You are on page 1of 40

FRASA

1. Pebgertian Frasa

Banyak sering memeprmasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang


membedakannya dan ada juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama.
Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan
gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Frasa adalah
satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu
kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal
yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer,
1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri
atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan,
2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya
sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa
disebut frasa.

Contoh:

1. gedung sekolah itu


2. yang akan pergi
3. sedang membaca
4. sakitnya bukan main
5. besok lusa
6. di depan.

Jika contoh itu ditaruh dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu
jabatan saja.
1. Gedung sekolah itu(S) luas(P).
2. Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).
3. Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
4. Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
5. Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
6. Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).

Jadi, walau terdiri dari dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas
fungsi. Pendapat lain mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil
yang merupakan pemadu kalimat.

Contoh:

1. Mereka(S) sering terlambat(P).


2. Mereka(S) terlambat(P).

Ket: ( _ ) frasa.

Pada kalimat pertama kata ‘mereka’ yang terdiri dari satu kata adalah
frasa. Sedangkan pada kedua kata berikutnya hanya kata ‘sering’ saja yang
termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri dari sua kata dan kata ‘sering
sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah frasa karena
hanya terdiri dari satu kata pada tiap jabatannya.

Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa frasa bisa
terdiri dari satu kata atau lebih selama itu tidak melampaui batas fungsi atau
jabatannya yang berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan.
Jumlah frasa yang terdapat dalam sebuah kalimat bergantung pada jumlah fungsi
yang terdapat pada kalimat itu juga.
Sebelum mengenal lebih jauh tentang frasa, alangkah lebih baiknya jika
mengenal tentang fungsi-fungsi sintaksisi, karena fungsi-fungsi itula yang disebut
frasa. Fungsi sintaksisi ada lima, yaitu Subjek(S), Predikat(P), Objek(O),
Pelengkap(Pel), dan Keterangan(Ket). Dari kelima fungsi tersebut hanya
karakteristik dari Keterangan saja yang tidak mempunyai lawan.

1. Subjek dan Predikat.


1. Bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan
pertanyaan ‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’.
Sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan
subjek. Predikat dapat ditentukan dengan pertanyaan ‘yang tersebut
dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan lain-lain’.

Contoh:

Sedang belajar(P) mereka itu(S).

Fungsi tersebut bisa dibuktikan dengan pertanyaan ‘Siapa


yang sedang belajar? Jawabannya ‘mereka itu’.

2. Berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat


bisa berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3. Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel –kah.
Predikat dapat diberi partikel –kal.

Contoh:

Merka itu(S) sedang belajar(P).

Sedang belajarkah mereka itu?

Merekakah sedang belajar? (salah)


2. Objek dan Pelengkap.
1. Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan
pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan
pengganti nomina.
2. Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek)
atau semi-transitif dan pelengkap mengikuti predikat yang berupa verba
intransitif(tidak memerlukan objek).
3. Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah
menjadi subjek.

Contoh:

1. Transitif(memerlukan objek)
1. Orang itu(S) menjual(P). (Salah)
2. Orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O)
2. Semi-transitif (bisa atau tidak perlu objek)
1. Orang itu(S) minum(P).
2. Orang itu(S) minum(P) es kelapa muda(O).
3. Es kelapa muda(S) diminum(P) orang itu(O).
3. Intransitif(tidak memerlukan objek).
1. Tidak lengkap. Orang itu(S) mandi(P).
2. Semi-lengkap.
1. Orang itu(S) berjualan(P).
2. Orang itu(S) berjualan(P) es kelapa muda(Pel).
3. Lengkap.
1. Organisasi itu(S) berlandaskan(P). (salah)
2. Organisasi itu(S) berlandaskan(P) kegotongroyongan(Pel).

3. Keterangan.
1. Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat,
objek atau pelengkap.
2. Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3. Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek
atau predikat dan pelengkap.

Contoh:

Dulu(Ket) orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O) di jalan


surabaya(Ket).

2. Jenis Frasa

Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi


dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur
pusatnya.

1. Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).

Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya, frasa dibagi


menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.

1. Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat


digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu
dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain,
frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.

Contoh:

Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).


Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena
kata mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah
mahasiswa’ adalah frasa endosentris.

Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.

1. Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya


adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya
terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.

Contoh:

1. rumah pekarangan
2. suami istri dua tiga (hari)
3. ayah ibu
4. pembinaan dan pembangunan
5. pembangunan dan pembaharuan
6. belajar atau bekerja.

2. Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai


unsur pusat juga mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian
frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk
frasa yang bersangkutan.

Contoh:

1. pembangunan lima tahun


2. sekolah Inpres
3. buku baru
4. orang itu
5. malam ini
7. sedang belajar
8. sangat bahagia.

Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atasseperti adalah


unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak dicetak miring adalah
atributnya.

3. Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah
unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai
aposisi bagi unsur pusat yang lain.

Contoh:

Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar.

Ahmad, …….sedang belajar.

……….anak Pak Sastro sedang belajar.

Unsur ‘Ahmad’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak


Sastro’ merupakan aposisi. Contoh lain:

1. Yogya, kota pelajar


2. Indonesia, tanah airku
3. Bapak SBY, Presiden RI
4. Mamad, temanku.

Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm
frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar
pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu
dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris
apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi
unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris
koordinatif

2. Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan


distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi,
frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.

Contoh:

Sejumlah mahasiswa di teras.

2. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.

Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi
enam.

1. Frasa nomina, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
nomina. UP frasa nomina itu berupa:

1. nomina sebenarnya

contoh:

pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan

2. pronomina

contoh:

dia itu musuh saya


3. nama

contoh:

Dian itu manis

4. kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina

contoh:

dia rajin → rajin itu menguntungkan

anaknya dua ekor → dua itu sedikit

dia berlari → berlari itu menyehatkan

kata rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula
dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang
awalnya adalah frasa verba.

2. Frasa Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
verba. Secara morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks
verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’
untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak
dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.

Contoh:

Dia berlari.

Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis
dapat diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.
3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak,
alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.

Contoh:

Rumahnya besar.

Ada pertindian kelas antara verba dan ajektifa untuk beberapa kata tertentu
yang mempunyai ciri verba sekaligus memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini
yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri
dominan.

Contoh:

menakutkan (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata ‘sedang’ atau
‘sudah’. Tetapi bisa diberi kata ‘sangat’).

4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori
numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan
atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata
bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.

Contoh:

dua buah

tiga ekor

lima biji

duapuluh lima orang.


5. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan
sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa)
sebagai petanda.

Contoh:

Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras

ke rumah teman

dari sekolah

untuk saya

6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung
sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda
klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu
mempunyai predikat.

Contoh:

Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)

Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.

Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, ramlan menyebut frasa


tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata
yang termasuk dalam kategori konjungsi.

KLAUSA
1. Pengertian Klausa

Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-


kurangnya terdiri dari subjek (S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk
menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Klausa ialah unsur kalimat,
karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur
inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan,
misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan
kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62.

Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan
gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap,
keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah
P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri
atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak
memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian
seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai unsure inti
klausa adalah S dan P.

Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul
misalnya dalam kalimta jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Contoh :

Pertanyaan : kamu memanggil siapa?

Jawaban : teman satu kampus  S dan P-nya dihilangkan.

Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat!  P-nya dihilangkan.

Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan
kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah
mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai.
Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.

2. Jenis-jenis Klausa

Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga
dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2)
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN),
dan (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF).
Berikut hasil klasifikasinya :

1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.

Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir


tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa
tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar
itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut
klasifikasinya :

1. Klausa Lengkap

Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir.

Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :

1. Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :

Kondisinya sudah baik.

Rumah itu sangat besar.

Mobil itu masih baru.


2. Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :

Sudah baik kondisinya.

Sangat besar rumah itu.

Masih baru mobil itu.

2. Klausa Tidak Lengkap

Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya
dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang
lain dihilangkan.

2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara


gramatik menegatifkan P.

Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P menghasilkan :

1. Klausa Positif

Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang
menegatifkan P. Contoh :

Ariel seorang penyanyi terkenal.

Mahasiswa itu mengerjakan tugas.

Mereka pergi ke kampus.

2. Klausa Negatif

Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan
P. Contoh :
Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.

Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.

