You are on page 1of 20

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur hanya milik Allah SWT semata yang mana
telah melimpahkan rahmat, inayah serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat
melaksanakan amanat dari pesantren dengan menyelesaikan paper halaqoh yang
berjudul “Bentangkan Elemen Kompetensi SK Mendiknas No. 045/U/2002” ini tanpa
suatu aral, rintangan dan halangan apapun.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada sang revolusioner


dunia, Nabi agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman
kejahiliahan menuju zaman kecemerlangan seperti sekarang ini. Karena tanpa risalah
dari beliau mustahil Islam dapat berkembang seperti sekarang ini. Dan berkat dari
jihad beliau pula kita selaku umat Islam dapat mencicipi nikmatnya Al Dini al Haq
yaitu agama Islam.

Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Abah kami tercinta
Prof. DR. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH selaku pengasuh Lembaga Tinggi Pesantren
Luhur Malang yang tak jenuh-jenuhnya mendidik, membimbing dan menasehati serta
menemani kami dalam menapaki dunia ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum
maupun pengetahuan agama di Pesantren ini. Semoga beliau senantiasa dalam ridla
dan inayah-Nya. Amiin.

Dan tak lupa juga terimakasih kepada teman-teman semua, teman-teman


seperjuangan, satu atap, satu tujuan di bawah naungan Pesantren Luhur Malang yang
telah menemani serta membantu dalam penyusunan paper ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Demikianlah sedikit kalimat pengantar dari kami. Harapan terbesar dari kami
adalah mudah-mudahan budaya halaqah seperti ini membudidaya khususnya di
kalangan umat Islam dan dengan adanya forum halaqah seperti ini mudah-mudahan
dapat senantiasa menambah khazanah ilmu pengetahuan kami dan tentunya ilmu
yang bermanfaat dan berbarakah.

1
BAB I

PENDAHULUAN

SK Mendiknas No. 045/U/2002 ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional


pada tanggal 2 April 2002 yang pada waktu itu dijabat oleh Ahmad Malik Fajar. SK
ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Sedangkan SK Mendiknas No. 045/U/2002
sendiri berisi tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.

Pengertian kurikulum pendidikan tinggi menurut SK Mendiknas No


232/U/2000 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan
kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi.
Kurikulum di pandang sebagai 2 bagian yaitu sebagai perencanaan yang terdiri atas
sederetan mata kuliah (silabus) dan program kegiatan pembelajaran (GBPP-SAP).
Kurikulum juga harus dipandang sebagai kegiatan nyata yaitu proses pembelajaran,
proses evaluasi dan penciptaan suasana pembelajaran. Kurikulum biasanya berubah
di perguruan tinggi bukan karena tradisi 5 tahunan, melainkan karena adanya
perubahan internal perguruan tinggi (visi, perubahan aturan lembaga, perubahan
IPTEKS) dan perubahan eksternal (perkembangan kebutuhan masyarakat pemangku
kepentingan dan kecenderungan keadaan masa depan).

Kurikulum di perguruan tinggi saat ini telah berubah. Dulu ada Kurikulum
Nasional sesuai dengan SK Mendikbud No. 056/U/1994 yang berbasis pada isi
(content) dan luarannya dinilai oleh perguruan tinggi sebagai kemampuan minimal
penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai sasaran kurikulum program
studinya. Kemudian muncullah SK Mendiknas No. 323/U/2000 tentang kurikulum
inti dan institutional yang berbasis pada kompetensi. Luaran perguruan tinggi dinilai
dari kompetensi seseorang untuk dapat melakukan tindakan cerdas, penuh tanggung
jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan

2
tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Artinya penilaian bukan lagi dilakukan oleh
perguruan tinggi semata, melainkan oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian
orientasi hasil bukan terletak pada output (keluaran) saja melainkan bergeser ke
outcome (akibat). Bukan saja nilai mahasiswa yang bagus (IPK diatas 2.75)
melainkan apakah mereka akan dapat berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dan mengimplementasikannya
dengan sikap dan berperilaku dalam berkarya.

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kurikulum yang berorientasi pada


kebudayaan yang menghasilkan lulusan perguruan tinggi lebih humanis. Berkaitan
dengan pendidikan yang bersifat humanis, maka diperlukan muatan nilai kebudayaan
di dalam pendidikan tinggi, mencakup:

1. Fenomena anthrophos yang tercakup dalam pengembangan manusia yang


beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
2. Fenomena tekne yang tercakup dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan
untuk mencapai derajat keahlian berkarya.
3. Fenomena oikos yang tercakup dalam kemampuan untuk memahami kaidah
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
4. Fenomena etnos, yaitu tercakup pembentukan sikap dan perilaku yang
diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan
ilmu dan keahlian yang dikuasai.

