You are on page 1of 18

ENTEROBACTERIACEAE PATOGEN

MAKALAH

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


BAKTERIOLOGI KHUSUS

Oleh :
Iis Herawati
NPM. 130620100001

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN DASAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PADJADJARAN
2010
ENTEROBACTERIACEAE PATOGEN

Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang gram negative yang heterogen, yang

habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Famili ini mencakup banyak genus

antara lain Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia, dan Proteus.

Beberapa genus merupakan bagian flora normal dan kadang-kadang menyebabkan penyakit,

sementara lainnya Salmonella, Shigella dan spesies terakhir yaitu Yersinia bersifat pathogen

pada manusia.

A. Salmonella

1. Klasifikasi

Genus Salmonella diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Procaryotae

Division : Gracilicutes

Order : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella schottmuleri

2. Morfologi

Bakteri berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram bersifat negatif

Gram, ukuran 1 – 3,5 um x 0,5 – 0,8 um, besar koloni 2 – 4 mm, mempunyai flagel

peritrikh kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum.


Gambar 1. Pewarnaan Gram Salmonella sp (www.infohidupsehat.com).

Gambar 2. Mikroskopik elektron Salmonella sp


(www.infohidupsehat.com).

3. Struktur Antigen

Seperti Enterobacteriaceae lain, salmonella memiliki beberapa antigen O (dari

keseluruhan yang berjumlah lebih dari 60) dan antigen H yang berbeda pada salah satu

atau kedua fase. Beberapa salmonella mempunyai antigen simpai (K), yang disebut Vi,

yang dapat mengganggu aglutinasi melalui antiserum o. Antigen ini dihubungkan dengan

sifat invasif yang dimilikinya. Tes aglutinasi dengan antiserum serapan untuk O dan H

yang berbeda merupakan dasar untuk klasifikasi salmonella secara serologi.


Lipopolysaccharide

O side chains (O)

Capsule (K)

Flagella (H)

Cell envelope (cytoplasmic membrane,


peptidoglycan, outer membrane)

Gambar 3. Struktur antigen Enterobacteriaceae (Jawetz, Melnick & Adelberg)

4. Sifat Pertumbuhan

Bakteri tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anerob, pada suhu 15 – 41 oC

(suhu pertumbuhan optimum 37 oC dan pH pertumbuhan 6 – 8. Pada umumnya isolat

bakteri Salmonella dikenal dengan sifat-sifat : gerak positif, reaksi fermentasi terhadap

manitol dan sorbitol positif dan memberikan reaksi negatif pada reaksi indol, Dnase,

fenilalanin deaminase, urease, Voges Proskauer, reaksi fermentasi terhadap sukrosa,

laktosa, adonitol serta tidak tumbuh dalam larutan KCN. Sebagian besar Salmonella

mengahasilkan H2S. Pembentukan H2S ini bervariasi, Salmonella typhi hanya membentuk

sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa. Pada agar SS, Endo,

EMB dan Mac Conkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna.
Gambar 4. Koloni Salmonella sp. Pada SS Agar (www.topnews.net.nz)

5. Daya Tahan

Bakteri mati pada suhu 56oC juga pada keadaan kering. Dalam air bisa tahan

selama 4 minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu, tahan

terhadap zat warna hijau brillian dan senyawa natrium tetrationat dan natrium

deoksikholat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan bakteri koliform

sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan di dalam media untuk isolasi

bakteri Salmonella dari tinja.

6. Patogenesis

Masuknya S. typhi dan S. paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui

makanan yang terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung,

sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas

humoral usus kurang biak maka bakteri akan menembus sel-sel epitel terutama sel-M

dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri dapat hidup dan

berkembang biak di makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan

kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus,

bakteri yang terdapat di dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama

yang asimptomatik) dan menyebar k seluruh organ retikulondotelial tubuh terutama hati

dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di

luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi

mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala

penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.

Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi

setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

teraktivai dan hiperaktif maka saat fagositosis bakteri Salmonella terjadi pelepasan

beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi

inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, mialgia, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat

erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan

hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis

jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan

mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat

timbulnya komplikasi seperti gangguan nueropsikiatrik, kardiovaskular, penapasan, dan

gangguan organ lainnya.

