Professional Documents
Culture Documents
A. SOAL LATIHAN
1. Jelaskan ruang lingkup delik pers?
2. Kapan suatu perbuatan pidana masuk ke dalam klasifikasi delik pers?
3. Jelaskan perbedaan delik pers dengan tindak pidana pencemaran nama
baik yang diatur dalam KUHP?
4. Jelaskan apakah dalam delik pers berlaku azas lex specialis derogat legi
lex generalis bila dibandingkan antara UU Pers dengan KUHP?
5. Jelaskan teori-teori pertanggungjawaban dalam delik pers dan teori
manakah yang biasanya menjadi rujukan hakim dalam mengadili delik
pers?
B. JAWABAN SOAL
1. Sebelum mengetahui apa saja ruang lingkup delik pers, maka ada baiknya terlebih
dahulu kita memahami definisi dari kata “Pers” tersebut. Pers Menurut Oemar
Seno Adji dibagi menjadi 2 (dua) pengertian, yaitu :
1) Dalam arti sempit : mengandung pengertian penyiaran-penyiaran fikiran,
gagasan ataupun berita-berita dengan jalan kata tertulis.
2) Dalam Arti kata Luas : memasukkan di dalamnya semua media mass
comunications yang memancarkan fikiran dan perasaan seseorang baik
dengan kata-kata tertulis maupun dengan kata-kata lisan.
Jadi dari pengertian pers di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
delik pers adalah semua kegiatan jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dala bentuk
tulisan, suara, gambar, saura dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya yang menjadi delik yang diancam pidana/dijatuhi pidana yang
untuk penyelesaiannya memerlukan publikasi dengan menggunakan pers.
Refrensi Jawaban :
1. Oemar Seno Adji, 1997, Mass Media Hukum, Erlangga, Jakarta, Hal. 13.
2. Rifqi Sjarief Assegaf, 2004, Pers Diadili, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan,
Leip3, Edisi 3. Hal. 80
2. Suatu perbuatan pidana masuk ke dalam klasifikasi delik pers :
Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
perbuatan yang dapat dihukum. Suatu perbuatan pidana masuk ke dalam
klasifikasi delik pers adalah ketika adanya publikasi yang merupakan suatu syarat
menumbuhkan kejahatan. Publikasi inilah yang secara khusus mengangkat delik
menjadi delik pers. Berita sebagai sajian pers itu berproses melalui tahapan
tahapan tertentu. Dari tahapan ini pula dapat dilihat dan selanjutnya dipilih
sehingga akan menentukan kadar pertanggungjawaban dan siapa yang seharusnya
mempertanggungjawaban ketika terjadi permasalahan akibat berita yang telah
disajikan.
Dan lebih lanjut lagi suatu perbuatan pidana itu masuk ke dalam
klasifikasi delik pers adalah ketika suatu perbuatan itu dianggap kejahatan atau
pelanggaran yang dilakukan melalui pers
Refrensi Jawaban :
1. Kejahatan Pers Dalam Perspektif Hukum dalam http://anggara.org/2006/11/07
2. Rifqi Sjarief Assegaf, 2004, Pers Diadili, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan,
Leip3, Edisi 3. Hal. 80
3
3. Perbedaan delik pers dengan tindak pidana pencemaran nama baik yang
diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut :
a. Delik Pers
1) Dalam pengertian umum, delik pers adalah kejahatan atau pelanggaran yang
dilakukan melalui pers;
2) Dalam pengertian menurut peraturan (yuridis) sebagaimana tercantum di
dalam Reglement op de Drukswerken 1856, delik pers adalah kejahatan atau
pelanggaran dengan mempergunakan barang cetak yang berupa melipat
gandakan tulisan, hasil seni lukis dan teks musik yang dihasilkan oleh
pekerjaan mesin atau bahan kimia ;
3) Dalam pengertian yang dibatasi menurut para ahli hukum, dengan
persyaratan:
a) Berupa pernyataan pikiran atau pendapat orang;
b) Dilakukan dengan melalui alat cetak atau pers;
c) Dan harus adanya publikasi telah terjadi delik.
Pengertian delik pers menurut ahli hukum yang dibatasi dengan tiga
persyaratan tersebut di atas membawa konsekwensi, bahwa apabila tidak
memenuhi syarat pertama lebih dahulu dan kemudian syarat berikutnya maka
tidak termasuk golongan delik pers, sedangkan;
b. Pencemaran Nama Baik Dalam KUHP
Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai
penghinaan/penistaan terhadap seseorang, terdapat dalam Bab XVI, Buku I
KUHP khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317 dan Pasal
318 KUHP. Pasal Pidana terhadap perbuatan penghinaan terhadap seseorang,
secara umum diatur dalam Pasal 310, Pasal 311 ayat (1), Pasal 315, Pasal 317
ayat (1) dan Pasal 318 ayat (1) KUHP
R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan “menghina”,
yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang
biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai
4
4. Berlaku atau tidaknya azas lex specialis derogat legi lex generalis bila
dibandingkan antara UU Pers dengan KUHP?
Dalam delik pers, UU No. 40 Tahun 1999 belum bisa diberlakukan
sebagai Lex Specialis, karena undang-undang tersebut menurut ahli hukum
Nono Anwar Makarim tidak memenuhi syarat formal maupun material
tentang doktrin hukum khusus. Kecuali itu, masih begitu banyak delik pers
yang belum diatur di dalam undang undang tersebut. UU No. 40 tahun 1999
hanya mengatur 3 delik pers, yaitu pelanggaran terhadap norma agama, norma
susila dan asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). Bagaimana dengan delik
kabar bohong? Delik pencemaran nama? Delik membuka rahasia negara, dan
sebagainya? Karena delik-delik tersebut belum diatur dalam UU No. 40
Tahun 1999, tepatlah kalau hakim mencari peraturan perundang-undangan di
luar UU No. 40 Tahun 1999, khususnya KUHP.
Dalam peradilan banding Tommy Winata lawan Koran Tempo,
Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Jakarta mengemukakan bahwa
6
Refrensi Jawaban :
1. Kompas, 6-5-2004, hal. 9
2. (Amir Syamsuddin, Kompas, 18-9-2004, hal. 4; Lesmana, Pilars,
No. 11 Thn VII).
3. (Majalah Tempo, No. 48/XXXII/26 Januari – 01 Februari 2004).
4. www.antikorupsi.org
7
kepada redaktur lain atau kepada penulis yang bersangkutan. Hal ini diatur
dalam Pasal 15 Undang-undang Nomr 21 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pers.
Refrensi Jawaban :
1. Samsul Wahidin, 2005, Hukum Pers, Pustaka Pelajar,Banjarmasin, Hal.
139.
2. Rifqi Sjarief Assegaf, 2004, Pers Diadili, Jurnal Kajian Putusan
Pengadilan,Leip3, Edisi 3. Hal. 32