You are on page 1of 4

1.

UTHLUBUL 'ILMA WALAU BISHSHIIN


"Tuntutlah ilmu walau di negeri cina"

Sumber 1 (Qosim Koho)

Diriwayatkan oleh Ibnu 'Adiy dalam kitabnya juz II halaman 207, dan oleh Abu Nu'aim dalam kitab 
Akhbaaru Ashbahaan Juz II halaman 106, oleh Al-Khatiib dalam kitab Taarikhul Baghdaadiy

1. Hadis ini BATHIL. Bukan ucapan Rasulullah SAW


2. Semua riwayat melalui jalan : Al-Hasan bin 'Athiyah. Tetapi dalam sanadnya ada rawi yang
bernama : Abu 'Aatikah. Dia termasuk rawi yang MATRUK (hadis yang diriwayatkan oleh
seorang yang tertuduh dusta baik dalam meriwayatkan hadis ataupun selainnya. Hadis matruk
ini seburuk-buruk hadis dla'if 4)
3. Rawi inilah yang meriwayatkan dengan tambahan WALAU BISHSHIIN
4. Dilain riwayat ada pula tambahan FARIIDHATUN 'ALAA KULLI MUSLIMIN. Dalam sanadnya ada
rawi yang sifat dan keadaannya mendekati derajat dlaif.
5. Imam Bukhari mengatakan : "Abu 'Atikah yang seorang rawi yang suka meriwayatkan hadis
hadis MUNKAR"  (sesuatu hadis yang dilawankan dengan hadis lain yang lebih kuat ingatan
perawinya. Riwayat yang lebih kuat ingatan perawinya dinamai "MAHFUDH" dan yang menjadi
lawannya dinamai "SYADZ". Jika yang SYADZ ini mengandung kelemahan pula, maka dinamai
MUNKAR. Sedang yang MAHFUDZ dinamai MA'RUF 4)
6. Imam Nasaa-i mengatakan : "Dia adalah rawi yang LAISA BITSIQAH (tidak dapat dipercaya)

  Sumber 2 (Prof. KH. Ali Mustafa Ya’kub, MA)

  RAWI dan SANAD

Hadis ini diriwayatkan Ibn ‘Adiy (w356H), Abu Nu’aim (w430H), al-Khatib al-Baghdadi (w463H), Ibn
‘Abd al-Barr (w463H), Ibn Hibban (w254H) dll. Semua menerima hadis tersebut dari al-Hasan bin
‘Atiyah, dari Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman, dari Anas bin Malik, (dari Nabi SAW).

 KUALITAS HADIS

1. Ibnu Hibban mengatakan yang meriwayatkan hadis tsb mengatakan  hadis ini bathil la ashla
lahu (Batil, palsu, tidak ada dasarnya)
2. Al-Sakhawi mengulang kembali pernyataan Ibnu Hibban dalam kitabnya.
3. Sumber kepalsuan hadis adalah rawi  Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman (dalam sumber lain
tertulis : Salman).
4. al-Uqaili, al-Bukhari, al-Nasai dan Abu Hatim sepakat bahwa Abu 'Atikah Tarif bin Sulaiman 
tidak memiliki kredibitas  sebagai  rawi hadis.
5. al Sulaimani mengatakan Abu 'Atikah dikenal sebagai Pemalsu Hadis
6. Imam Ahmad tidak mengakui ini sebagai Hadis Nabi.

 RIWAYAT-RIWAYAT LAIN

Hadis tersebut ditulis kembali oleh Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Maudhua'at (Hadis-Hadis Palsu).
Kemudian al Suyuti dalam kitabnya al-La'ali al-Mashnu'ah fi al_Ahadits al-Maudhu'ah (sebuah kitab
ringkasan dari kitab Ibn al-Juazi ditambah komentar dan tambahan), mengatakan bahwa disamping
sanad di atas, hadis tersebut memiliki tiga sanad lain, sbb :

1. Riwayat Ibn  Abd al-Barr dan al-Baihaqi dalam kitab Syu'ab al-Iman, dengan sanad : Ahmad
bin 'Abdullah – Maslamah bin al-Qasim – Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani –
'Ubaidah bin Muhammad al-Firyabi – Sufyan bin 'Uyainah – al-Zuhri – Anas bin Malik – (Nabi
SAW).
2. Riwayat Ibn Karram dalam kitab al-Mizan (Mizan al-I'tidal fi Naqd al-Rijal) karya al-Dzahabi,
dengan sanad : Ibn Karram – Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari – al-Fadl bin Musa –
Muhammad bin 'Amir – Abu Salamah – Abu Hurairah – (Nabi SAW)
3. Riwayat Ibn Hajar al-'Asqalani dalam kitabnya al-Lisan (Lisan al-Mizan) dengan riwayat sendiri
yang berasal dari Ibrahim al-Nakha'i – Anas bin Malik. Ibrahim berkata : "Saya mendengar
Hadis itu dari Anas bin Malik.

