You are on page 1of 9

PENINGKATAN PRODUKSI BERAS DAN DIVERSIFIKASI

PANGAN LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN


PANGAN NASIONAL

Sejarah

Indonesia adalah negara agraris. Lebih dari empat abad silam, jauh
sebelum Belanda dan penjajah lainnya masuk dan menjajah Indonesia, tinta emas
pertanian Indonesia telah rapi tergoreskan. Sebagai kelanjutan dari sistem lama,
yaitu sistem berburu dan meramu, dua sistem pertanian yang lebih modern yaitu
sistem perladangan dan sistem persawahan telah terbentuk dan sangat berkembang
di wilayah Indonesia.
Jawa sebagai pusat pertanian di masa itu telah mengusahakan kedua sistem
tersebut. Di pedalaman Jawa saat itu, sistem persawahan telah sangat berkembang.
Sementara semakin ke timur atau ke barat, sistem itu mulai banyak berkurang.
Sistem persawahan dianggap lebih maju daripada perladangan karena dapat
menghasilkan komoditi yang lebih banyak dan lebih terkontrol dengan satu jenis
tanaman, padi misalnya.
Memasuki zaman penjajahan, motivasi utama para penjajah masuk ke
Indonesia adalah tertarik akan hasil bumi Indonesia. Saat pertama kali menjajah,
mereka sengaja membiarkan para petani pribumi tetap melakukan usaha tani
menurut keinginan petani itu sendiri. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan
daerah, hasil bumi tersebut juga dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pangan
dunia saat itu. Seiring berjalannya waktu, paham-paham kapitalis mulai
merajalela. Petani yang dulunya bercocok tanam dengan beragam jenis tanaman
terpaksa beralih pada beberapa jenis tanaman saja yang sangat laku di pasaran
karena diperintah oleh oknum-oknum penjajah sebagai pemilik modal.
Saat harga hasil perkebunan di pasaran dunia naik, sektor pertanian di
dalam negeri mulai turun dan melemah. Tanah dan pekerja tidak lagi digunakan

1
untuk memproduksi tanaman pangan untuk rakyat, melainkan didorong untuk
terus memproduksi tanaman yang laku di pasar dunia seperti tebu, kopi, nila dan
tembakau. Keterpurukan ini pun masih terus berlanjut hingga Indonesia merdeka.
Ketersediaan bahan pangan pokok bagi bangsa Indonesia semakin menipis seiring
meningkatnya produksi bahan-bahan di atas. Selain itu ketergantungan pada beras
sebagai makanan pokok semakin memperburuk keadaan. Produksi beras banyak
berkurang karena lahan untuk beras banyak dialihkan untuk menanam tanaman-
tanaman di atas. Karena itu penduduk desa semakin bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan mereka dengan cara meningkatkan produksi tanaman
pangan di lahan yang sangat terbatas.

Ketahanan Pangan

“Hidup matinya suatu bangsa ditentukan oleh ketahanan pangan negara”, itulah
salah satu kutipan dari pidato Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia
saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Jika
ditelaah lebih lanjut, kutipan ini dapat dijadikan sebuah cambuk motivasi untuk
menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan Indonesia, juga dapat pula
dijadikan sebuah refleksi diri, cerminan yang memang perlu kita sadari bahwa
pertanian kita sedang terpuruk. Sekilas dari kutipan Bung Karno di atas, yang
menjadi pertanyaan bagi kita adalah apa itu ketahanan pangan? Sebegitu
pentingnya ketahanan pangan itu sendiri hingga hidup mati bangsa ini tergantung
padanya? Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono saat
membuka Hari Pangan Sedunia pada 5 Desember 2007 di Bandar Lampung
mengatakan,
“Sebuah negara dikatakan memiliki ketahanan pangan yang baik apabila pangan
itu tersedia, rakyat dapat membeli dengan harga terjangkau dan kita tidak harus
tergantung secara mutlak kepada sumber-sumber pangan negara lain.”
(Poerwanto Roedhy, dkk dalam PIP Tim Penyusun 2009).
Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1996 yang diartikan, ketahanan pangan adalah sebuah kondisi terpenuhinya

2
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Hal lain dinyatakan oleh Hasan (1995) dalam A. Rakhman  bahwa
ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga antara lain tercermin oleh
tersedianya pangan yang cukup dan merata pada setiap waktu dan terjangkau oleh
masyarakat baik fisik maupun ekonomi serta tercapainya konsumsi pangan yang
beraneka ragam, yang memenuhi syarat-syarat gizi yang diterima budaya
setempat.

