Professional Documents
Culture Documents
Sebagai orang yang terlahir di daerah Sanggau sebuah kabupaten dari provinsi Kalimantan
Barat, dengan ayah yang berasal dari Semarang dan Ibu berasal dari Ngabang dan dari
Nenek yang mempunyai darah Melayu dan Dayak sedangkan kakek yang mempunyai darah
Melayu, Dayak dan Tionghoa. Saya merasa keaneka ragaman yang dimiliki oleh keluarga saya
adalah anugerah yang membuktikan bahwa suku bangsa yang tinggal di daerah Kalimantan
Saya sangat tertarik dengan sejarah Kalimantan Barat, walaupun mungkin pengetahuan yang
saya miliki masih sedikit saya berharap apa yang saya tulis dapat bermanfaat dalam usaha
melestarikan sejarah Kalimantan Barat. Ada ungkapan yang pernah saya baca yang
menyatakan “Bangsa tanpa sejarah, sama halnya dengan sampah hanyut tak berkesan”.
Saya merasa pengetahuan yang saya dapat mengenai sejarah Kalimantan Barat ketika duduk
di bangku sekolah dulu sangatlah minim. Mungkin dikarenakan referensi yang membahas
sejarah Kalimantan Barat sangat sedikit bahkan sulit untuk ditemui dan mungkin juga
dikarenakan sejarah Kalimantan Barat pada umumnya berlatar belakang cerita rakyat
karena sulit mendapatkan bukti-bukti otentik mengenai sejarah Kalimantan Barat. Saya
berharap informasi mengenai sejarah Kalimantan Barat yang saya peroleh dari referensi ini
dapat bermanfaat, dan saya berharap bahwa referensi buku yang saya baca bukan seperti
Penduduk Kalimantan terkenal dengan sebutan Dayak, arti sebenarnya dalam bahasa
dialeknya adalah Hulu. Bila kita tahu berbahasa Dayak dan bertanya kepada seseorang yang
sedang berjalan ke Hulu, maka kita akan bertanya seperti berikut: Ampus Kakmae
kitak?(mau kemana) maka ia akan menjawab ampus kak daya bo!”. (yang artinya mau pergi ke
hulu).
Menurut cerita rakyatnya, mula-mula penduduk asli berdiam di tepi laut dan tepi sungai
kapuas, tetapi karena pendatang mendesak mereka dan disebabkan oleh berbagai hal
Dayaklah penduduk asli pulau kalimantan. Pada mulanya mereka mendiami tepi sungai Kapuas
dan laut Kalimantan. Tetapi datangya suku Melayu dari Sumatera dan dari semenanjung
Malaka mereka terdesak ke hulu sungai, semakin banyak pendatang ke daerah ini semakin
Sumber : J.U Lontaan. 1975. Sejarah-Hukum adat dan adat istiadat Kalimantan Barat.
Jika membahas sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di Kalimantan Barat tidak terlepas dari
Kerajaan yang ada di daerah Kabupaten Ketapang, yaitu kerajaan Tanjungpura. Bisa dibilang
kerajaan Tanjungpura memilki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan kerajaan-
kerajaan yang ada di Kalimantan Barat. Hal ini dikarenakan Kerajaan Tanjungpura
Sejarah di Kalimantan Barat pada umumnya berlatar belakang pada cerita rakyat. Hal ini
terjadi karena sukar sekali mendapatkan tulisan-tulisan otentik yang konkrit, namun cerita
rakyat tidak kalah pentingnya karena bersumber dari mereka yang mengalaminya.