Kemudian kompetensi seperti apa yang dimaksudkan dalam sistem KBK


tersebut dan apa saja elemen-elemen yang mendasarinya? Hal inilah yang telah
dijawab oleh mendiknas dalam SK Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi

Menurut Ansharullah dalam Kajian P2RP-LP3-UB (2005), makna kompetensi


tersirat sebagai “integrasi kegiatan psikomotorik, kemampuan kognitif dan afektif
agar “diakui” oleh stakeholder (bukan perguruan tinggi) pada standar profesi
(professional) tertentu.

Association K.U. Leuven mendefinisikan bahwa pengertian kompetensi adalah


peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan
untuk melaksanakan satu cara efektif.

Kemudian SK Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan


Tinggi mengemukakan kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Dari definisi-definisi tersebut, nampaknya kompetensi dapat digambarkan


sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas, peran, kemampuan
mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai
pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang
didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

B. Macam-macam Kompetensi dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002

Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa


kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas: kompetensi utama,

4
kompetensi pendukung dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan
kompetensi yang biasanya disebut dengan kompetensi pelengkap.

a. Kompetensi Utama

Yang dimaksud dengan kompetensi utama di sini adalah kompetensi yang


harus dan bersifat wajib dimiliki oleh seorang pelajar/ mahasiswa yang sesuai
dengan bidang yang diambilnya. Misalnya apabila seorang pelajar/ mahasiswa
masuk pada bidang Bahasa Inggris maka ia harus mempunyai kompetensi yang
cukup dalam bidang bahasa Inggris, dia harus benar-benar menguasai secara
utuh bidang yang ditekuninya tanpa kecuali, yakni bahasa Inggris, mulai dari
Linguistik, Sastra, Gramar maupun yang lainnya yang erat kaitannya dengan
bahasa Inggris. Jika dia masuk pada bidang Pendidikan maka dia harus benar-
benar ahli dalam bidang hal mendidik. Dia harus menguasai seluk-beluk
pendidikan secara utuh, mulai dari bagaimana cara mendidik siswa yang baik
sampai bagaimana menghasilkan anak didik yang baik.

Seorang sarjana bahasa Inggris akan disebut sebagai sarjana bahasa Inggris
apabila ia benar-benar menguasai dan berkompeten dalam bidang bahasa
Inggris. Begitu juga sarjana bahasa Arab dan sarjana-sarjana lainnya harus
benar-benar kompeten dalam bidangnya masing-masing. Maka, ada pendapat
yang mengatakan; seorang sarjana bahasa Inggris yang tidak kompeten dalam
bahasa Inggris namun kompeten dalam bahasa Arab maupun bahasa lainnya,
maka ia tidak dapat disebut sebagai sarjana bahasa Inggris, akan tetapi mungkin
dapat disebut sebagai sarjana bahasa Arab walaupun realitanya adalah sarjana
dalam bidang bahasa Inggris.

b. Kompetensi Pendukung

Kompetensi pendukung merupakan kompetensi yang sifatnya hanyalah


mendukung pada suatu bidang yang ditekuni oleh seorang mahasiswa.

5
Kompetensi ini sangat penting dimiliki oleh seorang pelajar/ mahasiswa.
Walaupun fungsinya hanya sebagai pendukung namun kompetensi ini harus
dimiliki oleh seorang mahasiswa. Luaran Perguruan Tinggi belum dapat
dikatakan sebagai sarjana yang profesional apabila ia tidak memiliki
kompetensi ini, karena kompetensi ini masih erat kaitannya dengan kompetensi
utama yang mana wajib dimiliki dan dikuasai oleh seorang ahli. Contoh dari
kompetensi pendukung ini adalah, misalnya seorang Mahasiswa jurusan
Hukum harus menguasai bahasa Inggris, Arab dan Belanda serta bahasa-bahasa
lainnya selain harus benar-benar kompeten dalam bidang Hukum karena ada
sebagian hukum yang berlaku di Indonesia berasal dari pemilik bahasa-bahasa
tersebut, dengan kata lain hukum yang berlaku di Indonesia bukan murni
produk bangsa Indonesia, akan tetapi ada sebagian yang mengadopsi dari
negara lain. Hal ini adalah untuk mengantisipasi adanya kesalahan dalam
penafsiran hukum yang tidak berbahasa Indonesia. Sehingga untuk mencapai
pemahaman yang utuh seyogyanya seorang ahli hukum harus menguasai bahasa
asal dari hukum yang diadopsi tersebut.