 Kualitas ketiga sanad itu sbb :

Sanad ke-1, menurut Imam al-Dzahabi : "Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani adalah
KADZDZAB (PENDUSTA)"

Sanad ke-2,  Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari,  adalah seorang PEMALSU HADIS.
Sanad ke-3, Ibn Hajar al-Asqalani yang meriwayatkan hadis tersebut mengatakan " Ibrahim al-
Nakha'i tidak pernah mendengar apa-apa dari Anas bin Malik". Karena itu al-Nakhai adalah seorang
PEMBOHONG.

PEMBAHASAN LEBIH LANJUT

A). Pembicaraan ketiga sanad

1. Ketiga sanad yang disebutkan al-Suyuti tetap berstatus maudhu' atau Palsu.
2. Syeikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani mengatakan bahwa catatan al- Suyuti itu Laisa bi
syai'in (tidak ada artinya)
3. Hadis yang dlaiif apabila diriwayatkan dengan sanad lain yang juga dlaiif, maka dapat
meningkat statusnya menjadi Hadis hasan li ghairih. Tetapi dengan catatan : kelemahannya
bukan karena rawinya seorang yang fasiq (berbuat kemaksiatan) atau ia seorang pendusta.
Sementara rawi hadis tersebut adalah orang pendusta bahkan pemalsu hadis.
4. Prof. Dr. Nur al-Din 'Itr berpendapat hadis tsb memang tidak dapat meningkat statusnya dari
dlaiif  menjadi hasan lighairih. Beliau juga tidak memastikan hadis tersebut palsu. Beliau
hanya menetapkan hadis tersebut sangat lemah (DLAIIF SYADID). Sayangnya beliau tidak
menjelaskan apa yang dimaksud dengan dlaiif syadid itu, sebab hadis palsu adalah hadis yang
paling lemah.
5. Dalam disiplin ilmu hadis, hadis yang sangat perah kelemahannya, seperti HADIS MAUDHU,
HADIS MATRUK dan HADIS MUNKAR tidak dapat dijadikan sebagai dalil apapun, bahkan
walaupun untuk dalil amal-amal kebajikan (fadhail al-a'mal). Sebab salah satu syarat dapat
digunakannya hadis dlaiif untuk dalil-dalil fadhail al-a'mal adalah kedhaifannya tidak parah.
6. Meskipun Prof. Dr. Nur al-Din  'Itr berbeda pendapat dengan Syeikh Nashir al-Din al-Albani
dan ibn al-Jauzi dalam menilai hadis tersebut, namun dalam praktek mereka sepakat bahwa
hadis tersebut tidak dapat digunakan untuk dalil apa pun, baik untuk akidah, syariah maupun
akhlaq dan fadhail al-a'mal.

 B). Pembicaraan perihal Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani

1. Imam al-Dzhabi menyebut Ya’qub  sebagai kadzdzab (pendusta)


2. bn Hajar al-Asqalani menyampaikan bhw Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani disebut-
sebut oleh Maslamah bin al-Qasim dalam kitabnyaa al-Shilah
3. Maslamah menjelaskan bahwa Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani menjadi pembicaraan
para guru hadis. Ada yang menilai majruh (inkredibel), ada yang menilai tsiqah (kredibel)
4. Maslamah sendiri menilai bahwa Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani “shalih wa ja’iz al-
Hadits (baik hadisnya)”
5. Komentar Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. (2)  :

 Rawi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani termasuk rawi yang kontroversial.
 Dengan demikian tidak mengubah status hadis “Tuntutlah ilmu walau sampai negeri cina”
menjadi shahih.
 Dalam ilmu al-Jarh wa Ta’dil (evaluasi negaaif dan positif atas rawi-rawi hadis) terdapat
kaidah apabila seorang rawi  dinilai negatif  (jarh) dan positif (ta’dil) oleh para ulama kritikus
hadis, maka yang diunggulkan adalah pendapat yang menilai negatif apabila penilaian itu
dijelaskan sebab-sebabnya.
 Dengan demikian Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani tetap sebagai rawi yang MAJRUH
(inkredibel)

2. THOLABUL 'ILMI FARIIDHOTUN 'ALA KULLI MUSLIMIN

"Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap-tiap orang muslim"

Sumber 1 (Qosim Koho)

Diriwayatkan dari jalan Anas, tetapi semua riwayat ini ada Illah yang sangat jelek. (Muhammad
Thahir, Kitab Tadzkiratul Maudluu'aat hal : 17)