Mereka tidak pergi ke kampus.

Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi


secara sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya,
memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa
Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan
bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan 'Dia tidak mengambil sesuatu apapun',
maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil
pisau, melainkan sendok.

3. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.

Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat


diklasifikasikan menjadi :

1. Klausa Nomina

Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
nomina. Contoh :

Dia seorang sukarelawan.

Mereka bukan sopir angkot.

Nenek saya penari.

2. Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
verba. Contoh :

Dia membantu para korban banjir.

Pemuda itu menolong nenek tua.

3. Klausa Adjektiva

Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
frasa adjektiva. Contoh :

Adiknya sangat gemuk.

Hotel itu sudah tua.

Gedung itu sangat tinggi.

4. Klausa Numeralia

Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
numeralia. Contoh :

Anaknya lima ekor.

Mahasiswanya sembilan orang.

Temannya dua puluh orang.

5. Klausa Preposisiona

Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
frasa preposisiona. Contoh :

Sepatu itu di bawah meja.


Baju saya di dalam lemari.

Orang tuanya di Jakarta.

6. Klausa Pronomia

Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi
ponomial. Contoh :

Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.

Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.

4. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat

Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat


dibedakan atas :

1. Klausa Bebas

Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor.
Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang
berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah
kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan
lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga
kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :

Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.

Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.

Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.


2. Klausa terikat

Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat
mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah
konsep yang merangkum : pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat
telegram. Contoh :

Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.

Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.

Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.

5. Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.

Oscar Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa.


Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam
kalimat.

Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :

1. Klausa Atasan

Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa
yang lain. Contoh :

Ketika paman datang, kami sedang belajar.

Meskipun sedikit, kami tahu tentang hal itu.

2. Klausa Bawahan

Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur
dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.

Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.

3. Analisis Klausa

Klasifikasi dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :

1. Berdasarkan fungsi unsur-usurnya


2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.

1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya

Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel,


dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-
kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-
kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur
fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.

1. S dan P

Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) Tidak berlari-lari(P) Budi(S)

Badannya(S) sangat lemah(P)  Sangat lemah(P) badannya(S)

2. O dan Pel

P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai
golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan
lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang
mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).

Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)

3. KET

Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat


diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu
terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang
bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan
dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di
antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki
tempat langsung dibelakang P. Contoh :

Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)

Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)

2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.

Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-
unsur klausa ini itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari
analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.

Contoh :

Aku Sudah menghadap Komandan Tadi

F S P O Ket

K N V N Ket

3. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.


Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-
unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan
bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari
N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.

Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga
terdiri dari makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi
berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain. Contoh
:

Dinda Menemani Adiknya Di tempat Beberapa saat


tidur

F S P O Ket 1) Ket 2)

K N V N FD N

M Pelaku Pembuatan Penderita Tempat Waktu

1. Makna Unsur Pengisi P


1. Menyatakan makna "Perbuatan"

Contoh : Dinda sedang belajar

Frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna "Perbuatan"


yaitu perbuatan yang sedang dilakukan oleh "pelakunya" yaitu 'Dinda'

2. Menyatakan makna "Keadaan"

Contoh : Rambutnya hitam dan lebat

RUMAH itu sangat besar

Lukanya sangat parah


Kata-kata hitam, lebat, besar, dan parah semuanya merupakan makna keadaan.

Makna keadaan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Keadaan relatif singkat. Keadaan ini mudah berubah. Misalnya :

Rumah itu sangat bersih

Kami sudah mengantuk

2. Keadaan yang relatif lama dan kecenderungannya tidak mudah


berubah. Keadaan yang semcam ini secara khusus disebut sifat.
Misalnya :

Mahasiswa itu sangat rajin

Perempuan itu ramah sekali

Pohon cemara itu sangat tinggi

3. Keadaan yang merupakan runtutan perubahan keadaan yang


disebut proses. Misalnya :

Hujannya mereda

Pengaruhnya semakin meluas

4. Keadaan yang merupakan pengalaman kejiwaan. Misalnya :

Orang itu dapat memahami keinginan anaknya.

