You are on page 1of 4

pemeliharaan untuk Kepiting Lunak di Tambak

1. Pemilihan Bibit
Perusahaan ini telah menempatkan seorang pegawai di lokasi suplayer (penyedia bibit) untuk
melakukan pemilihan bibit kepiting yang layak dibudidayakan di lokasi tambak. Pegawai tersebut
harus mengetahui keriteria bibit yang baik, bibit yang sakit dan bibit yang diperkirakan akan
molting dalam rentang waktu yang lama.

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa pegawai sortir yang ditempatkan di lokasi suplayer
ternyata belum memahami secara utuh kriteria bibit kepiting lunak yang baik. Beliau hanya
melihat dari sisi warna, ukuran, berat, dan kelengkapan anggota badan.

Hal ini menjadi salah satu penyebab tingkat kematian yang tinggi pada masa awal pemeliharaan.
Karena pada saat mengamati kondisi bibit awal, banyak diantaranya tak layak budidaya. Seperti
ternyata ada kepiting yang bertelur yang dipelihara, sehingga masa moltingnya sangat lama dan
tentunya akan merugikan perusahaan. Pada saat di lokasi, terdapat banyak kepiting yang masih
dipelihara, namun dalam kondisi berlumut, dapat diperkirakan bahwa kepiting tersebut belum
molting dalam jangka waktu lama, sekitar empat atau lima bulan. Ada pula kepiting yang
dihinggapi bakteri pada bagian perutnya, sehingga nampak warna kemerah-merahan dan ada
juga terdapat benjolan atau gelembung pada bagian perut (abdomen).

Selain itu, kepiting yang ada pada pemasok banyak yang kondisinya dalam kondisi tidak baik.
Hal ini disebabkan karena lokasi pengambilan kepiting bakau sangat jauh dari tempat
penampungan atau suplayer yang terletak di dekat Bandara Syamsuddin Noor, Banjar Baru,
Kalimantan Selatan. Beberapa nelayan yang menjual kepiting ke tempat penampungan ini
bahkan ada yang membawa kepiting dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang
jaraknya dapat ditempuh selama tiga hari masa pengangkutan. Kepiting-kepiting itu pun tidak
langsung dibawa ke lokasi penampungan Banjar Baru, tapi terlebih dahulu ditampung di rumah-
rumah mereka hingga jumlahnya banyak. Proses perjalanan yang panjang itu, dapat
menyebabkan kepiting bakau lemas dan jika ditangani dengan baik dapat mempercepat proses
kematian.

Bibit yang diperoleh dari beragam tempat itu terdiri dari empat spesies kepiting bakau, yaitu
Scylla serrata (kepiting merah), S. olivaceous (kepiting hitam), S. tranquberica (kepiting hijau),
dan S. paramamosain.
Bibit yang baik adalah bibit yang capit-capitnya lengkap, berwarna alami dan tidak buram atau
ventralnya (perutnya-red) kemerah-merahan dan bukan kepiting berkerak, bergerak aktif atau
tidak loyo, bobot tubuh sedang yaitu sekitar 80 – 120 g/ekor. Bisa pula diperkirakan dengan
mengintip preopoda-nya (kaki renang) apakah telah memasuki fase premolt atau belum.
Penyortir harus pula memeriksa telur calon bibit, karena jika bibit yang dipilih telah menunjukkan
telur, dapat dipastikan kepiting tersebut tidak akan mengganti karapaksnya, karena sementara
mengerami telurnya.

Pada Selasa, (2/6/09), PT. Handy Royal Indonesia memesan kepiting untuk penelitian sebanyak
dua styreofoam berukuran 80 x 40 cm, styreofoam pertama berisi kepiting berukuran kecil
dengan berat 7,6 kg dan styreofoam kedua dengan kepiting berukuran sedang di dalamnya
dengan berat 13,6 kg. Kepadatan kepiting dalam styrofoam tidak melebihi 20 kg atau sekitar 150
– 200 ekor untuk mengurangi tingkat kematian akibat kekurangan oksigen dan saling mencapit.
Bibit kepiting untuk penelitian masuk sebanyak tiga kali, sementara untuk kepiting perusahaan
datang sebanyak dua kali, yang ditempatkan di kolam satu dan kolam lima.

