You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam suatu kelompok

masyarakat. Dan agar manusia itu dapat mempertahankan keberadaannya di

tengah kelompok, maka ia harus menyesuaikan diri terhadap ketentuan-ketentuan

yang berlaku di dalam kelompok masyarakatnya.

Salah satu proses belajar yang harus dilalui oleh setiap individu untuk

dapat memahami keadaan sistem sosialnya dan berperilaku sebagaimana warga

masyarakat lainnya adalah dengan cara bersosialisasi.

Melalui sosialisasi seorang individu mempelajari pola-pola tingkah laku

dari pergaulan atau interaksinya dengan individu-individu lain yang menduduki

berbagai peranan sosial dalam kehidupan sehari-hari (Koentjaraningrat, 1980 :

243). Dengan demikian boleh dikatakan bahwa sosialisasi dapat terjadi pada

setiap lingkungan sosial manusia, dari tingkat yang paling sederhana yaitu

keluarga dan kelompok kekerabatan sampai dengan tingkat yang lebih kompleks

seperti pada lingkungan kampus atau kelompok sebaya.

Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kebudayaan. Kebudayaan

adalah seluruh sistem pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang

digunakannya untuk menginterprestasikan dan memahami lingkungan yang

dihadapinya serta untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan

(Parsudi Suparlan, 1981 : 16).

Universitas Sumatera Utara


Proses sosialisasi merupakan proses dimana seorang individu belajar pola-

pola tindakan dalam hubungan pergaulan dengan segala macam individu

sekelilingnya, yang menduduki beraneka macam peranan sosial dalam kehidupan

sehari-hari. Sehingga proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar

kebudayaan dalam hal ini penempatan individunya kedalam sistem sosialnya.

Juga melalui sosialisasi seseorang berangsur-angsur mengenal persyaratan-

persyaratan atau tuntutan hidup dilingkungan budayanya. Sosialisasi dilaksanakan

dengan berbagai cara yang berbeda oleh sejumlah orang dan dalam konteks sosial.

Setiap kelompok masyarakat memiliki tata aturan, tata nilai, dan norma-

norma yang berlaku. Hal mana telah terkonsensus dan menjadi acuan bagi setiap

tata kelakuan individu pendukung dari kebudayaan kelompoknya. Proses

mempelajari kebudayaan kelompok ini berlangsung terus menerus sepanjang

kehidupan manusia, dari sepanjang kehidupan manusia masa kini, dan dari

generasi ke generasi.

Kodrat manusia hidup di dunia selalu bersama-sama dengan jenis atau

kelompoknya. Kehidupan bersama-sama manusia menjadi satu keharusan sebab

manusia mempunyai kebutuhan hidup yang tidak mungkin dapat dipenuhi

srluruhnya tanpa ada bantuan dari orang lain. Wujud nyata dari suatu kehidupan

bersama ini dapat berupa kelompok, institusi ataupun dalam bentuk lembaga.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa orang-orang yang ingin

bergabung dalam suatu organisasi adalah orang-orang yang aktif bukan yang

pasif, terutama organisasi yang terbentuk sebagai pemberi informasi, karena jika

orang tersebut pasif, dia tidak akan mampu bergaul dengan baik didalam

organisasi tersebut maupun diuar organisasi yang ada. Orang yang pasif tersebut

Universitas Sumatera Utara


juga tidak akan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru, sehingga dia tidak

akan mampu memberikan informasi yang aktual dan bersosialisasi dengan baik

dengan sekitarnya.

Adapun HIV (Human Immuno Deficiency Virus) merupakan sejenis

parasit obligat yang dapat hidup di dalam cairan media hidup. HIV hidup dan

berkembang dalam sel darah putih manusia dan akan ada pada cairan yang

mengandung sel darah putih, seperti: darah, cairan sperma, cairan vagina, sum-

sum tulang belakang dan lain-lain. Maka penularan HIV terjadi dikarenakan :

hubungan sex yang berganti-gantian pasangan, jarum suntik, transfusi darah, ibu

hamil yang terkena AIDS pada bayinya. Tertular HIV disebut masa jendela,

dimana dilakukan tes darah dan di dalam darah terdapat positif HIV. Setelah itu

akan berlanjut ke masa tanpa gejala yakni 5-7 tahun. Pada masa ini penderita

tampak sehat dan tidak ada gejala yang tampak. Lalu berlanjut ke AIDS, penderita

mulai tampak gejala AIDS dan penderita bertahan 6 bulan sampai 2 tahun dan

kemudian akan meninggal. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

adalah sindroma atau kumpulan gejala menurunkan kekebalan tubuh yang

disebabkan oleh HIV.

