You are on page 1of 17

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di
bidang Genitourinary System di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan gaya
hidup masyarakat dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-
penyakit sistem genitourianri diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit
tersebut.
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,
dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non
elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urine. Ginjal juga mengeluarkan
produk sisa metabolisme (misal, urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing.
Akhirnya selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk
mengatur tekanan darah), bentuk aktif vitamin D3 (penting untuk mengatur kalsium) serta
eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit). Kegagalan ginjal dalam melaksanakan
fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal
stadium akhir.
Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di layanan
kesehatan primer. Sehingga kemampuan dokter dalam mendeteksi dini kelainan tersebut
akan sangat membantu dalam menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan
kualitas hidup penderita. Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem genitourinari mulai
dari diagnostik, terapi medik, terapi surgikal dan rehabilitasi menyebabkan jumlah
penderita penyakit sistem genitourinari yang ditangani semakin baik yang meningkatkan
harapan hidup penderita.
Di dalam mengikuti blok Genitourinary System, dengan beban kredit
keseluruhan sebesar 6 SKS, mahasiswa diwajibkan mengerjakan tugas laporan diskusi
kelompok. Tugas ini dikerjakan oleh masing-masing mahasiswa dengan tema kasus yang
berbeda-beda. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai infeksi pada sistem genitourinari
yang menyebabkan penyakit glomerulonefritis. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
agar mahasiswa belajar dan terbiasa membuat karya ilmiah. Semoga laporan ini dapat
berguna bagi siapa saja yang membacanya.

1
ISI LAPORAN

Nama atau tema blok : Blok Genitourinary System / Post Streptococcal


Glomerulonephritis.

Fasilitator/Tutor : dr. Yunilda Andriani

Data Pelaksanaan :
Tanggal tutorial : 25 Agustus 2008 dan 28 Agustus 2008
Pemicu ke-3
Pukul : 10.00 - 12.30 WIB dan 07.00 - 09.30 WIB
Ruangan : Ruang Diskusi Fisika 5

Pemicu :
Malik seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit dengan
keluhan anak tersebut warna air kencingnya seperti warna air cucian daging saat berkemih
tadi pagi. Berat badan Malik 14 kg dan tinggi badannya 110 cm. Dalam 3 hari ini sang ibu
melihat anaknya dengan muka sedikit edema palpebra waktu bangun pagi. Anaknya tetap
kelihatan sehat dan bermain seperti biasa.
Tiga minggu sebelum air kencing berwarna seperti air cucian daging, Malik
mengalami demam dan batuk-batuk disertai adanya kudis-kudis di kakinya. Ibunya telah
membawa Malik ke Puskesmas dan diberi obat berupa 2 botol sirup dan salep kulit dengan
anjuran supaya kontrol ulang setelah 5 hari. Ibunya tidak membawa Malik kembali ke
Puskesmas karena setelah mendapat pengobatan demam dan batuk menghilang meskipun
kudisnya belum sembuh.

Apa yang menyebabkan Malik mengalami air kencing berwarna seperti air cucian daging
dan edema palpebra?
Adakah hubungan penyakit yang saat ini dideritanya dengan demam tiga minggu yang
lalu?

2
Pemeriksaan apa yang harus dilakukan dan diharapkan hasilnya untuk mengetahui
diagnosis penyakitnya?

More Info :
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : TD 120/85 mmHg
Hasil urinalisis : Warna keruh kemerahan, protein urin (+++), glukosa (-), bilirubin (-),
urobilin (-), berat jenis (1,40).
Sedimen urine : eritrosit penuh/LPB, epithel 3-5/LPK, silinder eritrosit (+), silinder
granular (+).
Hasil pemeriksaan darah : Hb 11,5 gr%, ureum 30 mg%, kreatinin 0,8 mg%, ASTO 400
TODD Unit.

