Professional Documents
Culture Documents
1. Pebgertian Frasa
Contoh:
Jika contoh itu ditaruh dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu
jabatan saja.
1. Gedung sekolah itu(S) luas(P).
2. Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).
3. Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
4. Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
5. Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
6. Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).
Jadi, walau terdiri dari dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas
fungsi. Pendapat lain mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil
yang merupakan pemadu kalimat.
Contoh:
Ket: ( _ ) frasa.
Pada kalimat pertama kata ‘mereka’ yang terdiri dari satu kata adalah
frasa. Sedangkan pada kedua kata berikutnya hanya kata ‘sering’ saja yang
termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri dari sua kata dan kata ‘sering
sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah frasa karena
hanya terdiri dari satu kata pada tiap jabatannya.
Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa frasa bisa
terdiri dari satu kata atau lebih selama itu tidak melampaui batas fungsi atau
jabatannya yang berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan.
Jumlah frasa yang terdapat dalam sebuah kalimat bergantung pada jumlah fungsi
yang terdapat pada kalimat itu juga.
Sebelum mengenal lebih jauh tentang frasa, alangkah lebih baiknya jika
mengenal tentang fungsi-fungsi sintaksisi, karena fungsi-fungsi itula yang disebut
frasa. Fungsi sintaksisi ada lima, yaitu Subjek(S), Predikat(P), Objek(O),
Pelengkap(Pel), dan Keterangan(Ket). Dari kelima fungsi tersebut hanya
karakteristik dari Keterangan saja yang tidak mempunyai lawan.
Contoh:
Contoh:
Contoh:
1. Transitif(memerlukan objek)
1. Orang itu(S) menjual(P). (Salah)
2. Orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O)
2. Semi-transitif (bisa atau tidak perlu objek)
1. Orang itu(S) minum(P).
2. Orang itu(S) minum(P) es kelapa muda(O).
3. Es kelapa muda(S) diminum(P) orang itu(O).
3. Intransitif(tidak memerlukan objek).
1. Tidak lengkap. Orang itu(S) mandi(P).
2. Semi-lengkap.
1. Orang itu(S) berjualan(P).
2. Orang itu(S) berjualan(P) es kelapa muda(Pel).
3. Lengkap.
1. Organisasi itu(S) berlandaskan(P). (salah)
2. Organisasi itu(S) berlandaskan(P) kegotongroyongan(Pel).
3. Keterangan.
1. Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat,
objek atau pelengkap.
2. Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3. Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek
atau predikat dan pelengkap.
Contoh:
2. Jenis Frasa
Contoh:
Contoh:
1. rumah pekarangan
2. suami istri dua tiga (hari)
3. ayah ibu
4. pembinaan dan pembangunan
5. pembangunan dan pembaharuan
6. belajar atau bekerja.
Contoh:
3. Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah
unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai
aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm
frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar
pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu
dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris
apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi
unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris
koordinatif
Contoh:
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi
enam.
1. Frasa nomina, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
nomina. UP frasa nomina itu berupa:
1. nomina sebenarnya
contoh:
2. pronomina
contoh:
contoh:
contoh:
kata rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula
dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang
awalnya adalah frasa verba.
2. Frasa Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
verba. Secara morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks
verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’
untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak
dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis
dapat diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.
3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak,
alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Rumahnya besar.
Ada pertindian kelas antara verba dan ajektifa untuk beberapa kata tertentu
yang mempunyai ciri verba sekaligus memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini
yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri
dominan.
Contoh:
menakutkan (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata ‘sedang’ atau
‘sudah’. Tetapi bisa diberi kata ‘sangat’).
4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan
atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata
bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
dua buah
tiga ekor
lima biji
Contoh:
ke rumah teman
dari sekolah
untuk saya
6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung
sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda
klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu
mempunyai predikat.
Contoh:
KLAUSA
1. Pengertian Klausa
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan
gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap,
keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah
P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri
atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak
memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian
seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai unsure inti
klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul
misalnya dalam kalimta jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Contoh :
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan
kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah
mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai.
Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.
2. Jenis-jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga
dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2)
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN),
dan (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF).
