Professional Documents
Culture Documents
Alhamdulillah, segala puji syukur hanya milik Allah SWT semata yang mana
telah melimpahkan rahmat, inayah serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat
melaksanakan amanat dari pesantren dengan menyelesaikan paper halaqoh yang
berjudul “Bentangkan Elemen Kompetensi SK Mendiknas No. 045/U/2002” ini tanpa
suatu aral, rintangan dan halangan apapun.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Abah kami tercinta
Prof. DR. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH selaku pengasuh Lembaga Tinggi Pesantren
Luhur Malang yang tak jenuh-jenuhnya mendidik, membimbing dan menasehati serta
menemani kami dalam menapaki dunia ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum
maupun pengetahuan agama di Pesantren ini. Semoga beliau senantiasa dalam ridla
dan inayah-Nya. Amiin.
Demikianlah sedikit kalimat pengantar dari kami. Harapan terbesar dari kami
adalah mudah-mudahan budaya halaqah seperti ini membudidaya khususnya di
kalangan umat Islam dan dengan adanya forum halaqah seperti ini mudah-mudahan
dapat senantiasa menambah khazanah ilmu pengetahuan kami dan tentunya ilmu
yang bermanfaat dan berbarakah.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum di perguruan tinggi saat ini telah berubah. Dulu ada Kurikulum
Nasional sesuai dengan SK Mendikbud No. 056/U/1994 yang berbasis pada isi
(content) dan luarannya dinilai oleh perguruan tinggi sebagai kemampuan minimal
penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai sasaran kurikulum program
studinya. Kemudian muncullah SK Mendiknas No. 323/U/2000 tentang kurikulum
inti dan institutional yang berbasis pada kompetensi. Luaran perguruan tinggi dinilai
dari kompetensi seseorang untuk dapat melakukan tindakan cerdas, penuh tanggung
jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan
2
tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Artinya penilaian bukan lagi dilakukan oleh
perguruan tinggi semata, melainkan oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian
orientasi hasil bukan terletak pada output (keluaran) saja melainkan bergeser ke
outcome (akibat). Bukan saja nilai mahasiswa yang bagus (IPK diatas 2.75)
melainkan apakah mereka akan dapat berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dan mengimplementasikannya
dengan sikap dan berperilaku dalam berkarya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi
4
kompetensi pendukung dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan
kompetensi yang biasanya disebut dengan kompetensi pelengkap.
a. Kompetensi Utama
Seorang sarjana bahasa Inggris akan disebut sebagai sarjana bahasa Inggris
apabila ia benar-benar menguasai dan berkompeten dalam bidang bahasa
Inggris. Begitu juga sarjana bahasa Arab dan sarjana-sarjana lainnya harus
benar-benar kompeten dalam bidangnya masing-masing. Maka, ada pendapat
yang mengatakan; seorang sarjana bahasa Inggris yang tidak kompeten dalam
bahasa Inggris namun kompeten dalam bahasa Arab maupun bahasa lainnya,
maka ia tidak dapat disebut sebagai sarjana bahasa Inggris, akan tetapi mungkin
dapat disebut sebagai sarjana bahasa Arab walaupun realitanya adalah sarjana
dalam bidang bahasa Inggris.
b. Kompetensi Pendukung
5
Kompetensi ini sangat penting dimiliki oleh seorang pelajar/ mahasiswa.
Walaupun fungsinya hanya sebagai pendukung namun kompetensi ini harus
dimiliki oleh seorang mahasiswa. Luaran Perguruan Tinggi belum dapat
dikatakan sebagai sarjana yang profesional apabila ia tidak memiliki
kompetensi ini, karena kompetensi ini masih erat kaitannya dengan kompetensi
utama yang mana wajib dimiliki dan dikuasai oleh seorang ahli. Contoh dari
kompetensi pendukung ini adalah, misalnya seorang Mahasiswa jurusan
Hukum harus menguasai bahasa Inggris, Arab dan Belanda serta bahasa-bahasa
lainnya selain harus benar-benar kompeten dalam bidang Hukum karena ada
sebagian hukum yang berlaku di Indonesia berasal dari pemilik bahasa-bahasa
tersebut, dengan kata lain hukum yang berlaku di Indonesia bukan murni
produk bangsa Indonesia, akan tetapi ada sebagian yang mengadopsi dari
negara lain. Hal ini adalah untuk mengantisipasi adanya kesalahan dalam
penafsiran hukum yang tidak berbahasa Indonesia. Sehingga untuk mencapai
pemahaman yang utuh seyogyanya seorang ahli hukum harus menguasai bahasa
asal dari hukum yang diadopsi tersebut.