HIV/AIDS pertama sekali ditemukan oleh ahli kesehatan di Kota Los

Angeles, Amerika Serikat, pada tahun 1981, saat melakukan penelitian terhadap

empat mahasiswa (pemuda). Dalam tubuh empat pemuda tersebut ditemukan

penyakit peneumonia (Pneumonic Carini) yang disertai dengan penurunan

kekebalan tubuh (imunitas). Dari hasil penelitian tersebut, para ahli kesehatan

menemukan jalan untuk penemuan penyakit AIDS. Sedangkan virus HIV

diketahui pada tahun 1983, oleh Lug-Montaigneur seorang ahli mikrobiologi

Universitas Sumatera Utara


Perancis. Setahun setelah penelitian Lug, ahli mikribiologi asal Amerika Serikat

yakni Robert Gallo menemukan HIV.

Pada 15 April tahun 1987 kasus HIV/AIDS ditemukan di Indonesia yakni

seorang turis asal Belanda (Edward Hop, 44). Ia meninggal di Rumah Sakit

Sanglah, Bali. Sampai dengan tanggal 31 April 2007 jumlah kasus AIDS di

Indonesia adalh 8988 orang. Penderita HIV+ sebanyak 5640 orang. Kasus AIDS

terdapat di 32 provinsi dengan kasus tertinggi dimulai dari DKI Jakarta, Papua,

Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah,

Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan. Penderita yang meninggal akibat AIDS

adalah sebanyak 1994 orang.

Sedangkan di Sumatera Utara data yang diperoleh dari sejak tahun 1994-

2007 January lebih banyak warga Negara Indonesia dibandingkan warga Negara

asing. Dimana WNI (Warga Negara Indonesia) yang mengidap HIV adalah 25

orang, yang mengidap AIDS adalah 1 orang, dengan total 26 orang. Dimana total

yang mengidap HIV WNI dan WNA adalah 470 orang dan untuk yang mengidap

AIDS pada WNI dan WNA adalah 331 orang. Dan sebanyak 80 orang meninggal

akibat AIDS.

Di Indonesia, pada tahun 2001 menteri kesehatan menyatakan bahwa

penduduk Indonesia yang terinveksi HIV/AIDS diperkirakan 80 ribu sampai 120

ribu orang. Perkiraan tersebut dibuat berdasarkan estimasi jumlah pemakai

narkoba satu juta orang, sekitar 60% diantaranya menggunakan jarum suntik

bergantian dan 15% terinfeksi HIV. Pada saat itu diperkirakan bahwa pada akhir

tahun 2003 jumlah yang terkena HIV akan bertambah 2 kali lipat. Sedangkan

kasus HIV/AIDS yang terungkap (tercatat), sejak penyakit itu melanda Indonesia

Universitas Sumatera Utara


tahun 1987 sampai akhir Maret 2003 dicatat sebanyak 3.614 orang, 332 korban

diantaranya meninggal dunia. Khusus untuk tahun 2003, kasus HIV/AIDS yang

terungkap mencapai 46 kasus dengan rincian 4 korban terindikasi HIV dan 42

positif mengidap AIDS yang kasusnya tertinggi di Jakarta, kemudian Yogyakarta

(10), Sulawesi Utara (5), Bali(4). Artinya epidemi HIV/AIDS yang nampak di

depan mata hanya merupakan puncak dari gunung es yang ada dipermukaan air.

Bahkan Departemen Kesehatan menyatakan bahwa kecenderungan epidemic

concentrate level HIV/AIDS di beberapa daerah di Indonesia telah sampai pada

lampu merah. Laporan Unicef, Unaids dan WHO pada tahun 2002 menyebutkan

bahwa hampir semua infeksi HIV di Eropa Timur dan Asia Tengah terkait dengan

narkoba suntik. Di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, epidemi

terjadi pada pengguna narkoba suntik dan pekerja seks dengan mayoritas umur

dibawah 25 tahun. Selama kurun waktu 12 tahun sejak kasus HIV ditemukan di

Indonesia pada 1987, hanya terdapat 6 kasus HIV dikalangan IDU (injecting drug

user). Peningkatan yang sangat pesat terjadi setelah itu. Pada tahun 1999, tercatat

sebanyak 300 kasus HIV dikalangan IDU. Angka-angka tersebut menunjukkan

bahwa permasalahn IDU di Indonesia sudah saatnya dicermati karena ini dapat

menyebabkan ledakan untuk penularan HIV. Data menunjukkan bahwa kelompok

umur 15-24 tahun merupakan 29,8% dari2.649 orang pengidap virus HIV/AIDS

di Indonesia.

