You are on page 1of 5

PENGARUH ZAT ATAU GAS BUANG TERHADAP KESEHATAN

MASYARAKAT

LANGIT biru yang kita idamkan agaknya kian jauh dari kenyataan. Udara kita
telah tercemar oleh berbagai polutan udara kota, baik dari kegiatan industri
maupun terutama lalu lintas atau transportasi darat. Bukan hanya jumlah
kendaraan bermotor yang kian meningkat pesat, tetapi juga banyak
kendaraan yang tidak dirawat dengan baik, disamping kualitas bahan bakar
yang masih mengandung timbel (Pb), sehingga menghasilkan emisi yang dapat
mengganggu kesehatan.
Polusi udara umumnya diberi batasan sebagai udara yang mengandung satu
atau lebih zat kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat
menyebabkan gangguan pada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan harta
benda.
Kanada memberikan batasan serupa, yaitu semua macam kontaminasi undara
dalam kualitas yang dapat menyebabkan gangguan pada manusia atau
membahayakan kesehatan serta keselamatannya, merusak milik serta
mengganggu kehidupan tanaman dan hewan. Bahkan di Prancis, polusi udara
dinyatakan sebagai pengotoran udara yang dapat membahayakan kesehatan
dan keamanan umum, pertanian serta preservasi monumen-monumen umum
atau keindahan alam.
Di samping berpengaruh terhadap kenyamanan hidup, polusi udara berpotensi
mempengaruhi kesehatan masyarakat, antara lain menimbulkan berbagai
penyakit. Penyakit yang ditimbulkan tergantung pada bahan pencemar udara
tersebut.
Emisi Kendaraan
Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, lalu lintas dalam hal ini
kendaraan bermotor, mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan
kontribusi pada polusi udara. Konstribusi gas buang kendaraan bermotor
sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, bandingkan dengan industri
yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal dari rumah
tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan/ladang dan lain-lain.
Gambaran yang mirip terjadi pula di Amerika Serikat. Dari jumlah total tiap
zat pencemar utama yang dikeluarkan setiap tahun, karbon monoksida (CO)
merupakan zat pencemar terbanyak dan kendaraan bermotor adalah sumber
utamanya, seperti terlihat pada tabel berikut ini. Namun perlu diingat kita
tidak boleh memandang jenis zat pencemar atau sumbernya semata-mata
berdasarkan jumlah total emisi tiap tahun. Kita juga harus
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bahaya setiap jenis zat pencemar,
terutama terhadap kesehatan manusia.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, dipandang dari segi efek dan gangguan
kesehatan yang membahayakan, sulfur oksida dan partikulat menempati dua
urutan teratas. Sebaliknya karbon monoksida menempati urutan terbawah
dari ke 5 jenis zat pencemar. Urutan-urutan dalam efek kesehatan dari zat-
zat pencemar memberikan dasar yang lebih rasional dan realistik dalam
merencanakan program pengendalian dan penanggulangan polusi udara.
Emisi memegang peranan penting dalam menimbulkan dampak terhadap
kesehatan masyarakat. Dalam kesehatan lingkungan dikenal ”teori simpul”,
yang terdiri atas simpul-simpul A, B, C dan D. Simpul A adalah yang
diemisikan dari sumber, dalam hal ini asap knalpot kendaraan. Simpul B adalah
ambient, sedangkan simpul C timbunan sejumlah gas atau partikel dalam
darah maupun organ tubuh tetapi belum menimbulkan efek terhadap
kesehatan. Simpul D adalah kondisi terminal, telah menimbulkan efek
terhadap kesehatan maupun kecacatan.
Mengganggu Kesehatan
Polusi udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui
berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor
pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua
dan golongan berpenghasilan rendah biasanya tinggal di kota-kota besar
dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk.
Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit
bronchitis kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan
tertinggi sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun, sulfur oksida,
asam sulfur, pertikulat dan nitrogen dioksida telah menunjukkan sebagai
penyebab dan pencetus asthma brochiale, bronchitis menahun dan
emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan
bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur
antara 40-60 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal
di daerah perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan atau pun
timbulnya penyakit yang disebabkannya masih merupakan problema yang
sangat komplek. Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan
sebab akibat ini. Namun dari data statistik dan epidemiologik hubungan ini
dapat dilihat dengan nyata.
Pada umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna
daripada data mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan
fisiologik pada kehidupan manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda
penyakit dapat dilihat atau pun dirasa, sebagai akibat dari pencemaran udara,
jelas lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan mestinya telah perlu
dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of
Measurement telah menentapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara
dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan maupun lingkungan
sebagai berikut:
Tingkat I: Konsetrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat II: Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pencaindera,
akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau
akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).
Tingkat III: Konsentari yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi-
fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan
penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV: Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau
kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap
kesehatan adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi
pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah
perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah
morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas para pekerja yang
berisiko mendapat pencemaran udara, penyelidikan pada penderita dengan
penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya.
Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan
komparatif antara daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan
ringan, dengan juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin
berpengaruh, misalnya kualitas udara, kebiasaan makan, merokok, data
meteorologik dan sebagainya, yang sering disebut sebagai faktor yang
menunjang (predisposing factor). Meskipun bukan penyebab, predisposing
factor tersebut memegang peranan penting dalam menimbulkan penyakit pada
manusia.
Khusus polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan
bakar yang tak ramah lingkungan, terutama karena masih mengandung
sejumlah Pb, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia,
karena akan menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak. Celakanya, timbel
tidak hanya terserap lewat saluran pernapasan. Kini banyak tanaman yang
mengandung residu Pb, akibat polusi udara oleh bahan kimia ini.
Penyakit

Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh polusi udara adalah:

1. Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama.
Hal ini membuktikan prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam pekerjaan
sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi penurunan 40%
dari angka mortalitas.
2. Emphysema pulmonum.
3. Bronchopneumonia.
4. Asthma bronchiale.
5. Cor pulmonale kronikum.
Di daerah industri, Czechoslovakia umpamanya, dapat ditemukan
prevalensi tinggi penyakit ini. Demikian juga di India bagian utara,
penduduk tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa jendela dan
menggunakan kayu api untuk pemanas rumah.
6. Kanker paru. Stocks & Campbell menemukan mortalitas pada non-smokers
di daerah kota 10 kali lebih besar daripada daerah rural.
7. Penyakit jantung, juga ditemukan dua kali lebih besar morbiditasnya di
daerah dengan polusi udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat
menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi bila telah ada tanda-tanda
penyakit jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO terhadap hemoglobin
adalah 210 kali lebih besar daripada O2 sehingga bila kadar CO Hb sama
atau lebih besar dari 50%, akan dapat terjadi nekrosis otot jantung.
Kadar lebih rendah dari itu pun telah dapat mengganggu faal jantung.
8. Kanker lambung, ditemukan dua kali lebih banyak pada daerah dengan
polusi tinggi.
9. Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya
banyak juga dihubungkan dengan polusi udara. Juga gangguan pertumbuhan
anak dan kelainan hematologik pernah diumumkan. Di Rusia pernah
ditemukan hambatan pembentukan antibodi terhadap influenza vaccin di
daerah kota dengan tingkat polusi tinggi, sedangkan di daerah lain
pembentukannya normal.
Pengendalian
Mengingat kendaraan bermotor mempunyai andil terbesar dalam polusi udara,
maka pengendalian polusi udara juga berarti pengendalian emisi kendaraan
bermotor. Pengendalian tingkat ini adalah pengendalian terhadap simpul A
dalam “teori simpul”.
Apabila memungkinkan, selain peraturan perundangan yang berlaku umum,
dapat pula dibuat peraturan yang khusus untuk mengelola sumber-sumber
pengotor udara. Peraturan seperti ini dikenal sebagai standar emisi,
khususnya emisi kendaraan bermotor.
Di samping itu ada pula standar yang diberlakukan bagi kualitas bahan bakar,
karena sebagian besar polusi udara disebabkan oleh pembakaran. Kualitas
hasil atau sisa pembakaran tergantung antara lain dari kualitas bahan bakar
yang digunakan. Di DKI Jakarta telah diujicoba penggunaan bahan bakar yang
berasal dari gas alam yang sangat ramah lingkungan.
Namun, kualitas pembakaran oleh kendaraan bermotor tidak kalah
pentingnya. Karena itu, perawatan kendaraan dan jika perlu pembatasan usia
kendaraan mutlak dilakukan. Hal ini memungkinkan dilakukan jika secara
berkala dilakukan uji emisi kendaraan. Kendaraan bermotor yang beroperasi
di kota harus telah lulus uji emisi.
Peran serta masyarakat dalam mengurangi polusi pada udara ambient, dalam
hal ini intervensi terhadap simpul B, sangat diperlukan. Gerakan penghijauan
seyogianya terus ditingkatkan, terutama dimulai dari tempat tinggal masing-
masing. Sangat dianjurkan menggunakan pohon yang berdaun lebar atau yang
berpotensi mengurangi polusi udara. Misalnya setiap keluarga, terutama di
kota, menanam sebuah bibit pohon angsana. Niscaya lima tahun ke depan,
telah tercipta lingkungan yang asri dan terhindar dari polusi udara. Demikian
pula taman-taman kota perlu digalakkan untuk mengimbangi polusi udara kota
dan agar “langit biru” tidak sekedar menjadi isapan jempol.

You might also like