You are on page 1of 17

WAWANCARA PSIKIATRIK

DAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

A. WAWANCARA PSIKIATRIK

Dokter mempunyai banyak cara untuk mendiagnosis, menangani, dan


mengobati penyakit pasien. Kemampuan untuk mengembangkan hubungan dokter
dan pasien yang efektif memerlukan pemahaman yang kuat mengenai
kompleksitas perilaku manusia dan pendidikan yang terus menerus mengenai
teknik berbicara dan mendengarkan orang lain.
Wawancara psikiatri didasarkan atas pengertian psikopatologi dan
psikodinamik. Dalam wawancara psikiatri, apakah pasien bersedia
mengungkapkan keluhan atau tidak, dipengaruhi oleh hubungan antara dokter
dengan pasien. Factor-faktor yang mempengaruhi proses wawancara adalah
pasien, situasi klinik, factor teknis, dan gaya/orientasi/pengalaman dokter.
Pada umumnya pasien mau bersikap terbuka pada dokter apabila ia merasa:
- Dokter mau mendengarkan dengan sabar
- Dokter tidak menyerang (dengan kata-kata) dan tidak mengadakan
penilaian secara moralistik
- Dokter memegang teguh rahasia jabatan
- Dokter menggunakan informasi yang didapat dari pasien untuk menolong
pasien.
Hal- hal yang terjadi saat wawancara
1. Pasien
- Psikopatologi
- Psikodinamik
- Kekuatan kepribadian
- Motivasi
- Transference, proses dimana secara tidak sadar pasien bersikap terhadap
dokternya dengan menggunakan pola perilaku dan berperasaan seperti
menghadapi tokoh yang bermakna dalam hidupnya sewaktu masa anak-anak

1
- Resistence, beberapa perilaku pasien yang menghambat kemajuan dari proses
pengobatan
2. Dokter
- Aliansi terapeutik, hubungan dokter-pasien dapat digunakan untuk meringankan
gejala pasien
- Counter transference, respon dokter terhadap pasien dimana pasien seperti
figure penting dari masa lalu dokter
- Salam/pembuka pembicaraan/pengungkapan perasaan/peralihan sekonyong-
konyong/ eksplorasi masa lalu dengan menggunakan kata-kata pasien/ pertanyaan
bersifat terbuka-tertutup/ pasien diberi kesempatan bertanya.
Salah satu hal yang paling penting dimiliki oleh dokter adalah kemampuan
untuk melakukan wawancara secara efektif. Wawancara yang dilakukan dengan
terampil mampu menggali data yang diperlukan untuk mengerti dan mengobati
pasien dan dalam proses untuk meningkatkan pengertian dan kepatuhan pasien
terhadap saran dokter. Pada umumnya, pewawancara harus menunjukkan sikap
yang tidak menghakimi, tertarik, keprihatinan dan keramahan, jika tidak, maka
informasi yang penting mungkin tidak dapat diperoleh.
Tiap wawancara mempunyai tiga komponen utama, yaitu memulai
wawancara, wawancara itu sendiri, dan mengakhiri wawancara.
1. Memulai Wawancara
Kesan pertama yang paling penting bagi seorang pasien ditentukan oleh
bagaimana seorang dokter memulai wawancara tersebut. Cara seorang dokter
membuka komunikasi dengan pasien mempunyai efek yang kuat bagi
kelangsungan wawancara. Pasien seringkali merasa cemas pada saat pertama
kali berhadapan dengan dokter, merasa lemah dan terintimidasi. Seorang
dokter yang dapat menegakkan rapport dengan cepat, menempatkan pasien
pada perasaan tenang dan menunjukkan perhatian akan dapat melakukan
pertukaran informasi yang produktif. Pertukaran informasi tersebut penting
untuk menyususn diagnosis yang tepat dan menegakkan tujuan pengobatan.
2. Wawancara Yang Baik
Dalam wawancara yang baik dokter dapat menemukan secara terinci apa
yang mengganggu pasien. Dokter harus melakukan wawancara secara

2
sistematis untuk mempermudah identifikasi masalah yang relevan dalam
konteks kerja sama yang empatik dan berkelanjutan dengan pasien.
3. Menyimpulkan Wawancara
Pada tahap ini, dokter harus memberikan kesempatan pada pasien untuk
bertanya. Dokter harus mengucapkan terima kasih kepada pasien karena telah
memberikan informasi yang diperlukan. Setiap peresepan obat harus
disampaikan secara jelas dan singkat, dan dokter harus yakin apakah pasien
mengerti cara penggunaannya.

