You are on page 1of 24

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG

TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN

Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester bahasa indonesia

Yang diampu oleh Andi Sugihartono,SPd

Disusun Oleh :

Dian Nindita Kusumaningtyas

J120100051

FISIOTERAPI ( S1 )
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelebihan lemak adalah kenyataan yang dapat memicu terjadinya banyak penyakit.

Bahkan tidak dapat dipungkiri, masalah yang satu ini menduduki peringkat yang cukup tinggi

dan penyebab kematian seseorang. Meningkatnya kolesterol dalam darah memicu

penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah di otak, penyempitan pada pembuluh darah

di jantung atau mycardial infarction, ataupun mungkin juga penyempitan dan penyumbatan

pembuluh darah di sekitar kaki (Nila, 2008).

Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan lemak sekaligus

untuk mencapai tingkat kesegaran jasmani yang baik serta dapat meningkatkan kemampuan

fungsional. Latihan fisik dapat berupa latihan yang bersifat aerobik maupun anaerobik.

Latihan aerobik adalah latihan yang memerlukan oksigen untuk pembentukan energinya yang

dilakukan secara terus menerus, ritmis, dengan melibatkan kelompok otot-otot besar terutama

otot tungkai pada intensitas latihan 60-90 % dari Maximal Heart Rate (MHR) dan 50-85 %

dari penggunaan maksimal oksigen selama 20-50 menit dengan frekuensi latihan tiga kali

perminggu (Wilmore & Costill, 1994).

Dewasa ini banyak sekali program-program latihan aerobik yang ditawarkan,

diantaranya adalah senam aerobik. Senam aerobik merupakan latihan yang menggunakan

seluruh otot terutama otot-otot besar, dengan gerakan terus menerus, berirama, progresif dan

berkelanjutan. Pada pelaksanaannya, senam aerobik menggunakan iringan musik yang antara

lain berguna untuk meningkatkan motivasi latihan, pengaturan waktu latihan, dan kecepatan
latihan. Dengan demikian, intensitas latihan dapat diatur dengan pengaturan tempo musik

yang mengiringinya (Woerjati et al., 1996).

Senam aerobik bermanfaat untuk mencapai bentuk badan yang diinginkan,

memperoleh peningkatan kebugaran dan kesehatan fisik maupun mental, serta dapat

mempertahankan berat badan yang ideal. Hodder & Stonghton (1997) melaporkan bahwa

senam aerobik dapat menurunkan presentase lemak badan serta menambah myofilamen otot,

struktur padat tulang dan jaringan ikat. Khusus pengaruhnya terhadap lemak badan, Patrilasni

et al. (1997) menyimpulkan bahwa senam aerobik yang dilakukan selama 12 minggu dapat

menurunkan persentase lemak badan secara bermakna, dengan rata-rata penurunan persentase

lemak badan sebesar 17,36%. Abe et al. (1996) melaporkan bahwa latihan aerobik seperti

lari, bersepeda dan senam dapat menurunkan persentase lemak badan maupun viseral.

Persentase lemak badan sering digunakan untuk menyebut lemak badan total yang

menyatakan besarnya berat lemak badan dibandingkan dengan berat badan secara

keseluruhan (McArdle et. al., 1986).

Menurut American College of Sport Medicine (ACSM) intensitas latihan aerobik

harus mencapai target zone sebesar 60-90 % dari frekuensi denyut jantung maksimal atau

Maximal Heart Rate (MHR). Intensitas latihan dikatakan ringan apabila mencapai 60-69%

dari MHR, sedang apabila mencapai 70-79% dari MHR, dan tinggi apabila mencapai 80-

89% dari MHR. Intensitas latihan dapat diingkatkan dengan menambah beban latihan dengan

gerakan meloncat-loncat atau dengan mempercepat gerakan senam (Pollock & Wilmore,

1990).

Latihan aerobik sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali perminggu dengan

durasi latihan 20-30 menit setiap kali latihan (Wilmore & Costill, 1994). Ahli lain, Giam &

Teh (1992) mengatakan bahwa durasi latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup apabila latihan

dilakukan secara terus menerus dan didahului 3-5 menit pemanasan dan diakhiri 3-5 menit
pendinginan. Abe et al. (1997) melaporkan bahwa latihan aerobik 3-5 kali perminggu seperti

yang direkomendasikan ACSM dapat menurunkan massa lemak subkutan dan lemak viseral.

Latihan dengan intensitas tinggi, dalam jangka waktu yang sama akan membutuhkan

energi yang lebih jauh lebih besar daripada latihan dengan intensitas ringan atau sedang

(McArdle et al., 1986). Akibatnya, sumber energi utama untuk kontraksi otot pada senam

aerobik intensitas tinggi adalah karbohidrat. Sebaliknya pada senam aerobik intensitas ringan,

karena waktu sudah cukup, sistem kardiovaskuler masih mampu memenuhi kebutuhan otot

yang berkontraksi sehingga sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah lemak.

