Professional Documents
Culture Documents
Puja dan puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah yang berjudul “ Penanganan Masalah
Anak Jalanan “ dapat terselesaikan.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan
Kenseling Sosial.
Akhirul kalam kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah
ini, ucapan terimakasih kami haturkan kepada :
1. Bapak Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta
2. Bapak Prof. Dr. Achmad Dardiri, M.Hum selaku Dekan FIP UNY
3. Bapak Sugihartono, M.Pd selaku Kaprodi PPB
4. Bapak Agus Basuki, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Sosial
5. Orang tua kami yang selalu memberikan motivasi, serta
6. Teman-teman dan pihak lain yang telah membantu
Mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini tedapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Semoga Tuhan meridhoi niat dan usaha kita serta memberikan manfaat bagi
pembaca. Amien..
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup
menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam
kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan terkadang kehidarannya dianggap sebagai masalah. Namun,
perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar. Padahal mereka memiliki hak untuk hidup
layak seperti anak-anak pada umumnya.
Tidak ada satu pun anak yang menginginkan hidup dijalanan. Kehidupan yang keras berpengaruh
negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan
negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikkan dengan pembuat onar, anak-
anak kumuh, suka mencuri, dan sampah masyarakat yang harus diasingkan.
I.3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Ulasan Mengenai Anak Jalanan
Dari hasil penelitian yayasan Nanda (1996 : 112) ada beberapa ciri secara umum anak jalanan
antara lain : a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama
24 jam. b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang lulus SD).
c. Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa
diantaranya tidak jelas keluarganya). d. Melakukan aktifitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada
sektor informal).
1.2. Latar Belakang Timbulnya Anak Jalanan
Beragam faktor yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi social
ekonomi di samping karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 :11) menyebutkan bahwa faktor-faktor
yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena :
Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Pemda DKI Jakarta misalnya, sejak
tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan
dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan : Pemda DKI, 1998). Akan tetapi, pendekatan yang
cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga
mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM
juga concernpada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati
demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh
tidak memadai. Belum lagi munculnya indikasi ” komersialisasi ” anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang
bertanggungjawab dan hanya berorientasi pada profit semata.
Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja,
tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara
keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan secara sporadic,
sektoral dan temporal serta kurang terencana dan terintegrasi secara baik. Akibatnya efektivitas penanganan
menjadi tidak maksimal.
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II
Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat
pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anakanak bertemu untuk memperoleh informasi dan
pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan
pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan
suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan norma di masyarakat.
Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-
masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan
rumah singgah adalah :
1. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat.
2. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti
lainnya jika diperlukan.
3. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa
depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas
fungsi rumah singgah antara lain :
1. Sebagai tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai
tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial
dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.
2. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa
terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak
jalanan.
3. Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga
lainnya.
4. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan
yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai
bentuk kekerasan lainnya.
5. Pusat informasi tentang anak jalanan
6. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak.
7. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses
kepada berbagai pelayanan social.
8. Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah satu
upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi
lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan
masalah anak jalanan.
Melalui PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) usaha yang dapat di lakukan antara lain :
Setidaknya anak jalanan juga harus memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang dimilki, sehimgga ia dapat hidup mandiri tanpa harus menggelandang di luar sana.
a. Organisasi Masyarakat
Untuk mengatasi masalahanak jalanan, bukan hanya upaya pemerintah saja yang di harapkan mampu untuk
mrnyelesaikannya. Namun peran masyarakatpun sangat di butuhkan dalam penangan masalah ini.
Sekali lagi bahwa anak jalanan itu ada dan perlu penangan khusus untuk menyelesaikan masalah ini, dan usaha
itu di perlukan dari seluruh pihak tak terkecuali masyarakat. Jadi baiknya masyarakat tidak boleh mengabaikan
mereka, cobalah ikut sertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang sering di lakukan. Mereka
sama seperti kita, yang memilki potensi, tapi sayangnya mereka sering kali tidak memiliki kesempatan untuk
mengasah dan bahkan menunjukannya, maka dari itu berikanlah kesempatan kepada mereka.
b. Organisasi Swasta
Organisasi swasta cenderung didirikan untuk mendapatkan sejumlah keuntungan tertentu. Namun demikian,
tidak berarti organisasi swasta tidak berkontribusi untuk menyeleseikan masalah keemiskinan di negara ini.
Seringkali promosi, yang akrab sekali dengan organisasi ini meengikutsertakan ”anak jalanan” dalam program –
programnya. Contoh : LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Hal ini merupkan tanggung jawab dan komitmen yang seharusnya di laksanakan oleh pemerintah. Seperti yang
tertuang dalam Undang-Undang Dasar Pasal 34 UUD 1945 bahwa ” Fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara”. Maka seharusnya negara beranggung jawab dalam menangani hal ini. Hal yang
seharusnya terlihat dalam kinerja pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan ini yakni adanya
keseriusan dalam menjalankan program-programnya ang antara lain:
Kerja sama merupakan aspek utama dri semua penangan yang telah di anjurkan.
Karena tanpa adanya kerja sama antar aspek tidak akan terlaksanakan apa yang telah di rencanakan. Kerja
sama yang di maksud adalah kerja sama antara pemerintah dengan masyarakatnya. Namun lebih baik lagi untuk
dapat menjalin kerjasama bukan hanya dalam negeri namun juga dengan organisai luar nugeri. Contoh :UNICEF
dll
Seperti halnya layanan pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah di sekolah-sekolah formal, perlu
diberikan layanan pemenuhan gizi gratis bagi anak jalanan. Anak-anak jalanan diarahkan untuk mendatangi
tempat-tempat yang telah ditentukan untuk mendapatkan layanan pemenuhan gizi ini dengan frekuensi yang
disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Pemberian layanan kesehatan dasar gratis ini dapat dilakukan melalui Puskesmas Keliling. Dengan
pemeriksaan kesehatan secara rutin dan tersedianya pengobatan gratis diharapkan anak-anak jalanan
mempunyai ketahanan fisik yang baik dan berdampak positif terhadap perkembangan intelektual maupun
emosionalnya.
Program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak jalanan di sekolah-
sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di mana
guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta
memberikan materi pelajaran di tempat tersebut.
Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan maupun program penanganan anak jalanan, satu hal yang penting untuk
selalu disampaikan adalah penyuluhan mengenai hak-hak anak dan upaya mengembalikan anak kembali ke
rumahnya agar mereka dapat hidup dan tumbuh kembang secara wajar. Partisipasi masyarakat luas dalam
pelaksanaan berbagai program sangat dibutuhkan karena tanpa dukungan masyarakat maka program-program
tersebut tidak akan memberikan hasil. Bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan antara lain : 1) Tidak
memberikan sedekah kepada pengemis anak atau membeli barang/jasa dari anak jalanan, 2) memahami bahwa
perbuatan amal dengan memberikan bantuan (uang) kepada anak-anak yang bekerja di jalanan tidak
mempunyai daya ungkit terhadap status ekonomi dan sosial kehidupan mereka, 3) menyalurkan bantuan melalui
lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang kompeten, transparan dan dapat mempertanggungjawabkan
anggaran yang dikelolanya dan 4) memberikan dukungan dengan pola anak asuh
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://pendidikanlayanankhusus.wordpress.com/2008/10/13/pengertian-anak-jalanan/