Nancy Andreason dan Donal Black telah menetapkan 11 teknik yang sering
digunakan pada sebagian besar wawancara psikiatrik, yaitu:
1. Dapatkan rapport seawal mungkin pada wawancara
2. Tentukan keluhan utama pasien
3. Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan diagnosis banding
sementara
4. Singkirkan atau masukkan berbagai kemungkinan diagnostik dengan
menggunakan pertanyaan yang terpusat dan terinci
5. Ikuti jawaban yang samar-samar atau tak jelas dengan cukup gigih untuk
menentukan dengan akurat jawaban pertanyaan
6. Biarkan pasien berbicara dengan cukup bebas untuk mengamati bagaimana
kuatnya pikiran berkaitan
7. Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup
8. Jangan takut menanyakan tentang topik yang anda atau pasien rasakan sulit
atau memalukan
9. Tanyakan tentang fikiran bunuh diri
10. Berikan kesempatan kepada pasien untuk menanyakan pertanyaan pada
akhir wawancara
11. Simpulkan wawancara awal dengan mendapatkan rasa kepercayaan dan jika
mungkin harapan

3
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara psikiatrik,
yaitu :
a. Penatalaksanaan waktu
Konsultasi awal berlangsung selama 30 menit sampai 1 jam, tergantung
keadaan. Wawancara dengan pasien psikotik atau dengan penyakit medis
adalah singkat karena pasien mungkin merasakan bahwa wawancara adalah
menegangkan. Wawancara yang panjang mungkin diperlukan diruang gawat
darurat.
b. Susunan tempat duduk
Cara kursi disusun ditempat periksa dokter psikiatrik adalah mempengaruhi
wawancara. Kedua kursi harus kira-kira sama tingginya, sehingga tidak ada
orang yang melihat kebawah untuk melihat yang lainnya.
c. Tempat periksa dokter psikiatrik
Pasien sering kali mempunyai reaksi terhadap tempat periksa dokternya yang
mungkin menyimpang atau tidak, dan mendengarkan dengan cermat atas
setiap komentar dapat membantu dokter psikiatrik untuk mengerti pasiennya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pasien berespon lebih positif pada dokter
laki-laki yang menggunakan jas dan dasi dari pada mereka yang tidak.
d. Membuat catatan
Sebagian besar dokter psikiatrik tidak menganjurkan membuat catatan yang
banyak selama suatu sesi, karena menulis dapat menurunkan kemampuan
untuk mendengarkan. Tetapi beberapa pasien dapat mengungkapkan
kemarahan jika dokter psikiatrik tidak menulis catatan selama suatu
wawancara, mereka mungkin merasa takut kalau komentar mereka tidak
cukup penting untuk dicatat.
e. Wawancara selanjutnya
Wawancara yang dilakukan setelah wawancara pertama memungkinkan
pasien mengkoreksi tiap kesalahan informasi yang telah diberikan dalam
pertemuan pertama.
f. Melakukan wawancara situasi
Dokter psikiatrik dilatih untuk bersikap fleksibel dalam memodifikasi gaya
wawancaranya untuk mengikuti situasi tertentu. Pasien yang mempunyai

