You are on page 1of 6

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DIPLOMATIK

1. Prinsip-prinsip Hukum Internasional yang berlaku

Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan pada prinsip-prinsip


hukum internasional yang berlaku secara universal, dan dimuat dalam deklarasi mengenai hubungan
bersahabat dan kerjasama antar negara tanggal 24 oktober 1970 (A/RES/2625/XXV) serta deklarasi
Manila tanggal 15 Nopember 1982(A/RES/37/10) mengenai penyelesaian sengketa Internasional
secara damai, yaitu sbb:

 Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam
integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara
lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.
 Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara.
 Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa.
 Prinsip persamaan kedaulatan negara
 Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial
suatu negara
 Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional
 Prinsip keadilan dan hukum internasional

Pada umumnya penyelesaian sengketa internasional dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu
penyelesaian sengketa internasional secara hukum dan diplomatik.

2. Kebebasan Memilih Prosedur Penyelesaian

Hukum internasional tidak berisi keharusan agar suatu negara memilih prosedur
penyelesaian tertentu.hal ini juga ditegaskan oleh pasal 33 piagam PBB,karena kebebasan ini negara-
negara pada umumnya memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik, ketimbang
penyelesaian melalui arbitrase atau secara yuridiksional karena penyelesaian secara politik akan
lebih melindungi kedaulatan mereka.penyelesaian sengketa secara politik lebih luwes, tidak
mengikat dan mengutamakan kedaulatan masing-masing pihak. kalau tidak berhasil maka baru
diambil prosedur penyelesaian secara hukum, sekiranya sengketa tersebut mempunyai aspek
hukumnya pula. Dalam kesempatan yang diberikan ini, saya dan teman-teman saya akan
menjelaskan penyelesaian secara politik(non yuridiksional) dan khususnya secara diplomatik.
 Penyelesaian secara dipomatik
Penyelesaian secara diplomatik meliputi negosiasi, pencarian fakta, jasa baik, mediasi, dan konsiliasi.
a. NEGOSIASI
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang tradisional atau perundingan secara
langsung dan banyak ditempuh serta efektif. Negosiasi adalh perundingan yang diadakan secara
langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa
melibatkan pihak ketiga.dialog tersebut, biasanya lebih banyak diwarnai pertimbangan politis
daripada pertimbangan atau argumen hukum. selanjutnya, para pihak biasanya mensyaratkan
bahwa manakala cara ini gagal dalam jangka waktu tertentu, mereka sepakat untuk menyerahkan
penyelesaian sengketa kepada cara lainnya.
Segi positif dari negosiasi ini adalah :
1. Para pihak sendiri yang melakukan perundingan(negosiasi) secara langsung dengan pihak
lainnya.
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara negosiasi ini
dilakukan menurut kesepakatan mereka.
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur lainnya.
4. Negosiasi menghindar perhatian publik dan tekanan politik didalam negeri.
5. Dalam negosiasi, para pihak berupaya mencari penyelesaian yang dapat diterima dan
memuaskan para pihak, sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah tetapi diupayakan
kedua belah pihak menang.
6. Negosiasi memungkinkan dapat digunakan untuk setiap tahap penyelesaian sengketa dalam
setiap bentuknya , apakah negosiasi secara tertulis, lisan, bilateral, multilateral, dan lain-lain.
Contoh : dalam sengketa the Mavrommantis Palentine Concessions (jurisdiction) (1924), mahkamah
permanen Internasional menyatakan bahwa para pihak yang bersengketa harus menempuh terlebih
dahulu cara penyelesaian melalui negosiasi sebelum menyerahkan sengketanya kepada mahkamah.
Meskipun proses penyelesaian melalui negosiasi ini dinilai positif, namun ada segi negatifnya.
Pertama, proses penyelesaian demikian tidak memungkinkan fakta-fakta yang melingkupi suatu
sengketa ditetapkan dengan objektif. Kedua, cara penyelesaian seperti ini tidak dapat menyelesaikan
sengketa tertentuatau dapat menjamin bahwa negosiasi akan menyelesaikan sengketa karena salah
satu pihak dapat saja bersikeras dengan pendiriannya. Ketiga, tertutupnya keikutsertaan pihak ketiga
untuk menyelesaikan sengketa, khususnya apabila salah satu pihak berada dalam posisi yang lebih
lemah.
b. PENCARIAN FAKTA
Tujuan dari pencarian fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya inii adalah untuk :
1. Membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara
2. Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional
3. Memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional (pasal 34 piagam PBB).
Misalnya pembentukan UNSCOM (United Nations Special Comission) yang dikirim ke wilayah
irak untuk memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah massal.
Menurut pasal 9, tugas komisi pencarian fakta hanya menentukan fakta-fakta yang
menyebabkan timbulnya sengketa.pasal 35 menyebutkan bahwa laporan komisi bukan merupakan
suatu putusan. Resolusi MU PBB No. 2329 (XXII) tahun 1967 menganjurkan agar anggota-anggota
PBB lebih banyak memanfaatkan prosedur pencarian fakta guna menyeleaikan
sengketanya.beberapa organisasi internasional diluar PBB telah pula mensyaratkan penggunaan
komoisi pencarian fakta ini. Tujuannya adalah untuk meredakan (to cool off) sampai jangka waktu
tertentu hingga para pihak dapat dengan lebih konstruktif mengumpukan kekuatan kembali dan
melaksanakan negosiasi. Namun, proses penyelidikan ini oleh masyarakat internasional tidak begitu
banyak dimanfaatkan. Alasannya, fakta-fakta yang melingkupi suatu sengketa biasanya tidak begitu
dipersoalkan atau dipersengketakan. Disamping itu, suatu pihak acapkali tidak mau begitu saja
menerima versi mengenai fakta kejadian yang disimpulkan atau diberikan oleh pihak lain. Contohnya
adalah pembentukan suatu komisi penyelidik yang dikirim ke Teheran, Iran tahun 1980. Tugas komisi
adalah menyelidiki keluhan-keluhan Iran terhadap Amerika Serikat dan Syah Iran(pada waktu itu).

