You are on page 1of 26

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PROGRAM VOKASI

Restitusi dan Pengembalian Pendahuluan PPn serta


Pemeriksaan PPn

oleh
Kelompok 13

Ajeng Nur Azizah Arfan (0906572172)


Renny Widyastuti (0906572525)
Septaria Seri Buena Ginting (0906548482)

Sebagai salah satu komponen penilaian

Depok
2010
Pajak Pertambahan Nilai II

DAFTAR ISI

Daftar Isi…………………………………………………………………………...i
Bab I Pendahuluan
1.1 Gambaran Umum Industri ................................................................1
1.2 Dasar Hukum……………………………………………………….2

Bab II Ringkasan Peraturan


Bab III Pembahasan
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Bab I
Pendahuluan

1.1 Gambaran Umum


Dalam Self Assessment System, kewajiban perpajakan yang harus
dilaksanakan oleh Wajib Pajak diimbangi pula dengan adanya hak-hak
perpajakan. Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak
merupakan salah satu hak perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak.
Kelebihan pembayaran pajak Pertambahan Nilai dapat terjadi
apabila jumlah pajak yang dibayar atau dipungut dari seorang pengusaha
kena pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang, atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Namun oleh Fiskus pemberian restitusi kepada Wajib Pajak harus
melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu. dimana pemeriksaan
dilakukan dengan dua cara, yaitu Pemeriksaan Sederhana Kantor untuk
setiap Masa Pajak dan Pemeriksaan Sederhana Lapangan pada akhir
Masa Pajak. Tujuan dilakukannya pemeriksaan sehubungan dengan
restitusi adalah menguji keabsahan dan kebenaran dari dokumen berupa
Faktur Pajak baik Pajak Keluaran maupun Pajak Masukan, mengetahui
Jenis Kegiatan Usaha dari Wajib Pajak, menentukan berapa Jumlah
Penyerahan dan berapa Jumlah Pembelian dalam suatu Masa Pajak, dan
mengetahui hubungan anatar Jenis Kegiatan Usaha dengan Pajak yang
dikreditkan, serta menentukan berapa jumlah yang harus direstitusi.
Proses permohonan restitusi yang dilakukan oleh Wajib Pajak
(perusahaan) sudah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Adakalanya pada proses pemeriksaan ini sering disalah gunakan
oleh fiskus. Maka pemerintah menanggapi isu tersebut dengan
memberikan suatu fasilitas pengembalian pendahuluan bagi Pengusaha
Kena Pajak Tertentu.
Pemberian fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan pelayanan
yang lebih cepat dan mudah. Ketentuan mekanisme dari pengembalian
tersebut hanya melalui proses penelitian saja bagi tanpa pemeriksaan,

i
Pajak Pertambahan Nilai II

oleh karena itu Wajib Pajak diharapkan agar tidak memanfaatkan


kemudahan tersebut untuk usahanya.

1.2 Dasar Hukum

Memperoleh atau menerima Pengembalian Kelebihan Pembayaran


Pajak merupakan hak wajib pajak sebagaimana diatur UU No. 6 Tahun
1983 jo UU No. 16 Tahun 2000 pasal 17, pasal 17B, pasal 17C, pasal 17D,
pasal 11.
Sebelum perubahan UU PPN tahun 2000, Pajak Masukan yang
lebih besar dari Pajak Keluaran hanya boleh dikompensasi ke masa pajak
berikutnya. Tetapi sejak ada perubahan pada pasal 9 ayat 4a yaitu UU No
8 Tahun 1983 jo UU No 18 Tahun 2000, PM yang lebih besar dari PK itu
boleh diajukan permohonan pengembaliannya pada akhir tahun buku. Dan
pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
72/PMK.03/2010 dan Peraturan DJP Nomor PER-48/PJ./2008 tanggal 16
Desember 2008 yang telah dicabut dengan PER - 49/PJ/2010.
Pada Tahun 2007 UU KUP pasal 17E mengatur tentang restitusi
PPN untuk Turis Asing.