Krisis Pangan

Sebagai kebutuhan dasar manusia, pangan memegang peranan penting di


kehidupan masing-masing. Pemenuhan pangan yang berkualitas dan tercukupi
menjadi hak azasi setiap warga negara demi melaksanakan pembangunan yang
berkualitas pula. Dari pemahaman di atas tentang ketahanan pangan, keterbatasan
pangan pada individu saja telah mencerminkan keterbatasan pangan pada tingkat
masyarakat juga.
Ketergantungan akan beras sebagai makanan pokok bangsa Indonesia
yang diimbangi dengan keterbatasan 
produksi beras domestik menyebabkan tingginya angka impor beras dari tahun ke
tahun. Walaupun beberapa tahun lalu pemerintah telah menekan angka impor
beras sebesar mungkin dengan swasembada beras besar-besaran, tetapi masih saja
tidak dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.
Tak hanya beras, hal yang sama juga menimpa kedelai, gandum bahkan
singkong yang notabenenya adalah bahan pangan yang banyak terdapat di
Indonesia. Kedelai dan singkong juga termasuk salah satu komoditi yang semakin
banyak diimpor oleh Indonesia. Di sisi lain juga angka impor gandum dari tahun
ke tahun semaikin tinggi karena Indonesia belum bisa dan belum berkeinginan
memproduksi gandum dalam jumlah yang besar.

3
Tabel 1: Beberapa Komoditas Pangan yang Masih Diimpor Indonesia

No Nama Komoditas Kebutuhan / Tahun


.
1 Beras 2 juta ton
2 Kedelai 1,2 juta ton
3 Gandum   5 juta ton
4 Kacang Tanah 800 ribu ton
5 Kacang Hijau 300 ribu ton
6 Gaplek 900 ribu ton
7 Sapi 600 ribu ton
8 Susu 964 ribu ton (70%)
Dengan potensi sumberdaya alam yang cukup melimpah, sebenarnya
negara kita dapat mencukupi seluruh kebutuhan pangan dalam negeri asalkan
dapat mengelolanya dengan bijak. Dari penjelasan di atas, dalam sejarah bangsa
memang telah dijelaskan, konsumsi beras yang berlebihan juga disebabkan karena
ketergantungan pada beras sebagai bahan pangan utama, padahal masih banyak
lagi sumber pangan pokok yang cukup melimpah di negeri ini, seperti singkong
dan jagung.
Saat ini pemerintah telah menetapkan, kebutuhan akan bahan pangan
impor dapat ditekan sekecil mungkin. Pada tahun 2015, diusahakan produksi
bahan pangan pokok dalam negeri dapat memenuhi seperdua dari kekurangan
kebutuhan pada tahun-tahun ini, dengan standar kekurangan adalah tingkat
kelaparan di masyarakat. Dan pada 2020 diperkirakan pemenuhan kebutuhan
dalam negeri akan bahan pangan pokok dan pencapaian gizi seimbang dapat
sepenuhnya terpenuhi, seperti terlihat dalam tabel 2.

4
Tabel 2: Konsumsi dan Penyediaan Pangan di Indonesia dengan Mengacu PPH
pada tahun 2020  (hanya  menuliskan padi-padian dan umbi-umbian)

No
Kelompok / Jenis Pangan Konsumsi Penyediaan
.
1 Padi-padian ------ ------
Beras 21.728 23.901
Jagung 307 337
Terigu 1.961 2.158
Subtotal Padi-padian 23.987 26.386
2 Umbi-umbian ------ ------
Ubi Kayu 5.242 5.767
Ubi Jalar 1.233 1.357
Sagu 222 245
Kentang 768 845
Umbi Lainnya 384 423
Subtotal Umbi-umbian 7.850 8.635

Peningkatan Produksi Beras

Ketersediaan beras sebagai makanan pokok di Indonesia sangatlah penting


dan harus diperhatikan. Angka impor beras Indonesia terbilang sangat tinggi
walaupun beberapa tahun terakhir ini sudah mulai menurun. Berarti, konsumsi
beras dalam negeri jauh melebihi kapasitas dan kemampuan produksinya. Hal ini
sangat mengganggu ketahanan pangan negara, karena kebutuhan pangan masih
sangat tergantung pada negara lain.
Ada dua jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah ketahanan
pangan ini, yaitu dengan cara meningkatkan produksi beras dan mengurangi
konsumsi beras rumah tangga maupun industri. Untuk meningkatkan produksi
beras dalam negeri ada beberapa upaya yang harus dilakukan, diantaranya adalah
meningkatkan kemampuan produksi beras nasional, memelihara kapasitas
sumberdaya produksi serta meningkatkan produktifitas usaha pangan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi beras nasional
adalah dengan pemeliharaan kapasitas sumberdaya lahan dan perairan, perluasan
lahan baku produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktifitas dan

