You are on page 1of 24

1 Pengertian Menyimak

Ada dua istilah dalam bahasa Indonesia yang artinya berhubungan dengan
konsep menyimak, yaitu mendengar dan mendengarkan. Mendengar berarti dapat
menangkap bunyi dengan telinga tanpa adanya unsur kesengajaan. Mendengarkan
berarti mendengar sesuatu bunyi tetapi dibarengi dengan adanya unsur
kesengajaan, sedangkan menyimak berarti mendengarkan dengan baik-baik,
dengan penuh perhatian tentang apa yang diucapkan oleh seseorang ataupun yang
lain, adanya kemampuan menangkap dan memahami makna pesan yang
terkandung dalam bunyi serta unsur kesanggupan mengingat pesan (Soedjiatno,
1982:5, Tarigan, 1991:3-4).
Sementara itu, Kridalaksana (1993) menggunakan mendengar untuk istilah
menyimak, sebagai terjemahan listening. Dalam bahasa Indonesia mendengar,
mendengarkan, dan menyimak memiliki kemiripan arti, sehingga sering timbul
kekacauan pemahaman. Menyimak memiliki kandungan makna yang lebih
spesifik bila dibandingkan dengan kedua istilah sebelumnya. Namun, sekali lagi
menyimak ini sering disamakan dengan mendengarkan, sehingga pada beberapa
hal keduanya dapat digunakan secara bergantian.
Menurut Goss (dalam Farris, 1993:154), menyimak merupakan suatu
proses mengorganisasi apa yang didengar dan menetapkan unit-unit verbal yang
berkorespondensi sehingga bisa ditangkap makna tertentu dari apa yang didengar.
Menyimak merupakan suatu proses internal yang sulit dipahami. Lundsteen
(dalam Tompkins dan Hoskisson, 1991:108) menggambarkan menyimak sebagai

most mysterious language process�. Dinyatakan demikian karena kenyataannya

guru sulit untuk mengetahui sejauhmana siswanya berhasil atau tidak dalam suatu
proses pembelajaran menyimak. Ia juga mengemukakan bahwa menyimak
merupakan proses yang sangat kompleks dan interaktif, yakni siswa dituntut
mampu mengubah bahasa atau wacana lisan yang didengar menjadi sebuah makna
di dalam pikiran.
2 Proses Menyimak
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar yang dapat
dijadikan acuan untuk memahami proses menyimak. Wolvin dan Coakley (1985)
sebagaimana yang dikutip oleh Tompkins dan Hoskisson (1991:108)
mengemukakan ada tiga tahap utama dalam proses menyimak, yaitu receiving,
attending, dan assigning meaning. Pada tahap pertama, penyimak menerima
rangsangan suara dan gambar (aural and visual) yang disampaikan pembicara.
Selanjutnya, penyimak berkosentrasi pada rangsangan tertentu dan mengabaikan
rangsangan lain yang mengganggu. Karena ada berbagai rangsangan di sekitar
siswa di kelas, maka mereka harus memperhatikan pesan pembicara, dan
berkonsentrasi pada informasi terpenting dalam pesan tersebut. Pada tahap ketiga,
penyimak mengolah pesan dengan menggunakan asimilasi dan akomodasi untuk
menyesuaikan pesan yang diterima dengan struktur kognitif yang telah
dimilikinya atau membuat stuktur baru jika perlu.
Sejalan dengan itu, Farris (1993:155) menyatakan bahwa proses
menyimak itu terdiri dari tiga tahap dasar, yaitu: (1) receiving the auditory input,
(2) attending to the received, (3) auditory input, and (3) interpreting and
interacting with the received auditory input. Hal senada dikemukakan oleh
Nicholas (1988:19) bahwa menyimak merupakan proses aktif karena penyimak
berperan aktif dalam menyusun pesan yang disampaikan. Rivers dan Temperley
(1978) melihat proses menyimak dengan pemahaman sebagai proses yang melalui
beberapa tingkatan sebagai berikut. (1) Saat seseorang mendengar suara, reaksi
pertamanya adalah menemukan apakah suara tersebut adalah suara yang teratur
(seperti bahasa atau musik) atau suara yang tidak teratur. Dengan kata lain,
sebelum ia memahami maksudnya ia harus mengenali apakah suara tersebut
datang secara sistematis atau tidak. (2) Langkah berikutnya adalah menentukan
struktur suara. Ia dapat memilah-milah menjadi kata-kata dan kalimat jika suara
itu adalah bahasa serta memilahnya menjadi bagian-bagian irama jika suara
tersebut adalah musik.
(3) Kemudian ia mengedarkan suara tersebut dalam pikirannya serta memilah-
milah pesan yang penting dan tidak penting. Informasi yang sudah dipilah akan
terekam dalam ingatan atau akan diungkapkan.
Sementara itu, Tarigan (1986:58) dan Tarigan (1991:16) berpendapat
bahwa proses menyimak mencakup beberapa tahap, yakni: (1) mendengar, (2)
mengidentifikasi, (3) menginterpretasi, (4) memahami, (5) mengevaluasi, dan (6)
menanggapi. Dalam setiap tahap tersebut diperlukan kemampuan tertentu agar
proses menyimak dapat berjalan lancar. Misalnya, dalam tahap mendengar bunyi
bahasa diperlukan kemampuan menangkap bunyi.
Teori proses menyimak yang lain dikemukakan oleh Nunan (1991:17-18)
dan Richards (1990:63). Mereka mengemukakan tiga proses menyimak yaitu
bottom-up, top-down dan interaksional. Proses bottom-up mengacu pada
penggunaan data yang masuk sebagai sumber informasi tentang suatu pesan.
Proses bottom-up ini dimulai dari menganalisis pesan yang diterima berdasarkan
organisasi bunyi, kata, kalimat sampai pada proses penerimaan makna. Jadi,
proses menyimak jenis ini dipandang sebagai proses penafsiran pesan (decoding).
Proses menyimak top-down mengacu pada suatu proses yang menggambarkan
pengetahuan latar (back ground knowledge) dalam memahami maksud suatu
pesan. Dalam proses ini, penyimak dibantu memahami pesan dan teks lisan
dengan bantuan pengetahuan lainnya. Ada beberapa bentuk pengetahuan latar
diantaranya adalah pengetahuan tentang topik suatu wacana, situasi, kontekstual
ataupun pengetahuan yang telah menjadi memori bagi seseorang berupa skema.
Dalam proses menyimak jenis top-down, pengetahuan awal (prior knowledge)
memiliki peranan yang penting karena pengetahuan awal tersebut dapat
membantu penyimak dalam memahami simakan. Pengetahuan yang sebelumnya
telah dipunyai oleh penyimak merupakan perbendaharaan sejumlah pengetahuan