c. Kompetensi Khusus atau Kompetensi Pelengkap

Pada awalnya kompetensi ini tidak diwajibkan untuk dimiliki oleh seorang
sarjana. Seorang sarjana hanya dituntut dan diwajibkan untuk memiliki
kompetensi utama saja. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman dan
tuntutan kehidupan masyarakat, seorang sarjana diwajibkan juga untuk
memiliki kompetensi pendukung sampai akhirnya kompetensi lain yang
sifatnya khusus sebagai pelengkap dari kompetensi utama. Sehingga seorang
sarjana tidak hanya profesional, akan tetapi lebih dari itu, yaitu tingkatan
expert.

Contoh dari kompetensi pelengkap yang harus dimiliki oleh seorang sarjana
ini misalnya adalah seorang sarjana Hukum, selain harus mengerti, paham dan

6
kompeten dalam bidang hukum, ia harus mengetahui bidang keilmuan lainnya.
Ia harus mempunyai pengetahuan tentang ilmu Kedokteran, ilmu Pertanian,
Fisika, Biologi dan lain sebagainya walaupun tidak menguasainya secara
keseluruhan secara mendetail.

C. Elemen-elemen Kompetensi dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002

Elemen merupakan hal yang mendasar dari suatu komponen, sehingga


kumpulan dari beberapa elemen akan membentuk suatu komponen. Jadi, gabungan
dari elemen-elemen pada suatu kompetensi akan membentuk suatu kompetensi secara
utuh.

Adapun elemen-elemen kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang sarjana


luaran atau lulusan Perguruan Tinggi, yang tertera pada pasal 2 ayat 2 SK Mendiknas
No. 045/U/2002 adalah sebagai berikut:

a. Landasan Kepribadian (Attitude);

Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport menemukan hampir 50
definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang
dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang
dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.
Scheneider dalam Syamsu Yusuf mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu
proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam
upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,

7
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik adalah bahwa kualitas perilaku itu
khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang
saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan
atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori


kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya adalah: Teori Psikoanalisa
dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial
Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari
Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport,
Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl
Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup:

1) Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,


konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2) Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3) Sikap; yaitu sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen.
4) Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih,
atau putus asa.

8
5) Responsibilitas (tanggung jawab), yaitu kesiapan untuk menerima
resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau
menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari
resiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Jadi, seorang sarjana diharuskan mempunyai kepribadian yang baik sesuai


dengan norma-norma dan budaya bangsa Indonesia. Dia harus mempunyai
aspek-aspek kepribadian di atas agar dapat membaur dalam kehidupan
masyarakat. Seorang sarjana juga harus mampu mencontohkan bagaimana ia
seharusnya bersikap yang baik ala sikap sarjana profesional dalam pergaulan,
sehingga keberadaanya sebagai seorang sarjana diakui oleh masyarakat. Untuk
itu sudah seyogyanya apabila di Perguruan Tinggi harus ada mata kuliah yang
berkaitan dengan kepribadian untuk menciptakan lulusan-lulusan perguruan
tinggi yang mempunyai kepribadian luhur, yang sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia.

b. Penguasaan Ilmu dan Keterampilan (Knowledge & Skills);

Tujuan dari pengajaran, pendidikan, penggemblengan dan pelatihan dalam


Perguruan Tinggi tak lain adalah agar ia dapat menguasai ilmu dalam
bidangnya secara utuh. Selain ilmu pengetahuan yang harus dikuasai,seorang
mahasiswa juga dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan tertentu.
Hal seperti ini dilakukan oleh Perguruan Tinggi untuk mempersiapkan lulusan-
lulusan yang benar-benar kompeten dalam bidangnya serta mempunyai sikap
profesional yang tinggi dalam menghadapi perkembangan zaman dan tuntutan
dalam kehidupan masyarakat.

9
Jika talenta (bakat) adalah pemberian alami yang dianugerahkan Tuhan
kepada manusia, maka ilmu pengetahuan dan keterampilan adalah aspek dalam
kekuatan manusia yang dapat diperbaiki, ditambah serta ditingkatkan dengan
usaha yang nyata. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu: factual knowledge dan
experiential knowledge (pengetahuan faktual dan pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman).

