You are on page 1of 17

Makro Ekonomi

Islam
PENGANTAR

Ekonomi Makro dan Ruang Lingkupnya

Berbeda dari ekonomi mikro yang memfokuskan mempelajari perilaku


ekonomi indivual yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu perilaku konsumen dan
perilaku produsen, interaksinya dalam pasar, jenis-jenis pasar apakah kompetitif
atau monopolistik, demikian juga studi industri yang merupakan kelompok
perusahaan, dalam mempelajari ekonomi makro kita fokus pada perilaku ekonomi
secara keseluruhan, dan, umumnya menggunakan data nasional. Dalam ekonomi
makro baik konsumen dan produsen mengahadapi masalah yang sama, misalnya
krisis di luar negeri yang mungkin berdampak ke nagara kita, peraturan-peraturan
internasional, misalnya perundingan world trade organization (WTO) dan general
agreement on tariff and trade (GATT) yang cenderung kepada pembebasan bea
masuk dalam perdagangan internasional (liberalisasi perdagangan) yang
berpengaruh kepada ekonomi nasional kita. Begitu juga kebijakan pemerintah kita
sendiri misalnya mengenai anggaran pembangunan dan sektor-sektor yang
dibiayai, insentif untuk pegawai negeri, hutang luar negeri dan dalam negeri dari
pemerintah. Demikian juga dari sisi moneter, Bank Sentral (BI) memainkan
kebijakan untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga, hal-hal yang disebutkan
di atas sangat berpengaruh terhadap perekonomian. Secara umum ekonomi makro
berusaha menjawab pertanyaan mengapa sebagian negara menjadi kaya dan
sebagian miskin? Mengapa negara-negara tumbuh dan berkembang? Apakah yang
menjadi sebab atau sumber resesi dan booming? Demikian juga mengapa terjadi
pengangguran dan apa yang menyebabkannya? Apa yang menjadi sumber dan
bagaimana inflasi terjadi? Dan bagaimana kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi tingkat output, pengangguran, dan inflasi?
Teori ekonomi mikro disebut juga teori harga, di mana harga yang bebas
berfluktuasi menyebabkan respons produsen dan konsumen sedemikian rupa
sehingga akan mengahsilkan pasar yang bersih (market clearing), yaitu pasar di
mana jumlah yan ingin diproduksi oleh produsen sesuai dengan jumlah yang ingin
dikonsumsi oleh konsumen, sehingga pasar akan seimbang, tidak kekurangan
pasok dan juga tidak berkelebihan. Dalam ekonomi makro harga tidak bisa
berfluktuasi secara bebas, misalnya upah tidak dapat berfluktuasi secara bebas,
dan umumnya fleksibel ke atas dan rigid ke bawah. Ketika terjadi pengangguran
yang besar, mestinya upah akan turun dan permintaan akan tenaga kerja
meningkat dan pengangguran akan berkurang. Upah mungkin turun secara riel
dalam jangka yang panjang, yaitu, ketika upah meningkat tidak sepesat
pertumbuhan ekonomi riel. Sehingga secara relatif upah dalam jangka panjang

1
atau bagian tenaga kerja dalam memperoleh bagian pembagian produksi nasional
makin kecil. Akan tetapi dalam jangka pendek upah cenderung kaku dan tidak bisa
menurun walaupun terjadi banyak pengangguran.
Dalam ekonomi makro konvensional, peran pemerintah diakui dan dianalisis
secara eksplisit, oleh sebab itu ekonomi makro tidak sebebas dalam ekonomi
mikro. Intervensi kedalam ekonomi dari pemerintah yang liberal sekalipun
didapatkan sangat signifikan dalam ekonomi makro konvensional. Tugas
pemerintah dalam ekonomi makro adalah memungut pajak dan
membelanjakannya dalam dua kelompok yaitu belanja rutine yaitu menyewa
pegawai dan belanja barang dan jasa, serta mencicil pinjaman dan kelompok
kedua adalah belanja pembangunan yaitu untuk merawat dan atau membangun
baru barang-barang publik, seperti jalan, jembatan, sungai, bandara, taman, dan
kantor-kantor negara. Belanja ini tentu berpenaruh kepada perekonomian, karena
industri-industri akan memperoleh order dari pemerintah dan industri juga belanja
kepada para suplier seperti petani dan penambang. Belanja rutine juga akan
meningkatkan order kepada industri, karena pegawai pemerintah yang
memperoleh gaji dan belanja barang dan jasa langsung juga berkaitan dengan
industri.
Di samping itu, pemerintah terlibat langsung dalam memenuhi kebutuhan warga
negaranya. Pemerintah memberikan transfer kepada para pensiunan, baik untuk
pegawai negeri, dan di negara maju, pemerintah juga memberi skema tunjangan
bagi usia pensiun hampir seluruh warga negaranya melalui program pensiun
negara. Pemerintah juga menanggung biaya pendidikan sampai level tertentu bisa
sampai sekolah menengah atas atau sampai pendidikan tinggi, dan kesehatan
dengan sistem pajak dan asuransi. Demikian juga bantuan pangan dan bantuan
bagi pekerja yang cacat, serta tunjangan pengangguran. Keseluruhan pengeluaran
pemerintah untuk mengkover masalah ini sangat berpengaruh kepada
perekonomian. Belanja ini secara langsung atau tidak langaung akhirnya
memperbesar permintaan kepada berbagai barang dan jasa dalam produksi
nasional.
Dunia Islam dewasa ini memiliki sistem transfer dari pemerintah kepada
masyarakat yang jauh di belakang dibanding dengan program kesejahteraan di
Barat dan negara maju lainnya. Program kesejahteraan untuk mengkover
pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan sangat kurang dan kurang teradministrasi
secara baik. Program program pemerataan ini secara normatif sangat didorong
dalam Islam. Al Qur’an dan hadist memerintahkan secara tegas dan disertai
ancaman jika tidak melaksanakannya, program transfer atau program sosial
kepada kelompok yang lemah. Namun kemunduran dunia Islam dewasa ini
menyebabkan sistem sosial yang buruk yang menggambarkan kemerosotan moral.
Pemerintah yang memperhatikan masalah sosial warga negaranya
menggambarkan moral yang tinggi kepada kelompok lemah dan miskin.
Peran negara dalam melaksanakan program sosial yang ditujukan kepada
kelompok lemah, menyebabkan peningkatan permintaan agregate (permintaan

2
umum) sehingga industri akan berkembang dan lapangan pekerjaan akan semakin
terbuka. Pada masa kejayaan Islam, ajaran Islam berupa program sosial kepada
yang lemah dijalankan, maka pemerintahan Islam memiliki keberanian moral
untuk membebaskan negara-negara di sekitarnya untuk mengikuti jejak ketinggian
moralnya terhadap rakyat lemah yang dibebaskan.
Dewasa ini keadaan sungguh terbalik kemunduran dan kekalahan dunia Islam
disebabkan oleh ketidak peduliannya kepada si lemah yang sering tertindas secara
ekonomi, politik, hak-hak hukum, dan hak-hak sosialnya.
Sebagai ajaran normatif, walaupun belum dipraktekan secara baik di dunia Islam,
sekonomi makro Islam memiliki landsan yang kuat. Transfer atau program sosial,
penghematan konsumsi, dan peningkatan tabungan, serta bagaimana efeknya
terhadap ekonomi makro akan disimulasikan.

Ekonomi Positif, Ekonomi Normatif, dan Islam .


