You are on page 1of 20

MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT

DIRECT BROADCAST SATELLITE (DBS)

Disusun oleh :

KELOMPOK 5
Maharani (D306018)
Andris Rismana (D306017)
Panca Nugroho (D306016)

Di sunting ulang oleh :


fiber_optik0@yahoo.co.id
Balikpapan 2011

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI


AKADEMI TEKNIK TELEKOMUNIKASI SANDHY PUTRA
PURWOKERTO
2009
A. Televisi Berlangganan (PAY TV)

Televisi berlangganan adalah istilah yang digunakan pada jasa penyiaran

televisi yang dilakukan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar

(berlangganan) secara berkala. Jasa ini biasanya disediakan dengan menggunakan

kabel digital ataupun analog dan satelit. Namun akhir-akhir ini metode-metode

digital mendunia lainnya mulai meningkat penggunaannya. Dibeberapa negara

seperti di Perancis dan Amerika sinyal-sinyal analog terkode juga mulai

diperkenalkan senagai salah satu cara berlangganan.

Di Indonesia televisi berlangganan yang pertama kali hadir adalah Indovision,

yang berdiri pada 8 Agustus 1988 [1]. Indovison juga dikenal sebagai televisi

berlangganan yang pertama kali menggunakan satelit penyiaran langsung (Direct

Broadcast Satellite (DBS)).

1. Sejarah

Istilah pay tv (televisi berlangganan) bagi sebagian penduduk yang

bermukim di kota besar tentunya tidak asing lagi. Perkembangan pay tv di

Indonesia sendiri tidak dapat dipisahkan dari kemunculannya yang pertama

pertama kali. Televisi berlangganan mengalami perkembanngan yang

panjang, sama halnya dengan televisi konvensional. Dimulai saat Zenith

meneliti kemungkinan adanya televisi berlangganan ketika televisi sendiri

masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Akhirnya pada tahun 1940-

an Zenith-lah yang memperkenalkan sebuah sistem televisi berlangganan yang

diberi nama Phonevision (mdr 0815). Phonevision ini memberikan layanan

bagi konsumen yang menginginkan pemutaran film-film hanya dengan

pemesanan melalui telepon. Pada pola televisi berlangganan semacam ini,

sistem kabel menjadi sarana paling penting pada proses penyiaran program
televisi berlangganan sebelum ditemukannya sistem yang lebih cangggih,

yaitu satelit.

Mengapa perkembangan awal dari televisi berlangganan sering

diidentikkan dengan tv kabel? Hal ini bermula pada tahun 1948 ketika warga

Pennsylvania, AS kesulitan menerima siaran televisi karena terhalang

perbukitan. Untuk mengatasi masalah ini, warga setempat memasang antenna

untuk menangkap sinyal UHF yang dipakai dalam penyiaran program

kemudian menarik kabel dari antenna tersebut dan memasangnya ke rumah-

rumah. Pada tahun 1972, HBO (Home Box Office) muncul dan memikat hati

banyak kalangan, dan tentu saja dengan kemunculannya ini mata rantai

televisi berlangganan makin kuat. Belum lagi tuntutan dan kebutuhan akan

hiburan yang makin besar, membuat satelit pada era 1980-an menjadi

primadona bagi perkembangan televisi berlangganan selanjutnya, sebut saja

sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang banyak diaplikasikan di

berbagai negara. Sejarah dan perkembangan televisi berlangganan di Amerika

memberikan peluang bagi terbukanya lahan komersial ini di wilayah lain

seperti Eropa, Asia, dan Australia. Untuk kawasan regional Asia, Jepang pada

tahun 1984 memperkenalkan sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang

pada akhirnya dipakai dalam industri televisi berlangganan.