Kepiting diangkat ke dalam kotak styreofoam menggunakan jepitan bambu yang dibuat khusus
agar tangan aman dari capitannya. Styreofoam yang digunakan adalah styreofoam yang telah
dilubangi bagian alas dan samping kiri kanannya. Hal ini dimaksudkan agar air tidak tergenang
dalam kotak yang jika dibiarkan dapat menyebabkan kepiting mengalami keracunan akibat
kotoran kepiting yang terakumulasi dalam air selama pengangkutan.

Secara umum, ciri-ciri kepiting bakau (Scylla sp) diantaranya mempunyai ukuran lebar karapas
lebih besar daripada ukuran panjang tubuhnya, dapat mencapai 20 cm. Kepiting bakau mudah
dikenal di antara jenis kepiting lain karena memiliki ciri-ciri tersendiri, yakni karapas berbentuk
bulat pipih dan permukaannya licin, pada dahi terdapat sepasang mata, dan diantara kedua mata
terdapat empat buah duri. Sementara di samping kanan dan kirinya (gigi anterolateral) terdapat
sembilan buah duri. Ciri lainnya adalah pasangan kaki jalan berbentuk pipih yang merupakan ciri
khas portunidae (Fujaya, 2008).

Pemilihan bibit ini sangat mempengaruhi daya tahan kepiting saat proses adaptasi di perairan
tambak berlangsung. Bibit yang kurang baik, biasanya akan cepat mati dalam satu hari hingga
satu pekan pemeliharaan.

B. Pengangkutan Bibit
Bibit kepiting PT. Handy Royal Indonesia diangkut dengan menggunakan mobil Suzuki biru open
cap. Bibit kepiting sebelumnya dibasahi dengan lap yang mengandung air laut untuk mencegah
kekeringan tubuh kepiting saat dalam perjalanan. Kemudian styreofoam yang telah dilubangi sisi-
sisinya untuk aerasi itu dilapisi semacam kardus untuk menghalangi laju sinar matahari pada
permukaan atasnya, kemudian diikat rapi dan erat-erat di punggung mobil agar tidak mudah
terguncang. Jika perjalanan cukup jauh dapat pula dipersiapkan air laut dalam botol aqua, untuk
sesekali menyemprotkannya ke tubuh kepiting di tengah-tengah perjalanan.

Mobil pengangkut kepiting singgah dulu di kantor perusahaan di Kecamatan Bati-Bati kemudian
lanjut ke Desa Pagatan Besar, lokasi tambak kepiting. Perjalanan dapat ditempuh dalam jangka
waktu sekitar dua jam.

C. Adaptasi dan Aklimatisasi


Masalah utama perusahaan PT. Handy Royal Indonesia adalah laju kematian kepiting pada
masa adaptasi yang tinggi, yaitu sekitar 30 sampai 50 persen. Sebelumnya, proses aklimatisasi
bukan dilakukan di habitat atau tambak kepiting lunak, tapi dilakukan di kolam khusus yang luas
permukaannya 5 x 3 meter dengan tinggi air tidak lebih setengah meter. Tindakan itu tentu saja
dapat membuat hewan budidaya mengalami stress, karena tidak ditempatkan langsung di
tambak. Selain itu, metode adaptasi dan aklimatisasinya tidak sesuai dengan metode aklimatisasi
yang baik, karena langsung ditebar di tambak.

Sebelum melakukan proses aklimatisasi, terlebih dahulu kepiting yang baru saja sampai di lokasi
tambak didiamkan selama beberapa menit. Hal ini dilakukan untuk menstabilkan kondisi kepiting
yang baru saja terguncang-guncang saat dalam perjalanan.