Tujuan pembelajaran :
a. Mengetahui dan memahami definisi, klasifikasi, etiologi, serta bakteri penyebab
glomerulonefritis
b. Memahami patogenesis post streptococcal glomerulonephritis serta sistem imun
yang bekerja.
c. Mengetahui mekanisme hematuri dan edema palpebra
d. Mengetahui pemeriksaan dan interpretasi more info serta dapat menentukan
tekanan darah anak sesuai dengan umur, berat badab, dan tinggi badan
e. Mengetahui dan memahami penanganan dan terapi yang diperlukan pada kasus ini

Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat :


a. Definisi, klasifikasi, etiologi, dan bakteri penyebab glomerulonefritis
b. Patogenesis dan sistem imun yang terjadi pada post streptococcal
glomerulonephritis
c. Mekanisme hematuria dan edema palpebra
d. Pemeriksaan dan interpretasi more info
e. Penanganan dan terapi yang diperlukan

3
Jawaban atas pertanyaan :

GLOMERULONEFRITIS
Defenisi
Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau peradangan pada kapiler
glomerulus akibat respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah
diketahui etiologinya. Meskipun lesi utama ditemukan pada glomerulus, tetapi pada
akhirnya seluruh nefron dapat terkena dan mengalami kerusakan, sehingga dapat terjadi
gagal ginjal kronik. Istilah umum glomerulonefritis (GN) biasanya dipakai untuk
menyatakan sejumlah penyakit ginjal primer yang terutama menyerang glomerulus, tetapi
juga dipergunakan untuk menyatakan lesi-lesi pada glomerulus yang dapat ataupun tidak
disebabkan oleh penyakit ginjal primer.2

Etiologi
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis, diantaranya mutasi gen seperti
congenital nephrotic syndrome, Alport’s syndrome (kelainan pada tipe IV kolagen), dan
lysosomal storage disease. Hipertensi sistemik & sklerosis menyebabkan stres, iskemik,
akumulasi lipid oksidant yg pada akhirnya menyebabkan glomerulosklerosis kronik.
Penyakit diabetes melitus juga dapat menyebabkan glomerulonefritis oleh karena keadaan
hiperglikemia yang lama dan glikosilasi end product yang menyebabkan penebalan
membran basal glomerulus. Pada reaksi autoantibodi dapat menyebabkan sistemik lupus
eritematous maupun post streptococcal glomerulonephritis (PSGN) yang menyebabkan
imun deposit pada membran basal glomerulus. Adanya infeksi virus, bakteri, dan jamur
juga dapat menyebabkan glomerulonefritis. Bakteri penyebab PSGN disebut nephrogenic
strains yaitu streptococcus M types yang menyebabkan infeksi kulit dan tenggorokan.
Bakteri lain seperti Staphylococcus, Salmonella, Pneumonia, Treponema pallidum
(syphillis), dll.

Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi untuk glomerulonefritis. Berdasarkan sumber terjadinya
kelainan, GN dibedakan atas primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila
penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan GN sekunder apabila kelainan

4
ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik (SLE), mieloma multipel, amiloidosis, atau hipertensi.1,3

Penyakit Glomerulus
Glomerulonefritis Primer
Glomerulonefritis proliferatif difusa akuta (GN)
Glomerulonefritis progresif (kresentik) cepat
Glomerulonefritis membranosa
Nefrosis lemak (penyakit perubahan minimal)
Glomerulosklerosis segmental fokal
Glomerulonefritis proliferatif membranosa
Nefropati IgA
Glomerulonefritis kronis
Penyakit-penyakit Sekunder
Lupus eritematosus sistemik
Diabetes melitus
Amiloidosis
Sindrom goodpasture
Poliarteritis nodosa
Granulomatosis wegener
Purpura henoch-schonlein
Endokarditis bakterial
Kelainan Herediter
Sindrom alport, penyakit fabry

Berdasarkan histopatologik, glomerulonefritis dapat kita bedakan seperti tabel di


atas, diantaranya perubahan minimal disebut juga nefrosis lipoid atau penyakit podosit,
pada mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit. Perubahan proloferaitf yaitu
endapan imunoglobulin, komplemen, dan fibrin akan menyebabkan proliferasi sel-sel
endotel mesangium, dan epitel, yang pada akhirnya dapat melingkari dan menyumbat
rumbai glomerulus. Perubahan membranosa yaitu adanya endapan epimembranosa dari
bahan imun di sepanjang GBM mengakibatkan GBM menebal, tetapi hanya sedikit atau
hampir tidak ada peradangan atau proliferasi sel meskipun lumen kapiler akhirnya akan