Ekonomi positif berusaha untuk memahami perilaku dan sistem operasi ekonomi
apa adanya tanpa memberikan suatu penilaian apakah ia baik atau buruk. Ekonomi positif
berusaha memahami bekerjanya hubungan-hubungan variabel. Sebagai contoh apabila
pemerintah mengurangi belanja pembangunan, bagaimana pengaruhnya terhadap
perekonomian? Industri yang melayani pembelian pemerintah akan berkurang
permintaannya, pemasok industri tersebut juga akan berkurang permintaanya, dan
akhirnya produksi nasional akan menurun. Hubungan logis semacam itu merupakan
wilayah ekonomi positif.
Ekonomi normatif berusaha memahami hasil perilaku ekonomi dan menilai
apakah hal itu baik atau kurang baik. Contohnya, perlukah subsidi bahan bakar minyak
dikurangi sehubungan dengan akibatnya bagi orang miskin? Apakah sekolah perlu
digratiskan dan sampai level apa sekolah gratis tersebut? Pantaskah memberi subsidi
pendidikan tinggi, sehubungan dengan penghasilan yang lebih tinggi? Berapa batas
peghasilan yang berhak mendapat biaya pengobatan dari pemerintah? Bolehkah produk-
produk asing memasuki negara kita yang berpotensi mengancam industri dalam negeri?
Lapangan investasi dan industri apa yang boleh dimiliki asing dan sampai berapa persen
pemilikan asing tersebut?
Pertanyaan ekonomi normatif meliputi juga ekonomi positif, yaitu bagaimana cara
atau jalan mencapai tujuan normatif tersebut sesuai dengan mekanisme dan hubungan
antar variabel ekonomi. Sebagai contoh, apabila kita ingin melarang modal asing masuk
dalam suatu industri (tujuan normatif sehubungan dengan nasionalisme ekonomi), apa
akibatnya terhadap konsumen barang tersebut dan bagaimana efeknya terhadap industri
barang tersebut di dalam negeri (analisis ekonomi positif).
Nilai Islam secara umum merupakan ekonomi normatif, misalnya membuat
distribusi aset yang tidak hanya dinikmati kelompok kaya, larangan riba dan
menggantinya dengan zakat atau dana publik yang intinya adalah untuk menjaga jangan
sampai terjadi eksploitasi kelompok lemah, perintah menjaga anak yatim, meringankan
beban kelompok miskin,. Bagaimana mencapai semua itu meliputi juga analisis ekonomi
positif. Bagaimana membuat sistem ekonomi yang menjamin tujuan normatif Islami
seperti tersebut di atas diserahkan kepada umat Islam dengan melihat potensi alam,

3
sumber daya manusia yang dimiliki, pengetahuan, teknologi yang diketahui atau
kekayaan budayanya.
Selanjutnya Islam memberikan rambu normatif bahwa alam dan isinya termasuk
benda ekonomi adalah hak milik Allah SWT1, masyarakat atau individu swasta dan
pemerintah memperoleh bagian mengelola benda ekonomi tersebut dengan tujuan
terwujudnya keadaan ekonomi yang diinginkan oleh Islam sebagaimana dicontohkan
dengan terjaminnya hak hak kelompok lemah di atas. Individu swasta diijinkan memiliki
benda ekonomi, katakanlah industri besar yang meliputi semua sektor, kecuali barang-
brang publik seperti jalan, jembatan, hutan lindung, dan sebagainya yang sudah dikenal
dalam ekonomi konvensional. Dan, individu swasta dilarang memiliki industri vital
seperti listrik, minyak bumi, TV, sumber air dan sungai¸ pencetakan uang dan perbankan
inti, serta benda semacam ini. Di negara Barat, benda ekonomi vital semacam ini, boleh
dimiliki oleh individu dalam perseroan swasta. Hal tersebut yang menjadikan
perkembangan ekonomi Barat seperti yang terlihat dewasa ini.
Pemilikan swasta dalam pandangan Islam disertai juga dengan mekanisme pasar
yang sehat dan bebas2, dan tentu saja barang-barang vital yang disebutkan di atas
didistribusikan kepada seluruh penduduk tidak melalui mekanisme pasar, melainkan
langsung oleh pemerintah atau badan yang ditunjuk kepada penduduk. Pemilikan
pemerintah sebagaimana dalam pengelaman empirik sekarang menyebabkan pengelolaan
yang tidak efisien dan sering menimbulkan banyak korupsi, maka pengelolaan barang
ekonomi vital tersebut dapat diswastakan. Sebagai contoh, dalam masyarakat Islam acara
TV di ruang publik dilarang untuk hanya bersifat bersenng-senang dan mengandung
pornografi yang membahayakan mental anak-anak, maka pemilikan pemerintah dalam
TV diwujudkan dalam arah isi atau politik budaya yang dikehendaki, sedang aspek bisnis
bisa diserahkan kepada swasta. Penyerahan ini bisa dilakukan dengan sistem lelang yang
transparan, yaitu kepada siapa yang bersedia memberi bagian keuntungan yang terbesar
kepada pemerintah. Transparansi menimbulkan keadilan dan penunjukkan langsung
menimbulkan, gosip/ghibah, bahkan fitnah, dan huru-hara, maka Islam sangat cenderung
kepada transparnasi dan keadilan.
Dengan perintah memperhatikan si lemah, Islam berasumsi bahwa ekonomi
dikuasai oleh swasta yang kuat dan oleh negara. Mekanisme transfer dari swasta kuat dan
negara sangat ditekankan melalui zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) yang semula dipungut
negara dan menjadi pendapatan utama. Apabila ZIS ternyata masih kurang Islam
mengijinkan memungut pajak. Dalam negara sekular menjadi tidak pantas memungut
ZIS maka perannya digantikan oleh pajak saja. Negara negara muslim yang masih
religius seenarnya memungkinkan memungut kembali ZIS dan memadukannya dengan
pajak dalam kesatuan keuangan negaanya.
Dibanding dengan ekonomi Barat yang ada sekarang ekonomi Islam memiliki
kesamaan bahwa secara umum mekanisme pasar diberlakukan. Harga-harga dan
perbandingannya merupakan petunjuk bagi prodosen dan konsumen sebagai sinyal
berapa mereka akan menmgkonsumsi dan memproduksi suatu benda ekonomi. Ekonomi
perencanaan atau sistem komando tidak dikenal dalam Islam bahkan di larang, karena
semua transaksi harus berdasar kerelaan3. Sampai pada titik ini ekonomi Barat masih

1
2
3

4
sesuai dengan nilai Islam, perbedaan utama dengan Barat adalah hak individu atas
industri-industri vital dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yang di dalam Islam
harus dimiliki oleh negara sebgai manifstasi pemilikan bersama, terutama untuk tujuan
agar dapat diakses seluruh penduduk. Penyelenggaraannya dapat diserahkan kepada
swasta untuk menjaga efisiensi. Tujuan sosial dari suatu benda ekonomi vital
dimanifestasikan dalam kepemilikan negara yang bertugas mengendalikan distribusi yang
merata. Barang-barang swasta lain yang sebenarnya tidak vital, tetapi apabila terdapat
monopoli yang berpotensi mendholomi atau merugikan rakyat sebagai konsumen dapat
diintervensi juga oleh negara. Hal seperti ini terjadi misalnya adanya kartel sehingga
beberapa perusahaan berperilaku sebagai monopolis yang merugikan rakyat sebagai
konsumen dan menghalangi akses ke barang tersebut.4

Enam Variabel Ekonomi Makro


Untuk menilai apakah ekonomi dalam keadaan yang baik atau kurang baik, kita harus
memperhatikan 6 (enam) variabel berikut.

a. Produk domestik riel


b. Tingkat pengangguran
c. Tingkat inflasi
d. Tingkat suku bunga
e. Bursa saham
f. Tingkat kurs

Dua variabel yang pertama secara langsung berpengaruh kepada keadaan ekonomi
rakyat, sedangkan sisanya berpengaruh signifikan, tetapi dengan cara tidak langsung.

a. PDB riel.