Berikut hasil klasifikasinya :
1. Klausa Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya
dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang
lain dihilangkan.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P menghasilkan :
1. Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang
menegatifkan P. Contoh :
2. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan
P. Contoh :
Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.
1. Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
nomina. Contoh :
2. Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
verba. Contoh :
3. Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
frasa adjektiva. Contoh :
4. Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
numeralia. Contoh :
5. Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
frasa preposisiona. Contoh :
6. Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi
ponomial. Contoh :
1. Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor.
Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang
berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah
kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan
lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga
kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat
mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah
konsep yang merangkum : pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat
telegram. Contoh :
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
1. Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa
yang lain. Contoh :
2. Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur
dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.
3. Analisis Klausa
1. S dan P
2. O dan Pel
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai
golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan
lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang
mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
3. KET
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-
unsur klausa ini itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari
analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Contoh :
F S P O Ket
K N V N Ket
Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga
terdiri dari makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi
berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain. Contoh
:
F S P O Ket 1) Ket 2)
K N V N FD N
Hujannya mereda
Kata yang bercetak miring tersebut menjadi unsur pengisi P tidak menyatakan
makna "perbuatan" dan "keadaan" melainkan menyatakan makna "keberadaan".
Lukanya membesar
Penerima Sebab
Pengalaman Pelaku
Dikenal Keseringan
Terjumlah Perbandingan
Perkecualian
KALIMAT
1. Pengertian
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang kalimat dikemukan. Kalimat
adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan
pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).Panjang atau pendek, kalimat
hanya dan harus terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau
berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek,
pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).
Pendapat laing mengatakan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6). Menurut
Kridalaksana, kalimat adalah suatu bahasa yang secara relative berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi final, dan baik secara actual maupun potensial terdiri dari
klausa (Kridalaksan dkk, 1984:224). Satu bagian nujaran yang didahului dan diikuti
kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah
lengkap, adalah kalimat (Keraf, 1978: 156).
kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
2. Macam-macam Kalimat
Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan: (1) jumlah dan kenis klausa
yang terdapat di dalamnya, (2) jenis response yang diharapkan, (3) sifat hubungan
actor_aksi, dan (4) ada tidaknya unsure negative pada kalimat utama.
Contoh:
Contoh :
Contoh :
cepat)
Contoh :
Karena itu, harga minyak naik.
Panggilan. Contoh :
Bakso!
Contoh :
Halo!
Contoh :
Semboyan, yaitu uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan
bahasa atau kelengkapan sebuah klausa.
Contoh :
Salam
Contoh :
Selamat pagi!
Inskripsi, yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi
penghormatan atau persembahan pada awal sebuah karya (buku,
lukisan dsb.).
Contoh :
1. Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya
menduduki : (a) salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau (b) atribut
dari salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
Contoh :
Dalam perang, kita harus berani membunuh lawan, kalau tidak kita
sendiri yang dibunuh.
Contoh :
Contoh :
Contoh :
Contoh :
Masuklah!
Marilah kita belajar bersama-sama!
Contoh :
Predikat kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di-
yang dapat bekombinasi dengan sufiks –i dan –kan, beprefiks ter-,
berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh pronominal persona
(Samsuri, 1985:434)
Contoh :
Badannya dilumuri minyak.
Contoh :
Contoh :
Contoh :
Contoh :
1. Pengertian Sintaksis
Banyak pengertian dan definisi tentang sintaksis. Tentu saja diantara definisi-
definisi yang diberikan oleh para ahli tersebut, memiliki persamaan maupun perbedaan,
baik dalam jumlah aspek yang tercakup di dalamnya, maupun redaksi atau kata-kata yang
digunakannya.
Istilah sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18).
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli bahasa tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan kaidah
kombinasi kata menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang berupa frase, klausa, dan
kalimat, serta penempatan morfem-morfem supra sekmental (intonasi) sesuai dengan
struktur sematik yang diinginkan oleh pembicara sebagai dasarnya.
2. Cakupan Sintaksis
Dengan demikia, aspek-aspek ketatabahasaan yang tercakup dalam sintaksis adalah jenis
kata, frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem
Daftar Rujukan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan
Nasional Universitas Negeri Malang.
Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: C.V. Kilat Grafika.
Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.
Alwi, Hasan dan Dery Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.