Proses aklimatisasi bibit kepiting yang baik diawali dengan menyiram kepiting dalam kotak
pengangkutan dengan air tempat kepiting akan ditebar. Diupayakan segera dilakukan pergantian
air agar kepiting dalam kotak tidak tenggelam. Setelah itu, kepiting bakau diangkat satu persatu
dan melepaskan tali pengikat tungkainya dengan hati-hati, karena jika ditarik dengan paksa dan
keras, dapat menyebabkan tungkainya terputus dan terluka. Kepiting yang telah dilepas ikatan
talinya segera dipindahkan ke dalam keranjang buah yang telah disiapkan dengan kepadatan 25-
40 ekor perkeranjang.

Saat pemindahan dapat sekaligus dilakukan penyortiran kepiting sesuai ukuran tubuh, misalnya
antara 80 – 100 kg serta antara 100 – 120 kg. Keranjang yang berisi kepiting segera dicelupkan
ke dalam tambak selama kurang lebih 30 detik. Hal ini dilakukan berulang kali agar bibit kepiting
dapat mengenali dengan cepat habitat barunya. Setelah itu, kepiting sudah dapat ditebar ke
dalam kotak kepiting (crab box) dengan panjang ukuran 21 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 8 cm.

Menurut Sugeng, Koordinator Kerja Harian Tambak PT. Handy Royal Indonesia di Desa Pagatan
Besar, Kecamatan Takisung, kematian yang banyak itu disebabkan oleh ketidakmampuan
beberapa organisme budidaya melakukan adaptasi terhadap lingkungan baru. Hewan budidaya
yang dimaksud adalah kepiting yang berada pada fase fremolt atau kepiting yang sebentar lagi
ganti kulit. Kepiting tersebut dianggap mati karena kehabisan energi saat persiapan dalam
melakukan proses pergantian kulit. Sugeng melihat pangkal perut rata-rata kepiting yang mati
sudah sedikit terbuka. Dalam
artian kepiting tersebut sudah ingin molting.

D. Penebaran
Setelah proses aklimatisasi, selanjutnya masuk ke tahap penebaran kepiting bakau. Kepiting
dimasukkan dalam crab box, kotak kepiting yang digunakan perusahaan ini sengaja dipesan
langsung dari tim ahli di Thailand. Crab box merupakan kotak berbentuk kubus berwarna biru
kehitaman. Tiap kotak berisi satu ekor kepiting. Setelah kepiting bakau dimasukkan ke dalam
crab box, penutup crab box diikat menggunakan tali nilon.

Crab box yang berisi kepiting ditebar secara rapi pada rangkaian rakit khusus yang telah
disiapkan di permukaan air tambak. Rakit tersebut terbuat dari pipa paralon berdiameter satu inci.
Ukuran panjang masing-masing rakit adalah kurang lebih 32 m dengan lebar 80 cm. Rakit
disekat-sekat dengan pipa paralon pula, sehingga membentuk sebuah kamar-kamar dalam satu
rakit. Tiap kamar atau sekat dapat diisi 24 crab box yang telah diatur rapi agar dapat dengan
mudah dikontrol pada saat pemeliharaan. Pada ujung rakit diikatkan seutas tali agar dapat
diikatkan ke jembatan tempat para petugas mengontrol kepiting bakau. Dalam satu petakan
tambak terdapat rakit kurang lebih lima belas rakit yang berisi sekitar 15.000 – 20.000 ekor
kepiting bakau.

E. Pemeliharaan
Bibit yang dibudidayakan di tambak PT. Handy Royal Indonesia biasanya akan molting dalam
jangka waktu selama dua bulan. Beberapa kepiting yang dapat dipanen pada minggu-minggu
awal adalah kepiting yang telah memasuki fase premolt (persiapan molting). Sementara kepiting
yang lain kebanyakan molting pada dua bulan kemudian, sesuai dengan siklus alamiah kepiting
bakau yang berukuran 80 sampai 150 gram. Selain itu, juga dipengaruhi oleh bobot tubuh dan
lebar kerapas, semakin berat bobot kepitingnya, kemungkinan untuk moltingnya juga semakin
lama. Seperti para umumnya mahluk hidup, kepiting yang lebih muda, akan dengan cepat
mengalami pertumbuhan dibanding kepiting yang lebih dewasa, karena masih dalam proses
pertumbuhan.