Gaya hidup (lifestyle) anak anak muda sekarang juga mempunyai

kontribusi terhadap munculnya HIV/AIDS. Contohnya , mereka (terutama remaja

cowok) bangga memiliki tato atau menindik bagian-bagian tubuhnya. Mereka

seolah menjadi remaja modern dan tidak kampungan. Banyak yang tidak

Universitas Sumatera Utara


menyadari bahwa jarum yang digunakan untuk menato atau menindik tubuh

mereka itu menjadi medium penularan HIV/AIDS. Pada dekade 1990-an faktor

seks bebas menjadi penyebab utama penyakit mematikan tersebut. Minimnya

informasi dan pengetahuan remaja soal bahaya HIV/AIDS, mulai penyebab

hingga pencegahannya, menjadi faktor kesalahan dalam pergaulan. Namun, faktor

penyebab itu bergeser ke penggunaan jarum suntik intrevenous drugs user (IDU)

atau narkoba (putaw). Mereka tidak menyadari bahwa akumulasi penggunaan

IDU bisa berujung pada penyakit yang mematikan itu. Dari hasil pemeriksaan

terhadap para penderita, penyebab terbesar kasus HIV/AIDS diketahui karena

penggunaan IDU.

Karena itu, kata Esti konsentrasi KPAD untuk mencegah virus HIV/AIDS

saat ini terfokus ke anak-anak muda (remaja). Sebab, merekalah yang menjadi

sasaran empuk HIV yang ditularkan melalui jarum-jarum suntik narkoba atau

hubungan seks bebas. Mereka dihadapkan pada suasana pergaulan tak terkontrol

di luar rumah yang begitu bebas. 1

Warung Sahiva adalah suatu wadah atau pusat informasi dan konseling di

kampus Universitas Sumatera Utara yang tentunya terdiri dari orang-orang yang

menjadi satu kelompok membentuk menjadi suatu organisasi atau lembaga untuk

membantu orang-orang yang memiliki rasa keingintahuan mengenai seks dan

HIV/AIDS. Dalam hal ini organisasi warung sahiva harus memiliki pengetahuan

yang lebih mengenai HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan seks, agar mampu

menjelaskan kepada orang-orang yang ingin tahu. Karena tujuan dari warung

sahiva di kampus ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

1
Sumber dari : http://www.HIV/AIDS.net/?p=248

Universitas Sumatera Utara


anak muda tentang kesehatan Reproduksi, Infeksi Menular Seksual (IMS),

HIV/AIDS dan Napza terutama cara pencegahan dan penanggulangannya, maka

orang-orang yang terlibat atau bergabung dalam warung sahiva ini harus aktif

dalam pergaulannya, agar terwujud tujuan warung sahiva tersebut.

Adapun justifikasi awal dikembangkannya pusat informasi dan konseling

di kanpus Universitas Sumatera Utara adalah :

• Adanya kebutuhan informasi HIV/AIDS, Kesehatan Reproduksi dan

Napza.

• Adanya kecenderungan meningkatkan perilaku berisiko ( seks bebas dan

menggunakan narkoba ) di kalangan mahasiswa.

• Sudah adanya wadah Bimbingan dan Konsultasi Mahasiswa yang

memang berfungsi membantu mahasiswa yang bermasalah dalam proses

belajar.

• Adanya tenaga-tenaga yang dapat mengembangkan Pusat Informasi dan

Konseling HIV/AIDS terutama dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas

Kesehatan Masyarakat (http://www.sahiva.or.id/).

Pengembangan warung Sahiva sebagai pusat informasi dan konseling

merupakan salah satu upaya mempercepat keberhasilan tujuan program

penanggulangan HIV/AIDS yang telah digariskan secara nasional. Ketidaktahuan

menyebabkan ketakutan yang berlebihan. Tidak mengetahui cara penularan yang

benar, menyebabkan orang takut untuk melakukan untuk melakukan kontak sosial

biasa (berbicara, salaman dan sebagainnya) dengan Odha (orang dengan

HIV/AIDS).

Universitas Sumatera Utara


Pada dasarnya rasa ingin tahu para remaja terhadap HIV/AIDS cukup

besar terbukti dari banyaknya peserta yang mengikuti seminar-seminar mengenai

HIV/AIDS yang dilakukan dan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang

dilontarkan. Namun, hal itu hanya berhenti sampai di situ karena kurangnya

wadah yang dapat menampung “ rasa keingintahuan “ ini. Dibutuhkan suatu

wadah yang dapat memberikan pelayanan secara berkesinambungan,

komprehensif dan profesional.