2. Perkembangannya di Indonesia

Seiring dengan reformasi teknologi yang terus bergulir dan merambah

banyak aspek kehidupan global, Indonesia pun tak lepas dari imbas dan

gejolak teknologi tersebut. TV berbayar ini menawarkan sistem PPV (Pay per

View) yang ditawarkan melalui kabel atau DBS. Dengan sistem PPV ini,
pelanggan harus menunggu sampai progam siaran yang mereka inginkan

diudarakan baik oleh kabel maupun DBS. Salah satu penyedia layanan televisi

berlangganan Indonesia, Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan

televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan

menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada bulan Agustus

1988. Sembilan tahun kemudian (1997), Indovision meluncurkan satelit

barunya yakni IndoStar 1 atau yang lebih dikenal dengan satelit Cakrawarta1

yang digunakan sampai sekarang.

3. Media Satelit

Media lain yang juga sangat menarik dalam industri televisi

berlangganan adalah satelit. Pangsa pasar yang besar di Indonesia, yakni

Indovision, Astro dan Telkomvision.

a. Indovision

Telah dibahas sebelumnya bahwa Indovision yang telah mengklaim

sebagai penyedia layanan televisi berlangganan pertama di Indonesia

dengan sistem DBS, memulai operasi dengan satelit Palapa C-2 sampai

akhirnya menggunakan perangkat S-Band melalui satelit Indostar1

(Cakrawarta 1). S-Band banyak digunakan untuk keperluan militer.

Dengan beroperasi pada frekuensi 2-4 GHz, S-Band cocok diaplikasikan

untuk wilayah Indonesia yang tropis. Namun, frekuensi tersebut

berpotensi terkena gangguan jika dilewati transmisi wifi yang

menggunakan frekuensi 2,4 GHz.


b. Astro Nusantara

Astro Nusantara beroperasi dengan menggunakan metode transmisi Ku-

Band melalui satelit Measat-2 milik Malaysia. Metode transmisi Ku-

Band beroperasi pada level frekuensi 12-14 GHz. Satelit yang

menggunakan transmisi Ku-Band, memiliki keuntungan antara lain,

mampu menaikkan kekuatan sinyal downlink. Di sisi lain, Ku-Band juga

memiliki kelemahan karena berpotensi tekena interferensi sinyal akibat

hujan maupun salju, sehingga tak jarang, jika cuaca buruk (medung atau

hujan) siaran astro sering terganggu.

c. Telkomvision

PT.Telekomunikasi Inodenesia Tbk. (Telkom) menawarkan dua pilhan

sekaligus, TV berbayar melaui media satelit (Direct To Home) serta TV

Kabel (Digital CATV Broadband) dengan nama Telkomvision. Untuk

layanan satelit di kota-kota besar, Telkom turut menyediakan akses

Internet yang diberi nama Telkom Speedy. TelkomVision ini

menggunakan frekuensi transmisi satelit C-Band yang beroperasi pada

level 4-6 GHz. Penggunaan frekuensi satelit C-Band ternyata memiliki

kemampuan terbatas dalam menghindari interferensi sistem gelombang

mikro dan terrestrial.

4. Proses Penyiaran

Mekanisme penyiaran satelit untuk televisi berlangganan umumnya

sama, dimulai ketika provider memancarkan siarannya ke satelit (uplink) lalu

kemudian sinyal tersebut ditransfer/dikirim lagi menuju ke bumi (downlink).


Di Indonesia kita bisa mengakses channel-channel dari AS, Jepang, Inggris

dan sebagainya.

Lantas bagaimana mekanisme penyiarannya? Siaran tersebut pertama kali

dipancarkan dari tempat dimana produksi siaran dilakukan, kemudian

dipancarkan kembali melalui satelit di Indonesia sampai akhirnya pemirsa

bisa menikmati ratusan tayangan dari berbagai negara di dunia. Siaran dari

satelit provider tersebut dapat diterima pelanggan yang telah dilengkapi alat

bernama decoder. Dengan menggunakan media penyaluran satelit, suatu

program televisi dapat dinikmati sejauh pemirsa memiliki akses untuk

menangkap sinyal uplink satelit induk. Selain itu, yang menarik dari sistem

berlangganan program tv dengan menggunakan satelit adalah adanya

pengacakan sinyal (scramble). Artinya, sinyal yang dikirim oleh satelit diacak

terlebih dulu, sehingga hanya orang yang memiliki decoder saja yang dapat

mengakses program siaran tersebut.

