You are on page 1of 3

HUBUNGAN ANTARA ASI EKSKLUSIF DENGAN PERTUMBUHAN BAYI Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu) oleh Presiden

katan Penggunaan Air Susu Ibu) oleh Presiden Republik Indonesia pada hari ibu tanggal 22
Desember 1990 (Departemen Kesehatan RI, 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya menyukseskan
BAB I peningkatan penggunaan ASI secara lebih sungguh-sungguh dan berkesinambungan.
PENDAHULUAN Penyusuan secara eksklusif ini dapat dicapai bila seluruh rumah sakit, rumah sakit bersalin dan
A. Latar Belakang Masalah tempat-tempat pelayanan ibu bersalin lainnya telah melaksanakan rawat gabung. Usaha yang terus menerus
Tidak disangsikan lagi Air Susu Ibu (ASI) sebagai makanan terbaik untuk bayi merupakan untuk memasyarakatkan penyusuan dini dan rawat gabung diharapkan dapat menunjang tercapainya 100%
pemberian Allah SWT yang tidak akan dapat ditiru oleh para ahli di bidang makanan bayi manapun. Air penyusuan eksklusif untuk bayi Indonesia. Sayangnya perilaku menyusui bayi sendiri dianggap sebagian
Susu Ibu mengandung nutrien (zat gizi) yang cukup dan bernilai biologi tinggi. Disamping itu juga orang sebagai suatu tingkah laku yang tradisional sehingga sedikit demi sedikit ditinggalkan. Hal tersebut
mengandung zat kekebalan (imunologi) yang sangat dibutuhkan bayi untuk melawan beberapa penyakit dipengaruhi oleh kemajuan di negara-negara industri yang memperkenalkan susu formula untuk bayi yang
(Rahmawati, 1998). Menyusui merupakan proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui mempunyai manfaat yang sama dengan ASI dan pada posyandu di kalurahan Kadipiro sudah banyak bayi
atau menghentikan menyusui lebih dini dari yang semestinya. Banyak penelitian yang telah membuktikan yang diberikan susu formula dikarenakan ibu bekerja. Sehingga keadaan ini memungkinkan status gizi bayi
kelebihan ASI yang diduga memiliki kandungan gizi, nutrisi, dan antibodi yang lengkap. Salah satu akan mengalami hambatan dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.
penelitian yang di lakukan di 6 negara berkembang membuktikan, bayi usia 0 – 2 bulan yang tidak
mendapatkan ASI ekslusif lebih rentan terkena infeksi pencernaan hingga 400% (Tim RBBP Wihdatul B. Rumusan Masalah
‘Ummah, 2008). Menyusui bayi berlama-lama sering dilakukan para ibu dengan maksud dan tujuan Berdasarkan kenyataan dan harapan yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian ini,
beragam. maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan antara
Seperti dilaporkan dalam jurnal Archives of Disease in Childhood, metode ´short breastfeed´ di pemberian ASI eksklusif dengan pertumbuhan bayi ?
nilai lebih bermanfaat daripada menyusui hanya menuruti bayi. Kesimpulan ini diambil peneliti asal
Bradford yang memantau aktivitas 36 ibu yang memberi ASI ekslusif. Peneliti menemukan, pemberian ASI C. Tujuan Penelitian
secara teratur hingga maksimal 10 menit untuk setiap sesi menghasilkan peningkatan berat badan signifikan Berdasarkan masalah yang diteliti, maka secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk
serta rata-rata menyusui yang lebih tinggi. Namun begitu, para bidan di Inggris berpendapat bahwa metode mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan pertumbuhan bayi.
‘short breastfeed´ ini tidak akan dapat diterapkan pada semua ibu menyusui. Penelitian yang dipimpin Dr.
