa
manusia itu telah lahir telah dikaruniai dengan kemampuan nurani yang memungkinkan manusia
itu mempunyai kemampuan bahasa. Dengan kata lain manusia telah diciptakan menjadi makhluk
berbahasa.
Sejalan dengan Brooks, Philip Lieberman (1975) juga mengemukakan suatu teori mengenai asal-
usul bahasa . Kalau Brooks Merujuk pada hipotesis nurani berasal dari Descartes, maka liberman
meangkah jauh ke belakang. Menurut liberman bahasa lahir secara evolusi sebagai yang
dirumuskan oleh Darwin (1859) dengan teori evolusinya. Semua hukum evolusi Darwin,
menurut Lieberman, telah berlaku dan dilalui juga evolusi bahasa.
Hubungan Bahasa dan Kebudayaan
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagia atau subsistem,dari sistem
kebudayaan malah dari bagian yang inti dari kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek
kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari unsur-unsur dari
semua aspek kebudayaan itu, Lebih penting dari itu, kebudayaan manusia tidak akan mungkin
terjadi tanpa bahasa; bahasalah faktor yang menentukan terbentuknya kebudayaan. Ini dapat kita
mengerti jika kita bayangkan sejenak bagaimana mungkin kita memperkembangkan unsur-unsur
kebudayaan seperti pakaian, rumah, lembaga, pemerintahan, hukum, perkawinan tanpa adanya
bahasa.
Hubungan lain dari bahasa dengan kebudayaan ialah bahwa bahasa sebagai sistem komunikasi
mempunyai maknanya dalam kebudayaan yang menjadi wadahnya, adalah penting dari guru-
guru bahasa mengetahui bahwa suatu bahasa berada dalam kebudayaan tertentu, sehingga
mengerti, suatu bahasa tertentu merupakan sedikit mengerti tentang kebudayaan. Ini tidak berarti
suatu bahasa tidak harus menjadi bagian dari suatu kebudayaan tertentu, oleh karena adanya
mungkin menggunakan suatu bahasa dalam dua atau lebih kebudayaan. Umpamanya bahasa
Spanyol adalah bahasa di Spanyol, Meksiko dan Amerika latin yang lain yang mempunyai
kebudayaan yang berbeda-beda. Bahasa Arab digunakan di Iran dan Maroko, bahasa Inggris
dipakai di Amerika Serikat dan Inggris. Betul ada persamaan-persamaan dari negara-negara yang
disebut dia atas, tetapi kebudayaan masing-masing dari keseluruhan adalah kebudayaan
berlainan.
Sedemikian eratnya hubungan bahasa dengan kebudayaan wadahnya, hingga sering terdapat
kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Sebagai contoh, perkataan village, dalam bahasa inggris tidaklah sama dengan desa dalam
bahasa Indonesia. Sebab konsep village dalam bahasa inggris dan Amerika Serikat adalah lain
sekali dari desa dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu ungkapan yang pernah dikeluarkan oleh
penulis asing menyebut kota Jakarta sebagai big village akan hilang maknanya jika
diterjemahkan dengan ” Desa yang besar”.
Hal ini membawa hubungan kita kepada hubungan lain kepada antara bahasa dan kebudayaan,
yaitu bahwa kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan adalah melalui
bahasanya. Semua yang dibicarakan dalam suatu bahasa, terkecuali ilmu pengetahuan yang kita
anggap universal, adalah tentang hal-hal yang ada dalam kebudayaan bahasa itu. Oleh karena itu
maka perlu mempelajari bahasa jika kita ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui
bahasanya. Inlah latar belakang pemikiran dari pengkajian bahasa, kususnya variasi penggunaan
bahasa, oleh ahli ilmu-ilmu sosial, yang mereka sebut sosiologi bahasa. Tujuan mereka dalam
mengkaji bahasa ialah untuk mengerti lebih mendalam pola dan nilai-nilai di suatu masyarakat ,
bahasa dianggap cirri yang paling kuat dari kepribadian sosial seseorang, dan juga ada
keterkaitan terhadap kebudayaan di suatu masyarakat.

http://rosit.wordpress.com/2007/12/28/ungkapan-bahasa/

You might also like