Produk domestik riel (PDB) merupakan variabel yang paling penting dalam mengukur
keadaan ekonomi makro. Kata ”riel” artinya mengukur perkembangan produksi barang
dan jasa secara nasional dalam ukuran yang tidak terpengaruh oleh perkembangan harga.
PDB nasional merupakan penjumlahan seluruh produksi barang dan jasa dari padi,
jagung, tekstil, kendaraan, dan nilai tambah dari jasa seperti perdagangan, perhotelan,
perbankan, industri layanan publik, dan industri yang lain.
Untuk memudahkan melihat perkembangannya, produk-produk yang beraneka macam
tersebut disatukan dalam satu ukuran uang, diperoleh dari jumlah seluruh volume produk
dikalikan masing-masing harganya. Namun seringkali produksi tidak berubah, tetapi
karena harganya meningkat, maka seolah-olah dalam nilai uang (nilai nominal) PDB
sudah meningkat. Oleh sebab itu, nilai PDB yang disajikan dalam bentuk nominal perlu
dikoreksi dengan kenaikan harga yang terjadi sehingga diperoleh PDB riel dalam arti
berapa produksi barang dan jasa sudah meningkat.
Cara memperoleh PDB riel dari informasi PDB nominal adalah dengan jalan
mendeflasikan dengan kenaikan harga selama peridoe tertentu.

5
Misalnya pada tahun 2005 jumlah produksi nasional bernilai 4.000 trilyun, harga pada
tahun ini kita indeks 100. Harga-harga pada tahun 2010 telah meningkat 20 persen, atau
indeksnya adalah 120. Jika PDB nominal pada tahun 2010 nilainya 5.000 trilyun berapa
kenaikan produksi yang riel ?

Kenaikan PDB nominal adalah 5000 – 4000 = 25 persen.

(5000 − 4000) / 4000 25


Kenaikan riel = = = 5 persen .
(120 − 100) / 100 5

Konsep di atas memperlihatkan perbedaan antara kenaikan nominal dan riel. Karena
tingkat inflasi yang cukup tinggi maka kenaikan rielnya menjadi rendah. Inflasi
menyebabkan PDB riel menjadi turun.
PDB riel diharapkan selalu meningkat (tumbuh) dari tahun ke tahun, peningkatan tersebut
diperlukan untuk mengganti barang-barang kapital yang rusak, seperti mesin-mesin
produksi di perusahaan-perusahaan yang aus dan rusak. Di samping itu pertumbuhan
PDB diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertambahan jumlah penduduk.
Pertambahan anak yang lahir, apabila tidak disertai dengan meningkatnya produksi
barang dan jasa maka barang dan jasa yang dapat dikonsumsi perkapita akan menurun.
Pertumbuhan PDB riel selanjutnya diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Total PDB dibagi dengan jumlah penduduk disebut pendapatan perkapita, dan
pertumbuhan PDB diperlukan agar pendapatan perkapita ini meningkat.

b. Tingkat Pengangguran

Tingkat penganguran adalah jumlah orang yang secara aktif mencari pekerjaan
tetapi belum menemukan dibagi dengan seluruh angkatan kerja. Angkatan keja adalah
seluruh penduduk usia kerja yang untuk Indonesia ditetapkan berusia 15 sampai dengan
60 tahun.
Tingkat pengangguran merupakan indikator ekonomi yang penting. Pengangguran
menggambarkan keadaan ekonomi rakyat yang riel. Dengan bekerja orang diharapkan
memperoleh penghasilan dan dengan pengahasilan itu orang dapat mengakses produksi
barang dan jasa (PDB). Dengan menuurunkan tingkat pengangguran berarti kita
menurunkan juga kemiskinan dan rentetannya.
Di negara sedang berkembang seperti di Indonesia, pekerjaan bukan sebatas di sektor
formal, yaitu sektor pekerjaan yang tercatat, berijin, berlokasi yang jelas, dan yang
menggunakan prosedur pngangkatan pekerja yang teradministrasi relatif baik. Penduduk
banyak yang melakukan pekerjaan informal, yaitu kontrak kerja yang bersifat
kekeluargaan, dengan lesan dan kurang menggambarkan kontrak jangka panjang yang
pasti. Sebagian angkatan kerja melakukan aktifas mandiri, seperti menjual barang
dagangan secara sendiri, menjual koran, kaki lima dan seterusnya. Di negara sedang
berkembang, pekerjaan formal masih terbatas, dan pekerjaan informal dan pekerjaan
mandiri memainkan peranan yang sangat penting.
Kebijakan ekonomi makro sering hanya memperhatikan penciptaan pekerjaan yang
bersifat formal yang terkait dengan instrumen kebijakan ekonomi modern. Investasi baru

6
baik dalam negeri dan luar negeri menjadi patokan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan.
Islam memandang kebutuhan akan pekerjaan sebagai keutuhan yang penting
dalam mengangkat harkat kemanusiaan. Bekerja adalah ibadah sedangkan menganggur
adalah tercela dan bahkan dosa. Nabis SAW tidak memberikan kepada orang yang masih
kuat bekerja sedekah dari dana zakat yang ada di kas negara. Penyelesaian masalah
kemiskinan pada usia kerja adalah dengan bekerja dan bukan dengan sedekah.
Dengan demikian menurunkan tingkat pengangguran merupakan variabel kunci
untuk memberikan income kepada rakyat dan sekaligus menurunkan tingkat kemiskinan.
Tingkat pengangguran sendiri dapat diturunkan apabila terdapat penambahan usaha baru
atau investasi baru baik berupa pertambahan kapasitas unit-unit usaha maupun yang sama
sekali baru. Penambahan investasi baru seperti tersebut di atas tergambar juga dalam
pertumbuhan ekonomi, sehingga kebijakan ekonomi makro untuk menurunkan
pengangguran dimulai dari mencipatakan iklim usaha yang memudahkan investasi baru,
baik untuk menambah kapasitas usaha yang ada maupun untuk pendirian usaha baru.
Negara-negara Islam ternyata banyak mengalami pengangguran. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya jumlah pengusaha yang dengan usahanya itu dapat menyerap
tenaga kerja dan menghilangkan pengangguran. Adanya investasi dan lebih-lebih
pengusaha baru berhubungan erat dengan suku bunga pinjaman. Ketika suku bunga
pinjaman tinggi rencana usaha menjadi tidak feaseble (tidak layak) karena investasi yang
bersumber dari pinjaman menjadi kurang menarik, dan investasi yang dibiayai sendiri
akan juga dibatalkan, karena orang lebih baik menyimpan uangnya di sektor keuangan.
Dalam aktifitas ekonomi orang berfikir secara oportunitas, yaitu, orang akan memilih
apakah berinvestasi di sektor riel yang menyebabkan pengangguran berkurang atau
menempatkan uangnya untuk memperoleh suku bunga yang tinggi misalnya dengan
membeli deposito atau obligasi. Islam melarang adanya suku bunga dan
menggantikannya dengan dana publik dari zakat atau sedekah yang ada di tangan
pemerintah. Dalam ekonomi Islam, pengusaha akan menghadapi bunga riel (bunga
dikurangi inflasi) nol, sehingga mereka akan mendapat insentif untuk melakukan
investasi dan full employment (tingkat pengerjaan penuh) diharapkan akan terjadi.

c. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah istilah dalam ekonomi makro yang menunjukkan adanya gejala
kenaikan harga harga secara umum. Karena harga-harga meningkat dengan besaran yang
tidak sama, maka inflasi diukur dengan memakai indeks harga. Indeks harga konsumen
adalah indeks harga yang digunakan untuk mengukur kenaikan harga harga barang
ditingakat konsumen. Indeks harga yang lain adalah indeks harga di tingkat produsen,
dan indeks di tingkat pedagang besar.
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat merosot, seorang pekerja dengan
penghasilan dari upah setinggi tertentu nila rielnya akan tinggal setengah apabila harga
harga umum meningkat dua kali lipat. Ini artinya bahwa pekerja tersebut hanya dapat
membeli barang sejumlah setengah dari biasanya, kesejahteraan pekerja tersebut akan
merosot. Karena jumlah barang dan jasa di negara tersebut tidak berubah maka inflasi
telah menyebabkan kelompok lain yang tidak menerima upah diuntungakan karena
mendapat jumlah barang dan jasa yang lebih banyak. Dengan demikian dapat

7
disimpulkan bahwa inflasi merugikan bagi kelompok penerima gaji dan menguntungkan
kelompok yang memeperoleh penghasilan dengan menjual langsung atau memperoleh
laba. Kelompok buruh kecil misalnya dengan upah kurang dari 1 juta misalnya
dibebaskan dari pajak. Akan tetapi jika harga harga naik lima persen setahun, berarti daya
belinya dan jumla barang yang dapat dibeli berkurang 5 persen setahun. Sebaliknya
kelompok penerima penghasilan yang bersumber dari bukan upah mendapat kenaikan
dari barang dan jasa yang tidak terbeli oleh kelompok pekerja, kesejahteraan mereka naik
5 persen. Demikianlah bahwa inflasi kepada pekerja sama artinya dengan dikenakan
pajak. Inflasi dengan demikian memiliki efek distributif.
Dalam sejarah Islam, uang yang digunakan oelh Nabi SAW dan para sahabat
menggunakan mata uang asing dari Romawi dan Persia. Uang yang beredar pada waktu
itu dibuat dari emas dan perak. Dalam perjalanan sejarah pemerintahan Islam membuat
juga mata uang dari tembaga yang disebut fulus5. Dan dewasa ini seluruh dunia
menggunakan mata uang kertas (fiat money), mata uang kertas bisa diterima oleh
masyarakat karena kekuatan politik dan kepercayaan kepada pemerintah. Beberapa mata
uang yang dikeluarkan oleh negara besar dan maju diterima sebagai alat pembayran
internasional yang disebut sebagai mata uang keras (hard currecies).
Mata uang kertas mengandung beberapa masalah, karena diproduksi hampir tanpa
biaya menyebabkan over suplai dari yang dibutuhkan dan mendorong kenaikan harga-
harga. Kenaikan harga-harga ini sama saja efeknya dengan pajak bagi rakyat kecil.
Karena upah-uang yang diterima, ketika dibelanjakan memperoleh barang yang lebih
sedikit. Masalah lain adalah, pusat pencetak uang menikmati suatu surplus ekonomi.
Bayangkan petani petani yang bekerja keras di pedesaan ditukar dengan selembar kertas
yang dicetak di pusat kekuasaan. Hubungan antara pusat yang mencetak uang dengan
daerah-daerah yang menghasilkan karya seringkali sangat timpang.
Secara internasional negara-negara yang memiliki pengaruh dan mata uangnya
diterima di negara sedang berkembang juga menikmati surplus yang sama. Itulah sebanya
beberapa pemikir ekonomi Islam mengajukan proposal untuk kembali kepada mata uang
emas dan perak. Mata uang emas dan perak diproduksi dengan biaya yang tinggi,
sehingga pertukaran barang-barang kepada emas dan perak merupakan pertukaran yang
riel dan setimbang. Dengan menggunakan mata uang emas, maka gaji buruh dan pegawai
makin lama makin tinggi nilainya. Hal ini disebabkan oleh perkembangan barang dan
jasa yang pesat tidak diimbangi oleh perkembangan emas yang sama. Akibatnya, diduga
terjadi penurunan harga-harga yang menyebabkan meningkatnya nilai tukar upah para
pekerja di seluruh dunia. Perjuangan para pekerja di seluruh dunia selalu gagal dalam
memperbaiki perolehan ekonominya, dan mata uang emas serta deflasi yang terkendali
menyebabkan perbaikan kesejahteraannya. Dalam analisis harga, inflasi yang disebabkan
oleh penguatan permintaan umum diduga akan memberi insentif kepada pengusaha untuk
berinvestasi atau ekspansi produksi, dan sebaliknya pergeseram penawaran yang
disebabkan oleh perbaikan teknologi dan efiensi menyebabkan melimpahnya produksi,
pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan produksi domestik akan meningkat dan
penyerapan tenaga kerja akan bertambah.
Namun, tidak mudah kembali ke mata uang emas, terdapat permasalahan jika hal
ini tidak dilakukan dengan serentak di seluruh dunia. Mata uang kertas akan menggusur
mata uang emas, yaitu orang akan menjual ke negara yang menggunakan mata uang
5
Adiwarman K

8
emas, dan ketika membeli memilih negara lain yang bisa dibeli dengan kertas. Sehingga
dengan demikian emas akan disimpan sebagai hasil penjualan dan kertas dikeluarkan ke
negara lain yang masih bersedia menerima. Ketika dunia menggunakan mata uang emas
sampai awal abad 20 ternyata juga sering terjadi krisis.
Para ulama klasik mengecam keras para penimbun emas yang akan menyebabkan
kelangkaan mata uang yang mengganggu pertukaran. Oleh sebab itu yang penting untuk
dijaga adalah regulasi mengenai spekulasi mata uang, apapun bahannya. Spekulasi dan
rekayasa keuangan secara berulang menyebabkan krisis ekonomi dunia. Solusi terhadap
krisis bukan kepada penggantian mata uang tetapi berupa regulasi penggunaan uang,
sehingga tidak terjadi spekulasi yang berlebihan yang menyebabkan perubahan fungsi
mata uang yang semula sebagai alat tukar dan berubah menjadi komoditi dan menjadi
alat spekulasi berlebihan.

d. Suku Bunga

Suku bunga dalam ekonomi konvensional atau margin atau sewa dalam ekonomi
Islam memainkan peranan penting. Suku bunga mempengaruhi besar investasi, bagi
investor yang akan menggunakan dana Bank, suku bunga menjadi pertimbangan
langsung apakah usahanya layak untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Bagi investor
yang menggunakan dana sendiri, suku bunga juga menjadi pertimbangan, karena apabila
suku bunga tinggi akan dipertimbangakan untuk menginvestasikan dananya di Bank
denga tanpa resiko. Suku bunga obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau swasta
selalu lebih tinggi dari suku bunga deposito Bank, akan tetapi, obligasi tidak dapat
dihentikan atau dicairkan sebelum jatuh tempo. Bagi pemilik dana yang menganggur
dalam jangka yang panjang, obligasi menjadi alternatif investasi. Demikianlah kaitan
suku bunga dan hasrat berinvestasi. Investasi sendiri sangat penting untuk meningkatkan
jumlah produksi nasional. Jumlah produksi nasional harus selalu tumbuh, pertama untuk
mengganti barang modal yang aus seperti mesin-mesin dan alat transportasi di
perusahaan-perusahaan dan juga gedung-gedung tempat bekerja, kedua untuk memenuhi
pertambahn penduduk, dan ketiga untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Di sisi lain
pertumbuhan ekonomi yang tidak lain berupa ekpansi usaha atau usaha-usaha baru, akan
menyediakan lapangan kerja yang dengan itu rakyat memperoleh pendapatan dan
terhindar dari kemiskinan. Kunci untuk usaha meningkatkan produksi nasional tersebut
adalah adanya investasi dan kunci dari tambahan investasi baru maupun ekspansi
tersebut adalah tingkat suku bunga.
Suku bunga juga secara langsung berpengaruh terhadap penyerapan produksi
nasional yang dibeli secara kredit seperti rumah, kendaraan, dan alat rumah tangga.
Barang-barang ini dijual dengan cara kredit dan suku bunga atau margin dalam Bank
Syariah sangat berpengaruh menjadi pertimbangan membeli. Penjualan secara kredit
sangat berpengaruh terhadap kemampuan menjual dan memproduksi perusahaan-
perusahaan. Dan juga, pada akhirnya perusahaan-perusahaan dapat menyediakan
lapangan pekerjaan. Dan lapangan pekerjaan tersebut memberikan upah dan dengan upah
tersebut pekerja dapat terbebas dari kemiskinan, dan bahkan menjadi pembeli yang
efektif sehingga pertumbuhan produksi akan semakin kuat.