7. Gejala Klinik

a. Demam Enterik (Demam tifoid)

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala

klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan samapi berat, asimtomatik hingga

gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan

gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, obstipasi atau diare, perasaan

tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya

ditemukan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan

dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala

menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative (bradikardi relative adalah

peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit )

lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi ujung merah serta tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,

stupor, koma, delirium atau psikosis.

b. Bakteriemia dengan Lesi Fokal

Bakteriemia dengan lesi fokal biasanya disebabkan oleh S. choleraesuis.

Setelah infeksi mellaui mulut, terjadi invasi dini terhadap darah (dengan
kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak, dan sebagainya), tetapi

sering tidak ada manifestasi usus. Biakan darah tetap positif.

c. Enterokolitis (Gastroenteritis)

Merupakan gejala yang paling sering yang ditemukan pada infeksi

Salmonella. Di Amerika Serikat penyebab paling banyak oleh S. typhimurium,

tetapi enterokolitis dapat juga disebabkan oleh 1500-2000 tipe Salmonella.

Delapan sampai 48 jam setelah salmonella termakan, timbul rasa mual, sakit

kepala, muntah, dan diare hebat, dengan beberapa lekosit dalam tinja. Demam

ringan sering terjadi, tetapi biasanya sembuh dalam 2-3 hari.

Terdapat lesi-lesi peradangan di usus halus dan usus besar. Bakteriaemia

sangat jarang (2-4%) kecuali pada orang yang imunnya terganggu. Biakan darah

biasanya negatif, tetapi biakan tinja positif dan dapat tetap positif selama beberapa

minggu setelah penyakit sembuh secara klinik.

B. Shigella

1. Klasifikasi

Genus Shigella diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Procaryotae

Division : Gracilicutes

Order : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Shigella

Species : Shigella dysentriae, S. flexneri, S. boydii, S. sonnei


2. Morfologi

Bakteri berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram bersifat negatif ,

berbentuk batang ramping dengan ukuran 0,5-0,7 um x 2-3 um, tidak berkapsul,

tidak bergerak, tidak membentuk spora.

Gambar 5. Mikroskopik Pewarnaan Gram Shigella

(http://eu.jazz.openfun.org/wiki/Shigella)

Gambar 6. Mikroskopik Elektron Shigella (Dr. Kari Lounatmaa

http://www.sciencephoto.com/images/imagePopUpDetails.html?)
3. Struktur Antigen

Shigella memiliki struktur antigen yang kompleks. Terdapat tumpang tindih

dalam sifat serologik pelbagai spesies ini dan sebagian besar bakteri mempunyai antigen

O yang juga dimiliki oleh bakteri enterik lainnya.

Antigen somatik O shigella adalah lipopolisakarida. Spsifisitas serologiknya

bergantung pada polisakarida itu. Tedapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi shigella

didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigennya.

Tabel 1. Spesies Shigella yang Patogen

Nama Spesies Golongan dan Jenis Fermentasi Manitol Ornitin

Dekarboksilase
S. dysentriae A ˗ ˗
S. flexneri B + ˗
S. boydii C + ˗
S. sonnei D + +

4. Sifat pertumbuhan

Bakteri ini adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4-7,8

dengan suhu pertumbuhan optimum pada 37'C. Koloni Shigella berbentuk konveks,

bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh, mencapai diameter kira-kira 2 mm

dalam 24 jam. Kuman ini mudah dibedakan pada perbenihan diferensial karena

ketidakmampuannya meragikan laktosa, jadi tetap tidak berwarma. Bakteri ini tidak

mampu menghidrolisis urea dan jika dikultur pada TSIA atau KIA, tidak dapat

memproduksi hidrogen sulfida


Gambar 7. Koloni Shigella pada Berbagai Media Diferensial

(http://www.textbookofbacteriology.net/Shigella.html)