1.2.1 Peraturan Menteri Keuangan

 Permenkeu No. 72/PMK.03/2010 mengenai Tata Cara


Pengembalian Kelebihan PPN atau PPnBM
 Permenkeu No. 71/PMK.03/2010 mengenai Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak
 Permenkeu No. 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan
wajib pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran pajak.
 Permenkeu No. 193/PMK.03/2007 jo PMK 54/PMK.03/2009
tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan,
Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Persyaratan Tertentu YangDapat Diberikan Pengembalian


Pendahuluan Kelebihan Pajak
 Permenkeu No 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak

1.2.2 Peraturan Direktur Jendral Pajak dan Keputusan Direktur


Jendral Pajak
 PER-48/PJ./2008 yang telah dicabut dengan PER - 49/PJ/2010
 PER - 1/PJ./2008 Tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan
Kriteria Tertentu Dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
 PER - 31/PJ/2010 Tentang Tata Cara Penetapan Pengusaha
Kena Pajak Beresiko Rendah
 KEP-550/PJ./2000 jo KEP - 213/PJ./2003 tentang Tata Cara
Penetapan Wajib Pajak Yang Memenuhi Kriteria Tertentu Dan
Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak

1.2.3 Surat Edaran Direktur Jendral Pajak

 SE - 09/PJ.53/2006 Tentang Jangka Waktu Penyelesaian


Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN Atau PPnBM
 SE - 2/PJ./2008 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
Dengan Kriteria Tertentu

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Bab II
Ringkasan Peraturan

“Apabila dalam suatu Masa Pajak, PM yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada PK, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya” demikian bunyi Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
PPN atau Pajak PPnBM dan bunyi dari Pasal 9 ayat (4) UU No. 42 Tahun 2009,
menjelaskan secara umum kondisi yang menyebabkan terjadinya kelebihan
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

2.1 Terjadinya Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai


Secara khusus kelebihan pajak terjadi apabila :

a. Kelebihan PM terhadap Pajak PK dalam suatu


Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a), ayat (4b)
dan ayat (4c) UU PPN. Hal tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Pembelian BKP atau perolehan JKP yang dilakukan sebelum usaha
dimulai oleh pengusaha biasanya diikuti dengan pembelian BKP
modal. Apabila pengusaha sudah dikukuhkan sebagai PKP maka
PPN yang dibayar merupakan PM, sedangkan PK-nya belum
dipungut karena belum ada penyerahan BKP ataupun JKP. Jikalau
PK-nya sudah ada, jumlahnya pun relatif lebih kecil. Oleh karena itu
PM-nya akan selalu lebih besar dari PK-nya.
2. PKP yang melakukan kegiatan ekspor BKP dikenakan PPN dengan
tarif 0%, maka dapat dipastikan jumlah PK akan selalu lebih kecil
daripada PK-nya dari perolehan BKP maupun JKP yang
berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor.
3. PKP menyerahkan BKP dan atau JKP kepada PPN akan selalu
menimbulkan lebih bayar. PKP bersangkutan yang belum sempat
mengkreditkan PM dalam Masa Pajak yang sama karena PPN yang
terutang sudah dipungut dan disetor ke kas negara oleh pemungut
PPN.

i
Pajak Pertambahan Nilai II

4. PKP menyerahkan BKP dan atau JKP sehubungan dengan proyek


milik pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri baik
berupa hibah maupun pinjaman mengakibatkan kelebihan PM dari
adanya pemberian fasilitas PPN dan PPnBM yang terutang tidak
dipungut atas penyerahan BKP dan atau JKP atau impor BKP atas
proyek pemerintah yang dananya berasal dari luar negeri.
5. PKP melakukan penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut atau
bahan pengemas ke kawasan memperoleh fasilitas PPN tidak
dipungut. Fasilitas inilah yang membuka kemungkinan PM lebih
besar dari PK.

b. Kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP


Terjadi kesalahan pemungutan atau pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang. Berdasarkan Pasal 7 ayat (3), (4), dan (5)
PP Nomor 143 Tahun 2000, berhak mengajukan permohonan
pengembalian adalah importir, pembeli atau penerima jasa atau pihak
yang memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari luar daerah
pabean sepanjan PM tersebut belum dibebankan sebagai biaya,
dikreditkan apabila pembeli atau penerima jasa adalah Pengusaha
PKP.

2.2 Restitusi dan Pengembalian Pendahuluan


Restitusi itu sendiri ada dua macam yaitu pengembalian
pendahuluan dan pengembalian biasa.
Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan
pembayaran PPN tanpa melalui proses pemeriksaan, cukup melalui
proses penelitian kemudian diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh Dirjen Pajak.
Adapun PKP yang mendapat pengembalian pendahuluan adalah:

 WP kriteria tertentu atau WP Patuh (Ps. 17C UU KUP)


 WP yang memenuhi persyaratan tertentu (Ps. 17D UU
KUP)
 PKP beresiko rendah (Ps. 9 (4c) UU PPN)