Setiap orang menyukai perbuatan baik

Orang itu sangat sayang kepada binatang

3. Menyatakan Makan 'Keberatan"


Contoh : Para tamu di ruang depan

Ariel berada diruang baca

Dinda tinggal di luar kota

Kata yang bercetak miring tersebut menjadi unsur pengisi P tidak menyatakan
makna "perbuatan" dan "keadaan" melainkan menyatakan makna "keberadaan".

4. Menyatakan makna "pengenal"

Contoh : orang itu adalah pegawai kedutaan

Mereka adalah imahasiswa Um

Dia adalah teman kecil saya

5. Menyatakan makna "jumlah"

Contoh : Rumah itu dua rumah

Anak orang itu lima

Kaki meja itu empat

6. Menyatakan makana "perolehan"

Contoh : Ariel memiliki mobil

Dinda mendapat hadiah

Sayur-sayuran itu mengandung banyak vitamin

2. Makna Unsur Pengisi S


1. Menyatakan Makna "pelaku"
Contoh : Seorang perempuan tua membeli beras.

Mahasiswa mengerjakan beberapa tes.

2. Menyatakan makna "alat"

Contoh : Truk-truk itu mengangkut beras.

Sebuah gambar menghiasi kamar kerjanya.

3. Menyatakan makna "sebab"

Contoh : Banjir besar itu menghancurkan kota.

Kamar itu panas karena perapian.

4. Menyatakan makna "penderita"

Contoh : Benda itu dipukulkannya dengan batu lain.

Jalan-jalan sedang diperbaiki.

5. Menyatakan makna "hasil"

Contoh : Rumah-rumah banyak didirikan pemerintah.

Novel itu dikarang oleh pengarang muda dari kalimantan.

6. Menyatakan makna "tempat"

Contoh : Para turis banyak berkunjung ke pantai kutai.

Gua itu belum pernah dimasuki orang.

7. Menyatakan makna "penerima"

Contoh : Seorang ayah membelikan sepeda baru untuk anaknya


Gadis itu akan dibuatkan rok oleh ibunya

8. Menyatakan makna "pengalaman"

Contoh : Rambutnya hitam dan lebat

Lukanya membesar

9. Menyatakan makna "dikenal"

Contoh : Orang itu pegawai kedutaan

Dia adalah teman saya

10. Menyatakan makna "terjumlah"

Contoh : Kaki meja itu empat

Anak orang itu lima

3. Makna Unsur Pengisi O (1)


1. Menyatakan makna "penderita"

Contoh : Ia menebang pohon.

Seorang laki-laki menurunkan dua koper.

2. Menyatakan makna "penerima"

Contoh : Ahmad membeli buku baru untuk anaknya.

Dinda membelikan baju baru bagi anaknya.

3. Menyatakan makna "tempat"


Contoh : Banyak turis mengunjungi candi Borobudur.

Petani itu menanam ubi-ubian di tegalnya.

4. Menyatakan makna "alat"

Contoh : Polisi menembak penjahat dengan pistolnya

Ia mengikatkan tali pada sebatang pohon.

5. Menyatakan makna "hasil"

Contoh : Pemerintah membuat jalan-jalan baru.

4. Makna Unsur Pengisi O (2)

1. Menyatakan makna "penderita".

Contoh : Ariel membelikan anaknya buku baru.

2. Menyatakan makna "hasil".

Contoh : Penjahit membuatkan kebaya ibu.

5. Makna Unsur Pengisi PEL

1. Menyatakan makna "penderita".

Contoh : Banyak mahasiswa belajar bahasa jerman.

2. Menyatakan makna "alat".

Contoh : Ia bersenjatakan bambu runcing.

6. Makna Unsur Pengisi KET

1. Menyatakan makna "tempat"


Contoh : Aku mengitari rumah dari samping.

2. Menyatakan makna "waktu"

Contoh : Bapak kepala daerah pergi ke Jakarta kemarin.

3. Menyatakan makna "cara"

Contoh : Pencuri itu lari dengan skripsi.

4. Menyatakan makna "peserta"

Contoh : Ariel senang bercakap-cakap denganku

5. Menyatakan makna "alat"

Contoh : Anak itu menulis dengan tangan kiri.

6. Menyatakan makna "sebab"

Contoh : Orang itu menjadi gila karena tekanan hidup.

7. Menyatakan makna "pelaku"

Contoh : Senayan mulai dihuni oleh beberapa olahragawan.

