You are on page 1of 11

Jumat, 24 September 2010

ASUHAN KEPERAWATAN SPINA BIFIDA DENGAN


MENINGOKEL

oleh : Lalu Muh. Rijalul Hak

BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi
alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan
kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah
bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir
rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu
pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik
untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula
adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban
dan darah janin.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan
embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
Salah satu kelainan congenital yang sering terjadi adalah meningokel. Angka
kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya defek pada
penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal korda
spinalis atau penutupnya.
Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal
atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda
tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).

B.Rumusan Masalah
a.Apa Pengertian dari Maningokel?
b.Apa Etiologi dari maningokel?
c.Apa tanda dan gejala dari maningokel?
d.Bagaimana Patofisiologi dari Maningokel?
e.Bagaimana Patofisiologi Nursing Patway (PNP) dari Maningokel?
f.Bagaimana cara Penatalaksanaan terhadap maningokel?
g.Bagaimana dalam Pemberian Asuhan Keperawatan?

C.Tujuan Umum
1.Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
2.Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
Maningokel dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.
TUJUAN KHUSUS
1. Agar para pembaca mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
Maningokel dan bisa memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida
dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh
kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan
pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter.
Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan
komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M.
sachrin. Hal-283)
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya
terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah
torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan
sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-
1136)
Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang
merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan
ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis
tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144) Pembagian disrafisme spinal antara
lain:
1.Spina bifida okulta
Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan.
2.Meningokel spinalis
Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis atau
sebagian medulla spinalis.
3.Meningomielokel
Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa serabut
spinalis atau sebagian medulla spinalis.
4.Mielomeningosistokel
Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf yang
membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis.
5.Rakiskisis spinal lengkap
Tulang belakang terbuka seluruhnya
B.Etiologi/penyebab
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor
seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba
neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah
ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam
folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan
meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan
pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468)
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural
yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang
berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini
mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut
yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E.
Underwood. 1999. hal-885)
C.Gambaran klinis
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran
genitourinari akibat spina bifida, tetapi tergantung pada bagian medulla spinalis yang
terkena. Pada meningokel dapat ditemukan:
1.Kantong herniasi CSS yang dapat dilihat pada daerah lumbosakral.
2.Hidrosefalus.
D. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina
bifida okulta dan spina bifida sistika.
Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di
permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula
spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari
maninges dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini
tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena.
Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya
terdapat pada lumbosakral atau sacral.
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain
kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus;
torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10%
kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran.
Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85%
sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan
mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf pusat lain,
dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum.
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor
seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba
neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah
ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam
folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan
meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan
pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468)
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan
kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio. Akan tetapi, ada
bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah
menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester
pertama. Derajat disfungsi neurologik secara lansung berhubungan dengan level
anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang terlibat. Kebanyakan mielomeningokel
melibatkan area lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus merupakan anomali yang
sering menyertainya (90% sampai 95%). (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L.
Wong. Hal-1425)
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi
meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi
CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada
strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan
ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan
amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur
skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina
bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai
rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata. (Patologi Umum Dan
Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885)
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi
ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti,
dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya
dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang
rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering
dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan
balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab
yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2
sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi,
iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-
hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan
dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur,
dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini
dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak
stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor,
mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan
ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social,
hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya
ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap
kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
E.Deteksi prenatal
Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka selama
masa prenatal. Pemindaian ultrasuara pada uterus dan peningkatan konsentrasi
alfafetoprotein (AFP), suatu gamma, globulin yang spesifik pada fetus, dalam cairan
amnion mengindikasikan adanya arensefali atau mielomeningokel. Waktu yang tepat
untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini adalah pada usia gestasi 16 dan 18
minggu, sebelum konsentrasi AFP yang normalnya menurun, dan pada saat yang tepat
untuk melakukan aborsi terapeutik. Pengambilan sampel virus koronik (chorionic
villus sampling, CVS) juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa
prenatal. Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua ibu yang telah
melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua
wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar dapat menurunkan disfungsi
motorik. (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)
F.Penatalaksanaan medis dan bedah
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah
rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi
hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila
lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi
keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya
disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.
Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan
Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah
diperlukan
Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau (shunt)
untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan
peningkatan tekanan intrakranium
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan
neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
a.Anamnesa :
1.Identitas bayi
2.Identitas ibu
3.Riwayat kehamilan ibu
kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat pada
usia 16-18 minggu
4.Riwayat kelahiran.
Seksio sesarae terencana atau normal
5.Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida
6.Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki
b.Pemeriksaan Fisik.
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel
1.Kantong yang dapat dilihat
2.Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik paralel
Di bawah vertebra lumbal kedua
Flaksid, paralis parsial arefleksik pada ekstremitas bawah
Berbagai derajat defisit sensori
Inkontenensia aliran berlebihan dengan penetesan urin konstan
Kurang kontrol defikasi
Prolapsus rektal (kadang-kadang)
Di bawah vertebra sakrum ketiga
Tidak ada kerusakan motorik
Dapat berupa anestesia sadel dengan paralis sfingter kandung kemih dan sfingter anus
Deformitas sendi (terkadang terjadi di uterus)
Talipes valgus atau kontraktur varus
Kifosis
Skoliosis lumbosakral
Dislokasi pinggul
3.Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis untuk menentukan tingkat
kerusakan motorik dan sensorik
4.Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan pada penampilan, sebagai
contoh, abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi
5.Observasi adanya tanda-tanda hidrosefalus
6.Observasi adanya tanda-tanda alergi lateks
7.Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian.
Radiologi
Tomografi
B.Diagnosa
1.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
2.Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal
3.Risti trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
4.Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi
lateks
5.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder
akibat peningkatan tekanan intrakranial
6.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua
anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga
7.Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif berhubungan dengan
ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik
8.Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk
menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif
9.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder
akibat reposisi tidak efektif
10.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
C.Intervensi
1.Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
Sasaran: Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf pusat
Intervensi keperawatan/rasional
Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses
Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal steril bila
bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi
Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi (salin normal,
antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong
Berikan antibiotik sesuai resep
Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu, peka rangsang, latergi,
kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan pengobatan dalam pengobatan
Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi
Hasil yang di harapkan
kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
2.Diagnosa: Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal
Sasaran: pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Intervensi keperawatan/rasional
Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong meningeal atau
sisi pembedahan
Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic bedah, potong
sesuai ukuran dan sesuai ukuran dan tempelkan dibawah kantong di samping sacrum
dan selimuti dengan longgar untuk memberikan lapisan pelindung
Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan, merapikan tempat
tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah trauma
Hasil yang diharapkan
Kantong meningeal tetap utuh
Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
3.Diagnosa Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan
serebrospinl
Sasaran: pasien tidak mengalami tekanan intrakranial
Intervensi keperawatan/rasional
Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi peningkatan tekanan
intracranial dan terjadinya hidrosefalus
Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang menunjukkan terjadinya
hidrosefalus.
Peka rangsang
Latergi
Bayi
Menangis bila diangakat atau digendon: diam bila tetap berbaring
Peningkatan lingkar oksipitofrontal
Peregangan sutura
Perubahan tingkat kesadaran
Anak
Sakit kepala (khusus di pagi hari)
Apatis
Konfusi
Hasil yang diharapkan
Bukti tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang tepat
diimplementasikan
4.Diognosa: Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks
dan alergi lateks
Sasaran pasien: pasien mengalami pemajanan minimum pada lateks
Intervensi keperawatan/rasional
Identifikasi anak dengan alergi lateks
Jaga agar lingkungan bebas lateks untuk menurunkan pemajanan
Ajari anggota keluarga dan pemberi perawatan lain (mis., pekerja perawatan sehari,
guru) tentang hal-hal berikut:
Risiko alergi lateks dan hal-hal yang harus dihindari untuk menurunkan pemajanan
Tanda-tanda alergi (dari gatal-gatal, ruam, dan mengi pada anafilaktik) untuk
mendeteksi reaksi dengan cepat
Tindakan kedaruratan, termasuk penggunaan kit anafilaktik dan memanggil pelayanan
medis darurat, untuk mencegah keterlambatan tindakan
Hasil yang diharapkan
Anak tidak mengalami reaksi alergi terhadap lateks
5.Diagnose: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan
sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial
Sasaran pasien : pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul
atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal
Intervensi keperawatan/rasional
Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan memaksakan
suatu titik tahanan untuk mencegah trauma
Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah kontraktur
Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah dislokasi,
jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral untuk mencegah kontraktur
Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang dirancang
khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan
Hasil yang diharapkan
Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya
Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesejajaran yang
benar
6.Diagnose: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada
semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota
keluarga
Tujuan
Anggota keluarga mempertahankan sistem fungsi dukungan mutual satu sama lain
Intervensi keperawatan/rasional
Beri dukungan emosional kepada orang tua
Bantu keluarga dalam menghadapi kekhawatirannya terhadap situasi
Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi dan mendukung untuk
keluarga
Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarganya yang sakit bila
memungkinkan (member makan, memandikan, memakai baju, ambulasi)
Bantu anggota keluarga mengubah harapan anggota keluarga yang sakit dengan sikap
realistis
Kriteria hasil
Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena
ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan control emosi.
7.Diagnose: Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif
berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik dan
ketidakcukupan pengetahuan
Tujuan
Keluarga mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang
diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan
atau komplikasi
Intervensi keperawatan/rasional
Dapatkan jalan masuk ke dalam system keluarga, jangan mengambil alih
Hindari kesan memaksa
Dengarkan untuk mengetahui kesesuaian antara kekhawatiran, hindari memberi
harapan
Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan yang diungkapkan dengan
layanan yang diberikan perawat
Gali dengan orang tua tentang penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada
masa lalu untuk meningkatkan percaya diri
Kumpulkan ekspresi tentang perasaan, keperhatinan, dan pertanyaan dari individu dan
keluarga untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga
Beri dorongan keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan berdasarkan
informasi untuk meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif keluarga
Kriteria hasil
Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena
ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol
Anggota keluarga dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab dan factor
penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau control gejala
8.Diagnose : Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan
hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif
Tujuan
Mendemonstrasikan peningkatan perilaku kedekatan, seperti menggendong bayi
dengan dekat, tersenyum dan bicara pada bayi, dan mencari kontak mata dengan bayi
Intervensi keperawatan/rasional
Izinkan orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi sebelum dipindahkan
Anjurkan kunjungan dini untuk ibu bila mungkin, buat hubungan telefon yang sering
dengan pemberi perawatan bayi bila kunjungan tidak memungkinkan
Kriteria hasil
Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai bayi
9.Diagnose : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas
sekunder akibat reposisi tidak efektif
Tujuan
Individu menunjukkan integritas kulit bebas dekubitus
Intervensi keperawatan/rasional
Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya setiap 30 menit
sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit
Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah untuk
mencegah dekubitus
Kriteria hasil
Individu bebas dari dekubitus
10.Diagnose: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake adekuat
Tujuan
Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Intervensi keperawatan/rasional
Beri dosis sedikit tetapi sering
Pasang infus
Kolaborasi dengan ahli gizi
Kriteria hasil
Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal normal