Adapun sumber energi pada senam aerobik intensitas sedang adalah karbohidrat dan lemak

secara seimbang. (McArdle et al., 1986; Wilmore & Costill, 1994). Dalam penelitan Sudibjo

(2001) senam aerobik intensitas ringan-sedang dapat menurunkan persentase lemak badan

sebesar 20,46 % sedangkan senam aerobik intensitas tinggi hanya 4,63% setelah diberi

perlakuan selama 6 minggu.

Melihat dari masalah diatas, fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang

bergerak dalam kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta meningkatkan derajat

kesehatan yang salah satunya dengan metode latihan, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Pengaruh Senam Aerobik Intensitas Ringan dan Sedang terhadap

Penurunan Persentase Lemak Badan”. Penelitian ini ingin melanjutkan penelitian Sudibjo

(2001) yang berjudul “Pengaruh senam aerobik intensitas sedang dan intensitas tinggi

terhadap persentase lemak badan dan Lean Body Weight” dengan membedakan kembali

antara pengaruh senam aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap persentase lemak

badan.
B. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh senam aerobik intensitas ringan terhadap penurunan persentase

lemak badan

2. Apakah ada pengaruh senam aerobik intensitas sedang terhadap penurunan persentase

lemak badan

3. Apakah ada perbedaan pengaruh antara senam aerobik intensitas ringan dan intensitas

sedang terhadap penurunan persentase lemak badan

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh senam aerobik intensitas ringan terhadap penurunan

persentase lemak badan

2. Untuk mengetahui pengaruh senam aerobik intensitas sedang terhadap penurunan

persentase lemak badan

3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara senam aerobik intensitas ringan dan

intensitas sedang terhadap penurunan persentase lemak badan


D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dalam memberikan solusi pemecahan masalah

mengenai latihan yang tepat dalam menurunkan kadar lemak.

2. Bagi IPTEK

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya

kedokteran dan fisioterapi olah raga, dengan adanya data-data yang menunjukkan pengaruh

senam aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap persentase lemak badan.

3. Bagi Fisioterapi

Menambah khasanah pengetahuan mengenai latihan dan intensitas latihan yang tepat

yang nantinya berdampak pada keberhasilan terapi.

4. Bagi Masyarakat dan instruktur senam aerobik

Sebagai pertimbangan bagi para instruktur senam aerobik dalam menyusun program

latihan dan bagi masyarakat untuk menyadari pentingnya berolah raga agar tercapainya

derajat kesehatan yang optimal.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Lemak dan Metabolisme Lemak

Sebagian besar lemak yang terdapat di dalam tubuh akan masuk ke dalam kategori

asam lemak dan triasigliserol; gliserofoslipid dan sfingolipid; eikosanoid; kolesterol, garam

empedu, dan hormone steroid, serta vitamin larut lemak. Lemak-lemak ini memiliki fungsi

dan struktur kimia yang sangat beragam. Namun, mereka memiliki satu sifat yang sama yaitu

relatif tidak larut dalam air (Marks, 2000).

Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C),

Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut

tertentu (zat pelarut lemak) seperti petroleum benzena, ether. Lemak dalam tubuh berfungsi

untuk cadangan tenaga, bantalan organ-organ tubuh tertentu, memberikan fiksasi organ tubuh

tersebut seperti biji mata dan ginjal, isolasi sehingga panas tubuh tidak banyak keluar,

mempertahankan tubuh dari gangguan-gangguan luar seperti pukulan atau bahan-bahan

berbahaya seperti zat kimia yang dapat merusak jaringan otot dan memberi garis-garis bentuk

tubuh yang baik (Suniar, 2000).

Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan dalam 1 gram lemak mengandung 9

kalori. Lemak ada yang berasal dari hewan (lemak hewani) dan ada pula yang berasal dari

tumbuhan (lemak nabati). Lemak mulai dicerna dalam usus halus yang kemudian diubah

menjadi asam-asam lemak bebas dan lemak monogliserida. Sebagian besar masuk ke sel-sel

selaput lendir usus untuk dibentuk menjadi trigliserida. Sebagian bergabung dengan protein
dan kolesterol sehingga terbentuk yang disebut lipoprotein. Sisanya diserap langsung sebagai

asam-asam lemak dan gliserol. Lemak dalam tubuh kita terdiri dari tligriserida, asam lemak

(fatty acid) dan kolesterol (Achmad, 2000).