Anne Walshaw, mencatat bahwa rendahnya penambahan berat badan bayi dengan metode ´baby-led´ D. Keaslian Penelitian
merupakan fakta yang banyak terjadi. Untuk itulah, para dokter di Bradford merekrut 36 ibu untuk Menurut Yekti Widodo (2003) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan
dilibatkan dalam riset. Setengah dari partisipan diinstruksikan menyusui ketikabayi meminta dan melakukan penelitian dengan judul “Pertumbuhan Bayi Usia 0 – 4 Bulan yang Mendapat ASI Eksklusif dan
menawarkannya lagi jika bayi masih menunjukkan tanda-tanda lapar. Setengah partisipan lainnya Makanan Pendamping ASI”. Pada masyarakat pedesaan di Indonesia, jenis MPASI yang umum diberikan
diinstruksikan menyusui maksimal 10 menit dan setiap sesi bisa berjarak tiga jam pada siang hari dan bila kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang (57,3%). Di samping itu, akibat rendahnya sanitasi dan
perlu boleh dilakukan di malam hari. Riset menunjukkan, kurang dari 50 persen bayi pada kelompok yang higiene MPASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba sehingga meningkatkan risiko atau
mendapat metode ´baby-led´ masih menyusui setelah sekitar 3 bulan. Sementara bayi yang mengikuti infeksi yang lain pada bayi. Apabila bayi sudah terkena infeksi maka pertumbuhan bayi juga akan
metode tradisional prosentasenya mencapai tiga perempat. Selain itu, bayi di kelompok ´baby-led´ dan yang terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan pertumbuhan bayi usia 0 – 4 bulan pada
menyusui lebih dari 10 menit setelah sesi pertama, keduanya mencatat penambahan berat yang kurang baik bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang diberi MPASI sebelum usia 4 bulan. Tujuan penelitian ini
dalam usia enam hingga delapan pekan. adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan pertumbuhan bayi.
Peneliti mengindikasikan, metode ´baby-led´ dapat mengganggu sistem tubuh ibu dalam Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah dimana pada
memproduksi ASI. Para ibu memerlukan hormon oksitosin yang berfungsi memacu sejenis ketenangan atau penelitian sebelumnya, data yang di ambil jangka waktu 2 minggu serta usia sampel yang digunakan
refleks, yang menyebabkan air susu beredar dari sel-sel payudara melalui pembuluh hingga puting sampai berusia 4 bulan saja. Di samping itu, data diambil dengan hanya menyebarkan kuisioner dan pada
payudara. Jika bayi tetap menyusui dalam waktu lama, produksi oksitosin akan terhambat. Peneliti juga tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan yaitu hanya mencari perbedaan pertumbuhan bayi yang
menjelaskan, jika bayi tidak mendapat ASI susulan atau second breast, payudara ibu akan penuh pada menggunakan ASI eksklusif dengan yang tidak eksklusif sedangkan pada penelitian yang dilakukan saat ini
setiap kali menyusui. Selain itu tubuh akan menghasilkan protein yang akan menghentikan produksi susu, adalah data diambil dengan menyebarkan kuisioner dan melihat grafik pada KMS dan tujuan akhir dari
sehingga hal ini akan mengganggu proses pemberian ASI selama berjam-jam bahkan berhari- penelitian adalah tidak hanya mencari perbedaan pertumbuhan bayi yang menggunakan ASI eksklusif dan
hari(dechacare, 2008). Namun banyak ibu yang tidak mau memberikan ASI secara eksklusif dengan alasan non eksklusif tetapi menambahkan apakah ASI eksklusif tersebut berhubungan dengan baik tidaknya
ibu merasa bahwa ASI tidak cukup atau tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi, ibu bekerja, pertumbuhan bayi yaitu dengan cara mencari sebab-sebab bagaimana ASI eksklusif tersebut bisa
adanya perasaan cemas dengan merasa ASI kurang cukup, dan adanya hambatan dari anggota keluarga dan menyebabkan bayi tumbuh dengan baik.
masyarakat sekitar. Pemberian ASI eksklusif dapat mempercepat penurunan angka kematian bayi dan
sekaligus meningkatkan status gizi balita yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi masyarakat E. Manfaat Penelitian
menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia yang memadai (Departemen Kesehatan RI, 2005). 1. Manfaat Teoritis
Masalah pelaksanaan ASI eksklusif masih memprihatinkan. Data dari Survey Demografi Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif kesehatan anak pada khususnya, terutama mengenai pemberian ASI eksklusif dengan pertumbuhan
kepada bayinya baru mencapai 47% sedangkan dalam Repelita VI ditargetkan 80%. Hal ini menunjukkan bayi.
