You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan

hal yang penting untuk meningkatkan kesehatan dan menetapkan pola asuh

yang sehat. Pola asuh merupakan kunci utama dalam perkembangan awal

karakter serta mentalitas anak, sehingga anak mampu mandiri sesuai tahap

perkembangan anak. Perkembangan anak pra sekolah atau anak-anak dimulai

sekitar 2 – 6 tahun. Saat itu anak mulai memiliki kesadaran akan dirinya,

seperti: mengatur untuk buang air, mengenal sesuatu yang membahayakan

dirinya, dan lain-lain. Menurut Froebel (1989:69) dalam Carol Seefeldt &

Barbara A. Wasik, permainan dan kegiatan sendiri merupakan sarana yang

mampu memacu perkembangan anak dan lewat pengungkapan diri yang

kreatif, perasaan indera dan kehidupan harmonis dengan orang lain, anak akan

mencapai kesatuan.1

Disisi lain, apabila diperhatikan makna dari mempelajari perkembangan

anak tidak hanya membuat kita tahu apa yang terjadi dalam tahap tertentu

kehidupan anak, tetapi juga membantu kita untuk memahami bagaimana anak-

anak berpikir dan pemahaman mereka terhadap diri sendiri. Anak-anak yang

masih berusia pra sekolah tidak memiliki kemampuan untuk mengevaluasi

diri, tetapi mereka telah memiliki kemampuan kemandirian yang dapat

berkembang secara bertahap. Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika


1
Carol Seefeldt, Barbara A. Wasik. Pendidikan Anak Usia Dini:Menyiapkan Anak Usia
Tiga, Empat dan Lima Tahun Masuk Sekolah, edisi kedua, terj Pius Nasar (Jakarta: PT.INDEKS,
2008), hal. 7.

1
diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan

secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini serta disesuaikan dengan usia

dan kemampuan anak.

Barbara M. Newman & Philip R. Newman dalam Agoes Dariyo


menyebutkan 9 jenis perkembangan diri pada anak tiga tahun pertama
yaitu: (1) diri (self) merupakan sumber perubahan pada setiap individu,
terutama bayi atau anak, (2) bayi atau anak harus menyadari kondisi
tubuh, bentuk tubuh dan fungsi tubuhnya agar mampu mengembangkan
perkembangan diri, (3) bayi atau anak harus mampu memiliki kesadaran
diri, kemampuan mengevaluasi diri dan mengembangkan konsep diri, (4)
setiap orang anak merupakan seorang pribadi yang harus mampu
menerima berbagai pengalaman hidup baik yang menyenangkan maupun
yang mengecewakan, (5) setiap anak harus mampu mengenal dan
menyebuTKan identitas dirinya (nama, jenis kelamin, waktu lahir, orang
tua, agama, sekolah dan lain sebagainya), (6) setiap anak memiliki hak
untuk melakukan dan memiliki sesuatu (bermain, memperoleh
pendidikan, memperoleh pengakuan sebagai anak dari orang tua), (7)
setiap anak mampu mengamati dan memahami kehidupan dunianya, (8)
diri anak mampu melakukan refleksi sesuatu hal dari luar terhadap diri
sendiri, (9) diri anak merupakan pribadi yang mandiri dan bertanggung
jawab terhadap diri sendiri. Perkembangan diri dari nomor 1 sampai 4
terjadi pada anak usia 0-1,5 tahun, sedangkan perkembangan diri dari
nomor 5 sampai 9 terjadi pada anak usia 1,5 tahun sampai 3 tahun. 2

Perkembangan diri anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan orang tua

dan keluarganya. Orang tua yang memberi perhatian dan kasih sayang secara

hangat akan mampu menumbuh-kembangkan perkembangan kepribadian diri

anak menjadi positif, matang dan bertanggung jawab di kemudian hari.

Dengan demikian, orang tua harus mengembangkan kemampuan IQ, EQ, SQ

kepada anak-anaknya yang sangat penting sebagai dasar perkembangan

kemampuan secara intelektual, kemampuan secara emosional dan juga

kemampuan secara spiritual atau keagamaan.

Terkait dengan orang tua mengembangkan IQ, EQ, SQ anak-anaknya

maka setiap orang tua mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai


2
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama (Psikologi
Atitama) (Bandung: 2007), hal. 213.