5. Alat Penangkap Sinyal Satelit

Untuk mengakses beberapa bahkan sampai ratusan channel televisi, kita harus

memiliki alat-alat penangkap sinyal satelit. Beberapa Peralatan tersebut antara

lain :

o Satellite dish (Out Door Unit) : komponen ini berbentuk seperti antenna

parabola dengan diameter sekitar 60-180 centimeter.

o Decoder : Dekoder merupakan alat yang berfungsi mengakses layanan

seperti penggantian channel.

o Smart card : berguna untuk mengakses sistem.


6. Lembaga Penyiaran Berlangganan di Indonesia

Di Indonesia, industri tv berlangganan beroperasi dengan menggunakan media

penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan terrestrial. Namun,

hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang memiliki pangsa

pasar yang besar. Berikut beberapa Lembaga Media penyiaran yang ada di

Indonesia beserta media penyalurannya :

• PT.MNC Sky Vision (Indovision), satelit

• PT.Triutama Kominakom (Visicom), satelit

• PT.Direct Vision (Astro),Satelit

• PT.Global Mega Wisata Mandiri internasional (Global Vision), satelit

• PT.Globalcom Internasional (Globalcom),Satelit

B. Direct Broadcast Satellite (DBS)

Direct Broadcasting Satellite atau yang disingkat dengan DBS merupakan

salah satu kegiatan manusia dibidang teknologi keruangangkasaan. DBS dapat

menyebarluaskan informasi secara cepat. Teknologi DBS menggunakan satelit

untuk menangkap sinyal yang dipancarkan oleh satu stasiun bumi dan

memantulkan kembali untuk diterima secara langsung oleh masyarakat. Dalam

pengoperasian DBS perlu adanya pengaturan hukum. Baik pengaturan dalam

Hukum Internasional maupun pengaturan DBS dalam Hukum Nasional. Hukum

Internasional yang terkait dengan pengaturan DBS adalah Space Treaty 1967, dan

Resolusi Majelis Umum PBB No. 37/92 Tahun 1982. Sedangkan Hukum

Nasional yang terkait mengenai pengaturan tentang DBS adalah UU No. 36

Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan


Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, UU No. 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran, PP No. 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga

Penyiaran Berlangganan, dan PP No. 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan

Peliputan Lembaga Penyiaran Asing.

Direct Broadcast Satellite (DBS) merupakan sebuah kelas satelit yang

mampu memberikan pelayanan komunikasi baru. DBS dilengkapi dengan K-band

dan mempu mengantikan media konvensional dengan mengirimkan program

langsung kepada konsumen, tanpa perantara saluran televisi. Ada dua konsep

penting mengenai DBS: ukuran dish dan pilihan-pilihan program. DBS

menggunakan dish yang kecil yang murah, mudah dipindah-pindah dan diatur.

Selain itu perusahaan DBS mampu memberikan berbagai program seperti film

dan olah raga kepada pelanggan sebaik TV. Perkembangan DBS yang pesat

membuat DBS meluncurkan generasi barunya yaitu DirecTV. DirecTV

menggunakan teknologi digital sehingga mampu memberikan pelayanan yang

efisien dan komprehensif kepada pelanggan. DirecTV menggunakan satelit


dengan Ku-band yang mengrimkan 100 channel digital. Kita dapat menonton film

atau tayangan lainnya dalam DirecTV dengan sistem pembayaran pay per view

(PPV) dengan harga standar dan bersaing dengan TV kabel.

DBS menggunakan piringan berukuran 18 hingga 21 inci untuk menerima

sinyal siaran TV digital pada bandwidth 12 Mbps. Secara meningkat operator

DBS juga menawarkan akses internet, tetapi dengan bandwidth yang jauh lebih

rendah. Sebagai contoh Hughes Network System menawarkan akses internet via

satelit pada 400 Kbps, tetapi terdapat beberapa kelemahan. Untuk mengakses

internet dengan teknologi satelit, kita memerlukan piringan satelit dan kartu

modem satelit, dan tambahan lainnya adalah biaya langganannya lebih mahal dua

kali daripada layanan yang berbasis di darat.