8. Menyatakan makna "keseringan"

Contoh : Ariel telah menyerukan kata awas beberapa kali.

9. Menyatakan makna "perbandingan"

Contoh : Ariel sangat pandai seperti kakaknya.

10. Menyatakan makna "perkecualian"


Contoh : Anak-anak itu tidak boleh masuk kecuali saya.

MAKNA PENGISI UNTUK UNSUR KLAUSA

Predikat subjek Objek (1) Objek (2) Pelengkap Keterangan

Pembuatan Pelaku Penderita Penderita Penderita Tempat


keadaan
Alat Penerima Hasil Alat Waktu
Keberadaan
Sebab Tempat Cara
Pengenal
Penderita Alat Penerima
Jumlah
Hasil Hasil Peserta
Pemerolehan
Tempat Alat

Penerima Sebab

Pengalaman Pelaku

Dikenal Keseringan

Terjumlah Perbandingan

Perkecualian

KALIMAT

1. Pengertian
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang kalimat dikemukan. Kalimat
adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan
pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).Panjang atau pendek, kalimat
hanya dan harus terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau
berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek,
pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).

Pendapat laing mengatakan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6). Menurut
Kridalaksana, kalimat adalah suatu bahasa yang secara relative berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi final, dan baik secara actual maupun potensial terdiri dari
klausa (Kridalaksan dkk, 1984:224). Satu bagian nujaran yang didahului dan diikuti
kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah
lengkap, adalah kalimat (Keraf, 1978: 156).

kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).

2. Macam-macam Kalimat

Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan: (1) jumlah dan kenis klausa
yang terdapat di dalamnya, (2) jenis response yang diharapkan, (3) sifat hubungan
actor_aksi, dan (4) ada tidaknya unsure negative pada kalimat utama.

1. Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat


dapat dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor.
1. Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu
klausa terikat atau sama sekali tidak mengandung
struktur klausa. Kalimat minor dibedakan atas:
1. Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul
sebagai lanjutan, pelengkap, atau penyempurna kalimat utuh atau
klausa lain yang terdahulu dalam wacana (Samsuri, 1985:278).
Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor berstruktur
dibedakan atas:

Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan


beberapa bagian dari klausa kalimat tunggal.

Contoh:

Terserah saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja)

Kalimat jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban


atas pentanyaan-pertanyaan.

Contoh :

(Ada yang kau bawa itu?) Lukisan.

Kalimat sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa


terikat dari kalimat majemuk subordinat.

Contoh :

cepat)

Meskipun hujan. (Dia tetap datang)

Kalimat urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi,


sehingga menyatakan bahwa kalimat tersebut merupakan bagian
kalimat lain. (Samsuru, 1985:263)

Contoh :
Karena itu, harga minyak naik.

2. Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul


sebagai akibat pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi,
dibedakan atas:

Panggilan. Contoh :

Bakso!

Seruan, biasanya terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan


perasaan.

Contoh :

Halo!

Judul, merupakan suatu ungkapan topic atau gagasan.

Contoh :

Dampak negative penayangan TV.

Semboyan, yaitu uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan
bahasa atau kelengkapan sebuah klausa.

Contoh :

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Salam

Contoh :

Selamat pagi!
Inskripsi, yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi
penghormatan atau persembahan pada awal sebuah karya (buku,
lukisan dsb.).

Contoh :

Untuk para pengikrar Sumpah Pemuda 1928.

1. Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas


sekurang-kurangnya satu klausa bebas. Berdasarkan
statusnya, dalam kalimat mayor, pembentuk yang
inti saja. Berdasarkan statusnya, dalam kalimat
mayor, terdapat unsure pembentuk yang inti saja,
berdasarkan jumlah klausa yang terdapat
didalamnya, kalimat mayor dapat dibedakan atas:

1. Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya
menduduki : (a) salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau (b) atribut
dari salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.

Contoh :

Yang berkaca mata hitam itu teman saya.

Orang itu badannya sangat gemuk.

Polisi telah mengatakan bahwa kabar itu bohong.

2. Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak


menduduki fungsi sintaksis dari klausa lain (Samsuri, 1985:316).