2
berhasil dan tidaknya cara yang akan dilakukan. Pada umumnya orang tua

mengajari anak-anak mereka dengan empat cara, yaitu:

(1) Memberi contoh. Cara utama untuk mengajari anak adalah


melalui contoh. Anak-anak usia pra sekolah biasanya mudah menyerap
segala sesuatu yang kita lakukan dibandingkan dengan apa yang kita
katakan, (2) Respon positif. Cara kedua untuk mengajari anak adalah
melalui respon positif mengenai sikap mereka. Jika kita mengatakan
kepada anak-anak tentang penghargaan yang dapat kita berikan kepada
mereka karena telah menuruti nasihat kita, mereka akan mengulangi sikap
tersebut, (3) Tidak ada respon. Orang tua juga mengajari anak-anak
dengan cara mengabaikan sikap anak-anak. Sikap yang tidak direspon
pada akhirnya cenderung tidak diulangi. Dengan kata lain, mengabaikan
perilaku tertentu bisa jadi mengurangi perilaku tersebut, khususnya jika
perilaku-perilaku tersebut hanya bersifat menggangu, (4) Hukuman.
Akhirnya orang tua memberikan pelajaran kepada anak-anak melalui
hukuman atau secara aktif memberikan respon negatif terhadap suatu
sikap. Meskipun hukuman bisa menjadi sarana pembelajaran yang efektif,
dibandingkan dengan metode-metode yang lebih positif, hukuman tidak
banyak membantu.3

Menurut Agoes Dariyo, sejak usia dini orang tua dapat mengembangkan

konsep diri pada anak. Orang tua perlu mengkomunikasikan ciri-ciri fisik

maupun psikis anak agar dapat mengenali, memahami dan menghayati

gambaran diri sendiri. Penghayatan diri (self-internalization) tersebut akan

menumbuhkan kebanggaan diri bahwa anak memiliki ciri-ciri fisik dan psikis

tertentu yang berbeda dengan anak yang lain. Dalam perkembangan

selanjutnya orang tua perlu mendorong anak untuk dapat menghargai diri

sendiri. Orang tua dapat memberi penghargaan terhadap tindakan-tindakan

anak yang cenderung bermanfaat untuk kepentingan diri sendiri, misalnya

bayi usia 7 – 8 bulan sudah dapat merangkak, memegang sendok, memegang

mainan dan bermain sendiri. Orang tua dapat menyampaikan pujian secara

tulus bahwa anaknya pintar, pandai, cerdas atau hebat. Hal ini akan

3
Jenny Gichara, Mengatasi Perilaku Buruk Anak (Jakarta: 2006), hal. 47.

3
menumbuhkan konsep diri yang positif pada diri anak, sehingga anak akan

mengulang perilaku yang baik untuk mengembangkan kepribadian dirinya.

Dengan demikian anak akan dapat menghargai diri sendiri.4

Hal ini telah diungkap di dalam hadits Rasulullah Saw, beliau bersabda:

”Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah tata kramanya.”(HR. Ibnu

Majah/3661).5

Menurut Yadi (2005) dalam Agoes Dariyo, pengasuhan orang tua yang

ditandai dengan komunikasi efektif, akrab, empati dan penerimaan sosial

terhadap anak akan menumbuh kembangkan rasa percaya diri pada anak.6

Orang tua dapat mengembangkan nilai-nilai sosio-budaya dalam keluarga

seperti nilai kemandirian, kerja keras, kerja sama dan tanggung jawab. Orang

tua perlu memberi contoh perilaku yang nyata sebelum mengajarkan,

mendidik, melatih atau mengembangkan nilai-nilai tersebut kepada anak-anak.

Sebagai orang tua baik ayah maupun ibu secara alamiah menunjukkan

perilaku nilai-nilai tersebut di hadapan anak-anak. Tanpa diajar pun anak-anak

akan melihat, mengobservasi, meniru dan menginternalisasikan nilai-nilai

tersebut dari kedua orang tuanya. Albert Bandura mempercayai bahwa proses

pembelajaran sosial (social learning process) pada anak-anak usia di bawah

tiga tahun dimulai dari lingkungan keluarga.7

Dengan kata lain, setiap individu tidak pernah mempunyai pola asuh

yang sama. Batasan larangan, cara memerintah, cara membujuk hingga nilai-

4
Agoes Dariyo, Op.Cit., hal. 215
5
Abdul Haris, “Diktat Hadits II” (Diktat Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang 2009), hal. 23.
6
Agoes Dariyo, Op.Cit., hal. 215
7
Ibid., hal. 216

4
nilai yang disampaikan dari orang-orang terdekat dengan anak tidak pernah

sama bahkan kadang bertolak belakang. Berdasarkan hal tersebut di atas,

maka penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pola asuh

orang tua dengan tingkat kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-

hari pada anak usia pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 16 Kota

Malang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka yang

menjadi permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola asuh orang tua dalam peningkatan kemandirian anak pra

sekolah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di TK Aisyiyah Bustanul

Athfal 16 Kota Malang?