4
diagnosis psikiatrik yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam
peran sertanya saat wawancara dan berbeda pula dalam hal tantangan yang
diberikannya pada dokter psikiatrik yang melakukan wawancara. Misalnya :
 Pasien depresi dan bunuh diri
Pasien depresi sering tidak mampu untuk bercerita secara spontan dan
adekuat mengenai penyakitnya karena faktor-faktor tertentu seperti
retardasi psikomotor dan keputusasaan. Dokter psikiatrik harus siap
bertanya secara spesifik pada seseorang yang mengalami depresi tentang
riwayat dan gejala yang berhubungan dengan depresi, termasuk
pertanyaan tentang ide bunuh diri. Alasan lain untuk bersikap spesifik
dalam bertanya kepada pasien depresi adalah bahwa pasien tidak
menyadari bahwa gejala tertentu seperti berjalan saat tidur malam atau
meningkatnya keluhan somatik adalah berhubungan dengan gangguan
depresi.
 Bunuh Diri
Permasalahan khusus saat mewawancarai pasien yang mengalami depresi
adalah kemungkinan untuk bunuh diri.. Jika dokter psikiatri sudah
memutuskan bahwa pasien berada dalam ancaman resiko untuk bunuh diri,
pasien harus dirawat di rumah sakit atau dilindungi dengan cara lain.
 Pasien yang kasar
Pasien yang mungkin mengalami kekerasan harus didekati dengan sikap
dan teknik yang sama dengan yang digunakan pada pasien bunuh diri.
Pertanyaan spesifik yang perlu dijawab oleh pasien yang kasar adalah
termasuk tentang tindakan kekerasan pasien sebelumnya dan kekerasaan
yang dialami semasa kanak-kanak.
 Pasien dengan waham
Waham dari seorang pasien tidak boleh ditantang secara langsung. Waham
mungkin merupakan pikiran sebagai suatu strategi pertahanan dan
perlindungan diri pasien, untuk melawan ancaman kecemasan, penurunan
harga diri dan kebingungan. Menantang suatu waham dengan menegaskan
bahwa hal tersebut tidak benar atau tidak mungkin, hanya akan
meningkatkan kecemasan pasien dan seringkali menyebabkan pasien yang

5
terancam mempertahankan keyakinannya bahkan secara lebih mati-
matian. Tetapi tidak dianjurkan untuk berpura-pura mempercayai waham
pasien. Suatu pendekatan yang sangat membantu adalah menyatakan
bahwa dokter mengerti keyakinan pasien akan waham, tetapi dokter tidak
mempunyai keyakinan yang sama.
g. Mewawancarai sanak saudara
Wawancara dengan anggota keluarga dapat bermanfaat dan mungkin penuh
kesulitan. Wawancara dengan anggota keluarga dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang. Jika tujuan dokter adalah untuk mendiagnosis suatu gangguan,
maka semakin banyak fakta yang diberikan kepada dokter, semakin mudah
untuk menyusun diagnosis, prognosis dan pengobatan. Tetapi dari pandangan,
dinamika dan analitik, jika dokter melihat masalah pasien sangat dipengaruhi
interaksi dengan tokoh penting di dalam kehidupannya, maka kenyataan
eksternal kurang penting dari pada persepsi pasien sendiri. Pada umumnya,
semakin serius keadaan pasien saat datang (sebagai contohnya gangguan
depresi berat, ide bunuh diri atau psikosis), semakin mungkin dan
kemungkinan lebih tepat bagi dokter psikiatrik berhadapan dengan anggota
keluarga.

6
B. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
Untuk memeriksa penderita mental perlu diikuti suatu bagan pemeriksaan
agar lebih sistematis, sehingga paling sedikit hal-hal yang penting tidak
terlupakan.
Riwayat psikiatrik
I. Data identifikasi
II. Keluhan utama
III. Riwayat penyakit sekarang (onset, faktor pencetus)
IV. Riwayat penyakit sebelumnya
A. Psikiatrik
B. Medis
C. Riwayat alkohol dan zat lain
V. Riwayat pribadi
A. Pranatal dan perinatal
B. Masa anak-anak awal (≤ 3 tahun)
C. Masa anak-anak pertengahan (3-11 tahun)
D. Masa anak-anak akhir (sampai remaja)
E. Masa dewasa
1. Riwayat pekerjaan
2. Riwayat perkawinan dan hubungan/relasi
3. Riwayat pendidikan
4. Keagamaan
5. Aktifitas sosial
6. Situasi hidup sekarang
7. Riwayat hukum
F. Riwayat psikoseksual
G. Riwayat keluarga
H. Mimpi, khayalan, nilai hidup