9
Dalam Islam riba dilarang dengan keras6. Islam sangat condong kepada keadilan
ekonomi dan pemerataan pendapatan serta pemenuhan kebutuhan survival rakyat. Di
dalam surat Al Maa’un7 disebutkan bahwa orang atau bangsa yang tidak memelihara
anak yatim dan tidak menjamin ketersediaan makanan bagi orang miskin, misalnya
dengan menulis undang-undang dan melaksanakannya, maka bangsa tersebut disebut
sebagai bangsa yang ingkar kepada agama atau bangsa yang tidak beragama. Melarang
riba juga dalam nuansa dikhawatirkannya terjadi penghisapan dari rakyat yang bekerja
dari pemilik modal yang tidak menanggung resiko dan tidak bekerja. Larangan riba yang
pertama adalah yang berlipat ganda8, mencerminkan dilarangnya sistem yang
memberatkan rakyat atau sistem yang penghisapan surplus para pekerja. Selanjutnya riba
dilarang dengan segala bentuknya dan Allah SWT memerintahkan menggantinya dengan
zakat atau shodaqah9.
Zakat dan shadaqah adalah sumber keuangan pemerintah negara Islam
sebagaimana pajak dalam negara modern, dengan demikian ajaran Islam menghendaki
kebutuhan permodalan yang dalam negara modern diselesaikan dengan sistem perbankan
dan pasar modal, dialihkan dalam sistem fiskal. Dari sistem bunga menjadi sistem zakat,
dari bank ke sistem pinjaman dari pemerintah, di mana biaya pegawai dan overhead
dibayar pemerintah dengan tujuan supaya lapangan kerja benar-benar terbuka luas, dan
tidak ada satupun rakyat yang menganggur (full employment). Walaupun Islam melarang
riba (pengembalian pinjaman dengan tambahan), tetapi Islam melarang tidak
mengembalikan hutang. Orang yang meninggal dengan meninggalkan hutang sama
posisinya dengan pengambil riba10. Disiplin pengembalian dan ketertiban pengembalian
termasuk penyitaan harta diijinkan, karena peminjam tidak diperbolehkan juga menzalimi
fihak yang meminjami, yang dalam gagasan ini adalah sebuah lembaga keuangan milik
pemerintah, atau yang disubsidi oleh pemerintah.
Dengan mengambil alih riba menjadi zakat atau sedekah dari dana pemerintah,
maka investasi diharapkan akan meningkat pesat dan pengangguran dapat ditekan dan
pengerjaan penuh (full employment) mungkin dapat terjadi. Terdapat hubungan yang
nyata bahwa semakin rendah suku bunga, maka semakin kecil tingkat pengangguran.
Pada saat suku bunga nol sebagaimana dianjurkan dalam Islam untuk diambil alih oleh
negara, maka banyak terjadi usaha baru, pertumbuhan ekonomi meningkat dan terjadi
pengerjaan penuh. Pengangguran merupakan masalah paling serius di negara-negara
muslim dan dampaknya meluas kepada masalah kemiskinan karena tiadanya sumber
pendapatan dan juga pengangguran menyebabkan kondisi sosial yang buruk.
Riba dalam sistem kapitalis di mana swasta yang memiliki modal berlimpah
melipatgandakan modal tersebut dengan jalan ditanamkan di berbagai perusahaan, dan
juga konsumen yang membeli dengan kredit, khususnya kartu kredit dengan bunga yang
sangat tinggi, menjamin peningkatkan nilai uang para kapitalis. Di dalam negeri dan di
luar negri yang jauh uang tersebut ditempatkan dan menyerap sebagaian surplus yang
dikerjakan oleh para pengusaha, pekerja, dan konsumen. Idea dilarangnya riba dan
digantikan dengan alokasi anggaran negara (zakat) untuk membiayai operasional

6
Q.S. 2:275; 276; 278; Q.S. 3: 130; dan 30: 39.
7
Q.S. no 107
8
Q.S. 3:130
9
Q.S. 2: 279 ; 2: 276; 30 : 39.
10
Hadits

10
lembaga kredit, merupakan konsep alternatif dari sistem perbankan yang selalu berulang
mengalami krisis yang bersifat embodied/ bawaan atau sistemik dari sistemnya.
Dewasa ini sistem riba dalam perbankan diberikan alternatif menjadi bank Islam
yang beroperasi dengan jalan murabahah atau jual beli11. Dalam sistem murabahah
pengusaha yang memerlukan barang kapital atau bahan baku disediakan oleh Bank Islam
dan menjualnya secara kredit kepada pengusaha tersebut dengna tambahan yang dalam
sistem perbankan disebut bunga dan dalam sistem bank syariah disebut margin
keuntungan. Kedua sistem tidak berbeda subtantif melainkan hanya pada perbedaan aqad.
Pada hal, yang diperintahkan oleh Al Qur’an adalah benar-benar tidak ada tambahan
apapun, karena sistem kreditnya ditopang oleh sistem zakat atau pajak yang menjadi
tanggung jawab keuangan negara.
Di sektor swasta diijinkan syirkah atau mudharabah atau bagi hasil untuk
pendanaan industri yang bisa dilaksanakan dalam sistem pasar saham, tentu saja hanya
untuk perusahaan yang bonafid dan dikenal luas serta diawasi dengan ketat oleh lembaga
pengawas. Saham tidak lain adalah pendanaan syirkah yang banyak dilakukan pada masa
Nabi SAW dan sahabat. Namun demikian, indeks saham yang merupakan produk
derivatif, yang tidak berbasis kepemilikan suatu usaha yang jelas tidak dapat dibenarkan
di dalam Islam. Indeks menyebabkan uang berputar dalam uang dan tidak berakibat ke
sektor riel dan pengurangan pengangguran.
Di samping yang disebutkan di atas, bank berbasis syirkah yang benar-benar
merupakan idea dasar sistem Islam dijalankan di perbankan swasta maupun negara.
Namun, sampai sekarang belum terdapat model yang dapat diimplementasikan. Bagi
hasil tidaklah mesti 50-50, tetapi bisa mengambil bentuk 80-20, 90-10, dan seterusnya.
Bank berbasis syirkah tentunya dapat dilaksanakan tentu saja dengan penggalian dan
implementasi yang kreatif. Sebagai contoh, pembayaran nasabah hanya dilakukan selama
nasabah untung dengan membayar bagi hasil yang diramalkan dengan suatu range
statistik dalam akad syirkah. Misalnya apabila sesuai perhitungan pengusaha memperoleh
laba antara 1 sampai 2 satuan uang, akan memberikan bagian bank sebesar 0,5 satuan
uang. Jika terjadi keuntungan 2,1 sampai dengan 3 satuan uang akan mebayar misalnya
0,75 satuan. Pembayaran 0,5 atau 0,75 satuan uang ini bisa dihentikan apabila
perusahaan dinyatakan pailit oleh penelitian akuntan publik yang disepakati dan
pengadilan.
Perusahaan memiliki reputasi yang tidak akan memilih bangkrut daripada
memenuhi kewajibannya membayar kewajibannya. Pada saat pengusaha rugi atau
bangkrut yang tentu saja harus dinyatakan oleh pengadilan, fihak bank memiliki
kewajiban menanggung resiko yang besarnya dapat diperhitungkan tidak akan
mengganggu survival perbankan, misalnya 10 persen dari jumlah modal.
Pada prinsipnya berapa yang ditanggung Bank Islam hendaknya yang dapat
dipikulnya. Mengingat Bank hanyalah perwalian harta fihak ke tiga atau para deposan
yang menitipkan uangnya yang dewasa ini sudah berjalan dengan sistem bagi hasil.
Kehancuran bank akan menimbulkan kepanikan dan krisis ekonomi, terjadi
pengangguran yang luas yang akan menyengsarakan rakyat banyak. Dengan sistem bagi
hasil (syirkah/mudharabah), dan jual beli (murabahah) untuk barang konsumsi dan
modal tetap, khususnya gedung, mesin, kendaraan dan perumahan yang dikelola di sektor