Pada awalnya kompetensi ini tidak diwajibkan untuk dimiliki oleh seorang
sarjana. Seorang sarjana hanya dituntut dan diwajibkan untuk memiliki
kompetensi utama saja. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman dan
tuntutan kehidupan masyarakat, seorang sarjana diwajibkan juga untuk
memiliki kompetensi pendukung sampai akhirnya kompetensi lain yang
sifatnya khusus sebagai pelengkap dari kompetensi utama. Sehingga seorang
sarjana tidak hanya profesional, akan tetapi lebih dari itu, yaitu tingkatan
expert.
Contoh dari kompetensi pelengkap yang harus dimiliki oleh seorang sarjana
ini misalnya adalah seorang sarjana Hukum, selain harus mengerti, paham dan
6
kompeten dalam bidang hukum, ia harus mengetahui bidang keilmuan lainnya.
Ia harus mempunyai pengetahuan tentang ilmu Kedokteran, ilmu Pertanian,
Fisika, Biologi dan lain sebagainya walaupun tidak menguasainya secara
keseluruhan secara mendetail.
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport menemukan hampir 50
definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang
dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang
dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.
Scheneider dalam Syamsu Yusuf mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu
proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam
upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
7
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik adalah bahwa kualitas perilaku itu
khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang
saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan
atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
8
5) Responsibilitas (tanggung jawab), yaitu kesiapan untuk menerima
resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau
menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari
resiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
9
Jika talenta (bakat) adalah pemberian alami yang dianugerahkan Tuhan
kepada manusia, maka ilmu pengetahuan dan keterampilan adalah aspek dalam
kekuatan manusia yang dapat diperbaiki, ditambah serta ditingkatkan dengan
usaha yang nyata. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu: factual knowledge dan
experiential knowledge (pengetahuan faktual dan pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman).
10
c. Kemampuan Berkarya (Knowledge & Skills);
Berkarya adalah sebuah tantangan yang harus dilewati oleh seseorang yang
masih hidup. Berkarya adalah menjawab tantangan dan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang timbul, baik permasalahan yang ada di dalam
diri sendiri maupun berbagai permasalahan yang ada di luar diri. Keinginan-
keinginan untuk memecahkan permasalahan itulah yang biasanya
mengakibatkan seorang seniman berkarya dan terlihatlah bahwa setiap bentuk
karya seni memuat unsur-unsur budaya. Kemudian dengan menggunakan
berbagai ungkapan yang dipilihnya, maka lahirlah sebuah potret tentang
kebudayaan. Berkarya adalah hal yang harus dilakukan oleh seorang seniman
dalam suatu bentuk kreatifitas.
Tak jauh beda halnya dengan seorang seniman, seorang sarjana juga harus
berkarya untuk tetap mengeksiskan keberadaannya sebagai seorang sarjana. Ia
harus mampu menciptakan hal-hal baru berdasarkan ilmu yang telah
dimilikinya. Seorang sarjana harus mampu memberikan kontribusi berupa
solusi dalam menjawab tantangan dan memecahkan permasalahan-
permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat, khususnya permasalahan
yang sangat erat kaitannya dengan bidang keilmuannya. Apabila ia ahli dalam
bidang hukum maka ia harus mampu menjawab permasalahan hukum yang
sedang dihadapi masyarakat khususnya bangsa Indonesia. Jika ia ahli bahasa
Arab, maka ia harus mampu menciptakan suatu metode belajar yang seefisien
mungkin untuk dapat menguasai bahasa Arab pada anak didik.
11
tiga komponen utama, yaitu: kesadaran, perasaan dan perilaku. Perilaku sendiri
dapat didefinisikan sebagai sekumpulan perbuatan yang dimiliki oleh manusia
dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi
dan/atau genetika.
12
mungkin sebelum dirinya menentukan pendapat kritis. Mahasiswa tidak
seharusnya gegabah mengucapkan atau menulis suatu pernyataan umum.
Bagi seseorang mahasiswa yang bersikap kritis hukum-hukum alam dan data
empiris merupakan hal yang utama. Mahasiswa sepatutnya dapat
membedakan dengan baik antara hukum alam, hipotesis, teori, dugaan dan
pendapat, dan mahasiswa teliti dalam membandingkan fenomena-fenomena
yang serupa.
2) Sikap Terbuka
Mahasiswa yang bersikap ilmiah perlu selalu bersikap terbuka, yaitu
selalu bersedia mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain,
walaupun berbeda dari pendiriannya. Mahasiswa yang bersikap terbuka itu
tidak menutup mata terhadap kemungkinan yang lain. Mahasiswa tidak
emosional dalam menanggapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap
pendapatnya.
3) Sikap Obyektif
Bersikap obyektif dapat diartikan sebagai mampu menyisihkan perasaan
pribadi, atau kecenderungan yang tidak beralasan, dengan kata lain dapat
menyatakan apa adanya, dapat melihat secara nyata dan aktual. Mahasiswa
yang bersikap obyektif ini tidak “dikuasai” oleh pikiran, atau perasaannya
sendiri dan tidak dipengaruhi oleh prasangka.