5. Patogenesis

S. dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang bersifat termolabil, yang dapat

mempengaruhi usus dan susunan saraf pusat. Setelah masa inkubasi yang pendek

(1-3 hai) zat ini dapat menimbulkan nyeri perut, demam, dan diare. Beberapa hari

kemudian tinja sering mengandung lendir dan darah. Pada anak kecil kadang-kadang

terjadi kematian karena dehidrasi dan asidosis. Eksotoksin ini juga dapat

menghambat absorpsi gula dan asam amino dalam usus halus. Bekerja sebagai
neurotoksin, zat ini dapat menimbulkan infeksi yang sangat berat dan mematikan

reaksi-reaksi susunan syaraf pusat (meningismus, koma). Selain itu, pada otolisis S.

dysenteriae mengeluarkan endotoksin berupa lipopolisakarida yang toksik.

Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus.

Aktivitas yang bersifat toksik ini berbeda dengan sifat invasif shigella pada

disentri. Keduanya dapat bekerja berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang encer

dan tidak berdarah, dan invasi usus besar mengakibatkan disentri lebih lanjut dengan tinja

yang disertai darah dan nanah.

Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi ke aliran

darah sangat jarang terjadi. Shigella sangat menular. Untuk menimbulkan infeksi

diperlukan dosis kurang dari 103 organisme. Proses patologik yang penting adalah invasi

epitel mukosa, mikroabses pada dinding usus besar dan ilieum terminal yang

mengakibatkan nekrosis selaput mukosa, ulserasi superfisial, perdarahan dan

pembentukkan pseudomembran pada daerah ulkus. Pseudomembran ini terdiri dari fibrin,

lekosit, sisa sel, selaput mukosa yang nekrotik, dan bakteri. Bila proses mulai membaik,

jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.

6. Gejala Klinik

Setelah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari) secara mendadak timbul nyeri

perut, demam, dan tinja encer. Diare tersebut disebabkan oleh kerja eksotoksin dalam

usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, jumoah tinja meningkat karena infeksi

meliputi ilieum dan kolon, tinja ini berkurang encernya tetapi sering mengandung lendir

dan darah. Tiap gerakan usu disertai dengan mengedan dan tenesmus (spasme rektum),

yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare ini sembuh secara
spontan dalam waktu 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus orang dewasa. Namun, pada

anak-anak dan orang tua, kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi,

asidosis, bahkan kematian. Penyakit yang disebabkan oleh S. dysentriae ini dapat sangat

parah.

Setelah sembuh kebanyakan orang mengeluarkan bakteri disentri dalam waktu

yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa yang kronis dan dapat

mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Setelah sembuh dari infeksi, kebanyakan

orang akan memiliki antibodi terhadap shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak

melindungi terhadap infeksi.

C. Yersinia

1. Klasifikasi

Yersinia merupakan genus baru yang termasuk Enterobacteriaceae. Klasifikasi

bakteri ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Procaryotae

Division : Gracilicutes

Order : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Yersinia

Species : Y. enterocolitica, Y. frederiksenii, Y. pseudotuberculosis

2. Morfologi

Yersinia berbentuk batang gram negatif gemuk yang menunjukkan pewarnaan

bipolar yang mencolok dengan pewarnaan khusus. Tidak bergerak dan tidak berspora.
Gambar 8. Mikroskopik Pewarnaan Gram Yersinia

(http://emedicine.medscape.com/article/970186-overview)

Gambar 9. Mikroskopik Elektron Yersinia

(http://uhavax.hartford.edu/bugl/histepi.htm)

3. Sifat Pertumbuhan

Bakteri tumbuh anaerob fakultatif pada banyak perbenihan bakteriologi.

Pertumbuhan bakteri lebih cepat bila berada dalam perbenihan yang mengandung

darah atau cairan jaringan dan tumbuh paling cepat pada suhu 30°C. Dalam biakan

differensial bakteri ini tidak meagikan laktosa. Dalam biakan agar darah pada suhu

37°C, dalam 24 jam tumbuh koloni yang sangat kecil. Suatu inokulum virulen, yang
berasal dar jaringan terinfeksi mengahasilkan koloni abu-abu dan kental, tetapi

setelah dibiak ulang di laboratorium, koloni menjadi tak teratur dan kasar. Organisme

ini tidak banyak memiliki aktivitas biokimia, dan hal ini agak bervariasi.