2. Manfaat dan Kerugian lemak dalam tubuh

Lemak sebagai salah satu komponen penting bagi tubu memiliki fungsi-fungsi, yaitu:

1) rangka membran sel dan organel; 2) diubah jadi sakarida untuk dioksidasi sebagai sumber

energi; 3) simpanan energi dalam jaringan lemak, yang sesewaktu dapat diabsorpsi untuk

dioksidasi; 4) bantalan bagi alat-alat dalam yang lunak; 5) mencegah penguapan; 6)

menyekat-nyekat sitoplasma agar sintesa zat dan metabolisme efektif; 7) menetapkan

morfologi tubuh dan wajah; 8) bahan untuk membentuk vitamin D; 9) bahan untuk

membentuk prostaglandin; 10) melancarkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak

(Jeukendrup, 2004).

Sedangkan apabila kadar lemak tersebut berlebihan, maka tidak menguntungkan bagi

tubuh. Kondisi ini disebut hiperlipidemia, yaitu suatu keadaan yang ditandai oleh

peningkatan kadar lipid/lemak darah. Hiperlipidemia dapat meningkatkan resiko terkena

aterosklerosis, penyakit jantung koroner, pankreatitis (peradangan pada organ pankreas),

diabetes melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal. Yang paling sering

adalah resiko terkena penyakit jantung. Untuk memastikan, maka dilakukan pemeriksaan

darah untuk mengukur kadar lemak. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan

trigliserida, sebaiknya penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam (Hilal, 2008).

3Distribusi Lemak Badan

Lemak badan terkait dengan fungsinya ditimbun sebagai jaringan lemak esensial

(essential fat) dan jaringan lemak simpanan (storage fat). Jaringan lemak essential banyak

terdapat di sumsum tulang, jantung, paru, limfa, ginjal, usus, otot rangka dan jaringan kaya
lipid. Jaringan lemak simpanan (storage fat) terdapat dalam jumlah yang jauh lebih besar

daripada jaringan lemak esensial. Jaringan lemak simpanan yang berupa lemak subkutan dan

lemak visceral berfungsi sebagai makanan cadangan dan dapat dipergunakan sebagai sumber

energi apabila terjadi aktivitas yang berat atau terjadi kelaparan (McArdle et.al., 1986).

Lemak sebagai salah satu komponen dalam tubuh memiliki peran penting namun

dapat menjadi berbahaya apabila kadarnya berlebihan. Kadar lemak dalam tubuh dipengaruhi

oleh asupan makanan, aktifitas fisik, jenis kelamin, usia, gaya hidup (konsumsi rokok dan

minuman beralkohol) serta faktor hormonal (Nila, 2008).

Terdapat perbedaan yang nyata pola distribusi lemak antar ras, seks, umur dan antar

etnik. Pada pria usia remaja, lemak pada anggota badan (dari pengukuran lipatan kulit triseps)

mengalami penurunan hingga akhir usia 20 tahunan, sedangkan wanita menunjukkan sedikit

peningkatan pada anggota badan. Di lain pihak, pertumbuhan lemak tubuh (dari pengukuran

lipatan kulit subscapula) mengalami peningkatan yang tetap pada wanita sedangkan pada pria

akan terhenti, sehingga terdapat perbedaan pola distribusi lemak yang sangat jelas antara pria,

dan wanita (Bannister et al., 1995). Di sisi lain, pada wanita dewasa jaringan lemak

menunjukkan peningkatan yang menetap sampai usia sekitar 60 tahun untuk kemudian

mengalami penurunan, sedangkan pada pria relatif tidak berubah (Brook, 1978).

4.Energi untuk Kontraksi Otot

Gerakan tubuh saat melakukan olah raga dapat terjadi karena otot berkontraksi.

Kontraksi otot memerlukan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Phosphate). Olah raga

aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan energi. Energi yang diperlukan itu didapat dari

energi potensial yaitu energi yang tersimpan dalam makanan berupa energi kimia, dimana

energi tersebut akan dilepaskan setelah bahan makanan mengalami proses metabolisme

dalam tubuh (Suhardjo, 2004).


Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk menresintesis

molekul ATP dimana prosesnya akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik.

Pembentukan energi dilakukan dalam 2 macam proses, yaitu:

a. Anaerobik Pathway

1) Sistem PCr (Phosphocreatine)

Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot

sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk creatine yang sudah ter-fosforilasi

yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses

metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP.

Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan

di dalam otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana

proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3 kkal)

untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses

pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul

ADP (adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP

(adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar

(2.3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant

untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi

yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam

jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi

yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk

mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik (Jeukendrup, 2004).