Sejalan dengan meningkatnya kasus HIV (+), dalam waktu yang tidak

lama tentunya harus diantisipasi meningkatnya kasus AIDS, yang pada saatnya

memerlukan perawatan, dukungan dan pengobatan. Menurut AIDS Epidemic

Updated 2004, kendala terbesar dalam penanggulangan AIDS di banyak negara

termasuk Indonesia adalah kurangnya sumber daya dan kepemimpinan politik

untuk segera meningkatkan skala penanggulangannya. Adapun infeksi HIV tidak

semata-mata disebabkan oleh ketidaktahuan atau ketidakpahaman akan cara-cara

pencegahan HIV. Sering kali infeksi HIV terjadi karena tidak memiliki kekuatan

ekonomi dan sosial untuk melindungi diri mereka.

Kampus Universitas merupakan tempat atau wadah bagi berbagai kegiatan

mahasiswa mulai dari kuliah sampai dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.

Dengan dikembangkannya wadah informasi dan konseling di dalam kampus

tentunya akan sangat membantu meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap

HIV/AIDS, IMS, dan Reproduksi Sehat.

Dalam Warung Sahiva ini terdapat mahasiswa-mahasiswa USU yang

terlibat dan bergabung dalam lembaga-lembaga ini. Jadi, bukan hanya orang-

orang yang telah lulus dari perkuliahan. Oleh karena itu, para mahasiswa yang

Universitas Sumatera Utara


terlibat dalam lembaga ini tentunya masih bergaul di lingkungan kampus atau

mahasiswa-mahasiswa lainnya yang tidak terlibat dalam lembaga ini. Adapun

pola penyampaian dan pendekatan yang di gunakan adalah metode pendidikan

sebaya (peer education method). Karena dianggap lebih efektif dan sesuai dengan

kelompok sasaran. Meskipun ditujukan terutama kepada anak muda/ mahasiswa.

Penyebaran informasi yang dilakukan sahiva diharapkan juga dapat meningkatkan

wawasan peduli AIDS dan Napza di kalangan Sivitas Akademik USU.

Efektifnya pola penyampaian dan pendekatan dengan metode pendidikan

sebaya sebagai penyebaran informasi sahiva kepada mahasiswa sebagai sasaran

utama maka mahasiswa-mahasiswa yang bergabung dalam warung sahiva ini

harus bersosialisasi dengan baik dilingkungan sekitarnya terutama dilingkungan

kampus FISIP USU.

Minimnya informasi yang benar tentang Kesehatan Reproduksi,

HIV/AIDS dan Napza di kalangan remaja dan anak muda di kampus sangat

mengkhwatirkan karena menimbulkan rasa aman yang semu. Seringkali mereka

merasa bahwa mereka ( remaja / anak muda ) cukup aman dan tidak mungkin

tertular HIV ataupun Infeksi Menular Seksual. HIV/AIDS dan IMS masih

dianggap sesuatu yang menjadi “ milik “ kelompok pekerja seks, orang yang suka

‘ jajan ‘, maupun kelompok homoseksual.

Oleh sebab itu, sudah saatnya perlu dilakukan upaya perlindungan,

pencegahan, dan penanggulangan HIV/AIDS ke arah kelompok ini secara lebih

intensif dan komprehensif, salah satunya dengan mengembangkan warung sahiva

dikampus Universitas Sumatera Utara secara khusus lembaga ini mengembangkan

pola-pola KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) khususnya bagi mahasiswa /

Universitas Sumatera Utara


remaja, melakukan pelatihan-pelatihan, temu-temu diskusi, seminar, lokakarya,

dan kegiatan-kegiatan lainnya. Ikut membuka stand / meja informasi di setiap

kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini, baik institusi pemerintahan maupun

swasta, didalam maupun diluar kampus. Secara rutin mengelar lesehan / tikar

informasi di dalam kampus.

Karena keminimannya informasi yang benar tentang Kesehatan

Reproduksi, HIV/AIDS dan Napza dikalangan mahasaiswa/i di kampus

khususnya mahasiswa/i FISIP USU maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih

dalam bagaimana sesungguhnya sosialisasi Sahiva dan sejauh mana Sahiva

memberi kontribusi dalam peningkatan pengetahuan & pemahaman tentang

kesehatan reproduksi dikalangan mahasiswa/i FISIP USU.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah berikut uraian-uraian yang telah

dikemukakan diatas, penulis mencoba untuk menarik suatu permasalahan agar

lebih mengarah pada penelitian yang dimaksud, yaitu :

1. Bagaimana sesungguhnya proses sosialisasi Sahiva dikalangan mahasiswa

FISIP USU ?