1. Hadis ini DLA'IIF (lemah)


2. Imam Baihaqy mengatakan "Matan (isi) riwayat ini sangat terkenal dimana- mana tempat,
tetapi sanadnya Dla'iif".
3. Hadis ini diriwayatkan melalui beberapa jalan tetapi semuanya Dla'iif.
4. Imam Ahmad, Ibnu Rahawaih, Abi 'Aly an-Naisabuury, Imam Hakim, Ibnush-Shalaah,
mengatakan : "Tidak ada satupun hadis yang shahih dalam bab menuntut ilmu ini"
5. Al-'Iraaqy mengatakan : Para ulama hadis ada yang mensahihkan riwayat-riwayat tersebut.
6. Al-Manaawy mengatakan : Riwayat-riwayat tersebut bila dikumpulkan hanya sampai derajat
HASAN saja.
7. Ada pula tambahan kalimat WAMUSLIMATIN = atas perempuan yang Muslim, yang
dimasukkan oleh sebahagian pengarang dalam lanjutan riwayat tersebut, akan tetapi
tambahan tersebut tidak ada dasarnya sama sekali.
8. Hadis ini pula diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad dan Imam Baihaqy, tetapi juga termasuk
riwayat yang DLA'IIF.
9. Ibnu 'Adiy dan Imam Baihaqy juga meriwayatkan dengan lafadh yang lain, yaitu : UTHLUBUL
'ILMA WALAU BISHSHIIN "Tuntutlah ilmu walau di negeri cina". Sanadnya DLA'IIF.
10. Dalam kitab Maqaashidul Hasanah ada tambahan : FAINNA THOLABAL 'ILMI FARIDLOTUN
'ALA KULLI MUSLIMIN.  Jadi kalau dirangkai : "Tuntutlah ilmu itu walaupun sampai negeri
Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap-tiap orang Muslim.
11. Sanad yang ada tambahan ini pun dla'iif. Bahkan Ibnu Hibban mengatakan tambahan ini
Bathil dan tidak ada asalnya.

Sumber 2 (Prof. KH. Ali Mustafa Ya’kub, MA)

1. Dengan mengambil sumber dari Jalal al-Din al-Suyuti, al-Jami’ al-Shaghir, Dar al-Fikr, Beiirut,
1401H/1981 M, II/131
2. Prof Ali menyebutkan bahwa hadis “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim” merupakan Hadis
shahih yang antara  diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman, Imam 
al_Thabarani dalam kitab al-Mu’jam al-Shagir, dan al-Mu’jam al-Ausath,  al-Khatib al-Baghdadi
dalam kitab Tarikh Baghdad dan lain-lain.

KOMENTAR PRIBADI

Khusus berkenaan dengan hadis kedua “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim” dalam bahasan ini,
sejauh yang bisa saya pahami (karena saya bukan ahli hadis).

1. Saya tidak mengerti mengapa kesimpulan Qosim Koho berbeda  dengan Prof. Ali.
2. Saya HUSNUDHON kepada beliau-beliau, dan ber-asumsi masing-masing hanya memiliki
sumber yang berbeda.
3. Dengan menggunakan kaidah dalam ilmu al-Jarh wa Ta’dil apabila seorang rawi  dinilai negatif 
(jarh) dan positif (ta’dil) oleh para ulama kritikus hadis, maka yang diunggulkan adalah
pendapat yang menilai negatif apabila penilaian itu dijelaskan sebab-sebabnya, yang sudah
disebut Prof. Ali.
4. Maka insyaAllah, saya menganggap bahwa hadis “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”  itu
cacat secara sanad, tidak bisa digunakan sebagai dalil bahwa hadis tersebut adalah sabda Nabi
SAW.
5. Namun matan (isi) hadis tersebut dapat diterima sejauh ”Ilmu” yang dimaksud adalah “ilmu
agama” yaitu Al-Quran, dengan tetap tidak menyandarkan bahwa hadis ini berasal dari Nabi
SAW.
6. Kewajiban orang beriman dalam mempelajari ilmu agama justru menjadi tidak terbantahkan bila
menggunakan ayat Al-Quran.
7. Al-Quran adalah HUDAL LIL MUTTAQIIN. Sebagai petunjuk, bila tidak dipelajari maka fungsi
petunjuk menjadi tidak bermakna. Pada gilirannya, mereka  yang tidak mau mempelajari isi Al-
Quran akan jatuh kepada mengingkari sebagian rukun iman, yaitu percaya kepada kitab-kitab-
Nya.
8. Masih banyak ayat2 lain yang bermakna belajar agama menjadi wajib. Kita disuruh
memperhatikan ayat-ayat Allah (Al-Quran) agar mendapat pelajaran (Shaad 38:29)
9. Karena itu saya sependapat dengan KH. Mukhtar Adam (3) yang saya ringkas dibawah ini.

KH. MUKHTAR ADAM (3)

Beliau membahas surat Al-QASHSHASH [28:85] Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu


(melaksanakan hukum-hukum) Al Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. 
Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan
yang nyata".