2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam

peningkatan kemandirian anak pra sekolah oleh orang tua di TK Aisyiyah

Bustanul Athfal 16 Kota Malang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka dalam penelitian ini bertujuan sebagai

berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pola asuh orang tua dalam peningkatan

kemandirian anak pra sekolah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari di

TK Aisyiyah Bustanul Athfal 16 Kota Malang.

5
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

dalam peningkatan kemandirian anak pra sekolah oleh orang tua di TK

Aisyiyah Bustanul Athfal 16 Kota Malang dan jalan keluarnya.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi kalangan akademisi Jurusan Tarbiyah, hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan pengetahuan, informasi dan sekaligus referensi yang

berupa bacaan ilmiah dan selanjutnya dapat diaplikasikan pada peserta

didik di usia dini.

2. Bagi TK Aisyiyah Bustanul Athfal 16 Kota Malang

Dengan mengetahui model pola asuh yang diberikan, maka akan

menambah pengetahuan para pendidik (guru, orang tua dan masyarakat

yang peduli pada perkembangan anak usia pra sekolah) dalam

memberikan asuhan pada anak usia pra sekolah.

3. Bagi Guru TK

Memberikan masukan bagi para guru dalam praktik asuhan anak usia pra

sekolah tantang pola asuh yang dapat diterapkan orang tua dalam

meningkaTKan kemandirian anak.

4. Bagi Orang Tua Murid

Pengetahuan ini juga sangat penting untuk disampaikan kepada orang

tua, sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi orang tua

dalam mengasuh dan membimbing anak-anaknya sesuai perkembangan

anak.

6
E. Definisi Operasional

1. Pola Asuh :

Menurut Agoes Dariyo (2007:214) memilih dan menerapkan pola

pengasuhan (parenting style) adalah penting dilakukan oleh orang tua untuk

pengembangan kepribadian diri pada anakdalam keluarga. Tiap keluarga

memiliki hak untuk memilih dan menggunakan pola pengasuhan yang

berbeda dengan keluarga yang lain. Masing-masing dapat memilih jenis pola

pengasuhan yang sesuai dengan karakteristik keluarganya sendiri. Tetapi hal

yang terpenting dalam pengasuhan terhadap anak-anak adalah menggunakan

aspek komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak-anak.pertumbuhan

dan perkembangan kepribadian diri anak akan makin matang, adequate dan

stabil bila orang tua dapat menerapkan komunikasi efektif. Komunikasi yang

ditandai dengan upaya orang tua untuk memberi perhatian, kasih sayang dan

mengontrol perilaku pada anak-anaknya. Dalam penelitian Baumrind (dalam

Papalia, et.al., 2004) ditemukan bahwa pola pengasuhan yang efektif untuk

pengembangan kepribadian diri ditandai dengan komunikasi dua arah antara

orang tua dengan anak-anaknya. Oleh karena itu pola pengasuhan

demokratis cenderung memberi pengaruh yang lebih baik untuk

pengembangan kepribadian diri anak dibandingkan pola pengasuhan

permisif atau otoriter.8

2. Orang tua :

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan

merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat

8
Ibid., hal. 214

7
membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk

mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai

tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan

bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas tidak terlepas dari

pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar

yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari

ayah, ibu dan anak-anak.9

3. Peningkatan Kemandirian :

Erikson (1968) dalam John W. Santrock, seperti Mahler, yakin bahwa

kemandirian merupakan isu yang penting pada tahun kedua kehidupan.

Erikson menggambarkan tahap kedua perkembangan sebagai tahap otonomi

versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi dibangun di atas perkembangan

kemampuan mental dan kemampuan motorik. Pada tahap ini bayi tidak

hanya dapat berjalan, tetapi mereka juga dapat memanjat, membuka dan

menutup, menjatuhkan, menolak dan menarik, memegang dan melepaskan.

Bayi merasa bangga dengan prestasi baru ini dan ingin melakukan segala

sesuatu sendiri, apakah itu menyiram jamban, membuka bungkusan paket

atau memutuskan apa yang akan dimakan.10

Erikson juga yakin bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-

ragu memiliki implikasi yang penting bagi perkembangan kemandirian dan

identitas selama masa remaja. Perkembangan otonomi selama tahun-tahun

9
Pengertian Orang Tua, diakses pada tanggal 30 September 2010 dari http://definisi-
pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-orang-tua.html.
10
John W. Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, edisi 5, jilid I,
terj. Juda Damanik, Achmad Chusairi (Jakarta: 2002), hal. 210.