2) Glikolisis

Semua jenis karbohidrat yang dkonsumsi oleh manusia baik itu jenis

karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti, singkong dsb) ataupun juga karbohidrat
sederhana (glukosa, sukrosa, fruktosa) akan terkonversi menjadi glukosa di dalam

tubuh. Glukosa yang terbentuk ini kemudian dapat tersimpan sebagai cadangan

energi sebagai glikogen di dalam hati dan otot serta dapat tersimpan di dalam

aliran darah sebagai glukosa darah atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh

yang membutuhkan

b. Aerobik Pathway

Proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme

yang terjadi di dalam mitokondria dan membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar

prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuksmenghasilkan ATP. Pada saat

berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah,

glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan

memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh

(Coyle, 1997).

Secara singkat proses metabolisme energi secara aerobik seperti yang

ditunjukan pada gambar


Gambar 6. Energi dalam metabolisme aerobik (Jeukendrup, 2004)

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk meregenerasi ATP, 3

simpanan energi akan digunakan oleh tubuh yaitu simpanan karbohidrat

(glukosa,glikogen), lemak dan juga protein. Diantara ketiganya, simpanan

karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi utama saat proses aerobik

(Jeukendrup, 2004).

5.Senam Aerobik

Dewasa ini senam aerobik banyak dipilih oleh masyarakat untuk meningkatkan

kebugarannya dan merupakan salah satu bentuk latihan aerobik selain jogging, berlari,

bersepeda, berenang, loncat tali, senam atau menari, dan permainan seperti lari, tenis, sepak
bola, dan sebagainya. Senam aerobik merupakan latihan yang menggerakkan seluruh otot,

terutama otot besar dengan gerakan yang terus-menerus, berirama, maju dan berkelanjutan.

Dalam senam aerobik dipilih gerakan yang mudah, menyenangkan dan bervariasi sehingga

memungkinkan seseorang untuk melakukannya secara teratur dalam kurun waktu yang lama,

oleh karena itu diperlukan energi dari proses oksidasi (Soekarno et al., 1996). Senam aerobik

memerlukan suasana yang menyenangkan sehingga anggota akan termotivasi untuk

mengikuti latihan sesuai program yang telah ditetapkan. Salah satu cara yang ditempuh

adalah dengan digunakannya iringan musik selama latihan. Selain dapat meningkatkan

motivasi latihan, musik juga berguna untuk pengaturan waktu latihan, kecepatan latihan, serta

menjaga agar latihan dapat dilakukan dengan gerakan yang bersamaan. Dengan demikian,

intensitas latihan yang diharapkan dapat diatur dengan tempo kecepatan lagu, dan beat

permenit dari sebuah lagu yang mengiringinya (Hodder & Stonghton, 1997).

Terdapat beberapa variasi dalam gerakan senam aerobik. Yang pertama kali

diperkenalkan di Indonesia adalah gerakan dengan benturan-benturan keras dan gerakan yang

energik yang dikategorikan dengan high impact. Pada gerakan high impact ini ada kalanya

kedua kaki tidak berpijak, seperti gerakan melompat. Sadoso (1984) membuat suatu

modifikasi gerakan, diantaranya adalah latihan dengan gerakan salah satu kaki selalu berada

di lantai guna mengurangi benturan-benturan yang keras. Modifikasi ini disebut dengan low

impact atau soft impact (aerobik benturan ringan). Modifikasi ketiga disebut non impact,

tanpa menggunakan benturan. Gerakan badan hanya berkisar antara Uitvaal (memindahkan

beret badan) dan navere (gerak ngeper) (Soekarno et al., 1996).

Seperti latihan-latihan aerobik yang lain, senam aerobik akan memperoleh hasil

seperti yang diharapkan apabila dilakukan dengan benar. Empat faktor dasar yang harus

dipenuhi dalam setiap latihan meliputi frekuensi, intensitas, tipe atau macam, dan durasi

latihan. Keempat faktor tersebut sering disebut sebagai “resep FITT” (Frekuensi, Intensitas,
Time atau durasi, dan Tipe). Frekuensi menunjukkan jumlah latihan per minggu, intensitas

menunjukkan seberapa beret badan bekerja atau latihan dilakukan, durasi menunjukkan lama

setiap kali latihan dilakukan, dan tipe adalah bentuk atau macam latihan yang dilakukan

(Giam & Tel, 1993).

Dari penelitian didapatkan bahwa untuk dapat memelihara kapasitas aerobik dan

memperoleh kebugaran serta penurunan berat badan, maka latihan aerobik sebaiknya

dilakukan dengan frekuensi latihan 3-5 kali per minggu dan dengan durasi latihan 20-30

menit (Wilmore & Costill, 1994). Ahli lain, Giam & Teh (1992), mengatakan bahwa durasi

latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup apabila latihan dilakukan secara terus menerus dan

didahului 3-5 menit pemanasan dan diakhiri dengan 3-5 menit pendinginan. Menurut Arthur

(1974) cit Partrilasni et al. (1997) latihan fisik baru dapat memberikan hasil apabila latihan

dilakukan minimal 4-6 minggu, dan akan hilang pengaruhnya setelah 4-6 minggu latihan

dihentikan.