Pengetahuan faktual adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki seseorang


untuk mempelajari atau menguasai suatu bidang tertentu. Misalnya seseorang
yang belajar bahasa, pengetahuan faktual yang harus dimiliki adalah
vocabulary atau arti setiap kata dalam bahasa yang dipelajarinya. Pengetahuan
ini sudah biasa diajarkan dalam Sekolah, Lembaga Pendidikan maupun
Perguruan Tinggi.

Sedangkan pengetahuan jenis kedua yang harus dikuasai biasanya tidak


diajarkan di Instansi Pendidikan atau tidak ditemukan dalam buku panduan.
Pengetahuan ini tumbuh dan berkembang dari pengalaman karena seseorang
melakukan pekerjaan atau mempraktekkan pengetahuan faktual yang telah
dimilikinya. Setiap situasi atau kondisi menawarkan peluang untuk menambah
pengetahuan eksperiensial seseorang, sedangkan setiap proses belajar akan
menambah pengetahuan faktual.

Keterampilan merupakan pengetahuan eksperiensial yang dilakukan secara


berulang dan terus-menerus secara terstruktur sehingga membentuk kebiasaan-
kebisaan baru pada seseorang. Jadi yang disebut dengan kekuatan (strengths)
seseorang yang dapat menjadikannya yang terbaik dalam bidang tertentu adalah
gabungan dari adanya bakat, pengetahuan yang memadai, dan keterampilan
karena berlatih secara konsisten dalam jangka panjang. Masalahnya adalah
masih banyak orang yang tidak mengetahui apa sebenarnya bakat atau kekuatan
yang dimilikinya.

10
c. Kemampuan Berkarya (Knowledge & Skills);

Berkarya adalah sebuah tantangan yang harus dilewati oleh seseorang yang
masih hidup. Berkarya adalah menjawab tantangan dan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang timbul, baik permasalahan yang ada di dalam
diri sendiri maupun berbagai permasalahan yang ada di luar diri. Keinginan-
keinginan untuk memecahkan permasalahan itulah yang biasanya
mengakibatkan seorang seniman berkarya dan terlihatlah bahwa setiap bentuk
karya seni memuat unsur-unsur budaya. Kemudian dengan menggunakan
berbagai ungkapan yang dipilihnya, maka lahirlah sebuah potret tentang
kebudayaan. Berkarya adalah hal yang harus dilakukan oleh seorang seniman
dalam suatu bentuk kreatifitas.

Tak jauh beda halnya dengan seorang seniman, seorang sarjana juga harus
berkarya untuk tetap mengeksiskan keberadaannya sebagai seorang sarjana. Ia
harus mampu menciptakan hal-hal baru berdasarkan ilmu yang telah
dimilikinya. Seorang sarjana harus mampu memberikan kontribusi berupa
solusi dalam menjawab tantangan dan memecahkan permasalahan-
permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat, khususnya permasalahan
yang sangat erat kaitannya dengan bidang keilmuannya. Apabila ia ahli dalam
bidang hukum maka ia harus mampu menjawab permasalahan hukum yang
sedang dihadapi masyarakat khususnya bangsa Indonesia. Jika ia ahli bahasa
Arab, maka ia harus mampu menciptakan suatu metode belajar yang seefisien
mungkin untuk dapat menguasai bahasa Arab pada anak didik.

d. Sikap dan Perilaku dalam Berkarya Menurut Tingkat Keahlian Berdasarkan


Ilmu dan Keterampilan yang Dikuasai (Attitude & Behavior);

Secara sederhana sikap dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari


perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun
perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek. Sikap mempunyai

11
tiga komponen utama, yaitu: kesadaran, perasaan dan perilaku. Perilaku sendiri
dapat didefinisikan sebagai sekumpulan perbuatan yang dimiliki oleh manusia
dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi
dan/atau genetika.