c. JASA BAIK
Jasa-jasa baik (good offices)berarti intervensi suatu negara ketiga yang merasa dirinya wajar
untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara dua negara.tujuan jasa baik ini adalah
agar kontak langsung di antara para pihak tetap terjamin. Tugas yang diembannya, yaitu
mempertemukan para pihak yang bersengketa agar mereka mau berunding. Jasa baik dapat
dibedakan dalam dua bentuk, yaitu technical good offices(jasa baik teknis), dan political good
offices(jasa baik politis).
 Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara
mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta terlibat dalam konfereni atau
menyelenggarakan konferensi. Tujuannya adalah mengembalikan atau memelihara
hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yanng bersengketa setelah hubungan
diplomatik mereka terputus.
 Jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional
yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang
diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompensasi. Yang termasuk dalam kategori
ini adalah menerima mandat dari negara lain untuk menyelesaikan suatu masalah spesifik
tertentu. Misalnya, jasa baik dalam hal mengembalikan orang-orang ke negara asalnya,
mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, dan lain-lain.

d. MEDIASI
Sama halnya dengan jajsa-jsa baik, mediasi melibatkan pula keikutsertaan pihak ketiga
(mediator) yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuannya adalah untuk menciptakan
adanya suatu kontak atau hubungan langung di antara para pihak. Para mediator ini dapat bertindak
baik atas inisiatifnya sendiri, menawarkan jasanya sebagai mediator, atau menerima tawaran untuk
menjalankan fungsinya atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang bersengketa.
Mediator dalam menerapkan hukum tidak dibatasi pada hukum yang ada. Ia dapat menggunakan
asas ex aequo et bono (kepatutan dan kelayakan). Karena sifatnya ini, cara penyelesaian sengketa
melalui mediasi lebih cocok digunakan untuk sengketa-sengketa yang sensitif.
Menurut Bindschelder ada beberapa segi positif dari mediasi :
o Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi di antara para
pihak.
o Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi bantuan
dalam melaksanakan kesepakatan, dan lain-lain.
o Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan
pengaruh dan kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai
penyelesaian sengketanya.
o Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadai daripada
orang perorangan.
Sedangkan dari segi negatif dari mediasi adalah mediator dapat saja dalam melaksanakan fungsinya
lebih memperhatikan pihak lainnya.
Perjanjian internasional yang mengatur pengguanaan mediasi dapat ditemukan, antara lain dalam:
pasal 3 dan 4 the hague convention on the peaceful settlement of disputes tanggal 18 oktober 1907
yang menyatakan bahwa permintaan salah satu pihak untuk meminta diselenggarakannya mediasi
tidak seharusnya dipandang sebagai tindakan yang tidak bersahabat dan bahwa tugas mediator
adalah mencari suatu kompromi yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Proses
penyelesaian melalui mediasi ini hampir mirip dengan konsiliasi. Perbedaanya, pada mediasi
umumnya mediator memberikan usulan penyelesaian seecara informal dan susulan tersebut
didasarkan pada laporan yang diberikan poleh para pihak, tidak dari hasil penyelidikannya sendiri.