Durasi latihan sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan intensitas latihan

sehingga latihan aerobik dapat dilakukan dengan program short duration-high intensity atau

dengan program long duration - low intensity, selama zona latihan terpenuhi yaitu 60-90%

dari frekuensi denyut jantung maksimal. Intensitas dapat ditingkatkan dengan menambah

beban latihan dengan gerakan meloncat-loncat yang akan mendapatkan beban tambahan dari

gaya reaksi untuk melompat. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan meningkatkan kapasitas

kerja latihan dengan mempercepat gerakan senam melalui penambahan kecepatan beat musik

yang mengiringinya.

Menurut Soekarno et al. (1996), pengaruh latihan aerobik dapat berupa pengaruh

seketika yang disebut respon, dan pengaruh jangka panjang akibat latihan yang teratur dan

terprogram yang disebut adaptasi. Termasuk respon adalah bertambahnya frekuensi denyut

jantung, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu
badan. Termasuk adaptasi antara lain dapat berupa perubahan komposisi badan dengan lemak

total yang menurun, peningkatan massa otot, dan bertambahnya massa, tulang.

6.Pembakaran Lemak pada Senam Aerobik

Langkah awal dari metabolisme energi lemak adalah melalui proses pemecahan

simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh yaitu trigeliserida. Trigeliserida di dalam tubuh

ini akan tersimpan di dalam jaringan adipose (adipose tissue) serta di dalam sel-sel otot

(intramuscular triglycerides). Melalui proses yang dinamakan lipolisis, trigeliserida yang

tersimpan ini akan dikonversi menjadi asam lemak (fatty acid) dan gliserol. Pada proses ini,

untuk setiap 1 molekul trigeliserida akan terbentuk 3 molekul asam lemak dan 1 molekul

gliserol (Coyle, 1997).

Kedua molekul yang dihasilkan melalu proses ini kemudian akan mengalami jalur

metabolisme yang berbeda di dalam tubuh. Gliserol yang terbentuk akan masuk ke dalam

siklus metabolisme untuk diubah menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan asam

lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unit-unit kecil melalui proses pada atom karbon

beta sehingga dinamakan ß-oksidasi untuk kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam

mitokondria sel (Jeukendrup, 2004).

Proses ß-oksidasi berjalan dengan kehadiran oksigen serta membutuhkan adanya

karbohidrat untuk menyempurnakan pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak

yang pada umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari ± 16 atom karbon akan

dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari 2 atom karbon. Tiap unit 2 atom karbon

yang terbentuk ini kemudian dapat mengikat kepada 1 molekul KoA untuk membentuk asetil

KoA. Molekul asetil-KoA yang terbentuk ini kemudian akan masuk ke dalam siklus kreb’s

dan diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya dengan molekul asetil-KoA yang

dihasilkan melalui proses metabolisme energi dari glukosa/glikogen (Coyle, 1997).

Oksidari lemak lebih banyak menghasilkan energi tetapi lemak memerlukan lebih
banyak oksigen daripada karbohidrat karena molekul lemak mempunyai lebih sedikit atom

oksigen dibandingkan dengan atom karbon dan hidrogen. Sedangkan pada seluruh molekul

karbohidrat, rasio antara hidrogen dan oksigen adalah dua banding satu seperti tampak pada

persamaan berikut:

C6H12O6 + 602 → 6 CO2 + 6 H2O(oksidasi glukosa)

C16H32O2 + 23 O2 → 16 CO2 + 16 H2O (oksidasi asam palmitat)

Pada proses oksidasinya, tiap molekul asam palmitat memerlukan 2,01 liter oksigen

sedangkan karbohidrat hanya memerlukan 0.75 liter oksigen, akan tetapi lemak dapat

menghasilkan energi dua kali lebih besar (9,5 kkal g) dari Pada karbohidrat (4,3 kkal / g)

(Clarke & David, 1975).

Kecukupan oksigen sangat dibatasi oleh transport oksigen ke otot rangka oleh sistem

kardiovaskuler dan oleh sistem respirasi. Pada latihan aerobik dengan intensitas tinggi (high-

intensity exercise), perlu penyediaan ATP yang banyak dalam waktu singkat sehingga akan

terjadi deficit oksigen ke otot yang aktif, akibat keterbatasan sistem kardiovaskuler dalam

mensuplai oksigen. Sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot pada intensitas tinggi

adalah karbohidrat. Sebaliknya pada latihan dengan intensitas ringan (low - intensity

exercise), karena waktu yang cukup, sistem kardiovaskuler masih mampu memenuhi

kebutuhan oksigen otot yang berkontraksi sehingga sebagai sumber energi utama untuk

kontraksi otot adalah lemak. Adapun bentuk latihan yang berada diantara keduanya

(moderate - intensity exercise), sebagai sumber energi untuk kontraksi otot adalah

karbohidrat dan lemak secara seimbang (McArdle et al., 1986 ; Wilmore & Costill, 1994).