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Dengan adanya mekanisme pengembalian pendahuluan pajak ini, pihak


wajib pajak dan pihak DJP sama-sama diuntungkan. Bagi wajib pajak yang
patuh dan taat pajak, mekanisme ini akan menguntungkan dari sisi cashflow
karena tidak perlu menunggu lama untuk meminta pengembalian atau restitusi
pajak. Sementara bagi DJP, mekanisme ini dapat menghemat tenaga pemeriksa
pajak sehingga energi pemeriksa tidak hanya dihabiskan untuk melakukan
pemeriksaan lebih bayar tetapi juga untuk melakukan penggalian potensi pajak
terhadap Wajib Pajak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan ketaatannya
terhadap ketentuan pajak.
Agar kemudahan ini tidak disalahgunakan oleh wajib pajak yang berniat
tidak baik, UU KUP memberikan ancaman sanksi berupa kenaikan 100% jika
berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata terhadap wajib pajak ditebitkan SKPKB.
Dengan demikian, hanya Wajib Pajak yang memang taatlah yang akan
menggunakan kemudahan ini.
Pengembalian biasa diberikan kepada PKP selain PKP yang
mendapatkan pengembalian pendahuluan. Terhadap permohonan PKP tersebut
dilakukan proses pemeriksaan.

2.3 Tata Cara Permohonan Pengembalian


PKP mengajukan permintaan pengembalian kelebihan pajak yaitu dengan
mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara
mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)” pada SPT Masa Pajak PPN yang
menyatakan lebih bayar, atau dengan cara membuat surat permohonan
tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi) dalam SPT Masa PPN tidak
diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak.
PKP diperlakukan sebagai PKP berisiko rendah dalam hal yang
mengajukan permohonan PKP berisiko rendah yang juga berstatus sebagai PKP
kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu
Permohonan pengembalian diajukan kepada Kepala KPP tempat PKP
dikukuhkan. Permohonan pengembalian ditentukan 1 permohonan untuk 1 Masa
Pajak
Permohonan pengembalian dapat diproses melalui penelitian atau
pemeriksaan. Penelitian dilakukan terhadap permohonan yang diajukan oleh:

i
Pajak Pertambahan Nilai II

o PKP kriteria tertentu eks Pasal 17C UU KUP


o PKP yang memenuhi persyaratan tertentu eks Pasal 17D UU
KUP, atau
o PKP berisiko rendah eks Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
Sedangkan pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian yang
diajukan oleh PKP selain PKP di atas.

2.4 Pengusaha Kena Pajak yang mendapat Pengembalian Pendahuluan

2.4.1 Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu

Penjelasan mengenai PKP dengan kriteria tertentu atau disebut juga


sebagai wajib pajak patuh terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak dan juga tertulis dalam Pasal 17C ayat (2) UU No. 28 Tahun
2007 yaitu wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT


b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur
atau menunda pembayaran pajak.
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian selama 3 tahun berturut-turut, dan
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun
terakhir.

Tepat waktu dalam penyampaian SPT meliputi :

a. Penyampaian SPT tepat waktu dalam 3 tahun terakhir

i
Pajak Pertambahan Nilai II

b. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir


untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3
Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.
c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada huruf b
telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT
Masa Masa Pajak berikutnya.

Wajib pajak patuh ditetapkan setiap awal tahun yaitu pada tanggal 20
Januari dan status Wajib Pajak Patuh berlaku untuk dua tahun pajak, status
sebagai Wajib Pajak Patuh menjadi batal dipersyaratkan sama dengan Pasal 17C
Undang-undang PPN No.28 tahun 2007.

2.4.2 Pengusaha Kena Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 54/PMK.03/2009 dan juga tertuang dalam Pasal 17D
UU No. 28 Tahun 2007 mengenai KUP, PKP yang memenuhi persyaratan
tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak, yaitu PKP yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah
tertentu.
Batasan PKP Kriteria Tertentu adalah Omzet dalam SPT Masa PPN untuk
suatu masa pajak paling banyak Rp 400.000.000 dengan kelebihan pembayaran
pajak PPN paling banyak Rp 28.000.000.000 ditambah persyaratan telah
memasukan SPT Tahunan PPh Badan.

2.4.3. Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah


UU No. 42 Tahun 2009 memperkenalkan ketentuan baru tentang PKP
Berisiko Rendah. PKP yang ditetapkan sebagai PKP Berisiko rendah memiliki hak

i
Pajak Pertambahan Nilai II

untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan PPN dengan proses yang lebih


cepat dan lebih sederhana daripada pengembalian (restitusi).
Bagi PKP Berisiko rendah yang sudah mendapatkan pengembalian
pendahuluan kemudian dilakukan pemeriksaan dan dilakukan koreksi, maka atas
kurang bayarnya hanya dikenakan sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP yaitu
bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Dengan demikian maksimal sanksi yang
bisa dikenakan hanya 48% saja.