Fungsi satelit pada TV Broadcasting :

1. distribusi point-to-multipoint program TV dari studio ke stasiun broadcast

lokal

2. transmisi point-to-point liputan/siaran langsung ke studio (alternatively,

from one studio to another studio)

3. distribusi point-to-multipoint program cable TV dari studio ke cable TV

lokal

4. distribusi point-to-multipoint program cable TV dan/atau jaringan TV

langsung dari studio ke customer (i.e., DTH-Direct To Home)


a. Direct to home (DTH) satellite Broadcasting

System DTH disebut juga direct broadcast satellite, menggunakan

alokasi baik BSS, sesuai kegunaannya, atau FSS sebagai salah satu dari

sejumlah aplikasi yang mungkin. System DTH dirancang untuk

mentransmisikan program TV hiburan ke terminal bumi penerima rumah. Ini

merupakan perluasan distribusi TV melalui satelit, memanfaatkan keuntungan

teknologi wilayah cakupan dan penyedia layanan tunggal. Perusahaan satelit,

yang ingin mendapat pasar yang lebih besar memperkenalkan piringan satelit

berdiameter 18 inci untuk kebutuhan rumah tangga (Direct Broadcast

Satellite/DBS). Piringan-piringan ini menerima transmisi dari ratusan kanal

dari sinyal siaran NTSC yang dikode secara digital ke kotak-kotak yang diset

digital-ke-analog baik secara nasional maupun internasional.


b. DTH Architecture

Keberhasilan DTH-DBS dipengaruhi oleh factor-faktor :

1. ukuran antenna RX; makin kecil ukuran antenna, makin mudah diinstal

dan murah. Dewasa ini ukuran antena TVRO berkisar antara 35 cm – 80 cm. Dan

harga sekitar $100 (1 jt) termasuk set top box.

2. peralatan simple dan mudah dioperasikan

3. satu antena Rx bisa digunakan bersama-sama (sharing) untuk beberapa

user/TV

4. jumlah transponder yang bisa dibawa oleh satelit meningkat (umumnya

sekitar 32 transponder)

5. jumlah kanal per transponder umumnya 2 kanal TV analog dan 10 kanal

TV digital. Dengan teknik kompresi yang makin baik, jumlah kanal TV digital bisa

ditingkatkan.
C. Perkembangan Teknologi DBS

Komunikasi satelit akan memainkan peranan yang sangat penting dalam

infrastruktur informasi global dalam menyediakan pelayanan-pelayanan global,

personal, dan mobile, melalui akses langsung atau bergabung dengan sistem

komunikasi terrestrial melalui apa yang disebut sebagai gateways. Dengan

kemajuan teknologi pemroses digital berkecepatan tinggi untuk video

menggunakan teknologi kompresi video digital (digital video compression),

transmisi radio menghadapi perubahan dalam berbagai aspek industri penyiaran

(broadcasting).

Perusahaan-perusahaan komunikasi global cenderung untuk mencari berbagai

kesempatan bisnis komunikasi satelit guna menyediakan cakupan telekomunikasi

penuh skala global. Diantara proyek-proyek yang sekarang sedang berjalan antara

lain: Iridium, Teledesic, Globalstar, Odyssey, ICO. Sedang proyek-proyek yang

berskala regional antara lain seperti : ACeS dan AMPT. Kesempatan-kesempatan

lain dalam bisnis satelit adalah menyediakan pendistribusian video skala global

secara penuh, komunikasi-komunikasi data berkecepatan tinggi, dan Internet

berkecepatan tinggi. Pasar pendistribusian video atau satelit penyiaran langsung

(DBS, direct broadcasting satellite) tumbuh dengan sangat pesat. Di Amerika

pelanggan sistem DBS akan meningkat dari 2 juta sampai sekitar 4 juta. Trend

dan pertumbuhan pasar DBS di Amerika secara otomatis akan mempengaruhi

pasar global. Sebaliknya penggunaan Internet telah tumbuh secara dramatis hanya

dalam waktu 2 tahun terakhir ini. Keterbatasan lebar pita (bandwidth) masih

merupakan masalah utama. Penundaan-penundaan dan gangguan-gangguan yang

sering membuat frustasi merupakan masalah umum yang sering timbul, dan

pemanfaatan satelit diharapkan dapat membantu mengatasi hal tersebut.