11

11
swasta, sistem pasar modal di fihak lain, dan sistem perkreditan bebas bunga yang
disubsidi pemerintah, maka full employment dijamin terlaksana.
Ta’awun atau koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dan pengusaha
merupakan suatu kunci. Sistem ekonomi semacam ini tidak sesuai denga ekonomi pasar
atau ekonomi liberal yang kini berlaku secara global dan mengikat dunia Islam melalui
peraturan dunia yang diratifikasi. Syirkah itu sendiri berarti kerjasama, dengan demikian
pemerintah, perbankan, dan pengusaha melakukan suatu koordinasi bagaimana
memperbanyak unit bisnis di masyarakat yang bertujuan meningkatkan PDB dan
menurunkan pengangguran menuju full employement.
Ta’awun atau syirkah, koordinasi dan kerjasama ini merupakan inti ekonomi
Islam yang berbeda mendasar dari ekonomi pasar yang berbasis persaingan dan
mekanisme otomatis. Di mana kerja sama tidak dilakukan, semua pelaku ekonomi
melakukan respons terhadap sinyal harga. Dan asumsinya bahwa semua pelaku ekonomi
adalah lawan, sehingga untuk meningkatkan payoffnya (perolehan ekonomi) perlu
menekan fihak lain. Respons tersebut ternyata tidak berjalan otomatis dan sering
menyebabkan masyarakat melakukan kesalahan bersama, misalnya terlalu banyak
produk, sebagai contoh, kebebasan ekonomi yang diintrodusir di Indonesia akhir-akhir ini
menyebabkan menjamurnya usaha pompa bahan bakar. Jarak antara kota Solo dan Jogja
sepanjang 60 km dilayani mungkin lebih dari 30 pompa bahan bakar. Akibatnya beberapa
terjadi rugi dan kebangkrutan, atau semuanya mengalami keadaan disisentif. Hal ini
menimbulkan kemubadziran dari modal yang sangat langka di negara yang mengalami
pengangguran begitu besar.
Islam sangat menghargai pasar dan menghargai pengusaha yang perannya sangat
penting dalam mengentaskan pengangguran dan kemiskinan. Tetapi pada saat yang sama
tidak ditabukan bahkan dianjurkan melakukan koordinasi atau kerjasama yang memiliki
tujuan-tujuan yang rasional seperti misalnya menghilangkan pengangguran. Mengambil
contoh, misalnya ketaatan terhadap asas ekonomi pasar, di mana pemerintah tidak boleh
melakukan koordinasi, tidak melakukan subsidi bunga sebagaimana usulan di atas,
sementara nampak di depan mata 10 juta pengangguran dan 30 juta lainnya setengah
menganggur yang siap beralih kerja, tindakan seperti itu justru tidak rasional.
Di Indonesia ekonomi pasar diperkenalkan sejak Orde Baru, dan makin kuat sejak
reformasi, berarti sudah dijalankan 50 tahun. Apabila ditunggu 50 tahun ke depan, tentu
saja hasilnya akan sama. Pengangguran tidak mungkin teratasi dengan sistem ini.
Indonesia adalah negara peserta atau negara pinggiran dalam sitem liberal yang
berintikan di negara-negara pemilik kapital. Di negara inti, juga sering terjadi krisis dan
pengangguran, apalagi di negara peserta. Negara inti bertugas mengembangkan riset dan
teknologi serta penanaman modal, negara peserta bertugas menjual bahan dasar dan
energi, dalaam struktur seperti ini, surplus atau manfaat dari sistem tentulah untuk
mengatasi dahulu permasalahan di negara inti.
Negara peserta yang patuh harus menunggu, dengan logika setelah negara inti
terpenuhi akan terjadi luberan atau trickle down effect berupa pembukaan industri dan
akhirnya penyerapan tenaga kerja. Kita sudah menunggu luberan 50 tahun, tenaga kerja
yang pada waktu itu tamat sekolah menengah atas sekarang sudah berumur 70 tahun,
tentu saja negara-negara ini menjadi tidak rasional atau bodoh jika hanya mengandalkan
sistem yang harus dipatuhi yang menyebabkan rakyatnya menganggur begitu besar.
Sementara itu, di negara inti, jika terjadi sedikit gangguan dan pengangguran yang tidak

12
seberapa dilakukan usaha-usaha bailout atau tombok dari uang negara. Sebagaimana
terjadi pada saat krisis keuangan di Amerika Serikat beberapa tahun lalu. Apa bedanya
bailout dan koordinasi atau kerjasama (ta’awun) yang diusulkan? Bailout dilakukan di
belakang sebagai pintu darurat, sedang ta’awun atau kerja sama dilakukan di depan
dengan pemikiran dan tujuan-tujuan yang rasional. Tentu saja batas-batas lain harus
dijaga yaitu kemungkinan terjadi kolusi dan nepotisme dalam sistem kerja sama seperti
tersebut di atas. Ini adalah batas-batas lain yang harus dipenuhi. Untuk mengatasi hal ini
perlu dilaksanakan suatu prinsip tarnsparansi;

Riba dan Zakat, Mekanisme APBN dan Perbankan

Kerugian atau kebangkrutan juga disebut dapat menerima bagian dari dana publik
(zakat), yang berarti dapat juga disumbang oleh pemerintah dengan tujuan tidak
memberati sistem perbankan. Regulasi yang didasari saling menolong yang rasional12,
yang harus difikirkan jangan sampai diakali atau menimbulkan moral hazard, merupakan
sistem ekonomi yang dibangun oleh Islam. Negara-negara kapitalis atau negara liberal
menganut asas, agar semua alokasi diatur oloeh pasar secara otomatis. Harga-harga, dan
dalam hal ini tinggi rendahnya bunga akan mengatur tinggi rendahnya investasi,
sedemikian rupa sehingga bekerja otomatis. Jika penduduk atau tenaga kerja terlalu
banyak upah akan turun dan menyebabkan investasi menjadi mengungtungkan dan
pengangguran akan menghilang. Namun, di negara-negara muslim besar hal seperti ini
tidak terjadi. Di Amerika yang merupakan inti negara liberal, sistem pasar dalam dunia
keuangannya baru saja menimbulkan krisis. Krisis tersebut pada intinya disebabkan oleh
dijual belikannya instrumen keuangan13.
Islam tidak anti pasar, tetapi menyadari bahwa pasar bisa menyebabkan
berkembang liar, misalnya melimpahnya tenaga kerja menyebabkan upah yang sangat
rendah yang tidak manusiawi. Dan, pasar dalam hal ini penentuan suku bunga berdasar
interaksi suplai-demand di sektor perbankan, ternyata belum cukup, masih menyisakan
masalah, misalnya pengangguran yang tinggi di negara-negara muslim. Hal ini berarti
bahwa sistem pasar saja tidak cukup, pada saat itu pasar harus ditolong, dan dalam Al
Qur’an diberi sinyal ditolong dengan zakat, yaitu untuk mengganti bunga bank yang
harus ditanggung pengusaha yang diberi tugas memberi lapangan pekerjaan.
Dengan prinsip saling menolong, maka pos APBN atau dana publik (atau zakat)
diperintahkan untuk mengganti suku bunga, zakat juga dimungkinkan untuk mengganti
perbankan berbasis syirkah pada saat pengusaha mengalami kerugian. Tentu saja semua
hal ini harus dibuktikan dengan kejujuran yang merupakan inti agama Islam14, bukan
rekayasa yang akan memberatkan APBN. Zakat yang dikelola negara walaupun diijinkan
untuk membantu kebangkrutan juga memiliki batas atas yaitu kurang lebih seperdelapan
dari dana sosial dialokasikan dalam APBN.
Dengan dukungan seperti ini bank Islam berbasis syirkah diijinkan bekerja
menurut sistem pasar yang rasional, tetapi disediakan pintu darurat oleh pemerintah
melalui penggunaan dana zakat yang dalam dunia Islam mestinya dikembalikan menjadi
sumber dana pemerintah. Islam meregulasi pasar bukan bertujuan membatasi ruang