5
mengalami obliterasi. Perubahan membrano proliferatif disebut juga GN mesangiokapiler,
lobular, atau hipokomplementemik, bahan kompleks imun diendapkan antara GBM dan
endotel sehingga GBM menebal dan terjadi proliferasi sel-sel mesangium, sehingga
glomerulus tampak berlobus atau seperti “kumparan kawat” jika dilihat dengan mikroskop
cahaya. Ada juga yang dinamakan glomerulonefritis fokal yaitu lesi proliferatif atau
sklerosis yang terjadi secara acak di seluruh ginjal, dan sering kali hanya mengenai
sebagian dari rumbai glomerulus.
Berdasarkan distribusi, dibagi 3 antara lain difus yaitu mengenai semua glomerulus,
fokal yaitu mengenai hanya sebagian glomerulus yang abnormal, dan lokal yaitu mengenai
hanya rumbai glomerulus yang abnormal, misalnya satu simpai kapiler.
Berdasarkan klinis glomerulonefritis dapat dibagi 3 yaitu akut, subakut, dan kronik.
Akut yaitu jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir selalu diawali oleh infeksi
streptokokus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis glomerulus
(GBM) dan perubahan proliferatif seluler. Subakut merupakan bentuk glomerulonefritis
yang progresif cepat, ditandai dengan perubahan-perubahan prolifertif seluler nyata yang
merusak glomerulus. Kronik yaitu glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan
menuju perubahan sklerotik dan obliteratif pada glomerulus.
Berdasarkan mekanisme kekebalan patogenik dan pola imunofloresensi dapat
dibedakan atas kompleks imun grnular dan nefrotoksik (anti-GBM) linear. Kompleks imun
granular yaitu reaksi antibodi (Ab) terhadap antigen (Ag) nonglomerular eksogen maupun
endogen berperan dalam pembentukan kompleks Ab-Ag dalam sirkulasi dan secara pasif
terperangkap dalam GBM. Sedangkan nefrotoksik (anti-GBM) linear merupakan bentuk
antibodi yang bereaksi dengan GBM pasien sendiri sebagai antigennya (anti-GBM atau
antibodi antiginjal).

PATOGENESIS GLOMERULONEFRITIS
Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya jenis
tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Proses imunologik diatur oleh
beberapa faktor imunogenetik yang menentukan bagaimana individu merespons suatu
kejadian. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu circulating immune
complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ.1,3

6
Mekanisme pertama apabila Ag dari luar memicu terbentuknya Ab spesifik,
kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab yang ikut dalam sirkulasi. Kompleks imun
akan mengaktivasi sistem komplemen yang kemudian berikatan dengan kompleks Ag-Ab.
Kompleks imun yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak pada glomerulus dan
mengendap di sub-endotel dan mesangium. Aktivasi sistem komplemen akan terus berjalan
setelah terjadi pengendapan kompleks imun. Mekanisme kedua apabila Ab secara langsung
berikatan dengan Ag yang merupakan komponen glomerulus. Alternatif lain apabila Ag
non-glomerulus yang bersifat kation terjebak pada bagian anionik glomerulus, diikuti
pengendapan Ab dan aktivasi komplemen secara fokal.1
Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh endapan kompleks imun.
Berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi,dan komplemen
berperan pada kerusakan glomerulus. Faktor lain seperti proses imunologik yang