Contoh :

Semalam suntuk saya tidur di kursi, dan orang-orang itu bermain


kartu.
Mula-mula dinyalakannya api, lalu ditaruhnya cerek diatasnya.

Dalam perang, kita harus berani membunuh lawan, kalau tidak kita
sendiri yang dibunuh.

3. Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang klausa-


klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan, baik kesamaan subjek, predikat
objek, maupun keterangan.

Contoh :

Rumah itu baru saja diperbaiki, tetapi sekarang sudah rusak.

Saya mengerjakana bagian depan, adik bagian belakang.

Dengan susah payah orang tuaku membangun rumah ini, tetapi


saya tinggal menempati saja.

2. Berdasarkan response yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :


1. Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk
untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan
response tertentu. Cirri untuk mengenal kalimat
pernyataan ini yaitu melalui pola intonasinya yang
bernada akhir turun (dalam bahasa lisan) dan tanda
titik (.) seperti ayo, mari; kata-kata persilahkan,
seperti silahkan, dipersilahkan; dan kata larangan
(jangan) (Ramlan, 1981:10).

Contoh :

Cita-cita anak itu sangat mulia.

Saya tidak membawa uang sama sekali.


Menurut teori Darwin, manusia merupakan keteturunan kera.

2. Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk


untuk memancing response yang berupa jawaban.
Kalimat pertanyaan dapat dikenal dari pola
intonasinya yang bernada akhir naik serta nada
terakhir dan pola intonasi kalimat pertanyaan. Nada
akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda
Tanya (?) dalam bahasa tulisan.

Contoh :

Kakak sudah menikah?

Mengapa anak itu tidak tidur?

Siapa pemilik rumah itu?

3. Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk


untuk memancing responsi yang berupa tindakan
(Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai
dengan tanda seru (!). tetapi penggunaan seru ini
biasanya tidak dipakai kalau sifat perintah itu
menjadi lemah, demikian juga predikatnya diikuti
oleh partikel-lah. Kalimat perintah dapat bersifat
negative. Untuk menegatifkan kalimat perintah,
digunakan kata jangan yang biasanya ditempatkan
pada bagian awal kalimat. Kaliamat perintah yang
besifat negative beubah menjadi larangan.

Contoh :

Masuklah!
Marilah kita belajar bersama-sama!

Jangan membuang sampah di sembarang tempat!

3. Berdasarkan hubungan actor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :


1. Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya
berperan sebagai pelaku actor. Subjek kalimat aktif
berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh
predikat. Predikat kalimat aktif tediri atas verba
transitif dan verba intransitive. Afiks yang
digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi
sebagai perdikat kalimat aktif ialah meN- dan ber-
yang dapat dikombinasikan dengan –I atau –kan.

Contoh :

Anak itu memetik bunga di taman.

Ayah membelikan kakak baju baru.

Pembantu itu sedang menyapu halaman.

2. Kalimat pasif adalah kalimat yanmhg subjeknya


berperan sebagai penderita. Subjek dalam kalimat
pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat kalimat tersebut.

Predikat kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di-
yang dapat bekombinasi dengan sufiks –i dan –kan, beprefiks ter-,
berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh pronominal persona
(Samsuri, 1985:434)

Contoh :
Badannya dilumuri minyak.

Kita apakan barang-barang ini?

Tidak terlihat olehku benda yang kau tujukan itu.

3. Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya


berperan baik sebagai pelaku maupun sebagai
penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat
tersebut.

Contoh :

Jangan menyiksa diri sendiri.

Wanita itu berhias di depan cermin.

4. Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan


objeknya melakukan sesuatu pebuatan yang
berbalas-balasan. Verba yang berfungsi sebagai
predikat pada kalimat respirokal adalah verba yang
beprefiks me- yang didahului oleh kata dasarnya,
verba berulang yang berkombinasi dengan konfiks
ber-kan, verba dasar yang diikuti oleh kata baku,
dan saling yang diikuti oleh veba yang berprefiks
me- atau me-i/kan (Samsuri, 1985:198).

Contoh :

Kedua Negara itu tuduh-menuduh tentang pelanggaran perbatasan.

Dua bersaudara itu saling mencintai dan saling menyayangi.