12
Q.S. 5:2
13
Krisis keungan
14
Ayat dan hadist, Implementasinya bisa dilakukan dengan siste, audit

13
geraknya seperti dalam sistem komando, tetapi bahkan menolong pasar untuk mencapai
tujuan yang dapat difikirkan secara masuk akal dan manusiawi seperti tujuan
menghilangkan pengangguran dan membatasi upah minimum. Islam justru sangat
menghargai peran pengusaha jangan sampai terjadi kerugian yang menimbulkan dis-
insentif. Ibnu Taimiyah bahkan Gozali yang terkenal sufi berpendapat agar para
pengusaha memperoleh laba yang cukup.15
Untuk apa dunia Islam mempertahankan sistem ekonomi pasar, yang tidak
menyelesaikan masalah misalnya menyisakan jutaan pengangguran? Di Indonesia saja
saat ini pengangguran terbuka sebesar 10 juta lebih dan tiga kali lipat lebih orang yang
bekerja seadaanya yang siap menjadi tenaga kerja jika lapangan kerja terbuka. Kesetiaan
kepada sistem ekonomi pasar, tidak menyelesaikan masalah secara mendasar. Oleh sebab
itu harus ada keberanian mengajukan dan memikirkan sistem baru. Dengan misalnya
melibatkan dana publik untuk memberi insetif pembukaan lapangan kerja.

Suku bunga riel dan nominal.

Dengan adanya inflasi (deflasi) suku bunga yang diterima atau dibayarkan atas
modal tidak semuanya merupakan perolehan atas modal yang riel. Suku bunga nominal
harus dikurangi besarnya inflasi (deflasi) baru diperoleh suku bunga yang riel. Dengan
demikian jika sesorang mendeposito uangnya mendapat bunga atau margin sebesar 7
persen setahun dan pada saat yang sama terjadi inflasi 6 persen, maka suku bunga rielnya
sebesar 1 persen. Negara-negara dengan tingkat inflasi yang tinggi mendorong suku
bunga nominal juga tinggi, hal tersebut terjadi supaya suku bunga rielnya menjadi
kurang lebih sama dengan suku bunga riel di dunia. Negara sedang berkembang memberi
insentif suku bunga yang lebih tinggi supaya pemilik modal di negara lain bersedia
menempatkan dananya di dalam negeri. Hal terebut sebagai kompensasi karena
umumnya negara sedang berkembang memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi.
Nilai Islam mengajarkan untuk menghapuskan riba (tambahan) atau bunga atas
modal, dan sebagai penggantinya diback up oleh zakat yang dalam dunia modern adalah
dana negara. Sebagaimana diuraiakan sebelumnya hal tersebut bermakna supaya tumbuh
banya wirausaha, dan dengan demikian dapat menyerap pengangguran yang begitu besar
di negara-negara muslim besar seperti misalany di Indonesia, Pakistan dan Mesir.
Dengan pembedaan atas bunga nominal dan riel, maka tugas pemerintah untuk memback
up suku bunga tidaklah sepenuhnya, untuk mencapai suku bunga nol, pengusaha yang
meminjam dana masih menanggung sebesar inflasi yang terjadi dan selebihnya dibackup
oleh pemeintah, sebagai kompensasi penciptakan lapangan pekerjaan dan munculnya
basis pajak (tax base) yang baru.
Untuk sementara dapat disimpulkan bahwa dengan idea suku bunga riel nol dan
menggantinya dengan zakat (dana publik), maka portofolio pembiayaan dalam ekonomi
Islam dapat berujud alternatif berikut.
a. Modal sendiri
b. Meminjam dari bank swasta tertentu atau bank negara yang beban bunganya
untuk membiayai operasional dan pengembangan bank tersebut sebagian menjadi
beban keuangan publik (zakat). Kredit ini diperuntukkan kepada pengusaha baru

15
Karim,

14
dan pengusaha kecil. Dengan implikasi pemerintah mengintegrasikan zakat dalam
sistem pepajakaannya.
c. Meminjam dari bank swasta dan juga bank negara dengan skema murabahah (jual
beli secara mengangsur) terutama untuk membiayai kebutuhan barang-barang
konsumsi atau barang modal (gedung, mesin, dan kendaraan).
d. Memperoleh dana dari psar modal dengan cara menjual saham, hal mana sesuai
dengan skema syirkah atau bagi hasil.
e. Pada saat yang sama Islam tidak setuju dengan perdagangan indeks, karena hal
tersebut tidak berhubungan dengan bagi hasil dan sektor riel. Dalam terminologi
agama yang disebut dengan maisir16, yang berbasis perjudian atau spekulasi.

Empat skema a sampai d di atas diharapkan akan mendorong banyak usahawan baru,
mensatabilkan yang sudah ada dan akan menyerap banyak tenaga kerja yang
menyebabkan terjadinya full employment yang menjadi ideal dari ekonomi makro.

e. Harga Saham di Pasar Modal

Harga saham juga merupakan indikator ekonomi makro yang menggambarkan


harapan terhadap ekonomi di masa depan. Apabila nilai rata-rata saham meningkat tinggi,
menunjukkan ramalan atau dugaan orang bahwa pertumbuhan ekonomi akan tinggi, laba
akan tinggi, dan penyerapan tenaga kerja meningkat atau pengangguran akan menurun.
Saham adalah kupon yang menunjukkan pemilikan suatu perusahaan. Dengan memiliki
saham seseorang berharap akan memperoleh deviden yaitu bagian keuntungan yang
dibagi kepada pemilik saham. Harga saham merupakan respons dari performance
perusahaan yang lalu dan harapan terhadap masa depan suatu perusahaan. Harga saham
secara umum menggambarkan harapan akan perkembangan perusahaan perusahaan
dalam suatu ekonomi, atau ringkasanya disebut dari perkembangan ekonomi.
Namun, pembelian saham memiliki pengikut atau buntut, yaitu orang yang hanya
berspekulasi untuk ikut membeli saham dan menjualnya kembali manakala harga sudah
meningkat. Hal ini menyebabkan harga saham bergerak meningkat melebihi yang
seharusnya. Pada saat sebagian besar pemegang saham ingin memperoleh keuntungan
dan dalam waktu bersamaan menjual sahamnya, maka harga saham akan jatuh.
Meningkat dan menurunnya harga saham tersebut, akan menimbulkan fluktuasi dan
spekulasi.
Pembelian saham yang murni yang ditujukan untuk memperoleh dividen atau
bagian keuntungan merupakan skema yang sesuai dengan azas syirkah (bagi hasil) dalam
ekonomi Islam, namun spekulasi yang dilakukan dengan cara membeli saham supaya
harganya meningkat dan menjualnya kembali pada saat harga tinggi, dan karena nilainya
melampaui yang seharusnya (overvalue), kemudian harganya jatuh dan merugikan orang
lain, hal seperti ini termasuk maisir (judi), atau gharar (memperdaya) yang dilarang di
dalam Islam.
Islam menghendaki ekonomi yang jujur, misalnya orang membeli saham
hendaknya memang didasari untuk memperkuat permodalan suatu perusahaan dan
bertujuan mendapatkan bagian keuntungan dari laba perusahaan tersebut. Tentu saja
kepemilikan tersebut boleh dijual dengan wajar, misalnya karena suatu kebutuhan.
16
Q. S. 5: 90.