bahwa untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam Repelita VI tersebut, masih banyak upaya yang 2. Manfaat Praktis
harus dilakukan. a. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui
Dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasuk ASI kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
eksklusif sebenarnya telah memadai. Hal ini terbukti dengan telah dicanangkannya GNPP-ASI (Gerakan
b. Untuk dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pokok bahasan yang dikaji dengan mungkin disebabkan karena menganggur atau karena susahnya memperoleh lapangan kerja. Berlainan
disertai pertanggungjawaban secara ilmiah. dengan faktor pendapatan ternyata ada penduduk atau masyarakat yang berpendapatan cukup dan lebih dari
cukup (baik di kota maupun di desa, seperti petani pemilik tanah, penggarap dan sebagainya) dalam
penyediaan makanan keluarga banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA PADA disebabkan oleh faktor lain. Faktor yang lainnya yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau
KELUARGA PETANI DI DESA PURWOJATI KECAMATAN KERTEK KABUPATEN kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan seharihari. Besarnya keluarga juga
WONOSOBO termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita, dimana jumlah pangan yang tersedia
untuk suatu keluarga besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut,
BAB I tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut. Selain itu pantangan makan
PENDAHULUAN juga termasuk didalamnya, dimana sikap yang tidak menyukai suatu makanan tertentu untuk dikonsumsi,
hal ini juga dapat menjadi kendala dalam memperbaiki pola pemberian makanan terhadap anggota keluarga
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH dengan makanan yang bergizi (Suhardjo, dkk.1986:31).
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan Puffer dan Seranno (dalam Sri Kardjati, dkk, 1985: 54) melaporkan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, yang pada akhirnya bahwa gizi kurang dan infeksi merupakan masalah kesehatan yang penting pada anak-anak. Gizi kurang
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Arah kebijaksanan pembangunan bidang kesehatan adalah dan infeksi kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi
untuk mempertinggi derajat kesehatan, termasuk di dalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka buruk. Selain itu juga diketahui infeksi menghambat reaksi Imunologis yang normal dengan menghasilkan
meningkatkan kualitas hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan pada umumnya (Suhardjo, 2003: 3). sumber-sumber energi dan protein di tubuh Balita masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
Gizi kurang dan gizi buruk pada balita berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan tubuh.
kesehatan. Secara tidak langsung gizi kurang dan gizi buruk dapat menyebabkan anak balita mengalami Oleh karena itu untuk memperoleh energi serta dapat melakukan kegiatan fisiknya sehari-hari,
defisiensi zat gizi yang dapat berakibat panjang, yaitu berkaitan dengan kesehatan anak, pertumbuhan anak, maka tubuh harus dipenuhi kebutuhan zat-zat gizinya. Zat-zat makanan yang diperlukan itu dapat
penyakit infeksi dan kecerdasan anak seperti halnya karena serangan penyakit tertentu. Apabila hal ini dikelompokkan menjadi 6 macam, yaitu air, protein, lemak, vitamin, mineral dan karbohidrat (G
dibiarkan tentunya balita sulit sekali berkembang. Dengan demikian jelaslah masalah gizi merupakan Kartasapoetra dan Marsetyo, 2001:4).
masalah bersama dan semua keluarga harus bertindak atau berbuat untuk melakukan perbaikan gizi Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul
(Sajogyo,dkk. 1994: 2). “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Petani di Desa Purwojati
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam golongan Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo”.