Kemudian bagaimanakah sikap dan perilaku seorang sarjana dalam berkarya


menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasainya?
Seorang sarjana harus selalu memiliki sikap ilmiah dalam menanggapi segala
hal, baik itu dalam rangka untuk mengembangkan keilmuannya ataupun dalam
menjalin relasi dengan masyarakat. Sikap ilmiah ini antara lain adalah:

1) Sikap Ingin Tahu


Ciri mahasiswa yang bersikap kritis adalah tidak mudah puas dengan
jawaban tunggal. Mahasiswa tersebut selalu berusaha mencari hal-hal apa
yang ada di balik gejala, bahkan fakta yang dihadapinya. Sikap ingin tahu itu
menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar dan karena motivasi itu
muncul sikap kritis. Mahasiswa tidak akan lekas percaya tetapi, karena sikap
ingin tahu itulah mahasiswa perlu mencari informasi sebanyak mungkin
sebelum dirinya menentukan pendapat kritis. Mahasiswa tidak seharusnya
gegabah mengucapkan atau menulis suatu pernyataan umum. Bagi seseorang
mahasiswa yang bersikap kritis hukum-hukum alam dan data empiris
merupakan hal yang utama. Mahasiswa sepatutnya dapat membedakan
dengan baik antara hukum alam, hipotesis, teori, dugaan dan pendapat, dan
mahasiswa teliti dalam membandingkan fenomena-fenomena yang serupa.
Sikap Kritis Ciri mahasiswa yang bersikap kritis adalah tidak mudah puas
dengan jawaban tunggal. Mahasiswa tersebut selalu berusaha mencari hal-
hal apa yang ada di balik gejala, bahkan fakta yang dihadapinya. Sikap ingin
tahu itu menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar dan karena motivasi
itu muncul sikap kritis. Mahasiswa tidak akan lekas percaya tetapi, karena
sikap ingin tahu itulah mahasiswa perlu mencari informasi sebanyak

12
mungkin sebelum dirinya menentukan pendapat kritis. Mahasiswa tidak
seharusnya gegabah mengucapkan atau menulis suatu pernyataan umum.
Bagi seseorang mahasiswa yang bersikap kritis hukum-hukum alam dan data
empiris merupakan hal yang utama. Mahasiswa sepatutnya dapat
membedakan dengan baik antara hukum alam, hipotesis, teori, dugaan dan
pendapat, dan mahasiswa teliti dalam membandingkan fenomena-fenomena
yang serupa.
2) Sikap Terbuka
Mahasiswa yang bersikap ilmiah perlu selalu bersikap terbuka, yaitu
selalu bersedia mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain,
walaupun berbeda dari pendiriannya. Mahasiswa yang bersikap terbuka itu
tidak menutup mata terhadap kemungkinan yang lain. Mahasiswa tidak
emosional dalam menanggapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap
pendapatnya.
3) Sikap Obyektif
Bersikap obyektif dapat diartikan sebagai mampu menyisihkan perasaan
pribadi, atau kecenderungan yang tidak beralasan, dengan kata lain dapat
menyatakan apa adanya, dapat melihat secara nyata dan aktual. Mahasiswa
yang bersikap obyektif ini tidak “dikuasai” oleh pikiran, atau perasaannya
sendiri dan tidak dipengaruhi oleh prasangka.
4) Sikap Menghargai Karya Orang Lain
Mahasiswa yang bersikap ilmiah itu memiliki jiwa yang cukup besar
untuk menghargai karya orang lain tanpa merasa dirinya kecil. Orang yang
congkak, dan merasa lebih tidak mungkin bersikap obyektif, dan karya
ilmiahnya akan bernada sombong, memerintah dan menggurui. Orang
congkak biasanya bersikap meng”aku”. Mahasiswa yang berjiwa ilmiah
pantang mengaku karya orang lain sebagai karya orisional yang berasal dari
diri sendiri. Mahasiswa tentunya akan rela dan dengan senang hati mengakui

13
dan mengucapkan terimakasih atas gagasan atau karya orang lain yang
semata-mata ia kutip.
5) Sikap Berani Mempertahankan Kebenaran
Mahasiswa yang bersikap ilmiah itu berani menyatakan kebenaran dan,
apabila perlu, mempertahankannya. Kebenaran itu mungkin berupa fakta
atas hasil studi lapang, parktek atau penelitiannya sendiri atau hasil
penelitian atau karya orang lain. Sikap itu menimbulkan kebulatan dalam
cara berpikir dan menimbulkan konsistensi dalam berkarya ilmiah.
6) Sikap Menjangkau ke Depan
Mahasiswa yang bersikap ilmiah itu mempunyai pandangan yang cukup
jauh ke depan. Perkembangan teknik dan kebudayaan pada umumnya
menarik perhatian orang-orang yang bersikap ingin tahu, kritis, terbuka dan
obyektif, dan karenanya ia berpandangan jauh kedepan. Mahasiswa perlu
bersifat “futuristic” yaitu mampu melihat jauh kedepan. Mahasiswa perlu
menjadikan dirinya seseorang yang cerdik untuk membuat hipotesis dan
membuktikannya, serta dari pembuktian tersebut dapat menyusun teori.
Untuk mencapai kondisi tersebut tentunya mahasiswa perlu melatih dirinya
gemar membaca, menganggap meneliti sebagai suatu kebutuhan, dan
menyajikan hasil kerjanya dalam suatu karya ilmiah sebagai suatu
kewajiban.
e. Pemahaman Kaidah Berkehidupan Bermasyarakat Sesuai dengan Pilihan
Keahlian dalam Berkarya (Attitude & Skills);