tentang “dunia� yang tersimpan dalam kerangka skemata dalam struktur

psikologis penyimak. Kerangka atau frame berbagai pengetahuan tentang

‘dunia’� tersebut terdiri atas kelompok slots konsep/pengertian/fakta yang

tersusun berdasarkan klasifikasi tertentu. Proses jenis ini digunakan oleh


penyimak apabila ia memiliki latar belakang pengetahuan dan penguasaan bahasa
yang memadai dan apabila ada isyarat-isyarat dalam teks yang dapat
mengaktifkan skemata.
Di samping proses bottom up dan top down, Richards juga menyarankan
untuk memasukkan dimensi fungsional dalam pembelajaran menyimak. Proses
interaksional dari Brown dan Yule (1983) sesuai dengan saran ini, karena tekanan
utamanya adalah mempertahankan hubungan sosial antara penyimak-pembicara
(siswa-guru) dan penyimak-penyimak (siswa-siswa) dengan memasukkan

background knowledge� atau skemata siswa.

3 Pembelajaran Menyimak di Sekolah Dasar


a. Materi Pembelajaran Menyimak SD
Materi pembelajaran menyimak di SD meliputi ragam wacana lisan
nonfiksi dan fiksi. Adapun materi pembelajaran menyimak di kelas tinggi,
yaitu teks berisi petunjuk tentang pembuatan sesuatu, gambar/tanda-tanda
lalu lintas, teks cerita (yang mengandung watak beberapa tokoh cerita)
teks drama anak, denah, cerita pengalaman, teks pengumuman, pantun
anak, penjelasan narasumber, teks pesan untuk disampaikan pada orang
lain, teks cerita rakyat, cerita pendek anak, berita televisi atau radio, dan
cerita anak. Materi pembelajaran menyimak tersebut haruslah memupuk
jiwa dan moral pancasila, sesuai dengan taraf perkembangan siswa, dan
bermakna bagi siswa. Selain itu, harus sesuai dengan prinsip-prinsip
pengembangan bahan-bahan pelajaran yang terdapat di GBPP, yaitu (1)
dari yang konkret ke yang abstrak, (2) dari yang mudah ke yang sukar, (3)
dari yang sederhana ke yang rumit/ kompleks, dan (4) dari yang dekat ke
yang jauh (Depdikbud, 1994:10).
Ada berbagai pertimbangan dalam menyediakan materi simakan
cerita bagi anak-anak usia sekolah dasar. Secara umum, penyediaan bahan
simakan/bacaan harus memperhatikan (1) bahasa yang digunakan; (2)
penokohan, peristiwa, rangkaian cerita; serta (3) cara penyajian dan gaya
penuturan (Aminuddin, 1995:2). Ditinjau dari bahasa yang digunakan,
pertimbangan mengacu pada penguasaan kosakata dan struktur kalimat
anak-anak. Kata-kata yang digunakan sebaiknya sesuai dengan situasi
yang nyata dan disesuaikan dengan keadaan lingkungan anak itu. Bila ada
kada-kata yang masih asing bagi anak, sebaiknya guru menerangkan
dengan gambar atau paparan deskriptif sebagai ilustrasi.
Pemilihan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal berikut.
Ditinjau dari penokohan, pelaku yang ditampilkan harus relatif jelas.
Begitu juga motivasi dan peran yang diemban perlu digambarkan secara
jelas. Peristiwa yang diceritakan harus menunjukkan hubungan sebab
akibat secara jelas. Cerita seharusnya lebih digambarkan secara hidup dan
menarik. Pertimbangan menyangkut cara penyajian dan gaya penuturan
akan berhubungan dengan pemilihan kata, penggunaan gaya bahasa,
teknik penggambaran pelaku dan latar. Menurut Farris (1993:132-133),
materi pembelajaran cerita adalah cerita yang dekat/akrab dengan
kehidupan anak, pernah didengar, rangkaian ceritanya mudah diikuti, dan
temannya cocok dengan usia anak. Cerita yang dipilih hendaknya
mengandung pelaku yang dapat dipercaya, awal dan akhir suatu cerita
harus tetap menarik dan simpulan akhir harus dekat dengan anak. Hal ini
sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan bahan pelajaran yang
terdapat pada GBPP.
b. Metode Pembelajaran Menyimak
Beberapa metode pembelajaran menyimak, yaitu:.
1) Memperluas kalimat
Guru melisankan sebuah kalimat. Siswa mengucapkan kembali kalimat
tersebut. Guru mengucapkan kembali kalimat tadi dan mengucapkan
pula kata atau kelompok kata lainnya. Siswa melengkapi kalimat
pertama dengan kata atau kelompok kata.
2) Bisik Berantai
Guru membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa. Siswa tersebut