Hodder & Stonghton (1997), juga mengatakan bahwa lemak sebagai sumber energi

secara predominan baru digunakan apabila badan melakukan latihan aerobik dengan

intensitas ringan atau sedang dengan durasi latihan yang lama. Deposisi lemak yang
berfungsi sebagai cadangan energi terdapat pada jaringan lemak subkutan dan jaringan lemak

viseral, sehingga pada latihan aerobik intensitas ringan dan sedang akan terjadi penurunan

jaringan lemak subkutan dan jaringan lemak viseral.

Deposisi jaringan lemak dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor genetik,

faktor lingkungan (terutama pengaruh makanan dan aktivitas fisik), dan faktor hormonal.

Insulin akan menurunkan kadar asam lemak bebas plasma karena akan menghambat

pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa sehingga akan terjadi peningkatan

lipogenesis dan sintesis trigliserid. Hormon-hormon lain misalnya epinefrin, norepinefrin,

glukagon, ACTH (adrenokortikotropik hormon), MSH (Melanocyt Stimulating Hormon),

TSH (Thyroid Stimulating Hormon), GH (Growth Hurmon), dan vasopresin. Hormon-

hormon tersebut akan meningkatkan pengeluaran asam-lemak bebas dari jaringan adiposa ke

dalam plasma darah dengan menambah kecepatan lipolisis trigliserid di jaringan adiposa

(Mayes, 1983).

Aktivitas fisik atau latihan yang teratur dan terprogram juga dapat membantu

penurunan persentase lemak badan terutama latihan yang bersifat aerobik (Brook, 1978).

Penurunan persentase lemak badan merupakan faktor utama terjadinya penurunan berat

badan. Persentase lemak badan dapat dikatakan normal antara 12-17% untuk pria, dan 19-

24% untuk wanita. Dalam kaitannya dengan persentase lemak badan tersebut, seseorang

dikatakan mengalami obesitas atau kegemukan apabila persentase lemak badan lebih dari

25% untuk pria dan lebih dari 30% untuk wanita (Wilmore, 1981).

Abe et al. (1996a) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa latihan aerobik seperti

lari, senam, atau bersepeda dengan frekuensi latihan 3-6 kali per minggu dengan durasi 60

menit sudah berefek terhadap penurunan lemak subkutan dan lemak viseral. Selain itu juga

didapatkan bahwa semua wanita yang aktif mempunyai lemak subkutan dan lemak viseral

yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak aktif. Pada wanita muda aktif (18-25
tahun) terdadi penurunan distribusi lemak subkutan pada semua segmen seperti lengan atas,

lengan bawah, tubuh, paha, dan tungkai bawah kecuali muka dan leher. Sedangkan pada

wanita usia pertengahan (40-52 tahun), perbedaan antara yang aktif dan tidak aktif latihan

hanya terjadi pada regio badan atas seperti muka, leher, lengan atas, dan tubuh. Meskipun

terjadi penurunan persentase lemak badan, tetapi latihan aerobik tidak dapat menekan secara

mutlak terhadap peningkatan lemak sebagai akibat proses penuaan. Hasil ini berbeda dengan

Kohrt et al. (1992) yang menyatakan bahwa latihan yang teratur akan menekan peningkatan

persentase lemak badan karena proses penuaan.

Despres et al. (1985) dan Abe et al. (1997) menyebutkan bahwa setelah melakukan

latihan aerobik, tebal lipatan kulit (skinfold thickness) dari segmen tubuh mengalami

penurunan 22%, sedangkan penurunan pada segmen anggota gerak atas dan anggota gerak

bawah sebesar 12%. Hal ini menggambarkan bahwa penurunan lemak segmen tubuh lebih

cepat daripada segmen anggota gerak atas dan bawah.

Latihan aerobik dengan frekuensi 3-5 kali per minggu seperti yang direkomendasikan

oleh ACSM dapat bermanfaat untuk penurunan lemak subkutam Pada penelitiannya, Abe et

al (1997) mendapatkan hasil bahwa dengan latihan aerobik intensitas 60-80% dari MHR

dengan frekuensi 3-4 kali perminggu tanpa pembatasan diet akan terjadi penurunan lemak

subkutan. Sedangkan pada latihan dengan frekuensi 1-2 kali per minggu dengan intensitas

yang sama, tidak terjadi penurunan lemak subkutan meskipun disertai dengan pembatasan

diet. Hal ini menunjukkan bahwa efek peningkatan penggunaan kalori dengan cara

meningkatkan frekuensi latihan lebih besar pengaruhnya terhadap penurunan massa lemak

subkutan daripada penurunan masukan kalori dengan cara pembatasan diet selama latihan.