Gambar 10. Koloni Yersinia pada CIN agar (http://ifr48.timone.univ-

mrs.fr/Fiches/Yersinia_pestis_Plague.html)

4. Struktur Antigen

Semua Yersinia memiliki lipopolisakarida dengan aktivitas endotoksik bila

dilepaskan. Organisme ini menghasilkan banyak antigen dan toksin yang bertindak

sebagai faktor virulensi. Selubung mengandung suatu protein (fraksi I) yang terutama

diproduksi pada suhu 37°C, memberi sifat-sifat antifagosit dan mengaktifkan

komplemen.

Y. enterocolitica mempunyai lebih dari 50 serotipe. Sebagian besar isolat

penyakit pada manusia disebabkan oleh serotipe O3, O8, dan O9. Ada perbedaan

geografis yang mencolok dalam penyebaran serotipenya. Y. pseudotuberculosa

memiliki sedikitnya enam serotipe, tetapi serotipe O1 menjadi penyebab pada

sebagian besar infeksi pada manusia. Y. entrocolitica dapat menghasilkan suatu


enterotoksin tahan panas yang perannya dalam mengakibatkan diare tidak diketahui

dengan jelas.

5. Patogenesis

Yersinia enterocolitica dan Y. pseudotuberculosis dapat masuk ke dalam

inang melalui saluran pencernaan. Diperlukan inokulum sebanyak 108-109 yang

masuk ke dalam saluran pencernaan untuk menimbulkan infeksi. Selama masa

inkubasi yang lamanya 5-10 hari, Yersinia berkembang biak dalam mukosa usus

terutama ileum. Hal ini menyebabkan radang dan ulserasi, dan lekosit ditemukan

dalam feses. Proses in dapat menjalar ke kelenjar getah bening mesentrik tetapi jarang

menyebabkan bakteriemia.

6. Gejala Klinik

Pada infeksi yang diakibatkan oleh Y. pestis, setelah masa inkubasi selama 2-7

hari timbul demam tinggi dan limfadenpati yang terasa nyeri, biasanya disertai

pembesaran kelenjar getah bening (bubo) yang hebat dan nyeri pada lipat paha atau

ketiak. Muntah-muntah dan diare dapat muncul pada sepsis dini. Kemudian terjadi

pembekuan intravaskule yang menyebar, mengakibatkan hipotensi, perubahan

mental, dan kegagalan ginjal dan jantung. Akhirnya dapat muncul tanda-tanda

pneumonia dan meningitis. Y. pestis yang berkembang biak secara intravaskuler dapat

dilihat pada sediaan apus darah.

Pada infeksi yang diakibatkan oleh Y. enterocolitica, gejala-gejala yang

timbul antara lain demam, nyeri perut, dan diare. Diare dapat diakibatkan oleh

enterotoksin atau oleh akibat invasi ke mukosa. Diare dapat encer sampai berdarah.

Kadang-kadang terdapat nyeri perut yang hebat di kuadran kanan bawah, sehingga
mirip apendistis. Satu sampai dua minggu setelah permulaan sakit beberapa pasien

mengalami atralgia, artritis, dan eritea nodosum yang menunjukkan adanya reaksi

imunologik terhadap infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

http://emedicine.medscape.com/article/970186-overview

http://eu.jazz.openfun.org/wiki/Shigella

http://ifr48.timone.univ-mrs.fr/Fiches/Yersinia_pestis_Plague.html

http://uhavax.hartford.edu/bugl/histepi.htm

http://www.sciencephoto.com/images/imagePopUpDetails.html?

http://www.textbookofbacteriology.net/Shigella.html

Jawetz, Melnick dan Adelberg, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta

Mahon and Manuselis, 1995, Textbook of Diagnostic Microbiology, WB. Saunders Company,
Philadelphia

Syahrurachman, dkk, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1994.
www.infohidupsehat.com

www.topnews.net.nz

You might also like