Tujuan dan Laporan Pemeriksaan


Tujuan pemeriksaan keadaan jiwa pada umumnya ialah untuk mendapatkan
satu atau lebih dari pada hal-hal yang di bawah ini yaitu:

7
1. Menentukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai
sebagai dasar pembuatan diagnosa (diagnosa sementara) serta menentukan
tingkat gangguan serta pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatrik khusus)
dan selanjutnya penafsiran prognosanya.
2. Menggambarkan strukutur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan
riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang dimiliki.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien untuk berpartisipasi secara wajar
dalam pengobatan yang cocok baginya.

Laporan pemeriksaan keadaan jiwa atau status mental yang dipakai dalam
psikiatri klinik berarti hasil pemeriksaan jiwa pasien. Adapun laporan
pemeriksaan keadaan jiwa itu merupakan suatu bentuk cerita yang mengandung
banyak hal seperti afek, emosi, cara berbicara (ucapan), persepsi dan fungsi
kognitif termasuk orientasi. Mengingat pendekatan holistik terhadap pasien, maka
laporan pemeriksaan keadaan jiwa itu seharusnya merupakan bagian dari
pemeriksaan umum semua pasien, biarpun hanya singkat, apabila tidak terdapat
tanda-tanda gangguan jiwa.
Suatu formulir laporan pemeriksaan keadaan jiwa yang lebih lengkap
biasanya terdiri dari bagian-bagian :
1. Identifikasi pasien
Data identifikasi memberikan ringkasan demografik tentang nama pasien,
usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, latar belakang etnis dan
agama. Dokter harus menyatakan apakah pasien datang atas keinginan sendiri,
dirujuk atau dibawa oleh orang lain.
Data identifikasi adalah alat untuk memberikan sketsa ringkas tentang
karakteristik pasien yang kemungkinan penting dan dapat mempengaruhi
diagnosis, prognosis, pengobatan dan kepatuhan.
2. Keluhan utama atau sebab utama apakah yang menyebabkan ia datang
berobat (menurut pasien dan /atau keluarganya)
3. Riwayat penyakit sekarang
Bagian ini memberikan gambaran yang lengkap dan kronologis tentang
peristiwa yang menyebabkan timbulnya keluhan. Hal ini akan membantu

8
menjawab pertanyaan tentang mengapa pasien datang ke dokter, bagaimana
keadaan hidup pasien saat onset gejala atau perubahan perilaku muncul dan
bagaimana keluarga serta lingkungan memperlakukan pasien.
Perkembangan gejala pasien harus digambarkan dan diringkaskan secara
sistematis. Gejala yang tidak tampak juga harus digambarkan. Jika terdapat
hubungan antara gejala fisik dan psikologis, maka harus dicatat.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Bagian ini merupakan suatu peralihan dari riwayat penyakit sekarang dan
riwayat pribadi pasien. Episode penyakit psikiatrik maupun medis yang
terdahulu harus dijelaskan.
5. Riwayat penyakit dahulu
Melalui informasi riwayat medik yang dahulu, dokter dapat mengetahui
tinjauan medis tentang gejala dan mencatat setiap penyakit medis atau bedah
yang berat dan trauma berat, khususnya yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, yang dialami pasien, seperti trauma kraniosereberal, penyakit
neurologis, tumor dan gangguan kejang.
Penyebab, komplikasi dan pengobatan setiap penyakit dan efek penyakit
pada pasien harus dicatat. Pertanyaan spesifik tentang gangguan psikosomatik,
penggunaan alkohol dan zat lain harus dinyatakan dan dicatat.
6. Riwayat pribadi, ditanyakan antara lain mengenai perkembangan fisik dan
mental, hubungan antar manusia, emosi, sifat, minat, kemampuan dan prestasi,
keterampilan, pengalaman penting, kepercayaan, gangguan jiwa yang pernah
dialaminya yang dapat dibagi pada masa kanak-kanak, pubertas, dan dewasa
tua.
7. Riwayat keluarga: orang tua, saudara, susunan keluarga, susunan anggota
rumah tangga dalam keluarga yang ditempatinya, anggota keluarga yang
pernah atau sedang menderita gangguan jiwa serta jenis gangguan jiwa
tersebut.
8. Pemeriksaan fisik
9. Pemeriksaan psikiatrik, meliputi
a. Kejujuran dan kelengkapan informasi
b. Sikap pasien terhadap pemeriksa