PKP yang Dapat Ditetapkan Sebagai PKP Berisiko Rendah


Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 71/MK.03/2010 tentang  PKP Berisiko Rendah yang diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, dan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
adalah PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) dari huruf a sampai
dengan huruf e UU PPN, maka yang termasuk dengan PKP Bersiko Rendah
adalah :

a. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud


b. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP
kepada Pemungut PPN
c. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang
PPN-nya tidak dipungut.
d. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud.
e. PKP yang melakukan ekspor JKP
f. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2a) UU PPN.

PKP tersebut diatas dapat mengajukan permintaan pengembalian


kelebihan pajak pada setiap masa pajak yang menyatakan terdapat kelebihan
pembayaran pajak.
Dan untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi
syarat sebagai berikut :

i
Pajak Pertambahan Nilai II

a. PKP merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat


puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia.
b. PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki
secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah.
c. Produsen selain PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2, yang memenuhi persyaratan tertentu.

Dengan syarat tambahan, ketiga kelompok PKP di atas tidak pernah


dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan atau penyidikan dalam jangka waktu
24  bulan terakhir.
Persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh kelompok PKP dalam angka
3 di atas adalah :

a. Tepat waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan


terakhir.
b. Nilai BKP yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% 
adalah produksi sendiri.
c. Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya diaudit oleh
Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau
Wajar Dengan Pengecualian.

Permohonan Penetapan PKP Berisiko Rendah


PKP yang memenuhi kriteria dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 tentang PKP Berisiko Rendah yang diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak harus menyampaikan permohonan
kepada DJP untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PER-31/PJ/2010. Permohonan
tersebut harus dilampiri dengan :
a. Keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa
Laporan Bulanan Kepemilikan Saham Emiten atau Perusahaan Publik
dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40%
dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia.

i
Pajak Pertambahan Nilai II

b. Keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Akta


Pendirian dan perubahannya, bagi perusahaan yang saham
mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan
atau Pemerintah Daerah.
c. Surat Pernyataan bahwa nilai BKP yang dijual pada tahun
sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri dan Laporan
Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya yang diaudit oleh Akuntan
Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar
Dengan Pengecualian, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan
BUMN/BUMD.

d. Permohonan yang telah dilampiri dengan lampiran disampaikan


kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai PKP
paling lambat 15  hari kerja sebelum dimulainya Masa Pajak PKP
ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah.

Keputusan Penetapan PKP Berisiko Rendah


Terhadap permohonan penetapan PKP Berisiko rendah yang diajukan
wajib pajak, DJP akan melakukan penelitian atas kelengkapan permohonan dan
pemenuhan persyaratan PKP Berisiko rendah.
DJP menerbitkan keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah (jika
permohonan diterima) atau SPT bahwa permohonan tidak dapat diproses paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan wajib
pajak. Surat Keputusan Penetapan PKP Berisiko Rendah dibuat dengan
menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran II PER-31/PJ/2010,
sedangkan SPT bahwa Permohonan Tidak Dapat Diproses dibuat dengan
menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran III PER-
31/PJ/2010.
Apabila batas waktu 15 hari kerja berakhir tetapi DJP tidak menerbitkan
Surat Keputusan Penetapan PKP Berisiko Rendah atau SPT bahwa permohonan
tidak dapat diproses, maka permohonan PKP dianggap dikabulkan.
Konsekuensinya DJP harus menerbitkan keputusan penetapan sebagai PKP
berisiko rendah paling lama 15 hari kerja setelah berakhirnya batas waktu 15 hari
kerja yang diberikan kepada DJP untuk memproses permohonan wajib pajak.

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Keputusan penetapan sebagai PKP berisiko tersebut berlaku sejak setelah


berakhirnya jangka waktu 15 hari kerja yang pertama.
Keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah berlaku untuk 24 Masa Pajak
sejak Masa Pajak PKP ditetapkan sebagai PKP beresiko rendah.

3. Restitusi PPN untuk Turis Asing


Mulai Masa Pajak April 2010, diatur mengenai restitusi PPN bagi orang
asing yang meninggalkan Indonesia dengan membawa barang yang terbebani
PPN dengan jumlah tertentu. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 16E ayat
(1) UU PPN berisi PPN dan PPnBM yang sudah dibayar atas pembelian BKP
yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar
negeri dapat diminta kembali.
Jadi, baik dalam UU KUP maupun UU PPN, istilah turis asing memang
tidak ada, namun substansi ketentuan ini ditujukan untuk turis asing. Hal ini
dipertegas dalam penjelasan Pasal 16E ayat (1) yang menyatakan bahwa
ketentuan ini untuk menarik minat pemegang paspor luar negeri untuk berkunjung
ke Indonesia.
Persyaratan PPN yang dapat di restitusi oleh Turis Asing (Pasal 17E ayat
(2) UU PPN), yaitu :

1. Nilai PPN  minimal Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan dapat
disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
2. Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum
keberangkatan ke luar Daerah Pabean, dan
3. FP memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU
PPN, kecuali pada kolom NPWP dan alamat pembeli diisi dengan nomor
paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas
penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak
mempunyai NPWP.

