You are on page 1of 4

MEMANUSIAKAN IBLIS

Jenis maksiat yang pertama kali diperkenalkan ke peradaban alam adalah penyakit takabur. Masih ingat
dalam ingatan kita, ketika Iblis menolak untuk bersujud kepada Adam. Beliau menolak dengan alasan,
karena iblis diciptakan dari Api dan Adam dari tanah. Setidaknya Iblis mempunyai beberapa tahap
kesalahan: pertama, ia salah berfikir karena mengunggulkan api daripada tanah. Padahal api
mempunyai kelebihan dan keunggulannya sendiri yang tidak dipunyai tanah, dan tanah juga
mempunyai kelebihan yang unik, tak mungkin dimiliki api. Tanah dan api diberikan kelebihan masing-
masing oleh Allah. Bahkan keduanya saling melengkapi. Tanah bisa dibikin menjadi celengan,
genteng, bata, juga karena atas bantuan api.

Kedua, iblis dianggap sebagai senior dari para malaikat. Beberapa keterangan menunjukkan bahwa
Iblis diklaim sebagai hamba yang paling lama bersujud kepada Allah. Bisa dikatakan juga bahwa iblis
"berjenis kelamin" malaikat. Argumentasi pendapat ini bersandar pada ayat yang memerintahkan
kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Dalam ayat tersebut tidak ada kata perintah yang
ditujukan kepada Iblis, tetapi perintah sujud hanya untuk malaikat-malaikat, maka bisa dikatakan
bahwa Iblis itu sebangsa malaikat, tetapi karena hilang karakter malaikatnya yang tidak membangkang
terhadap segala perintah, dan mengerjakan segala perintah dari Tuhannya, maka bisa dikatakan
bahwa iblis jenis malaikat yang lain, bisa juga dijuluki sebagai malaikat iblis. Untuk memudahkan
penyebutan, dan supaya tidak tercampur logika ketundukan malaikat dengan pembangkangan iblis,
maka makhluk lain lebih enjoy untuk memakai nick name Iblis.

Ibarat manusia yang kehilangan rasa malu, dan telanjang sambil berteriak lari-lari di tengah jalan akan
dijuluki wong edan, dia sudah ketambahan laqob edan, gendeng, kentir, miring, stess, dll. karena sifat
dasar manusianya sudah hilang, yakni: rasa malu. Ibarat kambing yang berkokok, ayam yang
mengembik, maka kambing bisa dikatakan "kambing ayam" atau "ayam kambing". Demikian juga
dengan malaikat pembangkang, sudah seharusnya ketambahan julukan Iblis, Idajil, Yajuj wa Ma’juj.

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Iblis merupakan makhluk penyeimbang, karena tanpa
aktor iblis, tak mungkin diciptakan sorga dan neraka, karenalah pula manusia bisa menikmati sorga.
Alasannya karena manusia bisa bertahan menjadi mukhlasin, sehingga ia tak tersentuh oleh iblis, dan
para mukhlasin mendapat kemewahan fasilitas sorga.

Dalam pemahaman saya yang dangkal, mungkin seandainya ia makhluk, maka ia termasuk makhluk
yang dijadikan aktor paling sengsara dalam scenario semua penciptaan alam. Beliau sepanjang sejarah
yang saya tahu hanya melakukan satu pelanggaran, menolak untuk bersujud kepada Adam, tapi tiada
maaf baginya sampai hari pembalasan. Ia juga oleh manusia sering dikambinghitamkan, perbuatan
mungkar dan keji yang dilakukan bani Adam sering dituduhkan karena disebabkan atas bujuk rayu
makhluk misterius ini.

Bisa dibandingkan dengan kemudahan manusia, yang diberikan sangat luas dispensasi taubat oleh
Allah SWT. Sehingga manusia dengan enteng mengulang-ulang kesalahannya, karena keamanan hati
mengingat masih ada kesempatan untuk kembali bertobat. Iblis tak diberikan kesempatan untuk tobat,
setidaknya itu yang saya ketahui.