4) Sikap Menghargai Karya Orang Lain
Mahasiswa yang bersikap ilmiah itu memiliki jiwa yang cukup besar
untuk menghargai karya orang lain tanpa merasa dirinya kecil. Orang yang
congkak, dan merasa lebih tidak mungkin bersikap obyektif, dan karya
ilmiahnya akan bernada sombong, memerintah dan menggurui. Orang
congkak biasanya bersikap meng”aku”. Mahasiswa yang berjiwa ilmiah
pantang mengaku karya orang lain sebagai karya orisional yang berasal dari
diri sendiri. Mahasiswa tentunya akan rela dan dengan senang hati mengakui
13
dan mengucapkan terimakasih atas gagasan atau karya orang lain yang
semata-mata ia kutip.
5) Sikap Berani Mempertahankan Kebenaran
Mahasiswa yang bersikap ilmiah itu berani menyatakan kebenaran dan,
apabila perlu, mempertahankannya. Kebenaran itu mungkin berupa fakta
atas hasil studi lapang, parktek atau penelitiannya sendiri atau hasil
penelitian atau karya orang lain. Sikap itu menimbulkan kebulatan dalam
cara berpikir dan menimbulkan konsistensi dalam berkarya ilmiah.
6) Sikap Menjangkau ke Depan
Mahasiswa yang bersikap ilmiah itu mempunyai pandangan yang cukup
jauh ke depan. Perkembangan teknik dan kebudayaan pada umumnya
menarik perhatian orang-orang yang bersikap ingin tahu, kritis, terbuka dan
obyektif, dan karenanya ia berpandangan jauh kedepan. Mahasiswa perlu
bersifat “futuristic” yaitu mampu melihat jauh kedepan. Mahasiswa perlu
menjadikan dirinya seseorang yang cerdik untuk membuat hipotesis dan
membuktikannya, serta dari pembuktian tersebut dapat menyusun teori.
Untuk mencapai kondisi tersebut tentunya mahasiswa perlu melatih dirinya
gemar membaca, menganggap meneliti sebagai suatu kebutuhan, dan
menyajikan hasil kerjanya dalam suatu karya ilmiah sebagai suatu
kewajiban.
e. Pemahaman Kaidah Berkehidupan Bermasyarakat Sesuai dengan Pilihan
Keahlian dalam Berkarya (Attitude & Skills);
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 045/U/2002
Menimbang :
15
a. Bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional untuk setiap program studi
merupakan rambu-rambu untuk menjamin mutu dan kemampuan sesuai
dengan program studi yang ditempuh;
b. bahwa Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000;
c. bahwa sebagai pelaksana ketentuan pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi dan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b perlu menambah rambu-rambu penyusunan
kurikulum inti sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 232/U/2000;
Mengingat :
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
16
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG KURIKULUM
INTI PENDIDIKAN TINGGI
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
17
(1) Kurikulum inti merupakan penciri dari kompetensi utama.
(2) Kurikulum inti suatu program studi bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan;
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi;
c. berlaku secara nasional dan internasional;
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa
datang;
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat
profesi, dan pengguna lulusan.
(3) Kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan
Pasal 4
18
h. kelompok masyarakat pemrakarsa kurikulum inti.
(2) Ciri khas kompetensi utama lulusan sebagai pembeda antara program studi
satu dengan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus
ditinjau dari gatra:
a. nilai penting dalam membentuk kehidupan yang berkebudayaan;
b. keterkaitan komplementer-sinergis di antara berbagai kompetensi utama
lainnya.
Pasal 5
Perbandingan beban ekivalen dalam bentuk satuan kredit semester antara kompetensi
utama dengan kompetensi pendukung serta kompetensi lain di dalam kurikulum
berkisar antara 40-80% : 20-40% : 0-30%.
Pasal 6
(1) Penyusunan kurikulum inti untuk setiap program studi pada program sarjana,
program Pascasarjana, dan program diploma berpedoman pada Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa dan ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini.
(2) Menteri Pendidikan Nasional tidak menetapkan kurikulum inti untuk setiap
program studi sebagaimana yang diatur pada pasal 11 ayat (1) Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000, dan selanjutnya ditetapkan
oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna
lulusan.
19
Pasal 7
Dengan berlakunya Keputusan ini, kurikulum inti yang berlaku secara nasional untuk
setiap program studi pada program sarjana, program Pascasarjana, dan program
diploma yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan/Menteri Pendidikan Nasional masih tetap berlaku sampai dengan
ditetapkannya kurikulum inti oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat
profesi dan pengguna lulusan.
Pasal 8
Ditetapkan di Jakarta
TTD
A. MALIK FADJAR
20