membisikkan pesan itu kepada siswa kedua . Siswa kedua
membisikkan pesan tersebut kepada siswa ketiga. Begitu seterusnya .
Siswa terakhir menyebutkan dengan suara yang jelas didepan kelas.
Guru memeriksa apakah pesan tersebut benar-benar sampai kepada
siswa terakhir apa tidak.
3) Identifikasi kata kunci
Kalimat yang panjang dapat dipendekkan dengan jalan menghilangkan
kata-kata yang bukan merupakan inti. Kata ‘ kata yang tidak mungkin
dihilangkan’ inilah yang disebut dengan kata kunci.
4) Identifikasi kalimat topik
Inti sebuah paragraf adalah sebuah kalimat topik. Paragraf dibangun
oleh sebuah kalimat topik beserta sejumlah kalimat penjelas. Kalimat
topik mungkin terletak pada awal paragraf atau pada akhir paragraf.
Sekali-kali ditemui juga pada bagian tengah paragraf.
5) Menjawab Pertanyaan
Latihan menjawab pertanyaan berdasarkan bahan simakan sangat
menunjang pengembangan ketrampilan menyimak. Ada lima
pertanyaan yang perlu diketengahkan yakni siapa yang berbicara, apa
yang dibicarakan, mengapa hal itu dibicarakan, di mana hal itu
dibicarakan, dan bila hal itu dibicarakan. Dalam taraf permulaan cukup
menjawab satu saja pertanyaan yang dilatihkan. Bila siswa sudah
terlatih baru semua pertanyaan diajukan dan dijawab.
6) Merangkum
Merangkum atau menyingkat isi bahan simakan berarti menyimpulkan
isi bahan simakan secara singkat. Siswa mencari inti sari dari bahan
yang dilisankan. Bahan yang dilisankan dapat berupa wacana,
paragraf, atau cerita-cerita yang pendek.
7) Parafrase
Parafrase berarti beralih bentuk. Dalam pengajaran bahasa, biasanya
diwujudkan dalam bentuk memprosakan puisi. Kadang-kadang
ditemui juga mempuisikan prosa. 4 Kegiatan Rancanglah RPP
pembelajaran menyimak di kelas rendah atau di kelas tinggi SD! 5
Latihan 1. Rancanglah pembelajaran menyimak dengan strategi
inovatif atau memasukkan unsur permainan di dalamnya! 2.
Rancanglah instrumen evaluasi pembelajaran menyimak sebagai
evaluasi hasil dan evaluasi proses!
2.1 Menyimak
A. Hakikat Menyimak
Hakikat menyimak dapat dilihat dari berbagai segi (Logan, 1972)
menyimak dapat dipandang sebagai suatu sarana, sebagai suatu
keterampilan, sebagai seni, sebagai suatu proses, sebagai suatu respons
atau suatu sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang
pada waktu menyimak yang harus melalui tahap mendengar bunyi-
bunyi yang telah dikenalnya. Sebagai suatu keterampilan menyimak
bertujuan untuk berkomunikasi karena melibatkan keterampilan yang
bersifat aural dan oral berdasarkan pandangan ini harus dibedakan
antara mendengar dengan menyimak. Mendengar merupakan fase awal
dari menyimak, yaitu fase mengenal bunyi, sedangkan menyimak
merupakan fase kedua, yaitu fase pemaknaan simbol-simbol aural.
Menyimak sebagai seni berarti kegiatan menyimak itu memerlukan
adanya kedisiplinan, konsentrasi, partisipasi aktif, pemahaman, dan
penilaian, seperti halnya orang mempelajari seni musik, seni peran atau
seni rupa. Sebagai suatu proses, menyimak berkaitan dengan proses
keterampilan yang kompleks, yaitu keterampilan mendengarkan,
memahami, menilai, dan merespons. Menyimak dikatakan sebagai
respons, sebab respons merupakan unsur utama dalam menyimak.
Penyimak dapat merespons dengan efektif jika ia memiliki
pancaindera yang cukup baik dan mempunyai kemampuan
menginterpretasikan pesan yang terkandung dalam tuturan yang
disimaknya menyimak sebagai pengalaman kreatif melibatkan
pengalaman yang nikmat, menyenangkan, dan memuaskan.

B. Bahan Pembelajaran Menyimak


Secara umum, bahan pembelajaran menyimak dapat menggunakan
bahan pembelajaran membaca, menulis, kosakata, karya sastra, bahan
yang disusun sendiri atau diambil dari media cetak. Teknik
penyajiannya dapat dibacakan langsung oleh guru atau melalui alat
perekam suara. Dalam pembelajaran menyimak pertanyaan yang baik
harus disusun secara sistematis. Menurut Baradja (1980), sistematis
pertanyaan-pertanyaan untuk materi pembelajaran menyimak dapat
dilakukan dengan mengunakan tabel berikut: Prilaku siswa yang
dipancing