Sehingga selama latihan dilakukan dengan frekuensi yang cukup, untuk tujuan menurunkan

lemak subkutan tidak perlu dilakukan pembatasan diet. Hasil lain dari penelitian ini adalah

terjadinya penurunan lemak viseral selama latihan aerobik, tetapi tidak ada korelasi dengan
frekuensi latihan.

Penurunan persentase lemak badan juga telah dilaporkan sebagai hasil latihan senam

aerobik intensitas sedang dan intensitas tinggi yang dilakukan selama 12 minggu, dengan

frekuensi latihan tiga kali per minggu (Partrilasni et al., 1997).

7.Metode Penentuan Persentase Lemak Badan

Komposisi badan yang sebagian besar meliputi otot skelet, serta jaringan lain seperti

lemak, tulang, dan air badan' dapat diketahui besarnya dengan berbagai macaw metode.

Metode umum adalah metode fisiologik yang meliputi pengukuran berat badan dalam air

(underwater weight/UWW) atau teknik-teknik yang lain. Metode UWW ini biasanya

dilakukan sebagai acuan dasar bagi uji validitas metode-metode yang lain. Metode-metode

yang lain bare dianggap valid apabila tidak jauh berbeda hasilnya dengan metode UWW.

Metode lain adalah metode larutan isotopik atau kimia untuk mengukur air badan dan

lemak badan secara langsung, dan metode dengan menggunakan alat radiografi atau

Magnetic Resonance Images (MRI), ultrasonografi (USG), dengan alat bioelectric

impedance, dan metode anthropometri dengan teknik skinfold.

Abe et al. (1996b) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa USG dapat digunakan

secara efektif untuk mengestimasi jaringan lemak subkutan secara segmental dan tidak

terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil yang didapat dengan menggunakan USG dan

MR1. Sedangkan Stolarczyk et al. (1997) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa analisa

bioelectric impedance dapat digunakan untuk menilai komposisi badan pada populasi yang

heterogen dengan menggunakan rumus spesifik dari Segal, sehingga dapat dipakai untuk

berbagai seks, umur maupun etnik.

Banyak terdapat metode penentuan komposisi badan, tetapi tidak semua metode

tersebut dapat dilakukan dengan mudah, baik karma alasan biaya, keterbatasan alat, maupun

efek radiasi yang ditimbulkannya. Metode anthropometri merupakan salah satu alternatif
yang sering digunakan sebagai pengganti karna relatif murah dan mudah serta mempunyai

validitas yang cukup tinggi. Anthropometri merupakan metode pengukuran secara tidak

langsung dengan teknik pengukuran tebal lipatan kulit atau skinfold. Namun demikian, teknik

ini mempunyai kelemahan karena bersifat rasial yang disebabkan karena perbedaan distribusi

lemak, perbedaan tinggi duduk, dan perbedaan massa otot (Vogel & Fried, 1992).

Rumus-rumus yang digunakan untuk menetapkan komposisi badan dengan

menggunakan metode anthropometri ini telah dilakukan validasi dengan metode UWW

seperti yang telah dilakukan oleh Eston et al. (1995), Housh et al (1996), Rush et al. (1997)

dan Brandon (1998). Tetapi rumus-rumus yang digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu

hanya cocok diterapkan pads populasi kulit putih atau kaukasid, sedangkan penggunaannya

pada populasi selain kaukasid masih dipertanyakan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian

Rush et al. (1997) yang meneliti wanita Eropa dan Polinesia, Berta Brandon (1998) yang

meneliti wanita kulit putih dan wanita Afrika yang tinggal di Amerika. Dari penelitian-

penelitian tersebut diperoleh perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok populasi

dalam upaya untuk menetapkan persentase lemak badan dengan menggunakan teknik

skinfold. Oleh karena itu rumus-rumus ini bersifat spesifik bagi populasi tertentu.

Jackson et al. (1980) yang mengajukan rumus dengan menggunakan tiga regio

pengukuran skinfold yaitu triceps, suprailiaca, dan bagian depan tengah paha merupakan cara

yang terbaik untuk menetapkan persentase lemak badan secara tidak langsung pada populasi

wanita Cina dari ras mongolid atau Asia menetapkan persentase lemak badan dengan

menggunakan metode anthropometri dan menggunakan metode Under Water Weight (Estop

et al., 1995). Dengan demikian, rumus ini dapat ditempkan untuk populasi wanita Asia

termasuk Indonesia. Adapun rumus Jackson, Pollock and Ward (1980) adalah sebagai

berikut:
D = 1,0994921 - 0,0009929 (X2) + 0,0000023 (X2)2 – 0,0001392 (umur)

D : Densitas badan

X2 : Jumlah pengukuran tebal lipatan kulit triceps, suprailiaca, dan paha depan tengah

dalam mm.