BAB III

KESIMPULAN

14
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

SURAT KEPUTUSAN

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 045/U/2002

TENTANG KURIKULUM INTI PENDIDIKAN TINGGI

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang :

15
a. Bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional untuk setiap program studi
merupakan rambu-rambu untuk menjamin mutu dan kemampuan sesuai
dengan program studi yang ditempuh;
b. bahwa Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000;
c. bahwa sebagai pelaksana ketentuan pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi dan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b perlu menambah rambu-rambu penyusunan
kurikulum inti sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 232/U/2000;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional


(Lembaran Negara Nomor 1989 Nomor 6 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3390);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negara Nomor 1999 Nomor 115 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3859);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 mengenai
Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
4. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

16
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG KURIKULUM
INTI PENDIDIKAN TINGGI

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat


tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu.

Pasal 2

(1) Kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas:


a. kompetensi utama;
b. kompetensi pendukung;
c. kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
(2) Elemen-elemen kompetensi terdiri atas:
a. landasan kepribadian;
b. penguasaan ilmu dan keterampilan;
c. kemampuan berkarya;
d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan
ilmu dan keterampilan yang dikuasai;
e. pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan
keahlian dalam berkarya.

Pasal 3

17
(1) Kurikulum inti merupakan penciri dari kompetensi utama.
(2) Kurikulum inti suatu program studi bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan;
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi;
c. berlaku secara nasional dan internasional;
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa
datang;
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat
profesi, dan pengguna lulusan.
(3) Kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan

gayut dengan kompetensi utama suatu program studi ditetapkan oleh

institusi penyelenggara program studi.

Pasal 4

(1) Kurikulum inti suatu program studi berisikan keterangan/penjelasan


mengenai:
a. nama program studi;
b. ciri khas kompetensi utama sebagai pembeda antara program studi satu
dengan lainnya;
c. fasilitas utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan program studi;
d. persyaratan akademis dosen;
e. substansi kajian kompetensi utama yang dikelompokkan menurut elemen
kompetensi;
f. proses belajar mengajar dan bahan kajian untuk mencapai elemen-elemen
kompetensi;
g. sistem evaluasi berdasarkan kompetensi;

18
h. kelompok masyarakat pemrakarsa kurikulum inti.
(2) Ciri khas kompetensi utama lulusan sebagai pembeda antara program studi
satu dengan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus
ditinjau dari gatra:
a. nilai penting dalam membentuk kehidupan yang berkebudayaan;
b. keterkaitan komplementer-sinergis di antara berbagai kompetensi utama
lainnya.

Pasal 5

Perbandingan beban ekivalen dalam bentuk satuan kredit semester antara kompetensi
utama dengan kompetensi pendukung serta kompetensi lain di dalam kurikulum
berkisar antara 40-80% : 20-40% : 0-30%.

Pasal 6

(1) Penyusunan kurikulum inti untuk setiap program studi pada program sarjana,
program Pascasarjana, dan program diploma berpedoman pada Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa dan ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini.
(2) Menteri Pendidikan Nasional tidak menetapkan kurikulum inti untuk setiap
program studi sebagaimana yang diatur pada pasal 11 ayat (1) Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000, dan selanjutnya ditetapkan
oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna
lulusan.

19
Pasal 7

Dengan berlakunya Keputusan ini, kurikulum inti yang berlaku secara nasional untuk
setiap program studi pada program sarjana, program Pascasarjana, dan program
diploma yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan/Menteri Pendidikan Nasional masih tetap berlaku sampai dengan
ditetapkannya kurikulum inti oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat
profesi dan pengguna lulusan.

Pasal 8

Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2 April 2002

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

TTD

A. MALIK FADJAR

20

You might also like