8
balita memberi remaja dorongan untuk menjadi individu yang mandiri yang

dapat memilih dan menuntun masa depan mereka sendiri.11

4. Anak Pra Sekolah :

Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik (2008: 6) mengatakan pra sekolah

adalah istilah untuk menyebut sekolah bagi anak usia empat tahun atau

kurang. Hampir 70% dari semua anak bangsa kita mengunjungi bentuk pra

sekolah yang dibiayai swasta atau negara.12

5. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari :

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada

kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan

upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek

perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual, bahasa,

motorik dan sosio emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan

pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang

disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada

masing-masing anak.13

Macam-macam kebutuhan anak sehari-hari antara lain (Silabus TK

Aisyiyah Bustanul Athfal 16 Tahun Pelajaran 2005 – 2006 Semester I dan II

Kelompok B, 2005:4) :

1. Manfaat makanan / minuman (misal: menghilangkan lapar / haus, untuk

kesehatan)

11
Ibid.
12
Carol Seefeldt, Barbara A. Wasik. Op.Cit., hal. 6
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompeetensi Taman Kanak-
Kanak dan Raudhatul Athfal. (Jakarta: 2004), hal. 8.

9
2. Jenis makanan dan minuman (misal: 4 sehat 5 sempurna, yaitu: nasi,

sayur, lauk pauk, buah-buahan, susu dan lain sebagainya)

3. Manfaat pakaian:

- Kesehatan (misal: melindungi tubuh)

- Keindahan

4. Jenis pakaian (misal: baju, kaos kaki, celana dalam, kemeja, celana

panjang)

5. Penggunaan pakaian sesuai dengan situasi, keperluan dan iklim (misal:

jika ke sekolah memakai seragam, jika sakit memakai baju hangat)

6. Manfaat kebersihan dan kesehatan (misal: menghindari penyakit)

7. Cara memlihara kebersihan dan kesehatan:

- Kebersihan dan kesehatan diri sendiri (misal: mandi, gosok gigi,

berpakaian, pemeliharaan hidung, telinga dan mata)

- Kebersihan dan kesehatan lingkungan (misal: menjaga kebersihan

lingkungan sekolah dan lingkungan rumah)

8. Cara mencegah bahaya yang disebabkan oleh benda-benda dan obat-

obatan tertentu (misal: korek api, pisau, racun, pecahan kaca).

6. TK ABA 16 Kota Malang :

TK ABA 16 Malang bertempat di jalan MT. Haryono Gg.2 No. 517 Malang

berdiri pada tanggal 1 Januari 1971. TK ABA 16 berdiri diatas tanah seluas

200 m2 + 35 m2 yang berstatus milik sendiri, sedangkan bangunan TK ABA

16 ini merupakan milik Yayasan ‘Aisiyah. TK ABA 16 berstatus swasta.14

14
Yayasan Aisyiyah, Buku Profil TK ABA 16 Malang, (Malang: 1971)

10
F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini secara keseluruhan mencakup 5 (lima) Bab yang masing-

masing disusun secara sistematis, sebagai berikut:

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, definisi operasional, sistematika penulisan.

BAB II : Terdiri dari: tinjauan pustaka terdiri dari: (a) konsep pola asuh dan

ruang lingkupnya, meliputi: pengertian pola asuh, faktor yang

mempengaruhi pola asuh, macam-macam pola asuh, teknik dalam

mengasuh anak, sikap orang tua dalam menyiasati pola asuh, (b)

perkembangan anak usia 3 – 5 tahun pra sekolah dalam

peningkatan kemandirian, pengertian tumbuh kembang anak, fase

perkembangan anak usia 3 – 5 tahun, proses perkembangan

kemandirian anak pra sekolah, tingkat kemandirian anak usia pra

sekolah (3 – 5 tahun), (c) faktor penghambat pola asuh serta jalan

keluarnya.

BAB III : Terdiri dari: metode penelitian, (a) jenis penelitian, (b) informan,

(c) teknik pengumpulan data, (d) teknik analisa data.

BAB IV : Terdiri dari: hasil penelitian, (a) latar belakang obyek penelitian,

yang lebih menekankan pada pembahasan profil TK Aisyiyah

Bustanul Athfal 16 Kota Malang, (b) penyajian dan analisa data

lebih menekankan pada: karakteristik orang tua, karakteristik

anak, model pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya,

peningkatan kemandirian anak dalam pemenuhan kebutuhan

11
sehari-hari, serta analisis pola asuh orang tua dalam peningkatan

kemandirian anak pra sekolah untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 16 Kota Malang.

BAB V : Merupakan bab terakhir yang disebut dengan penutup, diantaranya

berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan berikutnya berisikan

daftar pustaka serta lampiran-lampiran.

12

You might also like