You are on page 1of 5

Tugas Agama

Kisah Panca Pandawa Mencapai Moksa

Oleh:

I Putu Krisnantara Wijana Putra

( 15 / XII IA 1 )

SMA NEGERI 1 GIANYAR

2010 / 2011
Kisah Panca Pandawa Mencapai Moksa

Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab
Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa.

Setelah perang Bharatayuddha berakhir, Yudistira melaksanakan upacara Tarpana untuk


memuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat sebagai raja Hastinapura sekaligus raja
Indraprastha. Yudistira dengan sabar menerima Dretarastra sebagai raja sepuh di kota Hastinapura. Ia
melarang adik -adiknya bersikap kasar dan menyinggung perasaan ayah para Korawa tersebut.

Yudistira kemudian menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, yaitu suatu upacara pengorbanan


untuk menegakkan kembali aturan dharma di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor kuda dilepas
untuk mengembara selama setahun. Arjuna ditugasi memimpin pasukan untuk mengikuti dan mengawal
kuda tersebut. Para raja yang wilayah negaranya dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk
mengikuti aturan Yudistira atau diperangi. Akhirnya semuanya memilih membayar upeti. Sekali lagi
Yudistira pun dinobatkan sebagai Maharaja Dunia setelah Upacara Rajasuya dahulu.

Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, Yudistira dan keempat adiknya
mengundurkan diri dari urusan duniawi. Mereka meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat
keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi Bharatawarsha lalu menuju puncak
Himalaya. Di kaki gunung Himalaya, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjadi
pendamping perjalanan Pandawa yang setia.

Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni. Ia
meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis
dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayuga
tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna.
Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.
Saat mendaki puncak, satu per satu mulai dari Dropadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima
meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat.

Yang pertama meninggal adalah Dropadi , lalu Sadewa. Ketika Sadewa meninggal, Bima
bertanya kepada Yudistira, "Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat rendah hati.
Mengapa ia meninggal sampai di sini?". Yudistira yang bijaksana menjawab, "Memang benar bahwa ia
sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Sahadewa sangat
membanggakan kepintarannya yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia
hanya hidup sampai di sini". Mereka lalu meninggalkan Sahadewa disana. Setelah Sahadewa, Nakula
menyusul kepergian saudara kembarnya. Lalu Bima bertanya kepada Yudistira, “Ini saudara kami yang
diperlengkapi dengan kebenaran tanpa ketidaklengkapan, dan yang selalu taat, Nakula yang tak
tertandingi untuk ketampanan, telah wafat." Lalu Yudistira berkata dengan segala hormat pada Nakula,
“Ia adalah seorang degnan jiwa yang penuh kebenaran dan kepintaran. Namun dengan ketampanan
yang ia miliki, ia beranggapan tak ada satupun yang mampu menandingi ketampanannya. Oleh karena
ketamakannya itulah, ia meninggal disini.” Setelah Nakula, Arjuna sang ksatria pun meninggal. Dan Bima
bertanya pada Yudistira, "Aku tidak ingat apapun ketidakbenaran yang diucapkan oleh Arjuna. Bahkan
dalam bercanda dia mengatakan semua tanpa kepalsuan. Apa kemudian yang menyebabkan ia sampai
disini?” Yudhistira berkata, "Arjuna telah mengatakan bahwa ia akan mengalahkan semua musuh kami
dalam satu hari. Ia terlalu bangga akan kepahlawanan itu. Oleh karena itulah ia wafat.” Lalu Yudistira
melanjutkan perjalanan. Dan Bima pun mencapai ajalnya. Sebelum ia meninggal ia bertanya pada
Yudistira, “Wahai kakakku, jika kau tau kenapa aku berakhir disini, katakanlah yang kau ketahui.” Lalu
Yudistira berkata,”Engkau pemakan besar, dan kamu pernah membanggakan kekuatanmu itu." Hanya
Yudistira dan aningnya lah yang terus bertahan tanpa melihat kebelakang dan berhasil mencapai puncak
gunung, karena kesucian hatinya.
Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak
gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra.

Dewa Indra, pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemput Yudistira untuk diajak naik ke
swarga dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan alasan
bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Yudistira menolak masuk
swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega
meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi
mereka, namun lebih memilih untuk tidak mau meninggalkan seekor anjing. Yudistira menjawab bahwa
bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan dirinya.

Kesetiaan Yudistira telah teruji. Anjingnya pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa Dharma.
Bersama-sama mereka naik ke sorga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa
tidak ditemukan di sana. Yang ada justru Duryodana dan adik-adiknya yang selama hidup mengumbar
angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para pahlawan lainnya sedang
menjalani penyiksaan di neraka. Yudistira menyatakan siap masuk neraka menemani mereka. Namun,
ketika terpampang pemandangan neraka yang disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental
membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur dari neraka, Yudistira berhasil menguasai diri. Terdengar
suara saudara-saudaranya memanggil-manggil. Yudistira memutuskan untuk tinggal di neraka. Ia merasa
lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaranya yang baik hati daripada bergembira di sorga
namun ditemani oleh kerabat yang jahat. Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra
muncul dan berkata bahwa sekali lagi Yudistira lulus ujian. Ia menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa
Lima dan para pahlawan lainnya dinyatakan sebagai penghuni Surga, sementara para korawa akan
menjalani siksaan yang kekal di neraka.
Hubungan Moksa dengan Kisah Panca Pandawa

Dalam agama Hindu kita percaya adanya Panca Srada yaitu lima keyakinan yang terdiri dari,
Brahman, Atman, Karma Pala, Reinkarnasi, dan Moksa. Moksa berasal dari bahasa sansekreta dari akar
kata "MUC" yang artinya bebas atau membebaskan. Moksa dapat juga disebut dengan Mukti artinya
mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagian rohani yang langgeng. Jagaditha dapat juga disebut
dengan Bukti artinya membina kebahagiaan, kemakmuran kehidupan masyarakat dan negara.

Jadi Moksa adalah suatu kepercayaan adanya kebebasan yaitu bersatunya antara atman dengan
brahman. Kalau orang sudah mengalami moksa dia akan bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari
hukum karma dan bebas dari penjelmaan kembali (reinkarnasi) dan akan mengalami Sat, Cit, Ananda
(kebenaran, kesadaran, kebahagian).

Dalam kehidupan kita saat ini juga dapat untuk mencapai moksa yang disebut dengan Jiwan
Mukti (Moksa semasih hidup), bukan berarti moksa hanya dapat dicapai dan dirasakan setelah
meninggal dunia, dalam kehidupan sekarangpun kita dapat merasakan moksa yaitu kebebesan asal
persyaratan moksa dilakukan, jadi kita mencapai moksa tidak menunggu waktu sampai meninggal.

Dalam Kisah Panca Pandawa, kelima Pandawa telah mencapai surga yang artinya para Pandawa
telah mencapai tingkat kebahagiaan tertinggi yaitu Sat Cit Ananda. Cara mereka mencapai Moksa pun
beragam. Yang paling menonjol adalah sang Yudistira. Beliau memiliki sifat yang bijaksana dan pengasih.
Sifat-sifat beliau mencerminkan Satwam dan tidak terselimuti oleh Rajas ataupun Tamas. Oleh karena
itu beliaulah yang sanggup bertahan sampai puncak gunung Himalaya dan lolos dari berbagai ujian yang
diberikan oleh para dewa.

You might also like