Teknologi satelit saat ini menjadi sangat menarik bagi para pelaku bisnis

telekomunikasi baik yang berskala global maupun yang berskala regional. Dalam

teknologi satelit, semakin tinggi kemampuan yang dimiliki, semakin rendah biaya

yang dikeluarkan, dan meningkatnya permintaan-permintaan pelanggan telah

menciptakan berbagai kesempatan baru yang luar biasa. Pada akhirnya celah orbit

(orbital slot) dan pita-pita frekuensi pada GEO, MEO, maupun LEO menjadi aset

yang sangat berharga. Koordinasi frekuensi antara para operator menjadi sangat

sulit dilakukan dan hal ini akan menjadi ancaman yang membahayakan bagi bisnis

satelit itu sendiri.

Penerapan DBS dimungkinkan dengan turunnya harga perangkat penerima,

yang fungsinya identik dengan TVRO, sampai dapat dijangkau oleh khalayak

penerima siaran. Perkembangan teknologi di bidang satelit merupakan satu dari

beberapa hal yang mengakibatkan menurunnya harga perangkat penerima.

Sehingga, disamping kelebihan-kelebihan dasar yang dimilikinya, dengan

kenyataan ini, DBS mampu bersaing dengan metode siaran lain seperti TV kabel.

Sejalan dengan perkembangan di bidang teknologi satelit dan teknologi

penyiaran, yang didukung oleh komponen dan pemrosesan sinyal, teknologi DBS

juga mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini meliputi antara

lain:

o daya pancar satelit yang semaki kuat

o kinerja dari low noise block (amplifier dan converter) yang

semakin bagus

o teknologi komponen yang semakin murah

o kinerja dari pemrosesan dan kompresi sinyal digital


Berkat daya pancar dari satelit yang lebih kuat, radiasi yang kita terima akan

lebih kuat, sehingga untuk mendapatkan daya yang sama dibutuhkan faktor

penguat antena yang lebih kecil. Kebutuhan faktor penguat pada antena yang lebih

kecil berpengaruh pada konstruksi reflektor, dimana dibutuhkan reflektor

parabolik yang berdiameter lebih kecil.

Di sisi lain, performance dari noise block yang semakin bagus mengakibatkan

penerima lebih sensitif, sehingga dibutuhkan daya yang lebih kecil lagi untuk

mendapatkan kualitas penerimaan yang sama. Diameter antena yang dibutuhkan

juga menjadi lebih kecil lagi. Bahkan, dimungkinkan penggunaan antena datar

berisi dipole array.

Mengingat bahwa harga antena pada unit penerima merupakan komponen

yang penting dari harga keseluruhan unit, harga unit penerima akan sangat

terpengaruh oleh harga antena. Jadi, harga unit penerima akan turun dengan

adanya dua faktor di atas. Di samping itu, perkembangan teknologi komponen

telah memungkinkan pembuatan komponen yang lebih murah, yang tentu saja

akan mengakibatkan harga keseluruhan unit menjadi lebih murah.

DBS sebagai satu pelayanan yang memanfaatkan kemajuan teknologi di

bidang elektronika juga tidak luput dari dampak revolusi besar-besaran yang

terjadi di bidang elektronika akhir-akhir ini. Banyaknya keuntungan yang

ditawarkan oleh pengguanaan teknologi digital dibandingkan dengan teknologi

analog juga dimanfaatkan oleh DBS ini. Sehingga pelayanan DBS pun beralih

dari analog ke digital. Keuntungan yang nyata dari penggunaan pemrosesan sinyal

digital adalah kompresi sinyal video, yang memungkinkan penggunaan satu

transponder standard (24 MHz) untuk mentransmisikan 3 sampai 8 (rata-rata 6)

saluran siaran.
Selain antena parabolik, DBS juga membutuhkan converter. Alat ini berfungsi

mengubah frekuensi gelombang pancaran satelit, menjadi frekuensi gelombang

yang bisa ditangkap pesawat televisi. Bila satelit menggunakan frekuensi dengan

orde gigahertz, frekuensi yang bisa ditangkap pesawat televisi hanya berorde

megahertz (106). Pada satelit konvensional, converter itu dimiliki stasiun bumi.