2. Sejauh mana Sahiva memberi kontribusi dalam peningkatan dan

pemahaman anak muda khususnya mahasiswa tentang kesehatan

reproduksi ?

Universitas Sumatera Utara


I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses sosialisasi Sahiva dikalangan

mahasiswa FISIP USU.

2. Untuk mengetahui bagaimana metode pendidikan sebaya yang digunakan

oleh Sahiva

3. Untuk mengetahui sejauh mana Sahiva memberi kontribusi dalam

peningkatan dan pengetahuan anak muda khususnya mahasiswa tentang

kesehatan reproduksi.

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian yang didapat berguna sebagai bahan bacaan untuk

informasi pengembangan ilmu pengetahuan tentang HIV/AIDS di

masyarakat khususnya dikalangan anak muda.

2. Hasil penelitian yang didapat berguna sebagai bahan referensi untuk

informasi pengembangan ilmu pengetahuan bagi para instansi-instansi

pemerintahan, lembaga formal maupun non formal (sekolah/akademik).

3. Hasil penelitian yang didapat berguna sebagai bahan bacaan untuk

informasi pengembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat khususnya

anak muda yang peduli akan HIV/AIDS.

4. Menambah dan meningkatkan kemampuan serta wawasan penulis

mengenai “Sosialisasi Sahiva”, serta melatih kemampuan dan

keterampilan penulis dalam bidang penelitian sosial.

Universitas Sumatera Utara


5. Diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khazanah kepustakaan yang

bermutu.

I.5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) yang merupakan salah satu fakultas dari Universitas Sumatera Utara

(USU). Fakultas ini terletak di jalan Prof. Dr. Sofyan No. 1, Kampus USU Medan.

Alasan mengapa peneliti memilih lokasi ini karena posisi peneliti

merupakan mahasiswa di kampus FISIP USU, sehingga peneliti diharapkan akan

dengan mudah menjangkau lebih banyak infoman dimana informan tersebut

merupakan teman-teman peneliti sendiri selama diperkuliahan untuk dapat

diwawancarai ataupun mewawancarai informan yang belum dikenal melalui

perantara informan yang telah dikenal. Dan peneliti ingin mengetahui dan melihat

bagaimana sesungguhnya sosialisasi Sahiva dikalangan mahasiswa FISIP USU,

dimana dalam hal ini sebenarnya informan terlepas dari posisi sebagai seorang

mahasiswa.

I.6. Tinjauan Pustaka

Tujuan praktis dari pembinaan generasi muda adalah mengantarkan para

pemuda (generasi muda) untuk memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya

dalam pengembangan diri pribadi dan sosial mereka dalam rangka memenuhi

kebutuhan mereka. Pengembangan yang dimaksud sebagai persiapan bagi masa

depan mereka sebagai pewaris masa depan bangsa.

Universitas Sumatera Utara


Pembinaan pemudan (generasi pemuda) tidak hanya dari segi pengetahuan

dan keterampilan saja tetapi juga bersifat mental dan rohani. Untuk memperoleh

kepandaian, kesadaran, ambisi dan aspirasi agar mereka menjadi orang pragmatis

dan konstruktif, hanya dapat dimungkinkan apabila mereka dilengkapi dengan

sarana dan prasarana yang memadai sehingga mereka dapat dikembangkan dan

mengembangkan diri.

Pendidikan sebaya adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi

yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu

kelompok. Ini dapat berarti satu kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa,

sesama rekan kerja, sesama profesi, jenis kelamin. Kegiatan sebaya dipandang

sangat efektif dalam rangka KIE penanggulangan HIV/AIDS, karena penjelasan

yang diberikan oleh seseorang dari kalangannya sendiri akan mudah dipahami.

Kampus Universitas merupakan tempat atau wadah bagi berbagai kegiatan

mahasiswa mulai dari kuliah samapai dengan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler.

Dengan dikembangkannya wadah informasi dan konseling di dalam kampus

tentunya akan sangat membantu meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap

HIV/AIDS, IMS, dan Reproduksi Sehat. Dalam perjalanannya, berbagai masukan

langsung yang datang dari relawan melalui proses pendekatan sebaya

menunjukkan bahwa kebutuhan informasi yang lebih mendalam sangat

dibutuhkan.