Pemeliharaan kepiting sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit dan kualitas lingkungan. Kualitas
bibit meliputi umur kepiting, kesehatan, dan jenis kepiting. Kepiting yang kesehatannya kurang
baik, akan dengan sangat gampang mati lemas, karena harus beradaptasi dengan lingkungan
baru, dimana akan terjadi fluktuasi-fluktuasi parameter kualitas air, seperti suhu, salinitas, pH,
dan juga kandungan oksigen. Sehingga, dalam waktu seminggu dapat mencapai kematian
sebanyak 30 persen.
Daya tahan kepiting juga dipengaruhi oleh jenis kepiting. Dimana masing-masing jenis ini
memiliki karakteristik tersendiri, karena hidup pada habitat yang berbeda-beda. Misalnya S.
serrata dapat tahan pada salinitas rendah, sehingga penurunan salinitas tidak berpengaruh
drastis terhadap perkembangan kepiting. Walau laju pertumbuhan sedikit terhambat. Hal ini
disebabkan karena S. serrata ini biasa di pinggiran-pinggiran sungai yang kadar intrusi pasang
surutnya rendah atau bersalinitas rendah. Kepiting jenis ini juga mempunyai daya tumbuh yang
lebih cepat, sehingga baik untuk budidaya pembesaran. Namun, dalam penelitian menunjukkan
bahwa dari keempat jenis kepiting yang dipelihara, kepiting jenis S. serrata ini justru yang paling
tinggi laju mortalitasnya.

Kepiting S. tranquberica pada penelitian sebelumnya di Marana Maros menunjukkan bahwa pada
salinitas tinggi kepiting jenis ini mengalami peningkatan laju molting. Di samping itu, terdapat pula
ciri khas lain, dimana kepiting ini mengalami pengerasan cangkang yang lebih cepat dibanding
jenis kepiting lain pada saat pasca molting. Selain itu, sama halnya dengan S. serrata, S.
Tranquberica juga mengalami pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga baik untuk pembesaran.
Jenis berikutnya adalah S. Olivaceous, kepiting ini biasa hidup di hutan bakau yang laju pasang
surutnya normal. Tampaknya, S. olivaceous mempunyai daya tahan tubuh lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis yang lain. Di samping itu, biasa juga diternakkan untuk produksi
kepiting bertelur, karena kepiting jenis ini cendrung lebih cepat bertelur.

Tentunya, mekanisme pemeliharaan harus sesuai dengan habitat masing-masing spesies, atau
dapat dikatakan sebagai upaya domestifikasi. Untuk itu, terlebih dahulu harus diketahui kondisi
ekologis kepiting dari setiap spesies, kemudian mengaitkannya dengan sifat fisilogis hewan
tersebut.

Jalan lain yang harus di tempuh adalah melacak kondisi ekologis tambak lokasi penanaman bibit,
meninjau optimalisasi kualitas airnya dan hal-hal lain yang mendukung. Setelah itu mencocokkan
dengan spesies tertentu yang kira-kira paling baik di tanam di lokasi tersebut.

Tampaknya, tambak PT. Harin punya kesulitan untuk mendatangkan kepiting tertentu saja, hal ini
terkait dengan minimnya stok spesies tertentu di suplayer untuk dapat dilakukan pemasanan
secara massal.

Mengenai jenis kepiting ini, penjelasan di atas belum terbukti secara ilmiah, masih sekadar
pengamatan singkat, sekiranya perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih menegaskan
kepiting mana yang layak dominan dibudidayakan dan sesuai dengan kondisi lingkungan di
tambak kepiting Handy Royal Indonesia, yang letaknya di desa Pagatan Besar.

You might also like