9
c. Rupa pasien
d. Psikomotor
e. Sikap dan tingkah laku umum
f. Afek dan emosi
g. Kualitas bicara dan pikiran
h. Isi bicara dan pikiran
i. Fungsi somatis dan kekhawatiran somatik
j. Persepsi
k. Kesadaran
l. Fungsi Kognitif
m. Pertimbangan
n. Potensi bunuh diri atau melakukan kekerasan
o. Pengertian tentang sikap terhadap gangguannya.
10. Evaluasi psikologik
11. Evaluasi sosiologik
12. Diagnosa/klasifikasi
13. Program pengobatan dan hasilnya
14. Data pengakhiran pengobatan atau pengeluaran pasien dari rumah sakit
15. Tindak lanjut

Prognosa dicatat berdasarkan pengertian si pemeriksa mengenai daya tahan


pasien, kelemahan penyesuaian dirinya, gangguan atau penyakit yang dideritanya
serta kenyataaan hidupnya, dipengaruhi juga oleh riwayat mengenai pola
penyesuaian diri pasien terhadap berbagai stres dahulu dan kestabilannya. Setelah
mengerti benar keadaan pasien serta seluk beluk pengalaman hidupnya barulah si
pemeriksa yang bersangkutan itu memberi rekomendasi mengenai suatu cara
pengobatan.

10
C. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang
menggambarkan jumlah total observasi pemeriksa dan kesan tentang pasien
psikiatrik saat wawancara. Pemeriksaan satus mental dalah suatu gambaran
tentang penampilan pasien, bicara, tindakan dan pikiran selama wawancara.
Bahkan jika pasien membisu atau inkoheren atau menolak menjawab pertanyaan,
dokter dapat memperoleh informasi yang banyak melalui observasi yang cermat.

Garis Besar Pemeriksaan Status Mental


I. Gambaran Umum
a. Penampilan
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
c. Sikap terhadap pemeriksa
II. Mood dan Afek
a. Mood
b. Afek
c. Kesesuaian
III. Bicara
IV. Gangguan persepsi
V. Pikiran
a. Proses atau bentuk pikiran
b. Isi pikiran
VI. Sensorium dan kognitif
a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran
b. Orientasi
c. Daya ingat
d. Konsentrasi dan perhatian
e. Kapasitas untuk membaca dan menulis
f. Kemampuan visuospasial
g. Pikiran abstrak
h. Sumber informasi dan kecerdasan
VII. Pengendalian impuls

11
VIII. Pertimbangan dan Tilikan
IX. Reliabilitas

I. Gambaran Umum
a. Penampilan
Hal ini adalah suatu gambaran tentang penampilan pasien dan
kesan fisik secara keseluruhan yang disampaikan kepada dokter psikiatrik,
seperti yang dicerminkan dari postur ketenangan, pakaian, dan dandanan.
Contoh hal-hal di dalam kategori penampilan adalah jenis tubuh, postur,
ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, dan kuku. Istilah umum yang
digunakan untuk mengggambarkan penampilan adalah tampak sehat, sakit,
agak sakit, seimbang, kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-
anak, dan kacau. Tanda kecemasan dicatat: tangan yang lembab, keringat
pada dahi, postur tegang, mata lebar.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Kategori ini dimaksudkan pada aspek kuantitatif maupun kualitatif
dari perilaku pasien. Yang termasuk di dalamnya adalah manerisme, tiks,
gerakan isyarat, kedutan, perilaku stereotipik, echopraxia, hiperaktivitas,
agitasi, melawan, fleksibilitas, rigiditas, cara berjalan, dan ketangkasan.
Kegelisahan, meremas-remas tangan, melangkah, dan manifestasi fisik
lainnya harus digambarkan. Retardasi psikomotor atau perlambatan
pergerakan tubuh secara umum harus dicatat.
c. Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai
bekerjasama, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, datar, menggoda,
bertahan, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, bermain-main,
menyenangkan, mengelak, atau berlindung. Tiap kata sifat lainnya dapat
digunakan.