Sosialisasi adalah proses dimana seorang individu belajar pola-pola

tindakan dalam hubungan dengan segala macam individu disekelilingnya yang

menduduki beraneka macam peranan sosial dalam hidupnya sehari-hari. Sehingga

sosialisasi merupakan proses penempatan individu di dalam sistem sosialnya atau

Universitas Sumatera Utara


prosese belajar tentang kebudayan dalam hubungannya dengan sistem sosialnya

(Koentjaraningrat, 1986 : 229).

Manusia dibekali oleh alam dengan akal budi untuk berfikir dan berkarya.

Dengan adanya kesadaran akan eksistensi diri serta kemampuannya, dia berusaha

memberikan bentuk baru atau bentuk lain yang lebih baik terhadap

lingkungannya. Ralph Linton (1980 : 135) menyatakan bahwa setiap lingkungan

suatu masyarakat menerangkan pola-pola yang mengatur bagaimana seharusnya

individu bertingkah laku. Dalam pola-pola pergaulan, seorang individu harus

menyesuaikan tingkah lakunya dengan aturan-aturan yang berlaku dilingkungan

sosialnya.

Sehubungan dengan masalah sosialisasi maka kebudayan sebagai alat

adopsi manusia terhadap lingkungannya, ditransmisikan dari generasi tua ke

generasi muda dalam masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam proses

sosialisasi ini, pola-pola baku yang telah ada dalam kebudayaan sebagai alat

adopsi mendapat persambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini

disebabkan karena proses sosialisasi itu tidak pernah selesai seratus persen tanpa

kemajuan kearah yang lebih baik. Sosialisasi dapat diukur menurut tingkatan

pengetahuan serta pengertian si individu tentang kebudayaan.

Dalam proses sosialisasi itu individu mengadopsi kebiasaan-kebiasaan,

sikap dan ide-ide dari orang lain dan menyusun kembali sebagai suatu sistem

dalam diri pribadinya (Ahmadi, 1991 : 154). Pengadopsian kebiasan sikap dan

ide-ide tersebut hanya terjadi melalui proses belajar mengenai hal-hal yang akan

di adopsi tersebut atau dengan kata lain sikap dan kebiasan individu dalam

mentransfer nilai-nilai merupakan proses imitasi atau meniru orang lain.

Universitas Sumatera Utara


Disamping itu terdapat juga proses sosialisasi yang dialami oleh

masyarakat yaitu sosialisasi partisipatoris dan sosialisasi represif. Sosilaisasi

partisipatoris merupakan sosialialisasi yang didapat dari masyarakat. Bukan

karena dipelajari tetapi oleh karena masyarakat itu sendiri yang mengalami dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Ketika masyarakat mengalami kehidupannya maka

masyarakat tersebut dengan sendirinya akan mengalami proses sosialisasi ini

karena setiap harinya diperhadapakan dengan kehidupan masyarakat tersebut.

Sosialisasi represif merupakan sosialisasi yang dipaksakan kepada seseorang atau

sekelompok orang karena tidak merasakan adanya kebebasan dalam bertindak.

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau

nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat.

Menurut tahapannya, sosialisasi dibedakan menjadi dua tahap :

1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu

semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat. Dalam

tahap proses ini sosialisasi primer membentuk kepribadian anak

kedalam dunia umum, dan keluargalah yang berperan sebagai agen

sosialisasi.

2. Sosialisasi sekunder, didefenisikan sebagai proses berikutnya yang

memperkenalkan individu yang telah di sosialisasikan kedalam sektor

baru dari dunia objektif masyarakatnya.

Untuk penelitian ini, sosialisasi sekunder merupakan pokok permasalahan

yang akan dibahas, karena proses sosialisasi yang dipentingkan dalam karya

ilmiah ini. Dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada tujuan terwujudnya

sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus). Dan dalam hal ini yang menjadi

Universitas Sumatera Utara


agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerjan dan

lingkungan yang lebih luas dari keluarga.

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan

sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok

bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang

disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain.

Apa yang diajarkan kelurga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan

dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, disekolah anak-

anak diajarkan untuk merokok, meminum-minuman keras dan menggunakan obat-

obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari

teman-teman sebaya atau media massa.

Sosialisasi dapat berjalan karena ada agen atau perantara penyampai

sosialisasi tersebut. Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang membantu seorang

individu menerima nilai-nilai atau tempat dimana seorang individu belajar

terhadap segala sesuatu yang kemudian menjadikannya dewasa. Dikarenakan

banyaknya kebiasaan didalam masyarakat yang harus dikuasai oleh seorang

individu, maka agen sosialisasi juga mempunyai banyak bentuk dan varian.