masyarakat kelompok rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi,
sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat (Soegeng Santoso 1.2 PERMASALAHAN
dan Anne Lies. 2003 : 88). Berdasarkan data dari Puskesmas Kertek I tahun 2005, di Desa Purwojati terdapat balita dari
Secara umum terdapat 4 masalah gizi pada balita di Indonesia yaitu KEP (Kekurangan Energi keluarga petani dengan status gizi buruk
Protein), KVA (Kurang Vit A), Kurang yodium (Gondok Endemik), dan kurang zat besi (Anemia Gizi sebanyak 0,96 % dan gizi kurang sebanyak 1,89 %. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan
Besi). Akibat dari kurang gizi ini kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut:
meningkatnya angka kematian balita (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti, 2003: 72). 1.2.1. Permasalahan Umum
Di Jawa Tengah tahun 2003 menunjukkan data jumlah balita sejumlah 2.816.499, dari jumlah Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan status gizi balita pada keluarga petani di
tersebut yang ditimbang di Posyandu sebanyak 70,77 %, dengan rincian yang naik berat badannya sebanyak Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
1.575.486 anak (79,03 %) dan anak balita yang berada di bawah garis merah (BGM) sebanyak 46.679 anak 1.2.2. Permasalahan Khusus
(2,34 %). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa di Jawa Tengah masih banyak balita yang status gizinya 1. Adakah hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita pada keluarga petani di
berada di bawah garis gizi cukup (BPS, 2003: 42) Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo,tercatat gizi kurang pada tahun 2. Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita pada keluarga
2004 sebanyak 18,85 %, dan kasus gizi kurang menurun menjadi 8,73 % pada tahun 2005. Sedangkan petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
untuk kasus gizi buruk masih perlu diperhatikan. Dimana pada tahun 2004 kasus gizi buruk sebanyak 0,63 3. Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita pada keluarga petani di
% dan bertambah menjadi 1,66 % pada tahun 2005 (Dinkes Kabupaten Wonosobo, tahun 2005). Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
Berdasarkan data Puskesmas Kertek I tahun 2005 yang meliputi 13 desa. Desa yang status gizi 4. Adakah hubungan antara besarnya keluarga dengan status gizi balita pada keluarga petani di
buruknya paling tinggi adalah Desa Purwojati. Dari jumlah total penderita gizi buruk di wilayah kerja Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
Puskesmas Kertek I 27,27% adalah balita dari desa Purwojati, dan dari jumlah total penderita gizi kurang di 5. Adakah hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi balita pada keluarga petani di
wilayah kerja Puskesmas Kertek I 9,58% adalah balita desa Purwojati (Puskesmas Kertek I, tahun 2005). Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
Menurut profil BPS Kabupaten Wonosobo Kecamatan Kertek tahun 2005 jumlah penduduk 6. Adakah hubungan antara pantangan makan balita dengan status gizi balita pada keluarga petani
Desa Purwojati sebanyak 3767 jiwa dengan 940 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk bermata di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
pencaharian sebagai petani (63.09%). Data yang diperoleh dari Puskesmas I Kertek jumlah petani yang 7. Adakah hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita pada keluarga petani
mempunyai balita sebanyak 35.08%. Adapun jumlah keseluruhan balita anak petani yang mengalami gizi di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
kurang sebanyak 1.89% dan 0.96% mengalami gizi buruk (BPS dan Puskesmas Kertek I tahun 2006). 8. Adakah hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita pada keluarga petani
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita banyak sekali diantaranya adalah di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo tahun 2007 ?
pendapatan atau anggaran belanja keluarga, menurut Sajogya, dkk (1994 : 7) pendapatan yang rendah
menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya pendapatan 1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita keluarga petani di
desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita pada keluarga
petani di desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
2) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita pada
keluarga petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
3) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita pada
keluarga petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
4) Untuk mengetahui hubungan antara besarnya keluarga dengan status gizi balita pada keluarga
petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
5) Untuk mengetahui hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi balita pada keluarga
petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
6) Untuk mengetahui hubungan antara pantangan makan balita dengan status gizi balita pada
keluarga petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
7) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita pada
keluarga petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
8) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita pada
keluarga petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang ilmu gizi, serta dapat menyampaikan pada masyarakat tentang cara-cara untuk
meningkatkan status gizi balita agarlebih baik.
2. Bagi Petugas Kesehatan dan Pemerintah
Sebagai referensi untuk dapat memberikan informasi, tentang program pendidikan gizi kepada
masyarakat khususnya ibu-ibu untuk memperhatikan status gizi balitanya.
3. Bagi Masyarakat
a. Dengan dipublikasikan skripsi ini diharapkan masyarakat mempunyai pengetahuan gizi yang baik,
sehingga berusaha untuk selalu meningkatkan status gizi keluarga terutama pada balitanya.
b. Dapat mengetahui apa saja yang dapat mempengaruhi status gizi balita dan dapat memacu diri untuk
berusaha untuk meningkatkan status gizi balitanya.
4. Bagi Kader Posyandu
Sebagai sumbangan pemikiran dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat
yang memiliki balita, mengingat status gizi merupakan sumber daya yang unggul.

You might also like