7
mendasari terbentuknya Ag-Ab, lokasi pengendapan, komposis dan jumlah endapan serta
jenis Ab berpengaruh terhadap kerusakan glomerulus.1
Proses inflamasi diawali dengan melekatnya sel inflamasi pada permukaan sel
endotel. Molekul CD31 atau PECAM-1 (platelete-endothelial cell adhesion molecule-1)
yang dilepaskan oleh sel endotel akan merangsang aktivasi sel inflamasi. Reaksi ini
menyebabkan ekspresi molekul adhesi integrin pada permukaan sel inflamasi meningkat
dan perlekatan sel inflamasi dengan sel endotel semakin kuat. Proses selanjutnya adalah
migrasi sel inflamasi melalui celah antar sel endotel (transendothelial migration).1
Ditambah dengan adanya efek kemotaktik dari sel-sel inflamasi, maka akan menarik sel-sel
inflamasi yang lain menuju tempat inflamasi. Akibatnya semakin banyak sel inflamasi
yang datang sehingga proses inflamasi menjadi semakin berat.
Keterlibatan komplemen pada GN sebagai pencegah masuknya Ag, tetapi dapat
pula menginduksi reaksi inflamasi. Dua jalur aktivasi sitem komplemen yaitu klasik dan
alternatif. Kompleks imun yang mengandung IgG atau IgM akan mengaktivasi jalur klasik
sedangkan aktivasi jalur alternatif dipicu oleh kompleks imun yang mengandung IgA atau
IgM. Jalur-jalur ini bertemu pada pada C3, dari titik tersebut dan seterusnya, untuk
keduanya, rangkaina yang sama menyebabkan lisis membran sel. 4 untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut

8
MEKANISME HEMATURIA DAN EDEMA PALPEBRA
Hematuria
Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah dalam
urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria makroskopis (gross hematuria) dan
hematuria mikroskopis. Hematuria makroskopis terjadi bila sedikitnya ada 1 cc darah per
liter urin, sedangkan hematuria mikroskopis dapat kita ketahui dari pemeriksaan
laboratorium urinalisis. Dapat kita katakan seseorang mengalami hematuria apabila
terdapat 3 atau lebih eritrosit per lapangan pandang besar (LPB).6
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan atas
hematuria glomerulus dan hematuria extraglomerulus. Apabila darah berasal dari trauma
nefron disebut hematuria glomerulus, sedangkan jika darah berasal traktus urinarius maka
disebut sebagai hematuria extraglomerulus. Perbedaan ciri khas darah yang berasal dari
glomerulus & extraglomerulus dapat di lihat dari tabel di bawah ini.

Temuan pada urin Glomerular Extraglomerular

9
Eritrosit cast Bisa (+) (-)
Eritrosit morfologi Dismorfik  karena perubahan Seragam uniform
pH dan osmolaritas sepanjang
tubulus distal
Proteinuria Bisa (+) (-)
Clots (bekuan darah) (-) Bisa (+)
Warna Merah atau kecoklatan Merah

Diperlukan waktu sekitar 7-14 hari sebagai periode laten seorang anak untuk
berkembang menjadi glomerulonefritis pascastreptokokus.5 Mekanisme terjadinya
hematuria pada penyakit ini diawali dengan reaksi Ag-Ab yang terbentuk yang terbentuk
sebelumnya dan menyebabkan terjadinya kerusakan dan proliferasi glomerulus. Kerusakan
ini menyebabkan penurunan glomerulus filtration rate (GFR) dan kerusakan kapiler yang
pada akhirnya dapat menyebabkan hematuria dan albuminuri. Dari jalur lain mekanisme
ini, juga dapat menyebabkan keluhan-keluhan lain seperti edema dan hipertensi. Untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat pada skema di bawah ini.

Edema

10
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor
yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem
kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air
dari intravaskular ke interstisium.7
Volume cairan interstisial dipertahankan oleh Hukum Starling. Menurut hukum
Starling, kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut termasuk protein antara
kapiler dan jaringan sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik
masing-masing kompartemen. Yang dimaksud dengan tekana osmotik adalah tekanan yang
dihasilkan molekul protein plasma yang tidak permeabel melalui membran kapiler. Proses
perpindahan ini melalui proses difusi, ultrafiltrasi, dan reabsorpsi. Faktor yang terliabat
adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara intravaskuler dengan extravaskuler, perbedaan
tekanan osmotik, dan permeabilitas kapiler.7
Ginjal mempunyai peran sentral dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
dengan kontrol volume cairan ekstraseluler melalui pengaturan ekskresi natrium dan air.
Pada kasus ini, terjadi defek intrinsik ekskresi natrium dan air atau menyebabkan retensi
air dan natrium, sehingga terjadi peningkatan volume plasma. Akibat peningkatan volume
plasma ini, maka tekanan hidrostatik intravaskuler meningkat sehingga terjadi perbedaan
tekanan antara intravaskuler dengan tekanan hidrostatik interstisium. Akibatnya, cairan
dari intravaskuler keluar ke interstisium dan menyebabkan edema.

PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI MORE INFO


Pada glomeruluonefritis akut, dapat kita diagnosa dengan melihat gejala klinis dan
disertai dengan pemeriksaan laboratorium, baik itu urinalisa maupun pemeriksaan darah.

Gejala Klinis
Gejala klinik GN merupakan konsekuensi langsung akibat kelainan struktur dan
fungsi glomerulus. Penderita yang khas mengalami sindroma nefritis akut 1-2 minggu
setelah infeksi streptokokus.8 Kadang-kadang gejala ringan, tetapi tidak jarang anak datang
dengan gejala berat. Glomerulonefritis ditandai dengan hematuria / kencing berwarna
merah daging, proteinuria, penurunan fungsi ginjal, dan perubahan ekskresi garam dengan

11
akibat edema yang terbatas disekitar mata atau dapat juga diseluruh tubuh, kongesti aliran
darah, dan hipertensi. Pada sindroma nefritik ditemukan hematuria dan proteinuria,
gangguan fungsi ginjal, retensi air dan garam serta hipertensi. Pada sindroma nefrotik
ditandai dengan proteinuria masif, edema anasarka, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
Glomerulonefritis kronik ditandai dengan proteinuria persisten dengan atau tanpa
hematuria disertai penurunan fungsi ginjal progresif lambat.

Pemeriksaan Laboratorium
Analisa urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, seringkali bersama
dengan silinder sel darah merah dan proteinuria, leukosit polimorfnuklear tidak jarang
ditemukan, jumlah urin mengurang, serta berat jenis meninggi. Anemia normokromik
ringan dapat terjadi akibat hemodelusi dan hemolisis ringan. Kadar C3 serum biasanya
menurun. Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia
(retensi air dan garam). Ureum dan kreatinin darah meningkat, titer anti streptolisin
umumnya meningkat. Dapat lebih lengkapnya kita lihat pada tabel berikut.

Pemeriksaan pada Akut Nefritik Sindroma


Pemeriksaan Temuan (+)
Urin mikroskopis Eritrosit, silinder eritrosit
Serum urea Mungkin meningkat
Serum creatinin Mungkin meningkat
Kultur (throat swab discharge, from Ditemukan nephritogenic organism, tetapi
inflamed skin) tidak selalu
ASTO Meningkat pada post streptococcal
nephritis
C3 dan C4 Mungkin menurun
Antinuklear antibodi Ditemukan pada SLE
ANCA Positif pada penyakit vaskulitis
Anti-GBM Positif pada good posture’s syndrome
Cryoglobulins Meningkat pada cryoglobulinemia
Creatinin clearence Menurun
Protein urin out-put Meningkat
Chest x-ray Kardiomegali, edema pulmonal, (tidak
selalu)
Renal imaging Biasanya normal
Biopsy ginjal Kelainan sel-sel glomerulus yang

12
menunjukan adanya glomerulonefritis

Nilai-nilai normal :
 Tekanan darah :
o Normal (pada anak) : sistolik (95-105) ; diastolik (53-65)
o Significant hypertension : sistolik ≥ 116 ; diastolik ≥ 76
o Severe hypertension : sistolik ≥ 124 ; diastolik ≥ 86
 Urin :
o Warna kuning
o Protein  < 150 mg/hari (dewasa) / < 300 mg/hari (anak-anak) ; 1-10
mg/dL (< 10 thn)
o Glukosa  (-)
o Bilirubin  (-)
o Urobilin  (-)
o Berat jenis  1,01 – 1,02
 Sedimen urin :
o Eritrosit  (-) / 1-2/LPB
o Epitel  0-3/LPB
o Silinder eritrosit  (-)
o Silinder granular  (-)
 Darah :
o Hemoglobin  12-13 g/dL
o Ureum  10-20 mg/dL (3,5 – 7,1 mmol/L) ; atau 20-40 mg%
o Kreatini  0,2 – 0,8 mg/dL (17,7 – 70,7 µmol/L)
o ASTO  < 160 TODD unit