15
Dengan demikian pergerakan harga saham akan berada pada wilayah normal. Namun
membeli saham untuk memperoleh keuntungan harga (gain), hal tersebut tidak terkait
dengan dukungan terhadap perusahaan yang mengeluarkannnya, dan hal tersebut tidak
sesuai dengan tujuan ekonomi Islam. Spekulasi ini terbukti merupakan biang atau
sumber krisis ekonomi dunia dewasa ini.

Perdagangan indeks
Di samping pasar modal, juga terdapat pasar derivatif, seperti misalnya indeks.
Orang membeli saham bukanlah untuk menyimpan kupon sahamnya, melainkan berharap
apabila harga meningkat pembeli tersebut akan menjualnya dan berharap memperoleh
keuntungan (capital gain). Kekayaan para pemegang saham dapat naik dan turun
sedemikian rupa sesuai dengan naik turunnya nilai sahamnya. Hal ini memberi peluang
munculnya pasar indeks. Indeks tidak lain adalah rata-rata nilai saham yang dibatasi
dalam indeks tersebut, misalnya indeks 45 saham unggulan. Naik turunnya indeks
kemudian dijual ke masyarakat. Masyarakat pembeli indeks bukannya memiliki suatu
saham perusahaan secara definitif melainkan hanya angka ikutan. Pembeli indeks
berspekulasi dengan rapan indeks akan meningkat di masa mendatang. Peningkatan ini
merupakan harapan terhadap perkembangan ekonomi di masa datang.
Derivatif bukan saja dalam indeks tetapi menyangkaut banyak hal. Derivatif dapat
melipat gandakan aset dan munculnya derivatif ini untuk mewadahi kelebihan daya beli
yang berada tangan masyarakat. Kemajuan ekonomi yang tinggi dan dalam tempo lama
menyebabkan pendapatan per kapita suatu bangsa menjadi sangat tinggi. Setelah
terpenuhi kebutuhan dasar dan sekundernya, kelihatannya diperlukan aset aset yang dapat
dibeli untuk menyerap kekayaan bangsa tersebut. Apabila indeks tidak diperdagangkan
maka sisa daya beli akan dipaksa untuk mengalir ke negara-negara sedang berkembang
dan kemakmuran dunia tentu akan meningkat.

f. Luar Negeri

Ekonomi nasional pada era modern sangat tergantung dengan luar negeri.
Hubungan keluar negeri dibedakan kedalam dua kelompok besar, pertama adalah ekspor
dan impor barang dan jasa, dan kedua, lalu lintas modal yang meiputi transaksi pinjam
meminjam antar negara, dan transaksi pengiriman atau penerimaan deviden. Kedua
kelompok transaksi tersebut menyebabkan besarnya stock dan permintaan valuta asing di
dalam negeri. Jika ekspor melebihi impor akan maka stock valuta asing akan meningkat,
sedangkan jika impor melenihi ekspor maka jumlah valuta asing akan menyusut.
Pinjaman dalam bentuk valuta asing akan menyebabkan masuknya valuta asing, tetapi
angsuran pokok dan bunganya akan menyebabkan aliran valuta asing ke luar. Kesemua
gejala ini diwakili oleh tingkat kurs, apabila ekspor tinggi valuta asing masuk dan
melimpah, maka kurs turun. Begitu pula sebaliknya jika impor meningkat atau ekspor
menurun maka stock valuta akan menurun, jumlah uang asing menurun dan tingkat kurs
akan meningkat. Apabila dibalik, maka kurs sebagai indikator hubungan ekonomi suatu
negara dengan negara lain atau sering disebut rest of the world.

16
Valuta asing juga masuk dan keluar untuk mendirikan usaha di dalam negeri, membeli
atau menyewa tanah, membangun pabrik, dan menjalankan suatu usaha. Semua ini
disebut investasi langsung (foreign direct investment=FDI). FDI akan sangat menolong
perekrutan tenaga kerja yang biasanya dibayar lebih tinggi daripada bekerja di
perusahaan domestik. FDI sering menjadi masalah dalam hal nasionalisme ekonomi.
Sudah menjadi naluri manusia mendahaulukan diri, keluarga, dan bangsa. Ketika
perusahaan-perusahaan asing menguasai industri-indsutri terpenting suasana kolonial
akan sangat terasa. Hal ini juga menjadi masalah besar di negara-negara muslim. FDI
yang menolong tenaga kerja sering yang mengandung banyak polusi, dan sering dalam
bidang eksploitasi tambang-tambang yang tidak terbarukan. Dalam hal terakhir ini
disebabkan asing membawa kemampuan teknologi. Seringkali peraturan yang lemah di
negara sedang berkembang eksploitasi tersebut meninggalkan kerusakan alam yang tidak
seimbang dengan bagi hasil atau royalty yang diterima oleh adanya perusahaan asing.

Valuta asing di samping masuk dalam FDI juga masuk untuk membeli saham di
dalam negeri, indeks saham, membeli obligasi, ditanam dalam deposito perbankan, dan
untuk jual beli valuta itu sendiri. Investasi ini disebut investasi tidak langsung, uang
asing tersebut memang dapat mendorong sektor riel misalnya ketika untuk membeli
saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan atau oleh negara. Valuta asing
yang masuk di sektor ini disebut uang panas. Disebut demikian karena sewaktu-waktu
bisa ditarik. Deposito dapat dibatalkan sebelum jatuh tempo, obligasi bisa dijual kembali
pada saat menguntungkan, dan demikian juga saham-saham dan bursa valuta. Pada saat
valuta asing ditarik secara besar-besarn dan dalam waktu mendadak, valuta tersebut harus
dikonversi atau ditukar ke mata uang lain. Hal ini mempengaruhi pasar valuta asing dan
menyebabkan kenaikan (penurunan) suatu mata uang. Gelombang masuk dan gelombang
penarikan valuta asing bisa menyebabkan krisis, yang pernah dialami oleh Indonesia dan
Asia pada akhir tahun 1990an sampai awal 2000an17.

Demikianlah pengantar ekonomi makro Islam yang tidak lain adalah analisis
makro ekonomi dengan menginternalisasi nilai-nali Islam. Dengan internalisasi tersebut
kita memerlukan suatu modifikasi model yang tersedia. Makro ekonomi Islam tidak lain
adalah, upaya menjawab pertanyaan pertanyaan ekonomi dalam ajaran Islam, dan
implikasinya atau prediksinya terhadap perilaku ekonomi agregat. Penulis berpendapat
bahwa alat-alat analisis ekonomi yang ada dapat digunakan untuk menjawab atau
memprediksi bagaimana hasil atau akibatnya secara agregat apabila suatu ajaran Islam
diimplemntasikan.

17

17

You might also like