D.Implementasi
1.Minimalkan resiko infeksi pada sebelum dan sesdah operasi
2.Jaga pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
3.Deteksi dini tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial
4.Minimalkan pemajanan lateks
5.Pertahankan asupan nutrisi dan cairan
6.Pantau adanya tanda dan gejala infeksi
7.Lakukan perawatan luka operasi: gunakan teknik steril ketika mangganti dan
menguatkan balutan
8.Ajarkan pada orang tua tentang pelaksanaan pelatihan jangka panjang
9.Beri informasi pada orang tua tentang teknik-teknik yang memfasilitasi mobilitas
dan kemandirian
10.Beri pendidikan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan normal
serta penyimpangan-penyimpangannya dari normal
Evaluasi
1.Apakah anak terhidrasi dengan baik dan mempertahankan berat badannya
2.Apakah anak bebas dari infeksi
3.Apakah Anak dan orang tua menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan
perawatan jangka panjang di rumah dan bebas dari komplikasi.

BAB 4
Penutup
A.Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya
terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah
torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan
sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi.
B.Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang
telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi
semua wanita hamil.

REFERENSI
1.Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. EGC:
Jakarta.
2.Diane M. Fraser. Dkk. 2009. Myles Buku Ajar Kebidanan. EGC: Jakarta.
3.Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta
4.J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. EGC: Jakarta
5.Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan Edisi 10.
EGC: Jakarta
6.Marliynn E. Doengoes, Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC:
Jakarta
7.Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.
8.Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC; Jakarta
9.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan anak volume 3. FKUI :
Jakarta.
10.Taslim S. Soetomenggolo, Sfyan Ismael. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. BP
IDAI: Jakarta.
11.Wiknjosastro, Hanifa . dkk. 1999. Ilmu kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiharjo: Jakarta.
12.Wong , Donna L dkk. 2008. Buku ajar keperawatan pediatric vol 2. EGC: Jakarta.
13.Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 . EGC:
Jakarta.

You might also like