Perhatikan syarat yang ketiga, apabila pemegang paspor luar negeri tidak
memiliki NPWP (pada umumnya turis asing memang tidak berNPWP), kolom

i
Pajak Pertambahan Nilai II

NPWP dan alamat pembeli dalam FP diisi dengan nomor paspor dan alamat
pembeli di luar negeri. Kalimat ini mengisyaratkan bahwa bisa saja pemegang
paspor luar negeri ini memiliki NPWP yang itu berarti SPDN. Hal ini berarti
bahwa ketentuan ini mengkoreksi apa yang dinyatakan dalam Pasal 17E
Undang-undang KUP yang menyatakan bahwa yang dapat melakukan restitusi
ini adalah orang pribadi bukan subjek pajak dalam negeri. Bahwa ketentuan
inilah yang benar karena tidak ada kaitan PPN dengan status sebagai subjek
pajak dalam negeri dan PPN hanya berkaitan dengan konsumsi di dalam atau di
luar daerah pabean.

Tata cara permohonan restitusi untuk Turis Asing


Pasal 17E ayat (3) UU PPN mengatur tentang mekanisme bagaimana
turis asing dapat melakukan restitusi PPN Berdasarkan ketentuan ini,
permintaan kembali dilakukan pada saat turis asing tersebut meninggalkan
Indonesia dan disampaikan kepada Dirjen Pajak melalui kantor DJP yang
berada di bandara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan (Pasal 16E ayat (4)
UU PPN), adalah :

a. Paspor
b. Pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan ke luar Daerah
Pabean, dan
c. Faktur Pajak

4. Penelitian PPN
Dirjen Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) setelah melakukan penelitian atas
permohonan pengembalian yang diajukan oleh :
a. PKP kriteria tertentu eks Pasal 17C UU KUP
b. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu eks Pasal 17D UU
KUP
c. PKP berisiko rendah eks Pasal 9 ayat (4c) UU PPN

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Dirjen Pajak harus menerbitkan SKPPKP paling lama 1 bulan sejak saat
diterimanya permohonan
Apabila jangka waktu 1 bulan telah lewat dan Dirjen Pajak tidak menerbitkan
SKPPKP, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP
harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah jangka waktu 1 bulan berakhir.
Proses penelitian dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak adalah mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pajak disampaikan oleh
PKP kriteria tertentu atau disebut juga sebagai Wajib Pajak Patuh,
penelitian dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 17C UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib
Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, dengan melakukan
penelitian atas:
1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya.
2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak.
3. Kebenaran Kredit Pajak atau PM berdasarkan hasil konfirmasi
dalam sistem aplikasi DJP atau konfirmasi dengan
menggunakan surat.
4. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib
pajak, dan
5. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau
dalam surat pemberitahuan perubahan alamat.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak


tidak diterbitkan apabila (Pasal 17C Undang-undang PPN No.28 tahun
2007) :

a. Wajib pajak yang sedang dalam penyidikan pidana pajak.


b. Terlambat menyampaikan SPT Masa untuk jenis pajak tertentu
dalam 2 masa pajak berturut-turut.
c. Terlambat menyampaikan SPT Masa untuk jenis pajak tertentu
dalam 3 dalam 1 (satu) tahun kalender; atau

i
Pajak Pertambahan Nilai II

d. Terlambat Menyampaikan SPT Tahunan.

Kepada PKP akan diberitahukan secara tertulis apabila hasil


penelitian menunjukan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak tidak dapat diterbitkan.

b. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh


PKP yang memenuhi persyaratan tertentu, penelitian dilakukan
berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17D UU KUP
dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
Penyerahan, Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 54/PMK.03/2009, dengan cukup
melaksanakan penelitian atas :
1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya.
2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak.
3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib
pajak, dan
4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT atau dalam SPT
perubahan alamat.