Umur : Dalam tahun.

Dari rumus ini kemudian dimasukkan ke rumus Brozek untuk menghitung persentase lemak

badan, yaitu:

Persentase lemak badan = [(4,971 / D) - 4,519] x 100

Dari kedua rumus dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai X maka D akan semakin

besar dan persentase lemak badan akan semakin kecil.

B. Kerangka Berfikir

Lemak sebagai salah satu komponen dalam tubuh memiliki peran penting namun

dapat menjadi berbahaya apabila kadarnya berlebihan. Kadar lemak dalam tubuh dipengaruhi

oleh asupan makanan, aktifitas fisik, jenis kelamin, usia, gaya hidup (konsumsi rokok dan

minuman beralkohol) serta faktor hormonal (Nila, 2008).

Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan lemak dan

latihan tersebut harus bersifat aerobik. Latihan aerobik baru memberikan hasil seperti yang

diinginkan apabila dengan frekuensi, intensitas serta durasi yang cukup. Intensitas latihan

dikatakan ringan apabila mencapai 60-69% dari Maximal Heart Rate (MHR), sedang apabila
mencapai 70-79% dari MHR, dan tinggi apabila mencapai 80-89% dari MHR. Intensitas

latihan dapat ditingkatkan dengan menambah beban latihan dengan gerakan meloncat-loncat,

atau dengan mempercepat gerakan senam (Pollock & Wilmore, 1990). Latihan aerobik

sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali perminggu dan dengan durasi latihan 20-30

menit setiap kali latihan (Wilmore & Costill, 1994). Abe et al. (1997) melaporkan bahwa

latihan aerobik dengan frekuensi 3-5 kali perminggu seperti yang direkomendasikan oleh

ACSM dapat menurunkan lemak subkutan dan lemak visceral.

Lemak sebagai sumber energi dapat diperoleh dari pembongkaran lemak simpanan

(storage fat) yaitu lemak subkutan dan lemak visceral. Penggunaan lemak pada aktivitas

aerobik intensitas ringan sampai sedang akan menyebabkan penurunan lemak simpanan

(McArdle et al., 1986). Sistem kardiovaskuler mempunyai keterbatasan dalam memasok

oksigen ke otot skelet. Senam aerobik dengan intensitas yang tinggi memerlukan ATP yang

banyak dalam waktu singkat sehingga sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah

karbohidrat. Sebaliknya, pada latihan dengan intensitas ringan, karena waktu yang cukup,

system kardiovaskuler masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen otot yang berkontraksi

sehingga sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah lemak. Adapun sumber

energi pada senam aerobik intensitas sedang adalah karbohidrat dan lemak secara seimbang

(Mcardle et al., 1986; Wilmore & Costill, 1994). Penelitian ini akan meneliti pengaruh senam

aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap penurunan persentase lemak badan. Dimana

pengukuran dilakukan dengan metode anthropometri dengan teknik pengukuran tebal lipatan

kulit secara tidak langsung untuk mengetahui persentase lemak badan keseluruhan dengan

menggunakan alat skinfold callipers.

Faktor Biologis : Persentase Lemak Faktor Lingkungan :


Usia Tubuh Asupan makanan,
Jenis kelamin Aktifitas fisik
Hormonal Gaya hidup

Faktor Biologis : Faktor Lingkungan :


Usia Dapat diberikan latihan Asupan makanan,
Jenis kelamin Aktifitas fisik
Hormonal Gaya hidup
Senam Aerobik

Salah satu yang mempengaruhi

Intensitas

Ringan Sedang Tinggi

60-69% dari MHR 70-79% dari MHR 80-89% dari MHR


(lemak (karbohidrat dan (Karbohidrat
sebagai sumber lemak sebagai sebagai sumber energi)
energi) sumber energi)

Skinfold
Callipers
Penurunan
Persentase
Lemak Badan

C. Kerangka Konsep

Persentase Aerobik Persentase Uji


Lemak Badan Intensitas Lemak Badan Pengaruh
Sebelum Ringan Sesudah

Persentase Aerobik Persentase Uji


Lemak Badan Intensitas Lemak Badan Pengaruh
Sebelum Sedang Sesudah

Gambar.9. Kerangka Konsep


D. Hipotesis

1. Ada pengaruh senam aerobik intensitas ringan terhadap penurunan persentase lemak

badan

2. Ada pengaruh senam aerobik intensitas sedang terhadap penurunan persentase lemak

badan

Ada perbedaan pengaruh ntara senam aerobik intensitas ringan dan intensitas sedang terhadap
penurunan persentase lemak badan

You might also like