Stasiun inilah yang menangkap gelombang dari satelit, mengubahnya menjadi

gelombang televisi (ultra high frequency atau very high frequency), kemudian

memancarkannya. Pada DBS, converter pada antena parabolik langsung

mengubah frekuensi, dan melalui kabel menghubungkannya dengan pesawat

televisi.

Sistem DBS tertentu dilengkapi dengan komputer. Alat ini melakukan kontrol

terhadap langganan yang alpa membayar. Sampai batas waktu yang sudah

ditetapkan, komputer ini secara otomatis menghapus pulsa sinkronisasi, yang

menampilkan dan mengatur gambar di layar televisi. Untuk pemilik siaran, DBS

lebih menguntungkan. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun stasiun

bumi (SB), tak lagi diperlukan. Jangkauan juga akan semakin luas, sebab tidak

lagi tergantung pada SB. Kini, dengan sekitar 150 SB, TVRI baru menjangkau

20% sampai 25% wilayah IndonesiaT. Indonusa Telemedia (Telkom Vision),

Kabel dan satelit menjangkau seluruh wilayah RI diperlukan sekitar 1.500 SB plus

pemancar. Bila harga per unit Rp 150 juta, maka biaya untuk 1.500 unit menjadi

Rp 225 milyar. Jumlah ini masih ditambah dengan biaya perawatan (5% dari

investasi) dan pembulatan, sehingga seluruhnya akan menjadi Rp 240 milyar.

Dengan DBS, stasiun bumi dan stasiun-stasiun pemancar akan hilang, biaya

perawatan juga tidak diperlukan. Yang harus menguras kocek lebih banyak adalah

pemirsa. Terutama untuk membeli antena parabolik mini berikut converternya.


Untuk antena piringan berdiameter kurang dari satu meter, diperlukan sekitar Rp

500 ribu Jepang konon sedang merancang produksi massal antena parabolik ini,

sehingga harganya bisa ditekan antara Rp 100 ribu dan Rp 200 ribu.

Potensi DBS makin menarik perhatian ketika Kanada mengorbitkan Anik-C

melalui pesawat ulang-alik Challenger, bersamaan dengan peluncuran Palapa B-1

kita. Inilah satelit pertama yang benar-benar mempunyai kemampuan untuk siaran

langsung ke rumah-rumah. Negara lain yang berambisi menggunakan DBS ialah

Jepang, Luksemburg, Swiss, Amerika Serikat, Australia, dan India. Dua tahun

lagi, Luksemburg dan Swiss akan meluncurkan Luxsa dan Telsat.

Di kawasan Asia, Jepang paling galak mengembangkan teknologi DBS. Sejak

1972 negeri ini melakukan percobaan Broadcasting Satellite for Experimental

Purpose (BSE). April 1978, dengan roket Delta 2914 NASA dari Tanjung

Canaveral, Florida, Amerika Serikat, Badan Pengembangan Ruang Angkasa

Nasional Jepang (NASDA) meluncurkan BS-I yan dinilai sangat berhasil. Sukses

ini mendorong Jepang memastikan penerapan sistem DBS tahun depan. Penyiaran

melalui DBS dapat menimbulkan peleburan atau spill over di kawasan negara

lain. Hal ini dapat menyulitkan hubungan antarbangsa, khususnya dikhawatirkan

dapat berakibat negatif bagi negara-negara berkembang.

Kemudian karena spektrum frekuensi yang menjadi kandidat penyelenggaraan

broadband wireless mendatang sudah digunakan oleh pengguna eksisting untuk

komunikasi satelit, maka dari pihak penyelenggara satelit selanjutnya

membeberkan peranan satelit Indonesia dalam pembangunan ICT di Indonesia.