Proses sosialisasi yaitu proses yang membantu individu, melalui proses

belajar dan penyesuaian diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir

dari kelompok tersebut lebih lanjut (Verbriarto, dalam Khairuddin, 1998 : 63)

menyimpulkan bahwa sosialisasi :

1. Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dengan

nama individu menahan, mengubah implus-implus dalam dirinya dan

mengambil cara hidup atau kebudayan.

Universitas Sumatera Utara


2. Dalam proses sosialisasi itu, individu mempelajari kebiasan, ide-ide,

pola-pola, nilai-nilai dan tingkah laku dalam masyarakat dimana ia

hidup.

3. Semua sikap dalam kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi

itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam

kepribadiannya.

Dalam proses sosialisasi, kegiatan-kegiatan yang dicakup adalah :

1. Belajar (Learning)

Menurut Morgan T. C, 1985, belajar adalah sebagai suatu

perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat

dari pengalaman yang lalu. Sedangkan menurut Woodworth R. S,

1985, “ belajar terdiri dari melakukan sesuatu yang baru, dalam

sesuatu yang baru ini dicamkan (artinya dimasukkan dalam fungsi

ingatan) oleh individu yang ditampilkan kembali dalam

lingkungan“.

2. Penyesuaian diri dengan lingkungan

Dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat,

individu tidak dapat begitu saja untuk melakukan tindakan yang

dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut

mempunyai lingkungan di luar dirinya, baik lingkungan fisik

maupun, lingkungan sosial. Dimana lingkungan ini mempunyai

aturan dan norma-norma yang membatasi tingkah laku individu

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengalaman mental

Pengalaman seorang akan membentuk suatu sikap pada diri

seseorang, dimana didahului oleh sikap terbentuknya suatu

kebiasaan yang menimbulkan relasi yang sama (Khairuddin, 1985 :

79-83).

Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang

disampaikan oleh agen-agen yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak

bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi di

masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena

dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui

seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut (George Herbert

Mead, 2000) :

• Tahap persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak

mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk

memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai

melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh; kata “makan”

yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mam”.

Makna kata tersebut juga belum dipahami betul oleh anak, lama kelamaan

anak akan memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan

kenyataan yang dialaminya.

Universitas Sumatera Utara


• Tahap meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan

peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini dimulai

terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya,

kakaknya dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang

dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak.

Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang

lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial

manusia berisikan banyak orang telah mulai berbentuk. Sebagian dari

orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi

pembembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap

norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang

yang amat berarti (significant other).

• Tahap siap bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh

peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran.

Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat

sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-

sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan

bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi

semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai

berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-

peraturan yang berlaku di luar keluarga secara bertahap juga mulai

menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

Universitas Sumatera Utara


• Tahap peneriman norma kolektif (generalized Stage)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat

menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata

lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang

berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa

menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan

dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan

perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam

arti sepenuhnya.

Proses sosialisasi seseorang dapat menerima dan juga dapat menolak

sosialisasi tergantung pada apa yang di sosialisasikan serta cara

mensosialisasikannya. Orang-orang yang di sosialisasikan dapat bersifat aktif

ataupun pasif tergantung seberapa jauh keterlibatan mereka pada orang yang

mensosialisasikannya.

I.7. Metode Penelitian

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data

kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan

permasalahan yang akan dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang akan

dituju yang mendeskrifikan bagaimana Warung Sahiva sebagai pusat informasi

HIV/AIDS di kalangan mahasiswa, maka dilakukan pengumpulan data. Untuk

memperoleh data-data yang dibutuhkan, penulis akan menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


I.7.1. Penentuan Informan

Sebelum melakukan wawancara mendalam maka terlebih dhulu mencari

beberapa informan sebagai sumber data, adapun wawancara yang dilakukan yaitu

mewawancarai orang yang berperan serta dalam lokasi penelitian tersebut yaitu

berupa pengurus Sahiva, anggota dan lain-lain. Si peneliti menggunakan teknik

snowball dalam penentuan informan terutama informan kunci.

Setelah mendapatkan informasi dari pengurus Sahiva, maka dilanjutkan

wawancara dengan orang yang lebih merasakan sejauh mana Sahiva sebagai pusat

informasi HIV/AIDS yaitu berupa anggota-anggota Sahiva serta orang yang

berada dilingkungan Sahiva.