12
II. Mood dan Afek
a. Mood
Mood didefinisikan sebagai emosi yang meresap dan terus
menerus yang mewarnai persepsi seseorang akan dunia. Kata sifat yang
sering digunakan untuk menggambarkan mood adalah depresi, kecewa,
mudah marah, cemas, marah, meluap-luap, euforik, kosong, bersalah,
terpesona, sia-sia, merendahkan diri sendiri, ketakutan, dan
membingungkan. Mood mungkin labil, berarti bahwa mood berfluktuasi
atau berubah dengan cepat antara hal-hal yang ekstrim.
b. Afek
Afek dapat didefinisikan sebagai respon emosional pasien yang
tampak. Afek adalah apa yang disimpulkan oleh pemeriksa dari ekspresi
wajah pasien, termasuk jumlah dan macam perilaku ekspresif. Afek
mungkin sejalan dengan mood atau tidak sejalan. Afek digambarkan
sebagai dalam rentang normal, terbatas, tumpul, atau datar. Di dalam
rentang afek yang normal, terdapat variasi dalam ekspresi wajah, irama
suara, penggunaan tangan dan pergerakan tubuh. Jika afek terbatas,
terdapat penurunan jelas di dalam rentang dan intensitas ekspresi.
Demikian juga pada afek tumpul, ekspresi emosional menurun lebih jauh.
Untuk mendiagnosis afek datar, dokter harus tidak menemukan tanda
ekspresi afektif, suara pasien harus monoton, wajah harus imobil.
c. Kesesuaian
Kesesuaian respon emosional pasien dapat dipertimbangkan di
dalam konteks masalah subjektif yang didiskusikan pasien.

III. Bicara
Bagian laporan ini menggambarkan karakteristik fisik dari berbicara.
Bicara dapat digambarkan di dalam kuantitasnya, kecepatan produksi bicara,
dan kualitasnya. Pasien mungkin digambarkan sebagai senang berbicara, suka
mengomel, fasih, pendiam, tidak spontan, atau berespon normal terhadap
petunjuk dari pewancara. Bicara mungkin cepat atau lambat, tertekan, ragu-

13
ragu, emosional, dramatik, monoton, keras, berbisik, bersambungan, terputus-
putus, atau mengomel.

IV. Gangguan Persepsi


Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mungkin berkenaan
dengan diri sendiri atau lingkungan. Sistem sensoris yang terlibat auditorius,
visual, olfaktorius, atau taktil) dan isi pengalaman ilusi atau halusinasi harus
digambarkan. Keadaan terjadinya tiap pengalaman halusinasi adalah penting,
karena halusinasi hipnagogik dan halusinasi hipnopompik adalah mempunyai
kepentingan yang jauh lebih kecil dibandingkan jenis halusinasi lainnya.

V. Pikiran
a. Proses berfikir (bentuk fikiran)
Pasien mungkin memiliki ide yang terlalu melimpah atau kemiskinan ide.
Gangguan dari proses fikiran antara lain pengenduran asosiasi, flight of
ideas, pikiran berpacu, sirkumstansialitas, gado-gado kata, asosiasi bunyi,
penghambatan pikiran, pikiran samar-samar.
b. Isi pikiran
Gangguan isi pikiran adalah waham, preokupasi, obsesi, fobia, gagasan
bunuh diri, kemiskinan isi.

VI. Sensorium dan Kognitif


a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya menyatakan adanya gangguan otak organik.
Pengaburan kesadaran adalah penurunan kewaspadaan terhadap lingkungan
secara menyeluruh. Seorang pasien mungkin tidak mampu mempertahankan
perhatiannya terhadap stimulus lingkungan untuk mempertahankan pikiran
atau perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Pasien yang mengalami perubahan
tingkat kesadaran seringkali menunjukkan juga suatu gangguan tingkat
orientasi.