e. KONSILIASI
Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak ketiga (konsiliator) yang
tidak berpihak neral dan keterlibatannya karena diminta oleh para pihak. Konsiliasi adalah suatu cara
penyelesaian secara damai sengketa internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya
atau dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya masalah
yang dipersengketakan.
Ciri-ciri mengenai konsiliasi :
Konsiliasi adalah suatu prosedur yang diatur oleh konvensi. Konsiliasi-konsiliasi wajib, yang
berarti bahwa komisi dapat melaksanakan tugasnya bila salah satu negara peserta konvensi
memintanya.
Mengenai wewenang, terdapat suatu kemajuan dalam komisi-komisi konsiliasi. Komisi dapat
mempelajari suatu persoalan dari semua aspek dan mengajukan usul-usul untuk
penyelesaian namun perlu diingat bahwa prosedur konsiliasi adalah prosedur politik karena
solusi yang diajukan tidak mengikat negara-negara yang bersengketa.
Bila komisi-komisi angket adalah komisi ad hoc yang hanya dibentuk sesudah terjadinya
suatu sengketa dan bubar setelah pembuatan laporan selesai, komisi-komisi konsiliasi
adalah komisi-komisi tetap yang segera dibentuk setelah berlakunya konvensi dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi.

pemanfaatan konsiliasi cukup menarik perhatian dibanding cara penyelesaian sengketa secara
secara tradisional. Persyaratan digunakannya konsiliasi tercantum pula dalam berbagai perjanjian
internasional. misalnya : konvensi wina mengenai hukum perjanjian (pasal 66 konvensi 1969). Pasal
ini mensyaratkan pembentukan suatu komisi konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa mengenai
validitas dan pengakhiran perjanjian. Sekjen PBB mempunyai daftar nama-nama konsiliator yang
dapat dimanfaatkan oleh para pihak. Konsiliator-konsiliator yang dipilih ini akan menunjuk
konsiliator ketiga (ketua) yang akan memimpin komisi konsiliasi. Misalnya prosedur penyelesaian
sengketa melalui konsiliasi yang dikeluarkan oleh kamar dagang internasional (International
Chamber of Commerce) yang menerbitkan the ICC Rules of Optional Conclusion tahun 1998,
kemudian UNCITRAL (United Nations Commision on the International Trade Law) yang menerbitkan
The UNCITRAL Conciliation Rules tahun 1980, dan lain-lain.
KESIMPULAN

Cara penyelesaian secara diplomatik lebih banyak menekankan pencapaian penyelesaian sengketa
secara damai. Cara-cara yang termasuk dalam penyelesaian sengketa seperti ini tampaknya tidak
mementingkan atau menekankan argumen-argumen hukum. Tujuanlah yang utama, yaitu mencapai
hasil yang diterima oleh masing-masing pihak yang bersengketa secara damai. Melihat aspek positif
dari penyelesaian sengketa secara damai diplomatik ini, masyarakat internasional cenderung
memberi landasan hukum guna memperkuatnya, bahkan dalam beberapa perjanjian internasional
mewajibkan para pihak menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa secara diplomatik ini
sebelum menyerahkannya ke cara penyelesaian secara hukum. Dengan demikian, cara penyelesaian
sengketa ini memiliki prioritas yang disyaratkan oleh hukum untuk lebih dahulu digunakan. Bila
gagal, baru ditempuh cara-cara penyelesaian sengketa secara hukum.

You might also like