Pemuda-pemuda tanggung itu berbaku hantam d tanah lapang.


4. Bedasarkan ada tidaknya unsure negative pada klausa utama, kalimat
dibedakan atas :
1. Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat
utamanya tidak tedapat unsure negative, peniadaan,
atau penyangkalan.

Contoh :

Petani itu membajak sawah.

Di Surabaya diresmikan patung Jendral Sudirman.

Kami mendengar kabar bahwa pemberontakan di Iran sudah berakhir.

2. Kalimat negative, yaitu kalimat yang predikat


utamanya terdapat unsure negative, peniadaan, atau
penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan,
jangan. Unsure negative tidak dipakai di depan
verba, adjektiva, adverbial, dan frase preposisi yang
berfungsi sebagai keterangan. Unsure negatif bukan
pada umumnya dipakai di depan nomina/frase
nomina dan pronominal/frase pronominal. Unsure
negative jangan digunakan untuk menegatifkan
kalimat printah (samsuri, 1985:250)

Contoh :

Sedikitpun aku tidak ingin berbuat jahat.

Bukan buku itu yang saya cari.

Jangan kau biarkan adikmu bergaul dengan dia.


SINTAKSIS

1. Pengertian Sintaksis

Banyak pengertian dan definisi tentang sintaksis. Tentu saja diantara definisi-
definisi yang diberikan oleh para ahli tersebut, memiliki persamaan maupun perbedaan,
baik dalam jumlah aspek yang tercakup di dalamnya, maupun redaksi atau kata-kata yang
digunakannya.

Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi


kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat
mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat,
klausa, dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Pendapat lain mengatakan, sintaksis adalah studi
kaidah kombinasi kata menjadi satuan yang lebih besar, frase dan kalimat (Moeliono,
1976:103). Dan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa satuan yang tercakup dalam
sintaksis adalah frase dan ka1imat, dengan kata sebagai satuan dasarnya. Sintaksis
(Yunani:Sun + tattein = mengatur bersama-sama) ialah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.
(Keraf, 1978:153). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat
adalah satuan terbesar dalam sintaksis dan setiap bahasa mempunyai kaidah sintaksis
tersendiri yang tidak dapat diterapkan begitu saja pada bahasa yang lain.

Bidang sintaksis (Inggris, syntax) menyelidiki semua hubungan antar kelompok


kata (atau antar-frase) dalam satuan dasar sintaksis itu. Sintaksis itu mnempelajari
hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang kita sebut kalimat
(verhaar, 1981:70).

Istilah sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18).
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli bahasa tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan kaidah
kombinasi kata menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang berupa frase, klausa, dan
kalimat, serta penempatan morfem-morfem supra sekmental (intonasi) sesuai dengan
struktur sematik yang diinginkan oleh pembicara sebagai dasarnya.

2. Cakupan Sintaksis

Pembahasan sintaksis mencakup frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem


suprasegmental (intonasi). Tetapi, dalam sintaksis, pembicaraan mengenai jenis kata
mutlak diperlukan, karena (1) struktur frase dan kalimat hanya dapat dijelaskan melalui
penggolongan (penjenisan) kata (Ramlan, 1976:27), dan (2) Studi tentang kalimat suatu
bahasa yang merupakan rangkaian yang berstruktur dari kata-kata, tidak akan banyak
artinya tanpa mempelajari yang unsur-unsur itu sendiri (Samsuri, 1985:74). Memang,
kelas (jenis) kata tau kategori kata adalah bagian dari sintaksis (Kridalaksana, 1986:31).

Dengan demikia, aspek-aspek ketatabahasaan yang tercakup dalam sintaksis adalah jenis
kata, frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem

Daftar Rujukan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.

Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan
Nasional Universitas Negeri Malang.

Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.


Samsuri. 1985. Tata Bahasa Indonesia Sintaksis. Jakarta: Sastra Budaya.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: C.V. Kilat Grafika.

Rusnaji, Oscar. Aspek-aspek Linguistik. IKIP Malang.

Wirjosoedjarmo. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya

Rusnaji, Oscar. 1983. Aspek-aspek Sintaksis Bahasa Indonesia. IKIP Malang.

Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.

Alwi, Hasan dan Dery Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.

You might also like