Mungkin scenario awal drama penciptaan semua makhluk berawal dari sedikitnya dispensasi taubat.
Adam melakukan satu pelanggaran, langsung saja beliau dipersilahkan untuk keluar dari surga untuk
mendiami bumi bersama istrinya Hawa. Sebagaimana iblis yang melakukan pelanggaran langsung di
blacklist sebagai makhluk pembangkang yang kelak menjadi penduduk neraka.

Selain Iblis mengalami kesesatan berfikir yang menganggap api lebih unggul dibanding tanah.
Penolakannya terhadap perintah sujud jelas menunjukkan sifat sombong, karena alasannya
menggunggulkan dirinya dan merendahkan Adam.

Walaupun ada beberapa orang yang menganggap bahwa Iblis adalah makhluk yang paling tauhid
(tauhid sejati), karena dalam dialog tersirat Tuhan dengan Iblis, Iblis mengatakan: "aku menolak untuk
bersujud kepada Adam, karena Adam tidak pantas untuk disujudi, satu-satunya Tuhan yang pantas
disujudi hanya engkau ya…Tuhanku."

Kalau pembelaan itu memang benar, maka bisa dikatakan bahwa, ketakaburan Iblis itulah yang
melanggar Ketauhidannya kepada Allah. Karena dia telah memakai pakaian Allah. Takabur itu pakaian
Allah dan satu-satunya yang seharusnya memakai adalah Allah, makhluknya tidak pantas untuk
memakai pakaian takabur itu. Maka tak heran apabila hadis Nabi mengatakan bahwa "tidak akan
masuk sorga orang yang dihatinya masih bersemayam satu biji ketakaburan," dalam kata lain:
percuma kita syahadat, shalat, puasa, kalau dihati kita, di perilaku kita, diucapan kita masih berlumuran
kesombongan-kesombongan.

Maka tak heran juga ketika suatu waktu Rasulullah menyuruh perempuan Arab untuk menyudahi puasa
karena ia telah melanggar muatan moral puasa. Pada bulan puasa, perempuan itu menghardik
budaknya. Ia menganggap dirinya besar dibandingkan dengan budaknya yang jelata, sehingga dalam
hatinya memantaskan diri kalau dia menghardik budaknya yang sejatinya bukan miliknya.

Dalam Itikhaf Sadatil Muttaqin dijelaskan bahwa orang sombong (mutakabir) adalah orang yang
memandang segala sesuatu dengan pandangan merendahkan. Hanya dirinyalah yang dianggap sebagai
sesuatu yang istimewa, yang agung. Ada dua sifat berlawanan yang dilakukan mutakabir, yakni
mengagungkan sekaligus merendahkan. Iblis mengganggap besar dirinya dengan alasan karena bahan
bakunya memakai api, sedangkan Adam memakai tanah. Iblis mengganggap tinggi api dan
merendahkan tanah. Padahal tanah sebagai lambang tawadlu, sedangkan api lambang dari kemarahan
(ghodzob). Siapa yang menggunggulkan kemarahan dan meninggalkan tawadlu maka bisa merusak
iman. Dan marah termasuk pangkal dari kejelekan-kejelekan. Dalam salah satu ayat al-Qur’an juga
diterangkan bahwa perilaku mukmin sejati itu diantaranya meerka yang bisa Manahan marah, dan yang
gemar memaafkan kepada sesama.

Ada sesuatu yang dibanggakan dan dihargai yang menjadi penyebab sifat sombong. Kalau masyarakat
menghargai harta, maka orang kaya akan dianggap mempunyai strata lebih tinggi dibandingkan dengan
orang miskin. Itu kesepakatan masyarakat yang tak tertulis, tetapi berlaku. Maka tak heran kalau
seringkali dalam musyawarah desa, orang miskin sering mengeluh bahwa pendapatnya dalam rembug
desa tak pernah dipakai, walaupun didengarkan, alasannya karena nanti yang akan membiayai
pembangunan hasil musyawarah rembug desa adalah orang-orang kaya. Jadi mereka yang miskin,
hanya menjadi pelengkap dan penggembira musyawarah.