PENANGANAN DAN TERAPI YANG DIPERLUKAN


Tidak ada pengobatan yang khusus yang dapat mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus. Meskipun dianjurkan pemberian terapi antibiotik sistemik selama

13
10 hari, biasanya dengan penisilin, untuk membatasi penyebaran organisme nefritogenik,
tidak ada bukti bahwa terapi antibiotik mempengaruhi riwayat alamiah glomerulonefritis.8,9
Untuk mengatasi hipertensi yang dialami, kurangi sodium dengan pemberian
diuretik intravena dan dapat diberi Ca2+ channel antagonist, vasodilator, dan ACE-
inhibitor.
Perawatan inap di rumah sakit disarankan kepada semua anak dengan gejala
oliguria dan disertai hipertensi. Penanganan di rumah sakit meliputi pemantauan intake dan
output cairan, peningkatan berat badan, dan periksa tekanan darah harian.
Istirahat (bedrest) untuk pasien yang merasa sakit, hipertensi, dan adanya edema
pulmonal. Istirahat mutlak dilakukan selama 3-4 minggu. Hal ini untuk memberi
kesempatan pada ginjal untuk menyembuh.5,9
Kurangi diet protein hanya jika pasiennya mengalami uremia, serta kurangi diet
garam. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein sebanyak 1 gr/kg BB/hari dan
rendah garam sebanyak 1 gr/hari. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD
dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan jika ada komplikasi seperti gagal jantung,
edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

Prognosis
Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan glomerulonefritis
pascastreptokokus akut. Tidak ada bukti bahwa terjadi penjelekan menjadi
glomerulonefritis kronis. Namun, jarang, fase akut dapat menjadi sangat berat dan
menimbulkan hialinisasi glomerulusdan insufisiensi ginjal kronis. Mortalitias pada fase
akut dapat dihindari dengan manajemen yang tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung
akut. Kekambuhan sangat jarang terjadi.8

Ulasan :
Setelah menjawab daftar pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat, dapatlah
kita ketahui bahwa terdapatnya hubungan antara penyakit yang saat ini diderita Malik
dengan demam 3 minggu yang lalu yang dia alami. Demam yang merupakan tanda adanya

14
infeksi terhadap tubuh, menunjukan bahwa Malik terinfeksi bakteri. Hal ini diperkuat
dengan batuk-batuk dan kudis-kudis di kaki yang dialaminya. Antara infeksi bakteri dan
timbulnya glomerulonefritis terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari.5 Infeksi yang
dapat menyebabkan gangguan pada ginjal paling sering dikarenakan oleh bakteri
streptokokus beta hemolitikus golongan A, dan diperkuat dengan adanya hasil pemeriksaan
darah ASTO yang spesifik streptokokus menunjukan adanya peningkatan. Sehingga dapat
kita ambil kesimpulan bahwa bakteri penyebab kelainan yang Malik alami adalah bakteri
tersebut.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa tubuh memiliki sistem pertahanan atau
antibodi untuk melawan antigen-antigen yang masuk. Apabila ada antigen yang masuk,
tubuh akan membentuk antibodi yang sesuai dan tubuh juga akan membentuk sel memori.
Sehingga walaupun infeksi tersebut sudah tidak ada, tetapi antibodi-antibodi yang telah
dibentuk oleh tubuh tadi akan tetap berada di aliran darah. Antibodi tersebut akan berikatan
dengan antigen membentuk kompleks imun, yang akan mengaktivasi sistem komplemen
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Kompleks imun ataupun komplemen-komplemen
tersebut berada di aliran darah dan terakumulasi di kapiler glomerulus. Akibat dari
akumulasi tersebut terjadilah reaksi inflamasi di daerah tersebut yang dapat merusak sel-sel
glomerulus tersebut dan pada akhirnya dapat menyebabkan keluhan-keluhan yang dialami
Malik, seperti hematuria, proteinuria, edema palpebra, hipertensi, dll.
Pada kasus ini, perlu kita lakukan pemeriksaan fisik, urinalisa dan pemeriksaan
darah (pemeriksaan laboratorium). Kita perlu mengetahui kandungan–kandungan yang
terdapat dalam urin serta darah. Kita lihat dari more info bahwa menunjukkan Malik
mengalami hipertensi. Dari hasil urinalisa warna urinnya keruh kemerahan yang
menandakan hematuri makroskopis dan disertai pemeriksaan sedimen urin yang
menyatakan eritrosit penuh/LPB yang menandakan hematuri mikroskopis. Dijumpai juga
protein dalam urin yang menandakan adanya gejala proteinuria. Berat jenis pada urinalisa
juga mengalami peningkatan. Pada sedimen juga ditemukan adanya epithel 3-5 /LPK yg
normalnya 0-1 /LPK, ini menandakan ada kerusakan pada aluran urinari. Silinder eritrosit
dan granular juga dijumpai pada sedimen, yang normalnya tidak kita temukan. Hal ini
menandakan adanya kerusakan di glomerulus dari ginjal Malik. Dari hasil pemeriksaan