Serupa dengan proses penelitian atas Wajib Pajak Patuh, KPP


setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu,
menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
untuk Pajak Pertambahan Nilai.

c. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh


PKP berisiko rendah, penelitian dilakukan berdasarkan Pasal 6c
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pengembalian Kelebihan PPN dan atau PPnBM terhadap :

i
Pajak Pertambahan Nilai II

1. Kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a,


huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN.
2. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya.
3. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, dan
4. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib
pajak.

SKPPKP permohonan pengembalian oleh PKP berisiko rendah tidak


diterbitkan jika:

a. hasil penelitian menyatakan PKP tidak memenuhi ketentuan


Pasal 9 ayat (4b) huruf a, b, c, d, dan e UU PPN;
b. hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar;
c. lampiran SPT tidak lengkap; dan/atau
d. pembayaran Pajak tidak benar

Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan, maka :

d. terhadap PKP harus diberikan pemberitahuan secara tertulis


(sesuai lampiran PMK 72/PMK.03/2010)
e. permohonan pengembalian diproses berdasarkan ketentuan
Pasal 17B Undang-Undang KUP

5. Pemeriksaan PPN
Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan
pajak yang diajukan oleh PKP selain Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah,
Pengusaha Kena Pajak Kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi Persyaratan
Tertentu.
DJP setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan Pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan
pengembalian kelebihan Pajak diterima sebagai catatan jangka waktu 12 bulan
tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Sebagaimana telah diungkapkan pada tulisan pertama, bahwa pada


dasarnya PKP berhak mendapatkan pengembalian kelebihan pajak apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti PKP tersebut mempunyai kelebihan
pembayaran pajak. Produk hukum hasil pemeriksaan berupa Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Oleh karena itu apabila hasil pemeriksaan terhadap PKP kriteria tertentu,
PKP yang memenuhi persyaratan tertentu, dan PKP Berisiko Rendah yang telah
mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak menunjukan pajak
kurang bayar atau kelebihan pajak tidak sebesar yang diminta oleh PKP maka
kepadanya dikenakan Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari
jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C
ayat (5) atau Pasal 17D ayat (5) UU KUP untuk PKP Kriteria Tertentu dan PKP
yang memenuhi Persyaratan Tertentu.
Sedangkan bila berdasarkan hasil pemeriksaan SKPKB, PKP Berisiko
rendah wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 bulan, dari
jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) Undang-Undang KUP.
Dan sesuai dengan Pasal 17B UU No. 28 Tahun 2008 tentang KUP,
apabila DJP tidak memberi keputusan atas permohonan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan
dan SKPLB harus diterbitkan dengan jangka waktu 1 bulan sejak penyampaian
surat tersebut. Namun, bila SKPLB tersebut terlambat di terbitkan, maka kepada
wajib pajak akan mendapat imbalan 2% perbulan dihitung sejak berakhirnya
jangka waktu 1 bulan, sampai SKPLB diterbitkan dan bagian dari bulan dihitung 1
bulan.
Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang disampaikan oleh:
a. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;
b. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C Undang-Undang KUP; atau
c. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP,

i
Pajak Pertambahan Nilai II

meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelum


Pengusaha Kena Pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan
pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut.

Bab III
KASUS

Contoh Kasus 1
Pengenaan sanksi administrasi sebesar 100% sebagaimana dengan ketetapan
Direktur Jendral Pajak dari jumlah kekurangan pembayaran pajak atas SKPKB.

a. PKP telah menerima atau memperoleh Pengembalian Pendahuluan


Kelebihan Pajak sebesar Rp 60.000.000, dan berdasarkan pemeriksaan
diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Pajak Keluaran Rp 100.000.000
b. Pajak Masukan Rp 150.000.000
Dan dengan acuan tersebut maka DJP menerbitkan SKPKB dengan hasil
pemeriksaan :
a. Pajak Keluaran Rp 100.000.000
b. Kredit Pajak
- Pajak Masukan Rp 150.000.000
- Jumlah Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 60.000.000 (-)
- Jumlah Pajak Yang dapat dikreditkan Rp90.000.000 (-)
Pajak Yang kurang dibayar Rp10.000.000

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Sanksi Administrasi 100% (Rp 10.000.000 x 100%) Rp10.000.000 (+)


Jumlah yang masih harus dibayar Rp 20.000.000

b. Dalam hal SKPKB Wajib Pajak membayar Rp 10.000.000 pada tanggal 3


Desember 2010 dan pada tanggal 5 Desember 2010 diterbitkan Surat
Tagihan Pajak, maka sanksi administrasi berupa bunga 2% sebagai
berikut :
- Pajak yang masih harus dibayar Rp10.000.000
- Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Rp10.000.000 (-)
- Kurang Bayar Rp 0

Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp 10.000.000) Rp 20.000.000

Contoh kasus 2
pengenaan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% berdasarkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh
tempo pelunasan atau terlambat dibayar.
a. Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp 1.120.000 yang diterbitkan pada
tanggal 2 Januari 2010 dengan batas pelunasan tanggal 1 Februari 2010.
Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak
dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah tetap sebesar Rp 224.000.
Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai
berikut :
angsuran 1 : 2% x Rp 1.120.000 = Rp 22.400
angsuran 2 : 2% x Rp 896.000 = Rp 17.920
angsuran 3 : 2% x Rp 672.000 = Rp 13.440
angsuran 4 : 2% x Rp 448.000 = Rp 8.960
angsuran 5 : 2% x Rp 224.000 = Rp 4.480

b. Wajib Pajak yang diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak


sampai dengan 30 juni 2010.
Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKPKB
tersebut sebesar 5 x 2% x Rp 1.120.000 = Rp 112.000

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Contoh kasus 3 : Jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak


SPT tahunan PPh badan tahun 2007 dari PT. ABC menyatakan lebih bayar Rp
1.000.000.000,00 dan dimintakan restitusi, bukti penerimaan SPT dari KPP
tanggal 30 Maret 2008.
Apabila sampai dengan 30 Maret 2009, KPP belum menerbitkan ketetapan pajak
maka permohonan WP dianggap dikabulkan, dan KPP harus menerbitkan SKPLB
paling lambat tanggal 30 April 2009.
Apabila tanggal 10 Mei 2009 baru diterbitkan SKPLB sebesar Rp
1.000.000.000,00 maka WP diberikan imbalan bunga sebesar 2 %, Rp
20.000.000,00 ; jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan tersebut tidak
berlaku, apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tindak pidana
dibidang perpajakan dan pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti
permulaan tindak pidana dibidang perpajakan.
Apabila tidak dilanjutkan dengan penyidikan, atau dilanjutkan dengan penyidikan
dan penuntutan sampai dengan mendapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, WP diputus bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum dan kemudian diterbitkan SKPLB, kepada WP diberikan imbalan
bunga 2% perbulan maksimal 48%, dihitung sejak batas waktu 12 bulan berakhir
sampai dengan tanggal diterbitkan SKPLB, bagian bulan dihitung satu bulan
penuh.

Contoh kasus 4 : restitusi PPN bagi subjek pajak luar negeri


Mister Choi Shiwon warga negara korea selatan sebagai turis membeli BKP di
Jakarta seharga Rp 100.000.000,00, PPN yang sudah dibayar Rp 10.000.000,00,
barang tersebut dibawa pulang ke Korea selatan, maka PPN sebesar Rp
10.000.000,00 yang sudah dibayar dapat dikembalikan.

Contoh Kasus 5 : Ekspor fiktif dan faktur pajak fiktif


 Ekspor benar dan tidak ada faktur pajak
PT XYZ eksportir garmen ke Timur Tengah, membeli garmen atau BKP
dari para pengusaha kecil (bukan PKP) di daerah Jawa Timur atau Jawa
Tengah yang tidak terutang PPN atau tidak ada PM, maka :

i
Pajak Pertambahan Nilai II

SPT masa PPN : PK 0


PM 0
NIHIL
Tidak ada restitusi PPN dan tidak ada kerugian negara.
 Ekspor benar dan faktur pajak fiktif
PT DEF eksportir barang ke Timur Tengah membeli garmen atau BKP dari
pengusaha kecil (bukan PKP) yang tidak terutang PPN atau tidak ada PM,
tetapi PT DEF membeli faktur pajak fiktif dengan mengubah dokumen
pembelian seakan-akan membeli BKP dari BKP, mengakibatkan SPT
masa PPN Lebih Bayar atau PT DEF dapat memperoleh restitusi PPN
sebesar faktur pajak fiktif tersebut, maka :
SPT masa PPN : PK 0
PM 3.000.000.000,00
Lebih bayar 3.000.000.000,00
Dalam hal ini negara dirugikan sebesar Rp 3.000.000.000,00 karena
membayarkan uang restitusi ke WP, tetapi uang tersebut belum pernah
disetorkan ke kas negara.
 Ekspor benar dan faktur pajak benar
PT APA eksportir barang-barang elektronik atau BKP, pada waktu import
atau membeli barang modal dan barang baku, serta memperoleh JKP
membayar PPN (PM), maka :
SPT masa PPN : PK 0
PM 3.000.000.000,00
Lebih bayar 3.000.000.000,00
PT APA restitusi PPN sebesar Rp 3.000.000.000,00 berasal dari PPN
yang sudah dibayar pada waktu import, pembelian atau perolehan BKP
atau JKP ; negara tidak dirugikan karena mengembalian PPN ke WP yang
sebelumnya sudah diterima
 Ekspor fiktif dan faktur pajak benar
PT AJAR sebagai produsen barang-barang elektronik atau BKP, seluruh
hasil produksinya dijual di dalam negeri seharga Rp 80.000.000.000,00
yang terutang PPN sebesar 10% yang merupakan pajak keluaran ; tetapi
PT AJAR mengubah dokumen penjualan menjadi dokumen ekspor yang