Untuk memperkuat data yang diinginkan di dalam penelitian ini, maka

wawancara ini juga tidak dibatasi kepada orang-orang tertentu saja tetapi

melainkan juga ditambah dengan cara mewawancarai beberapa orang mahasiswa

yng berada di lokasi penelitian.

I.7.2. Teknik Observasi

Teknik observasi ini dilakukan peneliti untuk memperoleh gambaran

penuh mengenai Sahiva sebagai pusat informasi HIV/AIDS dikalangan

mahasiswa (studi kasus pada mahasiswa FISIP-USU Medan). Dalam hal

mengobservasi ini maka si peneliti menggunakan dua macam teknik observasi

yaitu :

a. Observasi non partisipasi

Dalam melakukan observasi non partisipasi ini si peneliti mengamati

secara langsung warung Sahiva tersebut sebagai pusat informasi HIV/AIDS

Universitas Sumatera Utara


dikalangan mahsiswa. Juga melihat kontribusi sahiva dalam peningkatan dan

pemahaman mahasiswa tentang kesehatan reproduksi.

b. Observasi sepintas lalu

Observasi biasa ini dilakukan si peneliti untuk memperkuat data yang telah

dapat dari hasil wawancara dan hal ini bisa dilakukan kapan saja ketika si peneliti

berada pada lokasi penelitian.

I.7.3. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban, seperti

ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:226), antara lain : mengkontruksi

mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian

dan lain-lain kebulatan. Mengkontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai

yang dialami masa lalu, memproyeksikan kebulatn-kebulatan sebagai yang

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; mengverifikasi,

mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik

manusia maupun tidak manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan

memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh si peneliti (Lexy J. Moleong,

2005:186).

Adapun dalam pengumpulan data si peneliti menggunakan beberapa

teknik wawancara untuk mendapatkan data dari informan. Wawancara mendalam

(dept interview) dalam penelitian ini wawancra mendalam (dept interview)

digunakan untuk memperoleh data tentang Sahiva sebagai pusat informasi

Universitas Sumatera Utara


HIV/AIDS dikalangan mahasiswa dengan berpedoman kepada interview quide

sebagai acuan dalam wawancara. Pada kejadian dilapangan, untuk wawancara

mendalam ini peneliti membuat perjanjian dengan informan dalam waktu yang

tepat untuk di wawancarai. Tetapi kadang-kadang yang menjadi kendala adalah

ketika si peneliti membuat perjanjian dengan informan yang berada kota tempat

peneliti melakukan penelitian adalah kesulitan didalam menepati janji

dikarenakan waktu.

Wawancara tak berstruktur, wawancara ini dilakukan tanpa persiapan

terlebih dahulu dan biasanya apabila si peneliti secara kebetulan berjumpa dengan

si informan. Dalam pengumpulan data dilapangan wawancara tak berstruktur ini

banyak dilakukan terhadap informan biasa yang sedang berada dilingkungan

kampus si peneliti. Kedua wawancara diatas tadi akan di dukung pula oleh alat-

alat pengumpulan data lainnya seperti, tape recorder, dan kamera sebagai

dokumentasi.

Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan peneliti juga mencari

data kepustakaan. Data kepustakaan itu dapat berupa buku-buku, majalah, surat

kabar dan tulisan-tulisan lainnya, yang dipilah-pilah untuk kemudian diambil

sesuai dengan kepentingan kajian atau masalah yang dibahas, dengan tujuan dapat

menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan yang diteliti.

I.8 Analisis Data

Pada tahap analisis ini, peneliti memeriksa ulang kembali data untuk

melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis

Universitas Sumatera Utara


secara kualitatif. Data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara

disusun sesuai dengan sistematika penulisan.

Tahap pertama yang dilakukan di dalam menganalisis data yang sudah di

dapat dilapangan adalah mengumpulkan data yang sejenis kedalam kategori-

kategori yang telah di tentukan (pengklasifikasian data yang sejenis). Setelah

dilakukan pengelompokan maka peneliti memeriksa kembali dan mengelompokan

kedalam ketegori yang lebih kecil sehingga peneliti mudah menuliskan data yang

sudah di dapat.

Data yang dituliskan tersebut diperkuat dengan data kepustakaan terutama

yang berupa teori-teori yang memperkuat data lapangan yang di analisis. Dalam

menulis dan menganalisis peneliti juga menambahkan data-data berupa hasil

observasi yang peneliti dapat pada saat berada di lapangan sebagai penguat data

hasil wawancara yang telah di klasifikasikan tadi.

Universitas Sumatera Utara

You might also like