Jenis pertanyaan MENGINGAT FAKTA MEMAHAMI KOSAKATA


BARU MENARIK KESIMPULAN

Mengingat nama orang, nama tempat, urutan kejadian dan hal-hal lain
secara eksplisit disebutkan dalam teks lisan. Memahami arti kata,
ungkapan, dan sebagainya dalam hubungan kalimat. Mengidentifikasi
isi persoalan, meramalkan kejadian selanjutnya, membuat interpretasi
afektif, dan sebagainya. Ya – tidak/alternatif 1 2 3 Dengan kata tanya
456
Pada tabel di atas tampak ada 2 jenis pertanyaan dan 3 jenis prilaku
siswa yang kita pancing. Secara keseluruhan ada 6 pertanyaan, yaitu
pertanyaan 1 – 3 jenis pertanyaan ya-tidak atau alternatif dan
pertanyaan 4 – 6 jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya,
misalnya apa, mengapa, bagaimana, dan lain-lain. Macam pertanyaan
1-3 termasuk pertanyaan yang relatif mudah, sedangkan macam
pertanyaan 4-6 tidak dapat di sangkal, termasuk golongan pertanyaan
yang sukar. Gradasi kesukaran sudah diurutkan makin besar nomor
pertanyaan makin sukar atau makin kecil nomor pertanyaan makin
mudah. Sebaiknya macam pertanyaan 1-3 diberikan di kelas rendah,
sedangkan macam pertanyaan 4-6 diberikan di kelas tinggi.
Pertanyaan jenis ya-tidak adalah pertanyaan yang jawabannya
didahului dengan kata ya atau tidak.
Contoh:
Pertanyaan : Ayahmu bekerja?
Jawab : Ya, ayah saya bekerja.
Tidak, ayah saya tidak bekerja.
Pertanyaan jenis alternatif adalah pertanyaan yang memberikan pilihan
kepada siswa dan pilihannya itu, keduanya secara eksplisit disebutkan
dalam pertanyaan itu.
Contoh:
Pertanyaan : Niko kesekolah atau di rumah?
Jawab : Niko ke sekolah.
Niko di rumah.
Jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya biasanya lebih sukar
daripada jenis ya-tidak atau alternatif, karena jawabannya bergantung
kepada pemahaman siswa akan isi teks lisan dan kemampuannya
menyusun kalimat.
Contoh:
Pertanyaan : Apa yang dilakukan Malin Kundang setelah menjadi
saudagar
kaya raya?
Jawab : Ia pergi berlayar menuju tempat kelahirannya atau ia tidak
mengakui ibu kandungnya sendiri.

C. Jenis – Jenis Menyimak

1) Menyimak ekstensif, adalah sejenis kegiatan menyimak yang


berhubungan dengan hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas
terhadap sesuatu bahasa, tidak perlu dibawah bimbingan langsung
seorang guru.
2) Menyimak intensif, diarahkan pada suatu yang jauh lebih diawasi,
dikontrol, terhadap satu hal tertentu. Menyimak intensif perlu dibawah
bimbingan langsung dari sang guru.
3) Menyimak sosial atau menyimak komversasional berlangsung
dalam situasi-stuasi sosial tempat orang-orang mengobrol atau
bercengkrama mengenai hal-hal yang menarik perhatian semua orang
dan saling mendengarkan satu sama lain untuk membuat responsi-
responsi yang pantas, mengikuti detail-detail yang menarik dan
memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa-apa yang
dikemukakan, dikatakan oleh seorang rekan.
4) Menyimak sekunder (secondary listening) adalah sejenis kegiatan
menyimak secara kebetulan dan secara ekstensif.
5) Menyimak estetik atau menyimak apresiatif adalah fase terakhir dari
kegiatan menyimak secara kebetulan dan termasuk kedalam menyimak
ekstensif.
6) Menyimak kritis (critical listening) adalah sejenis kegiatan
menyimak yang didalamnya sudah terlihat kurangnya (atau tiadanya)
keaslian atau pun kehadiran prasangka serta ketidak telitian yang akan
diamati.
7) Menyimak konsentratif (consentrative listening) adalah menyimak
yang merupakan sejenis telaah.
8) Menyimak kreatif (creatif listening) mengakibatkan atau
rekonstruksi seorang anak secara imajinatif kesenangan-kesenangan
akan bumi, visi atau penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan
kinestetik yang disarankan oleh apa-apa yang di dengarnya.
9) Menyimak penyelidikan (eksploratory listening) adalah sejenis
menyimak intensif dengan maksud dan tujuan yang agak lebih sempit.
10) Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah sejenis
menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan
seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan, karena si penyimak harus
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

D. Ciri- Ciri Penyimak yang Baik


Penyimak yang baik adalah penyimak yang memiliki tiga sikap berikut
ini (Suyono dan Kamijan 2002:17).
• Bersikap objektif terhadap bahan simakan. Penyimak sebaiknya tidak
mudah terpengaruh oleh hal-hal di luar kegiatan menyimak, seperti
pembicara, ruang, suasana, sarana, dan prasarana.
• Bersikap kooperatif, penyimak harus bersia untuk bekerja sama
dengan pembicara untuk keberhasilan komunikasi.
• Bahan simakan harus komunikatif, berupa konsep, gagasan, dan
informasi yang jelas.

E. Tahap-tahap Menyimak
Dalam kegiatan menyimak ada tahapan yang harus dilakukan oleh
penyimak agar penyimak benar-benar memahami informasi yang
disimaknya. Tahapan itu adalah: (a) tahap mendengar, (b) tahap
memahami, (c) tahap menginterpretasi, dan (d) tahap mengevaluasi.
F. Faktor yang Mempengaruhi Menyimak
Faktor yang mempengaruhi menyimak menurut Hunt dalam
Trigan(1990: 97)adalah: sikap, motivasi, pribadi, situasi kehidupan,
dan peranan dalam masyarakat. Sementara Logan (dalam Tarigan
1990: 98) mengemukakan bahwa yang mempengaruhi menyimak
adalah faktor lingkungan, fisik, psikologios, dan pengalaman.
G. Cara Meningkatkan Keterampilan Menyimak
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan
keterampilan menyimak seperti berikut ini.
• Bersikaplah secara positif
• Bertindaklah responsif
• Cegahlah gangguan-gangguan
• Simaklah dan ungkaplah maksud pembicara
• Carilah tanda-tanda yang akan datang
• Carilah rangkuman pembicaraan terlebih dulu
• Nilailah bahan-bahan penunjang
• Carilah petunjuk-petunjuk nonverbal
H. Kendala dalam Menyimak
Russel dan Black dalam Tarigan (1990: 82-86) ada beberapa kendala
dalam menyimak, seperti berikut ini.