i
Pajak Pertambahan Nilai II

dikenakan PPN sebesar 0 %. PT AJAR impor atau membeli BKP


membayar PPN yang merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK,
misalnya harga perolehan Rp 50.000.000.000,00 dan PM yang dapat
dikreditkan sebesar Rp 5.000.000.000,00, maka :
SPT masa PPN : PK 0 seharusnya PK 8.000.000.000
PM 5.000.000.000 PM 5.000.000.000
Lebih bayar 5.000.000.000 Kurang bayar 3.000.000.000
PT AJAR menerima restitusi PPN sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang
seharusnya tidak dikembalikan, dalam hal ini mengakibatkan kerugian
negara sebesar PPN yang dikembalikan ditambah selisih PK dan PM yang
seharusnya disetorkan ke kas negara sebesar Rp 3.000.000.000,00,
jumlah kerugian negara Rp 8.000.000.000,00
 Mengurangi PPN dengan Faktur Pajak Fiktif
PT. SAY Faktur pajak fiktif digunakan untuk mengurangi PPN yang harus
disetorkan ke Kas Negara.
SPT masa PPN : PK 1.000.000.000
PM 200.000.000
Lebih Bayar 800.000.000
Untuk mengurangi PPN
yang seharusnya disetorkan
ke Kas Negara PT SAY
membeli faktur pajak fiktif 300.000.000
PPN yang disetorkan ke kas
negara 500.000.000
Dalam hal ini tidak terjadi restitusi PPN, namun demikian negara dirugikan
sebesar faktur pajak fiktif yang dikreditkan pada PK ; SPT masa PPN
kurang bayar, kalau tidak dilakukan pemeriksaan pajak, WP aman dapat
mengurangi jumlah PPN yang harus disetor ke kas negara.
 Ekspor fiktif dan faktur pajak fiktif
PT PAY pengusaha fiktif yang tidak melakukan ekspor BKP dan tidak
melakukan pembelian BKP, membuat dokumen ekspor fiktif dan membuat
atau membeli faktur pajak fiktif yang digunakan untuk restitusi PPN.

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Dalam hal ini tidak ada arus barang, tapi ada arus dokumen fiktif ; dan
apabila hanya dilakukan penelitian formal, tidak diketemukan kesalahan.
Apabila berhasil menerima uang restitusi PPN, berapa besarnya kerugian
negara ?

Contoh kasus 6 : Faktur pajak cacat, tidak benar atau tidak benar
pengisiannya.
SPT masa PPN bulan Juni 2007
PK 1.000.000.000,00
PM 700.000.000,00
Kurang Bayar 300.000.000,00
Dilakukan pemeriksaan pajak ditemukan faktur pajak standar atas pajak
masukan yang cacat, tidak benar atau tidak lengkap pengisiannya sebesar
Rp 100.000.000,00 diterbitkan SKPKB PPN :
Pokok pajak 100.000.000,00
Sanksi Ps. 13 (3c) KUP 100% 100.000.000,00
Kurang bayar 200.000.000,00
Bab IV
Penutup

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dapat


disimpulkan bahwa restitusi dan pengembalian pendahuluan merupakan
hak wajib pajak. Wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak yang mendapat fasilitas pengembalian pendahuluan adalah :
a. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu
b. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi Persyaratan Tertentu
c. Pengusaha Kena Pajak Beresiko Rendah
Atas ketiga PKP tersebut diberikan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak cukup melalui penelitian saja. Sedangkan selain PKP
yang disebutkan diatas diberikan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak melalui proses pemeriksaan.

i
Pajak Pertambahan Nilai II

Terhadap PKP yang sudah diberikan pengembalian pendahuluan


dapat dilakukan pemeriksaan untuk menghindari penyalahgunaan
pemberian fasilitas percepatan restitusi yang dapat merugikan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Sukardji, Untung. 2009. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta. PT Raja Grafindo


Persada
Sukardji, Untung. 2010. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta. PT
Raja Grafindo Persada
Tim penyusun. 2009.Susunan Dalam Satu Naskah 9 (Sembilan) Undang-undang
Perpajakan. Jakarta. PT Integral Data Prima

You might also like