Professional Documents
Culture Documents
1
Tentang sosok Immanuel Kant saya merujuk pada Franz Magnis-Suseno, 13 Tokoh Etika. Sejak Zaman
Yunani Sampai Abad ke-19, Yogyakarta: Kanisius, 1998; dan Simon P. Liii Tjahjadi, Hukum Moral.
Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris, Yogyakarta: Kanisius, 1991.
nafkah hidup, ia sambil bekerja menjadi guru pribadi (privatdozen) pada beberapa
keluarga kaya.
Pada 1775 Kant rnemperoleh gelar doktor dengan disertasi benjudul
“Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api” (Meditationum
quarunsdum de igne succinta delineatio). Sejak itu ia mengajar di Univensitas
Konigsberg untuk banyak mata kuliah, di antaranya metafisika, geografi, pedagogi,
fisika dan matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak dan mineralogi. Kant
dijuluki sebagai “der schone magister” (sang guru yang cakap) karena cara
mengajarnya yang hidup bak seorang orator.
Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika dengan
disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah (De mundi
sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis). Kant meninggal 12 Februari 1804 di
Konigsberg pada usianya yang kedelapanpuluh tahun. Karyanya tentang Etika
mencakup sebagai berikut: Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (Pendasaran
Metafisika Kesusilaan, 1775), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik Akal Budi
Praktis, 1 778), dan Die Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan, 1797).
B. Pemikiran Kant tentang Moral
Deontologi berasal dari kata Yunani “deon” yang berarati apa yang harus dilakukan,
kewajiban. Pemikiran ini dikembangkan oleh filosof Jerman,Immanuel Kant (1724-
1804). Sistem etika selama ini yang menekankan akibat sebagai ukuran keabsahan
tindakan moral dikritik habis-habisan oleh Kant. Kant memulai suatu pemikiran baru
dalam bidang etika dimana ia melihat tindakan manusia absah secara moral apabila
tindakan tersebut dilakukan berdasarkan kewajiban (duty) dan bukan akibat. Menurut
Kant, tindakan yang terkesan baik bisa bergeser secara moral apabila dilakukan bukan
berdasarkan rasa kewajiban melainkan pamrih yang dihasilkan. Perbuatan dinilai baik
apabila dia dilakukan semata-mata karena hormat terhadap hukum moral, yaitu
kewajiban.
Kant membedakan antara imperatif kategoris dan imperatif hipotetis sebagai dua
perintah moral yang berbeda. Imperatif kategoris merupakan perintah tak bersyarat yang
mewajibkan begitu saja suatu tindakan moral sedangkan imperatif hipotesis selalu
mengikutsertakan struktur “jika.. maka.. “.
Kant menganggap imperatif hipotetis lemah secara moral karena yang baik direduksi
pada akibatnya saja sehingga manusia sebagai pelaku moral tidak otonom (manusia
bertindak semata-mata berdasarkan akibat perbuatannya saja). Otonomi manusia hanya
dimungkinkan apabila manusia bertindak sesuai dengan imperatif kategoris yang
mewajibkan tanpa syarat apapun. Perintah yang berbunyi “lakukanlah” (du sollst!).
Imperatif kategoris menjiwai semua perbuatan moral seperti janji harus ditepai, barang
pinjaman harus dikembalikan dan lain sebagainya. Imperatif kategoris bersifat otonom
(manusia menentukan dirinya sendiri) sedangkan imperati hipotetis bersifat heteronom
(manusia membiarkan diri ditentukan oleh faktor dari luar seperti kecenderungan dan
emosi).
Kant, Immanuel. 2005. Kritik Atas Akal Budi Praktis. Diterjemahkan dari judul Critique
of Practical Reason (1956) oleh Nurhadi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.