You are on page 1of 7

Nama : Nina

NIM : 090 111 1335

Mata Kuliah : Ushul Fiqh

MANTUQ DAN MAFHUM

DALAM ILMU USHUL FIQH

A. PENGERTIAN MANTUQ DAN MAFHUM

Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna
tersurat), dedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti
dibalik manthuq (makna tersirat)

Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang


ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum
adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat
pengucapan.

Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat


pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz
tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut.
Seperti firman Allah SWT

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”

(Q.S Al-Isra’ ayat 23)

Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian


mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan
perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak
disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz

1
yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata
dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum.

B. PEMBAGIAN MANTUQ DAN MAFHUM

A. Pembagian Mantuq

Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1) Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta’wilkan
lagi, seperti firman Allah SWT

Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)

2) Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan


yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta’wilan. Seperti
firman Allah SWT

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)

Wajah dalam ayat ini diartikan dengan zat, karena mustahil bagi tuhan
mempunyai wajah seperti manusia.

”dan langit yang kami bangun dengan tangan” (Q.S. Adz-zariyat: 47)

Kalimat tangan ini diartikan dengan kekuasaan karena mustahil Allah


mempunyai tangan seperti manusia.

B. Pembagian Mafhum

Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:

2
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama
dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum
muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:

a) Fahwal Khitab

yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang


diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah
SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua
orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.

b) Lahnal Khitab

yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan.


Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan
firman Allah SWT:

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,


Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

(Q.S An-Nisa ayat 10)

Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama
hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram)

2. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada


ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan).
Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:

apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu


kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli

3
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum’at sebelum azan
dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini
dinamakan juga mafhum mukhalafah.

Macam-macam mafhum mukhalafah

1. Mafhum Shifat

yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti


firman Allah SWT.

”Hendaklah bebaskan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin” (Q.S.


An-Nisa ayat 92)

2. Mafhum ’illat

yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan


minuman keras karena memabukkan.

3. Mafhum ’adat

yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman


Allah SWT:

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat


zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur ayat 4)

4. Mafhum ghayah

yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan,


hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hakta”.
Seperti firman Allah SWT.

4
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku,

(Q.S Al-Maidah ayat 6)

Firman Allah SWT

dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci

(Q.S. Al-Baqarah ayat 222)

5. Mafhum had

yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ’adad diantara adat-


adatnya. Seperti firman Allah SWT.:

Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan


kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.

6. Mafhum Laqaab

yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fa’il, seperti
sabda Nabi SAW.

SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH

syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh


A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, sebagai berikut:

Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:

5
1. Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik
dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan
dalil mantuq:

“Jangan kamu bunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan”


(Q. S Isra’ ayat 31).

Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum


mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah:

“Jangan kamu membunuh manusia yang dilarang Allah kecuali

dengan kebenaran (Q.S Isra’ ayat 33)”

Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah:

“Janganlah engkau mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan
jangan pula engkau hardik (Q.S Isra’ ayat 23).

Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh


memukuli. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan mafhum muwafaqahnya,
yaitu tidak boleh memukuli.

2. Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.

Contoh:

“Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu”

(Q.S An-Nisa’ ayat 23).

Dan perkataan “yang ada dalam pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan


bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu
disebutkan, sebab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena
mengikuti ibunya.

6
3. Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan
sesuatu keadaan.

Contoh:

“Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-orang Islam


lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)”.

Dengan perkataan “orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa


orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan
tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara
orang-orang Islam sendiri.

4. Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada


yang lain.

Contoh:

“Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) padahal kamu sedang


beritikaf di mesjid (Q.S Al-Baqarah ayat 187)”.

Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri.

You might also like