Penyelenggara satelit tetap berkeinginan untuk mempertahankan spektrum

frekuensi untuk komunikasi satelit dan orbital Indonesia harus dipertahankan dan
dioptimalkan. Menurut ASSI, frekuensi C dan Ext-C sangat diminati, sehingga:

tidak mungkin sharing frekuensi antara satelit dan terestrial karena pada

prakteknya dilapangan banyak sekali gangguan interferensi akibat out of band

emission.

Satelit mempunyai arti strategis bagi Indonesia dalam proses penyebaran

informasi dan pelayanan publik ke seluruh pelosok negara. Frekuensi satelit tidak

dimungkinkan di-share dengan frekuensi terestrial. Operator satelit meyakini

bahwa band frekuensi S, C, Ext. C adalah frekuensi yang paling reliable untuk

kawasan tropis seperti Indonesia. Band 2.5 GHz yang telah ditetapkan oleh ITU

untuk layanan Direct Broadcasting Satellite (DBS) dan sangat cocok dengan

kondisi Indonesia serta dapat digunakan untuk membendung derasnya pengaruh

budaya asing negatif melalui media broadcasting. Band 3.5 GHz yang telah

ditetapkan ITU untuk layanan FSS (Fixed satellite Services), sangat cocok dengan

kondisi Indonesia, sudah banyak digunakan oleh operator Indonesia dan Luar

Negeri serta masih punya potensi penambahan transponder; dan proteksi sumber

daya pendukung satelit, terutama slot orbit dan alokasi frekuensi menjadi

keharusan dan tanggung jawab bersama. Pada akhirnya, saran-saran dari ASSI

adalah sebagai berikut:

o frekuensi satelit tidak di share dengan frekuensi terestrial;

o SK Dirjen 119/2000 perlu ditinjau ulang;

o pemerintah mengalokasikan frekuensi BWA di luar

frekuensi satelit sehingga satelit dan BWA dapat berkembang bersama dan

dapat digunakan untuk mengisi kebutuhan teknologi di daerah terpencil;


o kandidat frekuensi BWA di band 2.3 GHz dan 5.8 GHz;

dan pemerintah harus melihat visi luar angkasa sebagai visi super jangka

panjang dan tidak bisa diabaikan begitu saja.

Alokasi spektrum dan layanan komunikasi menurut ITU-R

Kelebihan dan kekurangan sistem DBS adalah sebagai berikut.

Kelebihan :

1. Dapat menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh sistem

komunikasi biasa.

2. Penguatan untuk antena penerima parabola yang ada di bumi cukup kecil,

sehingga bisa menggunakan antena parabola dengan diameter relatif kecil.

3. DBS tidak memerlukan pemancar ulang melalui media transmisi sekunder

seperti transmitter terrestrial atau jaringan distribusi kabel.

4. DBS mampu menghindari efek ”spill over” (peluberan), karena DBS dapat

mempersempit daerah cakupan (misalnya negara tertentu).


5. Dengan sistem DBS dimungkinkan pengadaan siaran televisi dengan

tingkat ketajaman tinggi (HDTV), karena mempunyai lebar pita yang besar.

6. Harga sistem penerima DBS masih lebih murah dibanding dengan TVRO.

Kekurangan :

1. Karena sifat penyiaran yang terpusat, maka DBS tidak bisa mengakomodir

siaran-siaran regional atau daerah.

2. Harga penerima DBS masih lebih mahal dibanding penerima TV biasa

(rebroadcast).

3. Karena daya pancar yang dibutuhkan cukup besar, maka sistem DBS

memerlukan biaya investasi yang cukup besar pula.


REFERENSI

http://tiga-rubi.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6&Itemid=1

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/teknik-komunikasi/vsat

http://siposanonline.web.id/2008/12/03/application-communication-satellite/

http://www.stttelkom.ac.id/staf/SIO/PENGAJARAN/siskomsat/N=BAB%20XII
%20Pengembangan%20Mutakhir-REV1.pdf

http://www.stekpi.ac.id/skin/Modul%20Komputer%20&
%20eBusiness/TELEMATIKA8.pdf

http://www.elektroindonesia.com/elektro/assi0400.html

http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?
view=article&catid=11%3Asistemkomunikasi&id=300%3Adirecttohomedthuntuktvb
roadcastviasatelit&option=com_content&Itemid=15

You might also like