Dapat dikatakan kerajaan Tanjungpura bermula dari kisah Prabu Jaya dan Dayang Putung
(Junjung Buih). Prabu Jaya adalah anak yang paling bungsu dari tujuh kakak beradik,
keturunan raja Majapahit. Sebagaimana sebagai suatu kebiasaan pada zaman dulu, tukang
nujum (peramal) dipercayakan untuk meramal masa depan. Raja Majapahit yang merasa
hidupnya tidak lama lagi memanggil ahli nujum untuk meramalkan anak manakah yang paling
Dari hasil nujum diramalkan bahwa putera bungsulah yang pantas menggantikan sang ayah
yaitu Prabu Jaya, mendengar hal tersebut kakak-kakak dari Prabu Jaya merasa sangat iri
dimana kemudian mereka bersekongkol untuk berbuat jahat kepada adiknya yang paling
bungsu. Keenam kakaknya tersebut mencari seseorang yang pandai ilmu hitam, dan dicarikan
racun. Racun ini kemudian dicampurakan kedalam makanan Prabu Jaya akibat racun ini Prabu
jaya merasakan gatal-gatal dibadannya, iapun mulai menggaruk-garuk badannya sampai
badannya dipenuhi luka. Luka ditangan dan kakinya semakin menjadi hingga lukanya meleleh.
Penyakit ini menakutkan bagi isi istana raja, penyakit ini diketahu oleh raja, dan raja
berusaha untuk menolongnya, namun penyakit Prabu Jaya sulit untuk diobati. Raja menjadi
putus asa, dengan rasa sedih tetapi bijaksana sang raja memerintahkan kepada rakyatnya
agar membuatkan sebuah perahu yang cukup besar. Setelah perahu selesai dibuat naiklah
Prabu Jaya dengan segala kebutuhan dan pembantu-pembantunya berlayar tanpa tahu
Beberapa hari kemudian tibalah mereka di tepi laut, lalu masuk ke sebuah sungai yang
disebut orang Kuala Kandang Kerbau. Dimuara sungai ini Prabu Jaya melabuhkan jalanya
yang merupakan hobinya. Ikanpun semakin banyak didapatkannya, sambil menjala ia senang
memanggil buaya yang menjadi temannya, ia pun meniti ke atas punggung buaya. Sambil
meniti datanglah ikan patin dan belang ulin menjilati luka-luka yang ada dibadannya, dimana
Karena hobinya yang senang menjala, tak puas-puas ia menjala terus sampai ke hulu sungai
di daerah sungai Sentap. Ketika jala dilabuhkan jalanya sangkut dan sulit diangkat,
tersangkut pada suatu benda bulat. Ternyata benda itu adalah sebuah mundam didalam
mundam ini terisi sehelai rambut yang sangat panjang, ia menjadi heran melihatnya. Prabu
Jaya beranggapan bahwa “rambut ini tentu pemiliknya adalah seorang gadis yang sangat
cantik”. Ia berusaha mencarinya hingga tibalah ia di tempat Rangga Sontap tinggal, dimana
tidak mudah untuk melewati bunga kumpai/bakung yang sangat subur sehingga Prabu Jaya
membuat sampan berhaluan besi tajam dan pengkayuh berujung besi tajam pula, dengan
demikian perahu dari Prabu Jaya bisa menembus Bunga Kumpai yang sangat subur.
Setelah melewati bunga kumpai sampailah Prabu Jaya di kediaman Dayang Putung , dimana
pada saat itu Dayang Putung sedang mengalami penyakit kulit yang sama yang dialami oleh
Prabu Jaya. Dimana ia dibungkus dengan buih yang besar, yang berada di atas air. Karena
Prabu Jaya pernah mengalami penyakit yang sama, maka segera ia mengundang ikan patin
dan ikan belang ulin untuk menjilati penyakit Dayang Putung. Tak beberapa lama kemudian
penyakit Dayang Putungpun hilang, Prabu Jayapun mengubah nama Dayang Putung menjadi
Junjung Buih.
Prabu Jaya yang sangat tertarik kepada Junjung Buih ingin meminta izin untuk meminang
Junjung Buih dan bertanya dimana orang tuanya, Junjung Buih menunjuk ke arah hulu sungai
Keriau. Ia menyebutkan Siak Bahulun raja Ulu Air. Prabu Jaya dan Junjung Buihpun menikah
dimana dari hasil pernikahan mereka lahirlah tiga orang putera yaitu:
Sumber : J.U Lontaan. 1975. Sejarah-Hukum adat dan adat istiadat Kalimantan Barat.