Melihat hal semacam itu, bisa dikatakan bahwa strata yang terbentuk dalam masyarakat berdasarkan
kekayaan materi bisa menghasilkan kekerasan psikologis. Yakni, menganggap tiada orang-orang yang
hadir di sekitar kita, tidak menganggap kehadiran orang-orang miskin (ora ngewongke), karena
pendapat, pikirannya selalu dijadikan pendapat pelengkap, atau second opinion.

Kalau ilmu yang menjadi kebanggaan dan sesuatu yang berharga dalam masyarakat, maka orang
berilmu juga berpotensi untuk sombong. Ia bisa berbangga hati atas kemahirannya, dan tak jarang
sombong dengan ilmunya itu. Karena masyarakat menganggap orang pinter lebih unggul disbanding
orang bodoh.

Pertemuan Nabi Musa dengan Khidilir juga diawali rasa 'sombong' Musa atas ilmu-ilmu yang
dikuasainya. Ia mengaku paling pintar di antara hamba Allah, ketika salah seorang muridnya
mengajukan pertanyaan "siapa hamba Allah yang paling luas ilmunya di dunia ini?" Maka Allah
menegurnya, bahwa di atas langit masih ada langit, di atas orang yang berilmu masih ada orang yang
lebih berilmu lagi. Allah menyuruh Musa untuk mencari hamba yang katanya lebih berilmu dibanding
Musa. Musa bersama muridnya mencari hamba shaleh itu sampai ketemu di pertemuan dua lautan
(majma'al bahrain).

Maka bisa dikatakan bahwa segala potensi kelebihan manusia dapat dibanggakan dan disombongkan.
Maka sebenarnya, walaupun Iblis itu sebagai soko guru takabur, tetapi dia tidak berpengalaman untuk
takabur. Ia hanya mengalami satu peristiwa menyombongkan diri, tetapi dia tidak berpengalaman
berkali-kali, dan seandainya beliau sombong berkali-kali rasanya tak mungkin.

Manusia mempunyai banyak potensi, kelebihan untuk disombongkan, karena memang manusia
pemburu harta, ilmu, jabatan, wanita, kenikmatan, dan segala keunggulan. Sedangkan iblis kan tak
mempunyai harta, jabatan, kedudukan, status, kegantengan, bahkan beliau tak pernah memburunya.
Jadi apa yang akan disombongkan iblis, setelah pengalaman sombongnya yang pertama. Iblis hanya
mempunyai peluang untuk sombong sekali karena bahan baku penciptaannya dari api, setelah itu apa
yang akan disombongkan iblis. Harta dia gak pernah cari, bagaimana mungkin mempunyai; wanita
juga tak menggiurkan, karena dia tak berjenis kelamin, gak nafsu kali yee…jabatan apalagi, tak
membuat ia ngiler, apalagi status, mungkin tak ada dalam kamus iblis.

Maka tak pantas apabila Iblis menggoda manusia untuk melakukan karupsi demi mengejar jabatan,
karena iblis tak mempunyai pengetahuan tentang korupsi, dan tak mempunyai pengalaman tentang
lezatnya jabatan. Yang pantas itu, manusia menggoda iblis, bukan iblis menggoda manusia, karena
potensi, pengetahuan, pengalaman, untuk sombong manusia lebih complicated, lebih lengkap.

Seharusnya manusia yang mengiming-iming empuknya jabatan, lezatnya makanan, dan aduhainya
sintal body wanita kepada iblis yang lugu terhadap itu semua. Karena tak pernah aku mendengar iblis
nafsu makan (kemaruk); iblis ngesex dengan berbagai gaya di hotel; tak pernah terdengar tuh….,
bahkan diinternet yang katanya gudangnya pornografi, tak search gak pernah ketemu iblis yang lagi
uhuk; aku juga tak pernah sekedar mendengar iblis bersolek di salon untuk menggunggulkan
ketampanan atau kecantikannya.

Iblis itu makhluk lugu, jadi tak mungkin ia menjadi penggoda manusia, lebih pantas kalau manusia
menggoda iblis, karena dia lebih pintar, lebih pengalaman, dan lebih menyukai pertumpahan darah dan
kehancuran dunia.

Wallahu Alaam
Paesan, 26 September 2009

Ahmad Saifullah

You might also like