You are on page 1of 16

hadits tentang 

pernikahan
Juli 15, 2009 oleh muslimstory

“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan


perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya
jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)

“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat


kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)

“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang,
dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang
memilih hidup membujang” (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani)

“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih


& sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih &
sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih &
sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan
kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari
keduanya” (HR. Abu Sa’id)

“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian


diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan
rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti telah
ditolong oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia
bertaqwa pada separuh yang lain” (Al Hadits)

SOLUSI : PENGGANTI PACARAN HARAM – BUDAYA


JAHILIAH YG DILESTARIKAN KAFIR
Juni 27, 2009 oleh muslimstory

ADA PERTANYAAN

1. Apabila seorang muslim ingin menikah, bagaimana syariat mengatur cara


mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dalam Islam?
2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak
dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-
masing?
3. Bagaimana hukum seorang ikhwan (lelaki) mengungkapkan perasaannya
(sayang atau cinta) kepada akhwat (wanita) calon istrinya?

JAWAB :
Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adalah haram dalam Islam.
Pacaran adalah budaya dan peradaban jahiliah yang dilestarikan oleh orang-
orang kafir negeri Barat dan lainnya, kemudian diikuti oleh sebagian umat
Islam (kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala),
dengan dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara untuk
mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yang agung ini datang
dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana,
dengan tujuan untuk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat
kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yang akan
merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.

Ikhtilath (campur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram),
pergaulan bebas, dan pacaran adalah fitnah (cobaan) dan mafsadah bagi
umat manusia secara umum, dan umat Islam secara khusus, maka perkara
tersebut tidak bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil –bangsa yang
terlaknat– berawal dari fitnah (godaan) wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

“Telah terlaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan
Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka
bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tidak saling melarang dari
kemungkaran yang mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yang mereka
lakukan.” (Al-Ma`idah: 79-78)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di
atasnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian.
Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena
sesungguhnya awal fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR.
Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umatnya
untuk berhati-hati dari fitnah wanita, dengan sabda beliau:
“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya
terhadap kaum lelaki dari fitnah (godaan) wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, dari
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)

Maka, pacaran berarti menjerumuskan diri dalam fitnah yang


menghancurkan dan menghinakan, padahal semestinya setiap orang
memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu karena dalam pacaran
terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:

1. Ikhtilath, yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yang bukan
mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan
umatnya dari ikhtilath, sekalipun dalam pelaksanaan shalat. Kaum wanita
yang hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian
belakang masjid. Dan seusai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdiam sejenak, tidak bergeser dari tempatnya agar kaum lelaki tetap di
tempat dan tidak beranjak meninggalkan masjid, untuk memberi
kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga
tidak berpapasan dengan jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam Shahih Al-Bukhari. Begitu pula
pada hari Ied, kaum wanita disunnahkan untuk keluar ke mushalla (tanah
lapang) menghadiri shalat Ied, namun mereka ditempatkan di mushalla
bagian belakang, jauh dari shaf kaum lelaki. Sehingga ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah, beliau perlu
mendatangi shaf mereka untuk memberikan khutbah khusus karena mereka
tidak mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir
radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sebaik-baik shaf lelaki adalah shaf terdepan dan sejelek-jeleknya adalah


shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf terakhir, dan sejelek-
jeleknya adalah shaf terdepan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan


dekatnya shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan
shaf terjelek, dan jauhnya shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki
sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yang
disyariatkan secara berjamaah, maka bagaimana kiranya jika di luar ibadah?
Kita mengetahui bersama, dalam keadaan dan suasana ibadah tentunya
seseorang lebih jauh dari perkara-perkara yang berhubungan dengan
syahwat. Maka bagaimana sekiranya ikhtilath itu terjadi di luar ibadah?
Sedangkan setan bergerak dalam tubuh Bani Adam begitu cepatnya
mengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadinya fitnah
dan kerusakan besar karenanya?” (Lihat Fatawa An-Nazhar wal Khalwah wal
Ikhtilath, hal. 45)

Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dalam


keadaan berhijab syar’i dengan menutup seluruh tubuhnya –karena seluruh
tubuh wanita adalah aurat– sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31, tanpa melakukan
tabarruj karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal
itu dalam surat Al-Ahzab ayat 33, juga tanpa memakai wewangian
berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
Abu Hurairah yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya :

“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari
mereka yang berbau harum karena terkena bakhur untuk untuk hadir shalat
berjamaah sebagaimana dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 53:

“Dan jika kalian (para shahabat) meminta suatu hajat (kebutuhan) kepada
mereka (istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka mintalah
dari balik hijab. Hal itu lebih bersih (suci) bagi kalbu kalian dan kalbu
mereka.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai


tuntutan hajat dari balik hijab dan tidak boleh masuk menemui mereka
secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tidak
dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lebih bersih dan lebih suci bagi
para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sedangkan bagi generasi-generasi setelahnya tidaklah demikian. Tidak
diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lebih butuh
terhadap hijab dibandingkan para shahabat, karena perbedaan yang sangat
jauh antara mereka dalam hal kekuatan iman dan ilmu. Juga karena
persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat,
baik lelaki maupun wanita, termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sendiri bahwa mereka adalah generasi terbaik setelah para nabi
dan rasul, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim. Demikian pula, dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan
berlakunya suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tidak
boleh mengkhususkannya untuk pihak tertentu saja tanpa dalil.” (Lihat
Fatawa An-Nazhar, hal. 11-10)

Pada saat yang sama, ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yang
menjerumuskan mereka untuk berpacaran, sebagaimana fakta yang kita
saksikan berupa akibat ikhtilath yang terjadi di sekolah, instansi-instansi
pemerintah dan swasta, atau tempat-tempat yang lainnya. Wa ilallahil
musytaka (Dan hanya kepada Allah kita mengadu)
2. Khalwat, yaitu berduaannya lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal
Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari


kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami?
” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah
kebinasaan.” (Muttafaq ‘alaih, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali


bersama mahram.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Hal itu karena tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya
sebagai pihak ketiga, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali
dia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena
setan akan menyertai keduanya.” (HR. Ahmad)

3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu:

“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan
melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga
zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan
zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara
kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang
membenarkan atau mendustakan.”

Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk
dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata . Mendengar ucapan
wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara
dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan
merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk
disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan.
Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju
tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan
mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu.
Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan
yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina
kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarh
Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, pada syarah hadits no.
16 22)

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah


perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra`: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:


“Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan
jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar
radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.
226)

Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan maka tetap tidak
boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita (selain mahramnya), melainkan
beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” (HR.
Muslim)

Demikian pula dengan pandangan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah


berfirman dalam surat An-Nur ayat 31-30:

“Katakan (wahai Nabi) kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menjaga


pandangan serta kemaluan mereka (dari halhal yang diharamkan) –hingga
firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat, hendaklah mereka
menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari hal-hal yang diharamkan)
….”

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia
berkata:

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang


pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda:
‘Palingkan pandanganmu’.”

Adapun suara dan ucapan wanita, pada asalnya bukanlah aurat yang
terlarang. Namun tidak boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara
lebih dari tuntutan hajat (kebutuhan), dan tidak boleh melembutkan suara.
Demikian juga dengan isi pembicaraan, tidak boleh berupa perkara-perkara
yang membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila
demikian maka suara dan ucapannya menjadi aurat dan fitnah yang
terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka janganlah kalian (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
berbicara dengan suara yang lembut, sehingga lelaki yang memiliki penyakit
dalam kalbunya menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf
(baik).” (Al-Ahzab: 32)

Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


dan di sekitar beliau hadir para shahabatnya, lalu wanita itu berbicara
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
kepentingannya dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tidak
berbicara lebih dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.

Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir


dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula
bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada
calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara
langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling
mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang
mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah.
Demikian pula halnya berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yang
ingin dilamar dan bergaul dengannya dalam rangka saling mengenal
karakter dan sifat masing-masing, karena perbuatan seperti ini juga
mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Wallahul
musta’an (Allah-lah tempat meminta pertolongan).

Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang
hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang
bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi
(riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk
diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta
keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti
istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan
berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus
membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori
ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan
dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula
sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki
yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika
dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasehat
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda:

“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan
tongkatnya dari pundaknya . Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin
yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR.
Muslim)

Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan


calon istri yang dilamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahat. Akan
tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin
dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata:
“Bolehnya berbicara dengan calon istri yang dilamar wajib dibatasi dengan
syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati
percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, karena
setiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”

Perkara ini diistilahkan dengan ta’aruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang
lebih spesifik yaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan
melakukan nazhor, yaitu melihat wanita yang hendak dilamar. Nazhor
memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang membutuhkan
pembahasan khusus .

Wallahu a’lam.

sumber: myquran.org
Kumpulan surat dan hadist pernikahan
November 17, 2007 by kartadikaria
[Bhs Indonesia]

Written by -r/K-

Assalamualaikum wr. wb.,

Perlu dicermati, ditulisan ini saya tidak menuliskan


penjelasan-penjelasan dari Surat atau Hadist yang tercantum dibawah. Jadi
barang siapa yang masih mempunyai unek-unek, silahkan dipertanyakan
dan jangan disimpan. Sesungguhnya masih banyak surat dan hadist lain,
tapi maaf saya hanya mampu mengumpulkan sebanyak ini. Khusus untuk
hadist, saya belum men-check kembali perawi dan muatan hadist. Silahkan
ingatkan saya jika ada hadist yang lemah.
Dasar Pemikiran Pernikahan
Dari Al Quran dan Al Hadits :
1.  “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha
Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32).
2. “Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
3. ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
4. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian
sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu
keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl
(16) : 72).
5. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
6. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).
7. Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah
menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia
kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An
Nisaa (4) : 1).
8. Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita
yang baik pula (begitu pula sebaliknya).Bagi mereka ampunan dan reski yang
melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).
9. ..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja..(Qs. An Nisaa’ (4) : 3).
10. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan
yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan
akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan
yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).
11. Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (An-Nuur:32)
12. “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu
jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
13. “Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia
menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf
189)
14. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula)” (An-Nur 26)
 
 
1. Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: “Nikah
itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu
Majah, dari Aisyah r.a.).
2. Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang,
memakai wewangian, bersiwak dan menikah(HR. Tirmidzi).
3. Dari Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka
akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).
4. Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah,
sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada
Allah separoh lainnya.” (HR. Baihaqi).
5. Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah
wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
6. “Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup
adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
7. “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah   : a. Orang yang berjihad /
berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda
/ i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
8. “Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia
nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
9. Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak.
Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang
terbanyak (HR. Abu Dawud).
10. Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan
perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya
jumlahmu di tengah umat yang lain (HR.Abdurrazak dan Baihaqi).
11. Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik,
daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady
dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
12. Rasulullah SAW. bersabda : “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah,
dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).
13. Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan
kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih
hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).
14. Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu
dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan
perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).
15. Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian
diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki,
dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).
16. “Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi
lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani
dan Baihaqi)
17. “Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih &
sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka
Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila
seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka
berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)
18. “Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik,
daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady
dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
19. “Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang,
memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
20.   “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk
kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang
belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
21. “Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan
menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita
itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah
Ibnu Abbas ra).
22.   “Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima
(lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang
luas” (H.R. At-Turmidzi)
23. “Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak.
Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang
terbanyak” (HR. Abu Dawud)
24. “Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan
perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya
jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
25. “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki
meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu
dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah
akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena
kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita
karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun
siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau
karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan
menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
26. “Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja
kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta /
tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan
tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang
shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
27. “Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya
perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan
kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Subhanallah, telah jelas dan cukup referensi perintah menikah. Jadi

tentukan keputusan anda   .

Wassalam,

-r/K-

You might also like