15
darah kita jumpai hemoglobinnya menurun, kadar ureum meningkat, serta ASTO
meningkat yang menandakan adanya infeksi dari bakteri golongan streptokokus.
Dikarenakan tidak ada pengobatan yang khusus yang dapat mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus. Maka kita terapi keluhan-keluhan yang ada dan
faktor penyebabnya, jika masih ada. Apabila masih ada infeksi bakteri, maka dapat kita
beri antibiotik, biasanya penisilin. Lalu kita pantau perkembangan hariannya seperti
tekanan darah dan diet makanannya, jangan sampai memperparah keadaan yang ada

Kesimpulan
 Glomerulonefritis merupakan penyakit inflamasi atau peradangan pada kapiler
glomerulus akibat respon peradangan.
 Bakteri tersering penyebab GN pada anak-anak adalah streptokokus beta
hemolitikus golongan A. Bisa dikarenakan infeksi tenggorokan ataupun kulit.
 Glomerulonefritis terjadi akibat akumulasi kompleks Ag-Ab yang juga
menghasilkan sistem komplemen melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan jalur
alternatif.
 Hematuria merupakan keadaan dimana ditemukannya eritrosit dalam urin. Terbagi
2, yaitu hematuri makroskopis dan hematuri mikroskopis.
 Edema merupakan keadaan dimana terkumpulnya cairan di interstisial akibat
gangguan pada keseimbangan cairan dalam tubuh (gangguan Starling Hypothese).

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Prodjosudjadi, wiguno; Glomerulonefritis; Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi,
Idrus Alwi, dkk; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I; Jakarta; Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006; 527-530.
2. Wilson,Lorraine.M; Gagal Ginjal Kronik; Huriawati Hartanto, dkk; Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2; Jakarta; EGC; 2005; 912-929.
3. Cotran, Ramzi.S; Ginjal dan Sistem Penyalurannya; Stanley L. Robbins dan Vinay
Kumar; Buku Ajar Patologi II; Jakarta; EGC; 1995; 182-189.
4. Bergstein, Jerry. M; Penyakit Glomerulus; Richard E.Behrman, Robert
M.Kliegman, dan Ann M.Arvin; Ilmu Kesehatan Anak Volume 3; Jakarta; EGC;
1809-1810.
5. Glomerulonefritis Akut; Rusepno Hassan dan Husein Alatas; Buku Kuliah 2 Ilmu
Kesehatan Anak; Jakarta; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI; 2005; 835-839.
6. Lestariningsih; Hematuria; Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, dkk;
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I; Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI; 2006; 517-518.
7. Effendi, Ian dan Restu Pasaribu; Edema Patofisiologi dan Penanganan; Aru
W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, dkk; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I; Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006;
513-516.
8. Bergstein, Jerry.M; Hematuria Makroskopis atau Mikroskopis; Richard
E.Behrman, Robert M.Kliegman, dan Ann M.Arvin; Ilmu Kesehatan Anak Volume
3; Jakarta; EGC; 1813-1814.
9. Soebrata,R.Ganda.Urinalisis.Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan 13,Jakarta :
Dian Rakyat.2007;69-84.

17

You might also like