5
penekanan kehilangan hasil. Selain itu upaya untuk memelihara kapasitas
produksi dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi sistem irigasi, menekan alih
fungsi lahan ke non-pertanian serta membuka lokasi pertanian baru. Dan yang
terakhir upaya memacu peningkatan produktifitas usaha pangan mencangkup; (i)
penciptaan varietas unggul baru dan teknologi berproduksi yang lebih efisien; (ii)
teknologi pasca panen untuk menekan kehilangan hasil; dan (iii) teknologi yang
menunjang peningkatan intensitas tanam.

Diversifikasi Pangan
Program diversifikasi pangan sebenarnya telah ada lima puluhan tahun
yang lalu, namun kebijakan ini mengalami pasang surut. Kekuatan utama program
ini adalah adanya kebijakan tertulis dan tujuan diversifikasi pangan baik dalam
Repelita (sebelum tahun 2000), dalam Propenas (setelah tahun 2000) dan dalam
dokumen rencana strategis berbagai instansi di jajaran Deptan, Deperindag, dan
Depkes.
Program ini bertujuan untuk mengalihkan sebagian konsumsi karbohidrat
masyarakat dari beras menuju sumber pangan pokok non-beras sebagai upaya
untuk mengurangi konsumsi beras dalam negeri. Ini dapat dilakukan dengan suatu
penggalakan gerakan dengan memanfaatkan sumber kalori, protein dan
karbohidrat lainnya yang dapat diproduksi secara lokal.
Masih banyak sumber pangan lokal yang memiliki kalori, protein dan
karbohidrat yang cukup tinggi selain beras. Diantaranya adalah singkong, jagung,
ubi kayu, talas, ubi jalar, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau.

Jagung (Zea mays L.)

6
Jagung merupakan tanaman golongan rumputan kedua
yang paling luas dibudidayakan di Indonesia setelah padi. Komoditas ini memiliki
potensi untuk menyangga kebutuhan pangan non beras karena kandungan terbesar
biji jagung adalah karbohidrat, dan potensial digunakan sebagai bahan baku
industri. Menurut Grubben dan Soetjipto (1996) jagung dapat digunakan sebagai
bahan baku berbagai industri pangan, minuman, kimia dan farmasi serta industri
lainnya. Dari 100 kg jagung dapat diperoleh 3.5 – 4 kg minyak jagung, 27 – 30 kg
bungkil, pakan, gluten, serat dan sebagainya, serta 64 – 67 kg pati, dan sisanya 15
– 25 kg hilang atau terbuang. Jagung berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan baku diversifikasi pangan karena mengandung Karbohidrat yang setara
dengan serealia lainnya dan fisikokimia dari pati jagung memiliki karakteristik
fungsional sebagai dietary fiber, beta karotin dan besi.

Ubi Kayu/Singkong/Ketela Pohon (Manihot esculenta Crantz)

Di Indonesia, ketela pohon menjadi pangan pokok setelah


beras dan jagung. Di beberapa tempat, tanaman ubi kayu ini dianggap sebagai
cadangan pangan dan lumbung hidup. Umbi singkong merupakan sumber energi

7
yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus
justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.
Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah.
Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun
glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis
menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih
segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis
singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan
kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka.

Ubi Jalar/Ketela Rambat (Ipomoea batatas L.)

Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.)


adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang
membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi
ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain
dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula
ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daunnya. Ubi jalar
terutama yang berdaging umbi oranye atau kuning memiliki potensi unggulan
pada kandungan beta karoten (provitamin A) yang tinggi. Beta karoten atau
provitamin A dalam ubi jalar diketahui memiliki banyak manfaat bagi tubuh,
karena selain mampu memenuhi kebutuhan vitamin A juga berfungsi sebagai
antioksidan untuk melawan radikal bebas dalam tubuh.
Tiga sumber pangan yang disebutkan di atas adalah sumber pangan yang
sangat berpotensi dan banyak ditanam di Indonesia serta paling banyak
mengandung karbohidrat sebagai pengganti utama beras. Selain yang disebutkan
di atas, masih banyak lagi pengganti beras yang lain yang tidak hanya

8
mengandung karbohidrat, tetapi juga protein seperti kedelai, kacang hijau dan
kacang tanah yang juga dapat diusahakan di Indonesia sebagai negara agraris.

You might also like