14
b. Orientasi
Gangguan orientasi biasanya dibedakan menurut waktu, tempat dan orang.
Tiap gangguan biasanya tampak dalam urutan tersebut (yaitu perasaan
tentang waktu terganggu sebelum perasaan tentang tempat), demikian juga
saat pasien membaik gangguan hilang dalam urutan terbalik.
c. Daya Ingat
Daya ingat atau memori biasanya dibagi menjadi empat bidang: daya ingat
jauh, daya ingat masa lalu yang belum lama, daya ingat yang baru saja, dan
daya ingat segera. Reaksi terhadap kehilangan daya ingat dapat memberikan
petunjuk penting tentang gangguan dasar dan mekanisme mengatasinya.
d. Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien dapat terganggu karena berbagai alasan. Sebagai contoh,
suatu gangguan kognitif, kecemasan depresi, dan stimuli internal seperti
halusinasi dengar, semuanya dapat berperan dalam gangguan konsentrasi.
e. Kemampuan membaca dan menulis
Pasien harus diminta untuk bereaksi terhadap suatu kalimat. Sebagai contoh
tutuplah mata anda dan selanjutnya melakukan apa yang diperintahkan.
Pasien juga diminta untuk menulis kalimat yang sederhana tetapi lengkap.
f. Kemampuan visuospasial
Pasien harus diminta untuk mencontoh suatu gambar, seperti jam atau segi
lima yang berpotongan.
g. Berpikir abstrak
Berpikir abstrak adalah kemampuan pasien untuk berhadapan dengan
konsep. Pasien datang dengan gangguan cara dimana mereka
mengkonseptualisasikan atau menangani gagasan. Disini pasien dapatkah
menjelaskan kemiripan-kemiripan seperti antara buah apel dan buah peer
atau antara kebenaran dan kecantikan?
h. Sumber informasi dan inteligensi
Jika dicurigai suatu kemungkinan gangguan kognitif. Apakah pasien
mempunyai kesulitan dengan tugas mental, seperti menghitung uang
kembalian dari seribu rupiah setelah dibelanjakan lima ratus rupiah.

15
VII. Pengendalian Impuls
Apakah pasien mampu untuk mengendalikan impuls seksual, agresif, dan
impuls lainnya. Suatu pemeriksaan pengendalian impuls adalah penting dalam
memastikan kesadaran pasien tentang perilaku yang sesuai secara sosial dan
suatu pengukuran tentang kemungkinan bahaya pasien bagi dirinya sendiri
atau orang lain. Pengendalian impuls dapat diperkirakan dari informasi dari
riwayat pasien sekarang dan dari perilaku yang diobservasi selama
wawancara.

VIII. Pertimbangan dan Tilikan


a. Pertimbangan
Selama perjalanan menggali riwayat penyakit, dokter psikiatrik harus
mampu menilai banyak aspek kemampuan pasien dalam pertimbangan
sosial. Apakah pasien mengerti kemungkinan akibat dari perilakunya, dan
apakah pasien dipengaruhi oleh pengertian tersebut. Dapatkah pasien
memperkirakan apa yang dilakukannya di dalam situasi khayalan.
b. Tilikan
Tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka
sakit. Pasien mungkin menunjukkan penyangkalan penyakitnya atau
menunjukkan suatu kesadaran bahwa mereka sakit tetapi melemparkan
kesalahan kepada orang lain, faktor eksternal atau bahkan faktor organik.
Mereka mungkin mengetahui bahwa mereka menderita penyakit tetapi
menggambarkannya sebagai suatu yang tidak diketahui atau misterius di
dalam dirinya.

IX. Reliabilitas
Bagian status mental dari laporan menyimpulkan kesan dokter
psikiatrik terhadap reliabilitas pasien dan kemampuan untuk melaporkan
situasinya dengan akurat. Bagian ini memasukkan suatu perkiraan kesan
dokter psikiatrik pada kebenaran atau kejujuran pasien.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Saddock BJ. Sinopsis Psikiatri Jilid 1 Edisi Ketujuh. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997. 1-25

17

You might also like