• Keegosentrisan
• Keengganan ikut terlibat
• Ketakutan akan perubahan
• Keinginan menghindari pertanyaan
• Puas terhadap penampilan eksternal
• Pertimbangan yang prematur
• Kebingungan semantik.

I. Teknik Pembelajaran Menyimak


Untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan menyimak dan agar
pembelajarannya menarik, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan
dalam proses belajar mengajar. Teknik-teknik itu antara lain sebagai
berikut ini.
1. Simak Ulang- Ucap
Teknik simak-ulang ucap digunakan untuk memperkenalkan bunyi
bahasa dengan pengucapan atau lafal yang tepat dan jelas. Gurui dapat
mengucapkan atau memutar rekaman buyi bahasa tertentu seperti
fonem, kata, kalimat, idiom, semboyan, kata-kata mutiara, dengan jelas
dan intonasi yang tepat. Siswa menirukan. Teknik ini dapat dilakukan
secaea individual, kelompok, dan klasikal.

2. Identifikasi Kata Kunci


Untuk menyimak kalimat yang panjang siswa perlu mencari kalimat
intinya. Kalimat inti itu dapat dicari melalui beberapa kata kunci. Kata
kunci itulah yang mewakili pengertian kalimat.
3. Parafrase
Guru menyiapkan sebuah puisi dan dibacakan atau diperdengarkan.
Setelah menyimak siswa diharapkan dapat menceritakab kembali isi
puisi tadi dengan kata-katanya sendiri.
4. Merangkum
Guru menyiapkan bahan simakan yang cukup panjang. Materi itu
disampaikan secara lisan kepada siswa dan siswa menyimak. Setelah
selesai menyimak siswa disuruh membuat rangkuman.
5. Identifikasi Kalimat Topik
Setiap paragraf dalam wacana minimal mengandung dua unsur Yaitu:
(a) kalimat tipok, (b) kalimat pengembang. Posisi kalimat topik dapat
di awal, tengah, dan akhir.Setelah menyimak paragraf siswa disuruh
mencari kalimat topiknya.
6. Menjawab Pertanyaan
Untuk memahami simakan yang agak panjang, guru dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali pemahaman siswa.
7. Bisik Berantai
Suatu pesan dapat dilakukan secara berantai. Mulai dari guru
membisikkan pesan kepada siswa pertama dan dilanjutkan kepada
siswa berikutnya sampai siswa terakhir. Siswa terakhir harus
mengucapkannya dengan nyaring. Tugas guru adalah menilai apakah
yang dibisikkan tadi sudah sesuai atau belum. Jika belum sesuai,
bisikan dapat diulangi, jika sudah sesuai bisikan dapat diganti dengan
topik yang lain.
8. Menyelesaikan Cerita
Guru memperdengarkan suatu cerita sampai selesai. Setelah siswa
selesai menyimak, guru menyuruh seseorang untuk menceritakan
kembali dengan kata-katanya sendiri. Sebelum selesai bercerita, guru
menghentikan cerita siswa tadi dan menggantikan dengan siswa lain
yang bertugas menyelesaikan cerita kawannya, begitu seterusnya
sehingga cerita itu berakhir seperti yang disimaknya.
2.2 Berbicara
A. Hakikat Berbicara
Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan kegiatan
komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan,
sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan perasan
melalui bahasa lisan. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau
menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Berbicara
sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol
sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang
memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, dan
linguistik secara luas. Banyaknya faktor yang terlihat di dalamnya,
menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan
kegiatan yang kompleks. Faktor-faktor tersebut merupakan indikator
keberhasilan berbicara sehingga harus diperhatikan pada saat kita
menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara. Jadi, tingkat
kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan
dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor
pisikologi saja, tetapi dengan mengukur penguasaan semua faktor
tersebut secara menyeluruh.
Perhatikan contoh kegiatan berbicara berikut ini:
Bu Tina : ”Saya dengar Andi mengalami kecelakaan. Oleh karena itu
saya langsung datang ke sini.”
Bu Susi : ”Benar. Kalau saja dia mau mendengarkan omongan saya,
tidak naik motor kesekolah, mungkin saat ini dia tidak berbaring di
sini.”
Bu Tina : ”Sudahlah, Bu. Jangan terlalu disesali. Mudah-mudahan
kejadian ini membawa hikmah bagi kita, terutama bagi Andi. Kita
berdoa saja,
mudah-mudahan luka-luka Andi cepet sembuh dan Andi bisa kembali
ke sekolah seperti biasa.”
Bu Susu : ” Y a, Bu. Terima kasih atas kedatangan Ibu.”
Pemirsa, saat ini kita berada di lokasi banjir di kota Semarang. Banjir
yang terjadi sejak hari Senin kemarin masih menggenangi rumah-
rumah dan sekolah-sekolah di kota ini. Para penghuni rumah yang
terkena banjir berusaha menyelamatkan barang-barang mereka
ketempat yang lebih aman. Anak-anak sekolah terpaksa libur karana
sekolah tempat mereka menimba ilmu tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya. Banjir di kota ini baru pertama kali terjadi.
Namun, kita harus terus waspada mengingat musim hujan masih
panjang. Kita harus menjaga lingkungan agar banjir seperti ini tidak
terulang lagi. Demikian laporan dari Atika Suri. Kita kembali ke studio
5. silahkan Adolf.
Kedua contoh diatas, tampak bahwa berbicara tidak hanya berkaitan
dengan masalah pelafalan dan intonasi saja, tetapi juga dengan
penyusunan pemahaman. Berbicara menuntut penggunaan bahasa
secara tepat pada tingkat yang ideal (Madsen, 1983). Untuk dapat
berbicara dalam suatu bahasa dengan baik, pembicara harus menguasai
lafal, tata bahasa, dan kosakata dari bahasa yang digunakannya itu.