 Ayat ini menjadi dalil bagi para ulama, bahwa mempelajari Al-Quran itu fardhu ‘ain.
Tentang fardhu ‘ain., pertama, dalam AQ ada 16 kali fardhu ain yang tidak bisa diwakilkan. Kedua, fardhu
‘ain dalam mengajarkan AQ. Ketiga, fardhu ‘ain dalam menegakkan AQ. Maka satu diantara kewajiban
pokok kaum muslim, terutama generasi muda, adalah mempelajari ‘Ulumul-Qur’an yang tidak bisa
diwakilkan kepada orang lain.

Al-Quran sebagai al-Huda wajib kita pelajari karena tanpa memahami kepemimpinannya daripada AQ,
kita akan salah ilmunya, akan salah imannya.
Dalam surat al-Hajj [22:54] “dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur'an
itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan
sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”

Kalau kita perhatikan susunan ayatnya digambarkan bahwa, ilmulah yang melahirkan iman, iman
melahirkan amal. Kalau ilmunya dari AQ, imannya ditempa AQ, dan amalnya disetir AQ. Kalau ilmunya
salah, maka amalnya pun juga pasti salah. Itu sebabnya kenapa AQ sebagai al-Huda lebih menunjukkan
tentang fardhu ‘ainnya mempelajari. Tidak bisa setengah-setengah saja. Tidak bisa diwakilkan.

KESIMPULAN SAYA

UTHLUBUL 'ILMA WALAU BISHSHIIN FAINNA THOLABAL ‘ILMI FARIIDHOTUN ‘ALA KULLI
MUSLIMIN

"Tuntutlah ilmu walau di negeri cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”

“Hadis” ini selain populer digunakan untuk mengukuhkan kewajiban dalam mencari ilmu agama juga
populer digunakan untuk mengukuhkan bahwa ajaran islam mewajibkan mencari ilmu dunia. Kalau perlu
belajar kepada orang-orang cina.

Ada pertanyaan yang menggantung, mengapa hadis palsu ini memilih negeri cina? Apa ada kaitannya
dengan perilaku cina secara umum?

Merekalah yang sukses dalam ekonomi, perdagangan. Mengapa sukses, karena mereka fokus kepada
memenuhi hidup dengan kenikmatan duniawi dan tetap fokus pada budaya, tradisi dan falsafatnya. Ini
adalah gambaran umum ttg cina, menurut saya. Mencari ilmu ke negeri cina, padahal disana “tidak ada”
ilmu AQ. “Agama” cina berasal dari filsafat2 dan budaya tradisionil cina.

Kong Hu Cu atau Konfusius, terkadang sering hanya disebut Kongcu  adalah seorang guru atau orang
bijak yang terkenal dan juga filsuf sosial Tiongkok. Filsafahnya mementingkan moralitas pribadi dan
pemerintahan, dan menjadi populer karena asasnya yang kuat pada sifat-sifat tradisonal Tionghoa. Oleh
para pemeluk agama Kong Hu Cu, ia diakui sebagai nabi. (5)

Kepercayaan tradisional cina sebenarnya bukanlah suatu agama tertentu seperti yang menjadi
kesalahpahaman dan salah kaprah mayoritas pemeluk agama lainnya. Kepercayaan di dalam bahasa
Mandarin disebut sebagai Xin4 Yang3, dan agama disebut sebagai Zong1 Jiau4. Ada orang yang
menyebut kepercayaan tradisional ini sebagai Tri-Dharma (Sam Kau = hokkian, Shan1 Jiau4 = mandarin)
yaitu gabungan antara Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme. Ada pula yang mengklaim kepercayaan
tradisional ini sebagai agama Khonghucu.

Kepercayaan tradisional adalah hal yang telah ada jauh sebelum agama eksis dan merupakan bagian
dari budaya (sinkretisme budaya), malah mempengaruhi bentuk dan transformasi ketiga agama tadi
dalam batas2 tertentu. Di zaman dulu, ada atau tidaknya agama leluhur orang Tionghoa, mereka tetap
akan memegang teguh kepercayaan tradisional ini. (6)

Sumber :  

1. Himpunan Hadis Lemah dan Palsu, Qosim Koho, PT. Bina Ilmu, 2003.
2. Hadis Hadis Bermasalah, Ali  Mustafa Yaqub, Prof.,  KH.,  MA.,Pustaka Firdaus,Cet.3, 2005
3. Belajar Mudah 'Ulum Al-Quran, Sukardi KD (ed.), Penerbit Lentera, Cet.1, 2002.
4. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, TM Hasbi Ash Shiddieqy, PT. Pustaka Rizki Putra, 1999
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kong_Hu_Cu_%28filsuf%29
6. http://joomla.budaya-tionghoa.org/ 

Tag: hadis

You might also like