Selain itu penguasaan masalah yang akan disampaikan dan
kemampuan memahami bahasa lawan bicara diperlukan juga.
B. Jenis – Jenis Berbicara
Klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya,
situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarannya.
Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Berbicara berdasarkan tujuannnya
1) Berbicara memberitahukan, melaporkan, dan menginformasikan.
Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau
menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu
proses; menguraikan, menafsirkan, sesuatu; memberikan,
menyebarkan atau menanamkan pengetahuan; dan menjelaskan kiatan,
hubungan atau relasi antar benda, hal atau pristiwa.kegiatan berbicara
seperti ini sering dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya Ibu Ana menjelaskan cara membuat tape ketan dalam
kegiatan PKK di kelurahan.
2) Bicara menghibur, berbicara untk menghibur memerlukan
kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraanya
bersifat santai dan penuh canda. Humor yang segar, baik dalam gerak-
gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat akan
memikat para pendengar. Berbicara untuk menghibur biasanya
dilakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas.
3) Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakan.
Kadang-kadang pembicara berusaha membangkitkan inspirasi,
kemauan atau minat pendengarannya melakukan sesuatu. Misalnya,
guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui
nasihat-nasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan
berbicara untuk mengajak atau membujuk. Dalam kegiatan berbicara
ini, pembicara harus pandai merayu, mempengaruhi atau meyakinkan
pendengarnya. Kegiatan berbicara seperti ini akan berhasil jika
pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, kebutuhan atau
cita-cita pendengarnya. Dalam kegiatan berbicara untuk meyakinkan,
pembicara berusaha meyakinkan tentang sesuatu kepada
pendengarnya. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap
mendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta
atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan
membuat pendengar menjadi yakin.
b. Berbicara berdasarkan situasinya
1) Berbicara formal, dalam situasi formal pembicara dituntutuntuk
berbicara secara formal. Misalnya, ceramah dan wawancara.
2) Berbicara informal, dalam situasi informal pembicara harus
berbicara secara tidak formal. Misalnya, bertelepon.
c. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
1) Berbicara mendadak, terjadi jika seseorang tanpa direncanakan
sebelumnya harus
berbicara di muka umum.
2) Berbicara berdasarkan catatan, dalam berbicara seperti ini
pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah
disiapkan sebelumnya dan telah menguasai mataeri pembicaraannya
sebelum tampil di muka umum.
3) Berbicara berdasarkan hafalan, dalam berbicara hafalan pembicara
menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan
pembicaraannya. Kemudian dihafalkan kata demi kata, kalimat demi
kalimat sebelum melakukan pembicaraan.
4) Berbicara berdasarkan naskah, dalam berbicara seperti ini
pembicara telah menyusun naskah pembicaraannya secara tertulis dan
dibacakannya pada saat berbicara. Jenis berbicara ini, dilakukan dalam
situasi yang menuntut kepastian dan resmi, serta menyangkut
kepentingan umum, misalnya pidato kenegaraan yang dilakukan oleh
presiden dalam sidang DPR.
d. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarannya
1) Berbicara antar pribadi, terjadi jika dua orang membicarakan
sesuatu. Suasana pembicaraannya dapat bersifat serius atau santai
bergantung kepada masalah yang diperbincangkan atau bergantung
kepada hubungan kedua pribadi yang terlihat dalam pembicaraan,
misalnya, pembicaraan antara dokter dengan pasien.
2) Berbicara dalam kelompok kecil, pembicaraan seperti ini terjadi
antara pembicara dengan sekelompok kecil pendengar (3 – 5 orang).
Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat melatih siswa untuk
mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih
siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih
memungkinkan siswa berani berbicara.
3) Berbicara dalam kelompok besar, jenis berbicara seperti ini terjadi
apabila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar.
Dalam hal ini, pendengar dapat berperan sebagai pembicara.
2.3 Hubungan Antara Berbicara dan Menyimak.
Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah
yang langsung serta merupakan komunikasi tatap muka atau face to
face Communication. Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya
hubungan antara berbicara dan menyimak adalah sebagai berikut :
a) Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru
(imitasi) oleh karena itu, contoh atau model yang di simak atau di
rekam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan
berbicara.
b) Kata-kata yang akan di pakai serta di pelajari oleh sang anak
biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang mereka temui
(misalnya kehidupan desa atau kota) dan kata-kata yang paling banyak
memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau
gagasan mereka.
c) Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan
dalam masyarakat tempatnya hidup, msalnya ucapan, intonasi, kosa
kata, penggunaan kata-kata dan pola-pola kalimat.
d) Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang
jauh lebih panjang dan rumit dibandingkan kalimat-kalimat yang dapat
di ucapkannya.
e) Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu
meningkatkan kualitas seseorang.
f) Bunyi atau suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan
cara pemakaian kata-kata sang anak, oleh karena itu sang anak akan
tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para
guru, rekan-rekan yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi , dan
lain-lain.
g) Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga akan menghasilkan
penagkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak,
umumnya sang anak mempergunakan atau meniru bahasa yang
didengarnya.
Keterampilan Berbahasa “Menyimak”
M E N Y I M A K
(sebuah catatan perkuliahan Wawan Sumarwan)
1. Pengertian: proses besar mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, dan interpretasi untuk mendapatkan informasi,
memahami isi pesan dan memahami ujaran yang disampaikan oleh sang
pembicara.
2. Hubungan menyimak dengan ke-4 keterampilan berbahasa: menyimak dan
berbicara merupakan kegiatan komunikasidua arah yang langsung, merupakan
komunikasi tatap muka, menyimak dan membaca mempunyai persamaan yaitu
bersifat reseptif, menerima, dan bedanya menyimak menerima informasi dari
sumber lisan sedangkan membaca menerima dari sumber tertulis. Artinya
menyimak dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya adalah alat
untuk menerima komunikasi, berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal
cara untuk mengekspresikan makna. Dalam penggunaannya ke-4 keterampilan ini
saling berhubungan, seorang mahasiswa yang mencatat saat menyimak dan
membaca, seorang pembicara menafsirkan response pendengar terhadap
pembicaraannya, dalam percakapan terlihat jelas berbicara dan menyimak hamper
merupakan proses yang sama.
3. sebelum menyimak harus menlalui proses menyimak. Maksudnya adalah ketika
seseorang menyimak suatu pembicaraan maka maka harus terlebih dahulu
mengetahui isi pembicaraan sehingga maksud pemahaman dari hasil yang
disimaknya akan benar, selain itu menyimak harus melalui tahapan-tahapan, yaitu
tahap mendengarkan yaitu masuknya informasi atau ujaran ke telinga, lalu tahap
memahami yaitu kemudian masuk ke otak informasi tersebut dipahami makna
secara sempit, lalu tahap menginterpretasi yaitu menafsirkan ujaran secara
keseluruhan, dilanjutkan dengan tahap mengevaluasi yaitu menilai informasi
tersebut berdasarkan benar atau salah, dan terakhir tahap menanggapi yaitu respon
berupa reaksi seperti ucapan selamat dan lain-lain. Contohnya ketika orang
mendengar seseorang yang mengatakan bahwa sanak keluarganya telah
meninggal karena terkena musibah banjir bandang, maka orang yang
mendengarkan akan mengerti makna dari ucapan-ucapannya dan maksudnya, lalu
akan timbul rasa simpati sehingga dia mengucapkan “aku turut berduka cita atas
peristiwa tersebut”
4. suasana menyimak yang bersifat defensive (bertahan) yaitu bertahan dari
ujaran-ujaran sang pembicara, yaitu:
a. evaluatif: uajaran pembcara yg memancing penilaian dari penyimak,
contoh”saya akan menunjukan kepada anda, apakah anda orang yang pintar atau
tidak, orang yang sudah mengerti atau belum, orang yang cukup cerdas atau
tidak”
b. mengawasi: ujaran yang membuat si penyimak mengontrol benar/tidaknya
ujaran yang disampaikan. Contohnya, teman-teman saya ini adalah orang yang
cerdas, berpengalaman luas, baik hati, jujur, tidak mementingkan kepentingan
pribadi, dan mempunyai jiwa kpemimpinan yang tinggi, sehingga sepantasnya
anda memilih saya menjadi ketua BEM di universitas ini, karena saya akan
beriusaha dan pasti bisa memajukan universitas ini”
c. strategis: ujaran pembicara yang membuat pendengar memasang kuda-
kuda/pertahanan/siasat yg strategis. Contoh: saudara-saudara sudah lama saya
memikirkan bagaimana caranya agar saudara-saudara semua dapat mengatasi
musibah ini dengan cara yang saya lakukan. Sudah tidak ada keraguan lagi cara
yang saya lakukan. Oleh sebab itu ikutilah cara yang saya lakukan ini, agar
saudara mendapat manfaat dan keuntungan terhindar dari musibah banjir lagi,
jangan ragu dan sangsi lagi, yakinlah untuk mengikuti cara saya.
d. Superior: ujaran pembicara mencerminkan rasa tinggi hati, merasa lebih unggul
dari oranglaindlm segala hal. Contoh: kamu harus tau, harus sadar, bahwa kamu
tidak ada apa-apanya disbanding aku. Lihat saja akuorang kaya banyak harta
sedangkan kamu miskin tidak punya apa-apa, aku selalu berpakaian mahal dan
keren sedangkan baju kamu murah dan jelek, lihat wajahmu yang jelek itu
sedangkan wajah saya ganteng luar biasa, terus aku selalu dihormati dan disegani
orang sedangkan kamu hina sekali. Apakah kamu tidak sadar akan itu semua? Kau
dan aku ini bagai langit dan bumi.
e. Netral: ujaran pembicara mencirman sipat netral, tidak memihak
golongan/pihak tertentu. Contoh: saudara-saudara saya tidak pernah
memperhatikan msalah mereka, karena bagi saya masalah saya sendiri saja sudah
cukup jadi tidak perlu lah mengurusi masalah rang lain.
f. Pasti dan tentu: ujaran pembicara membuat penyimak harus memilih salah satu
alas an yang tepat/pasti. Contoh: kamu harus berikan jawabannya sekarang
dengan tegas dan jelas! Kamu pilih akau atau dia? Cepat jawab!
5. Menyimak suportif: mendukung atau menunjang
a. Deskripsi: ujaran pembicara mendeskripsikan lebih banyak & menginginkan
pendengar mengetahui lebih banyak. Contoh: tolong sampaikan kepada saya,
kemajuan-kemajuan apalagi yang sudah dicapai sekolah ini: dalam bidang prstasi
ekskulnya, prestasi belajarnya, sarana-prasarananya, dan bidang ketenagaannya.
Saya yakin anda dapat memberikan data-data tersebut, karena anda lebih tahu
mengenai hal itu.
b. Orientasi: ujaran pembicara berorientasi thdp suatau permasalahan & meminta
pendengar untuk mengungkapkannya. Contoh: tadi telah saya kemukakan tentang
berbagai kemajuan sekolah ini. Sekarang tolong katakana kepada saya menurut
anda masalah apa saja yang ada baik dalam bidang prestasi ekskul, prestasi
belajar, sarana-prasarana, dan bidang ketenagaan. Siapa tau msalah itu bisa
dipecahkan bersama, dan yang tidak akan saya usahakan penjelsannya.
c. Spontanitas: ujaran pembicara bersifat spontanitas/langsun. Hal ini membuat
penyimak mudah menangkap isi pembicaraan. Saudara-saudara dewan guru tadi
telah saya kemukakan mengenai kesejahteraan guru. Sekarang apa yang dapat kita
lakukan mengenai kesejahteraan itu, khususnya mengenai kenaikan gaji,
pengurangan jam mengajar sesuai kondisi dan keadaan serta maslah
pemutusan/perpanjangan kontrak! Mari kita pikirkan bersama hal ini. Karena
tanpa dewan guru yang sejahtera mustahil sekolah ini bisa maju.
d. Empati: ujaran pembicara mencerminkan ketegasan thdp sesuatu hal. Contoh:
kita tidak mau dihina, dicaci, serta dimaki tanpa alas an yang benar. Kita pasti
marah karena ini benar-benar penghinaan besar, dianggap rendah tak bisa apa-
apa! Sungguh keji perbuatan mereka itu bukan? Kta tidak mau diperlakukan
seperti ini, karena kita makhluk Tuhan yang punya kedudukan sama di
hadapanNya.
e. Ekualitas: ujaran pembicara mencerminkan persamaan hak antar sesama.
Contoh: saudara2 mari kita pikirkan bersama, apa yang dapat kita lakukan untuk
meningkatkan mutu kwalitas pendidikan di sekolah kita ini.
f. Provesionalisme: ujaran pembicara mencerminkan rasa ketepaan dan kejelasan
suatu hal. Contoh: melihat kemunduran prestasi belajarnya, maka cara yang
terbaik adalah dengan memberikannya gratis bayaran sekolah! Masalah
prestasinya jangan kawatir lagi, semester berikutnya pasti belajar dan prestasinya
akan kembali meningkat.
6. Saran praktis meningkatkan keterampilan menyimak
a. bersifat positif
b. bertindak responsive
c. mencegah gangguan
d. simak & tangkap maksud pembicara
e. mencari tanda-tanda yang akan datang
f. mencari ranngkuman pembicaraan terdahulu
g. menilai bahan-bahan penunjang
h. mencari petunjuk verbal & non verbal
7. Gangguan-gangguan menyimak: 1) dari dalam: berupa fikiran-fikiran dari si
penyimak sendiri, 2) dari luar missal karena hujan, berisik, suara mobil, dll. Cara
pencegahannya adlah konsentrasilah pada ujaran-ujaran sang pembicara agar
butir-butir pesan dapat ditangkap, dicerna, dan dipahami. Jadilah penyimak yang
baik.
8. menyimak itu bernilai emas, artinya dari menyimak itu mungkin sekali
memperoleh hal-hal yang bernilai tinggi yang berharga, yang berguna. Conthnya
nasehat orangtua pada anaknya “Dengarkan dulu baik-baik sebelum kamu
kerjakan”
9. Kendala2 menyimak: Keegosentrisan, Keengganan ikut terlibat, Ketakutan
akan perubahan, Keinginan menghindari pertanyaan, Puas terhadap penampilan
eksternal, Pertimbangan yang premature, Kebingungan semantic
10. Tujuan/fungsi menyimak:
a. Untuk belajar, contoh saat belajar di kelas, seminar, kuliah, dll
b. Untuk menikmati keindahan audial, contoh mendengarkan lagu di aradio, suara
burung, suara qori, dll
c. Untuk mengevaluasi, contoh dipersidangan, diskusi, dll
d. Untuk mengapresiasi, yaitu menyimak agar dia dapat menikmati serta
menghargai apa-apa yang disimaknya itu. contoh setelah membaca novel timbul
rasa suka pada penulisnya, pembacaan puisi, cerita, musik dan lagu.
e. Untuk mengkomunikasikan ide-ide, contoh diskusi
f. Untuk membedakan bunyi-bunyi dgn tepat, contoh saat mengajar membaca Al-
quran
g. Untuk memecahkan masalah, contoh berbicara dengan psikolog, guru agama ut
memecahkan masalah
h. Untuk meyakinkan, untuk meyakinkan diri sendiri
11. Menyimak sangat penting dalam kehidupan, namun masih banyak orang tidak
menyimak, hal itu mungkin dikarenakan: orang dalam keadaan cape, dalam
keadaan tergesa-gesa, dalam keadaan bingung/pikiran kacau. Dan karena
orangnya tipe introvet
12. Perilaku jelak dalam menyimak: tidak mau menerima keanehan pembicara,
tidak mau memperbaiki sikap, tidak mau memperbaiki lingkungan, tidak dapat
menahan diri, tidak mau meningkatkan pembuatan catatan, tidak tau/mau
menyaring tujuan khusus, ridak memanfaatkan waktu secara tepat guna, tidak
dapat menyimak secara rasional, tidak mau berlatih menyimak hal-hal yang rumit
Kebiasaan jelak dalam menyimak: menyimak lompat tiga, menyimak “saya dapat
fakta”, nda ketulian emosional, menyimak supersnsitif, menghindari penjelasan
yang sulit, menolak secara gegabah suatu subjek sebagai suatu yang tidak
menarik, mengkritik cara dan gaya fisik pembicara, memberi perhatian semu,
menyerah pada gangguan, menyimak dengan ketas dan pencil di tangan.
13. Menyimak tidak hanya pada ujaran tetapi juga pada gerakan, penglihatan, dan
perasaan juga termasuk menyimak. Menyimak ini yaitu dengan mencari petunjuk-
petunjuk non verbal seperti gaya, mimic, gerak-gerik, dan gerakan pembicara
merupakan bagain yang vital dari pesannya. Bersiap-siap pada tanda non verbal
ini akan mambantu memahami bagaimana gagsan itu terasa bagi pembicara. Akan
membatu juga menilai ketulusan hari, kejujuran, pendirian, dan integritas umum
pembicara yang mungkin saja mempunyai kepentingan khusus dalam menyimak
kritis. Contohnya dalam debat, atau dipersidangan.

You might also like