You are on page 1of 19

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Tentang:
PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR

Oleh:

Alex Sandra
409.052

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)-B


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1432 H / 2010 M

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Pendidikan Islam pada dulunya sangat mengalami kemajuan yang
pesat, bahkan orang-orang Barat menjadikan Islam sebagai kiblat pendidikan
mereka. Namun berikutnya justru bangsa Barat yang jauh lebih maju di
bandingkan dengan ummat Islam. Hal ini disebabkan karena
ketertinggalannya ummat Islam dalam bidang pendidikan, baik berupa
metode, isi dan sistim pendidikan.
Oleh karena itu, ummat Islam merasa perlu mengadakan pembaruan
dalam dunia pendidikan Islam. Pembaruan pendidikan Islam dilakukan
diberbagai daerah seperti Saudi Arabia, Turki Utsmani, Mesir, India dan
tempat-tempat lain.

B. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini sengaja kami buat untuk memberikan pengetahuan dan
menambah pengetahuan tentang pembaruan pendidikan Islam yang dilakukan
di daerah mesir, dan juga untuk mengetahui beberapa orang tokoh
pembaharuan beserta pemikirannya.
Selain itu, makalah ini juga disusun untuk memenuhi nilai ujian mid-
semester pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.

C. BATASAN MASALAH
Di dalam makalah ini, kami memaparkan pembaruan pendidikan yang
dilakukan di Mesir yang mencakup latar belakang adanya pembaruan, tokoh-
tokoh nya dan apa dampak dari pembaruan pendidikan islam tersebut
khususnya didaerah Mesir.

BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN


ISLAM DI MESIR
Sejarah modernisasi pendidikan di Mesir sangat lekat dengan gerakan
pembaharuan Islam. Hal ini karena hampir seluruh pelaku-pelakunya adalah

2
tokoh-tokoh pembaharu agama. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Hasan
al-Banna, Rasyid Ridha, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh,
Muhammad Ali Pasha, dan yang lainnya.
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya
proses pembaruan pendidikan islam, yaitu:
1. Faktor kebutuhan pragmatis umat islam yang sangat membutuhkan satu
sistem yang betul-betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak
manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertakwa, dan beriman kepada
Allah SWT.
2. Agama Islam sendiri melalui ayat suci Al-Qur’an banyak menyuruh atau
menganjurkan umat Islam untuk selalu berfikir serta selalu membaca dan
menganalisis sesuatu untuk kemudian bisa diterapkan atau bisa
menciptakan sesuatu yang baru dari apa yang kita lihat.
3. Adanya kontak Islam dengan Barat.1
Dan secara historis, kesadaran pembaharuan dan modernisasi
pendidikan di Mesir berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di
Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798 M. Tujuan utamanya adalah
menguasai daerah Timur, terutama India. Napolen Bonaparte menjadikan
Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India, yang pada
waktu itu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris.
Konon, kedatangan Napolen ke Mesir tidak hanya dengan pasukan
perang, tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh orang diantaranaya
pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab, Yunani,
peralatan eksperimen (seperti: teleskop, mikroskop, kamera, dan lain
sebagainya), serta seribu orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan
lembaga riset bernama Institut d’Egypte, yang terdiri dari empat departemen,
yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan polititik, serta ilmu sastera dan
kesenian. Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi Napoleon dalam
memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuwan
(ulama’) Islam. Ini adalah moment kali pertama ilmuwan Islam kontak
langsung dengan peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti.

1
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 165

3
Baginya perpustakaan yang dibangun oleh Napoleon sangat menakjubkan
karena Islam diungkapkan dalam berbagai bahasa dunia.2
Menurut Joseph S. Szy Liowics, untuk memenuhi kebutuhan
ekspedisinya, Napoleon berusaha keras mengenalkan teknologi dan pemikiran
modern kepada Mesir serta menggali Sumber Daya Manusia (SDM) Mesir
dengan cara mengalihkan budaya tinggi Perancis kepada masyarakat setempat.
Sehingga dalam waktu yang tidak lama, banyak diantara cendekiawan Mesir
belajar tentang perpajakan, pertanian, kesehatan, administrasi, dan arkeologi.
Ekspedisi Napoleon ke Mesir membawa angin segar dan perubahan
signifikan bagi sejarah perkembangan bangsa Mesir, terutama yang
menyangkut pembaharuan dan modernisasi pendidikan di sana. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi Perancis banyak memberikan inspirasi bagi
tokoh-tokoh Mesir untuk melakukan perubahan secara mendasar sistem dan
kurikulum pendidikan yang sebelumnya dilakukan secara konvesional.
Diantara tokoh yang mendapatkan inspirasi tersebut adalah Muhammad Ali
Pasa dan Muhammad Abduh. Dua tokoh ini, secara historis, kiprahnya paling
menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.

B. TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR


Diantara tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan di mesir ini adalah:
1. Muhammad Ali Pasya
Biografi Muhammad Ali Pasa sangat luas diketahui oleh masyarakat
karena banyak ditulis diberbagai buku biografi baik secara lokal maupun
internasional. Beliau lahir di Kawallah, Yunani, pada tahun 1765, seorang
keturunan Turki dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Tidak seperti
anak-anak lain, masa kecilnya dihabiskan untuk membantu orang tuannya,
dan tidak sempat mengenyam pendidikan.
Pada usia dewasa ia berkerja sebagai pemungut pajak, dan karena
keberhasilannya, ia kemudian diangkat sebagai menantu oleh salah
seorang gubernur Utsmani. Selanjutnya ia masuk dinas militer dan
kariernya terus naik. Ketika pengiriman pasukan ke Mesir, ia diangkat
sebagai wakil perwira yang mengepalai pasukan. Dalam pertempuran yang
2
http://arabecanuha.blog.com/2009/06/ Sejarah Modernisasi Pendidikan Mesir/

4
terjadi dengan tentara Perancis, ia menunjukkan keberanian yang luar
biasa dan segera diangkat menjadi kolonel. Ketika tentara perancis ke luar
dari Mesir pada tahun 1801, Muhammad Ali turut memerankan peranan
penting dalam kekosongan politik akibat hengkangnya tentara Perancis
tersebut.
Dalam waktu yang bersamaan, dari Istambul datang pula Pasa
dengan bala tentara Utsmani untuk menguasai Mesir. Muhammad Ali
dapat memenagkannya dan mengankat dirinya sebagai Pasa baru pada
tahun 1805 dengan persetujuan penguasa Utsmai di Istambul Turki. Beliau
berkuasa pada tahun 1805-1848.
Muhammad Ali Pasya sendiri merupakan orang yang buta huruf,
meskipun demikian, beliau sangat menyadari akan pentingnya pendidikan
dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan kekuatan suatu negara.
Pemahaman ini beliau dapatkan dari cerita-cerita para pembesar yang
berada di sekitarnya mengenai unsur-unsur dan hal-hal baru yang dibawa
oleh ekspedisi Napoleon Bonaparte.
Dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus
melaksanakan pembaruan pendidikan di Mesir, Muhammad Ali Pasya,
mengadakan pembaruan dengan mendirikan berbagai macam sekolah
yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran di Barat3.
Di dalam pemerintahannya, beliau mendirikan kementerian
pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan. Membuka Sekolah Teknik
(tahun 1839), Sekolah Kedokteran (tahun 1827), Sekolah Apoteker (tahun
1829), Sekolah Pertambangan (tahun 1834), Sekolah Pertanian (tahun
1836), dan Sekolah Penerjemahan (tahun 1836)4.
Masih dalam konteks melakukan upaya pembaruan dalam bidang
pendidikan, Muhammad Ali Pasya juga mengirim siswa-siswa untuk
belajar ke Italia, Perancis, Inggris, dan Austria. Menurut Pilip K. Hitti,
antara tahun 1823-1844, ada sebanyak 311 pelajar yang dikirim oleh
Muhammad ali pasya ke Eropa5. Hal ini dilakukan agar mereka yang

3
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 120
4
Suwito, Op.cit, h. 172
5
Ibid

5
diutus mampu menguasai ilmu pengetahun Barat, untuk selanjutnya nanti
mampu dikembangkan dan direalisasikan di Mesir.
Serta dalam rangka mengalihkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
yang telah berkembang di Barat tersebut, Muhammad Ali Pasya
menggalakkan penerjemahan buku-buku yang berbahasa asing ke dalam
Bahasa Arab. Sehingga beliau mendirikan Sekolah Penerjemahan pada
tahun 1836.
Gerakan pembaharuan yang dibawanya telah memperkenalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi Barat kepada umat Islam, dan sampai pada
suatu waktu dapat menyingkap awan hitam yang menyelimuti pola pikir
dan sikap keagamaan, yang sekaligus menjadi awal kelahiran para tokoh
Muslim seperti Muhammad Abduh, Muhammad Rsyid Ridho, Rifa’ah
Badawi, Rafi’ al-Tahtawi, dan Hasan al Bana. Mereka merupakan ulama-
ulama yang berpengetahuan luas, berwawasan modern dan tidak
berpandangan sempit.
Adapun usaha-usaha yang dilakukannya Muhammad Ali Pasya
dalam rangka pembaruan pendidikan Islam di Mesir adalah:
a. Mendirikan kementerian pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan
untuk mengurus permasalahan pendidikan,
b. Mendirikan sekolah-sekolah,
c. Mengadopsi tata cara dan model pendidikan barat,
d. Mendatangkan guru dan tenaga ahli dari Barat, terutama Perancis,
e. Mengirim siswa-siswa ke Barat untuk belajar ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta
f. Mengadakan penerjemahan buku-buku.

2. Al-Tahtawi
Al-Tahtawi dilahirkan pada tahun 1801 di Tanta, suatu kota yang
terletak di bagian selatan Mesir. Ia berasal dari keluarga berekonomi
lemah. Dimasa kecilnya Al-Tahtawi terpaksa belajar dengan bantuan dari
keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun ia berkesempatan untuk belajar
di Al-Azhar Kairo. Setelah menyelesaikan studinya ia mengajar disana

6
selama 2 tahun, kemudian diangkat menjadi imam mahasiswa yang belajar
dan dikirim oleh Muhammad Ali Pasya ke Paris.
Dalam masa tugasnya ia memanfaatkan waktunya untuk belajar dan
membina pengalaman sebanya-banyaknya dengan membaca buku-buku
sejarah tekhnik, ilmu bumi dan politik karangan Montesquieu, Voltaire,
rousseau racine. Ia mendapat banyak kesan selam ia bedra di paris
sehingga kesan yang didapatnya tu ia tuangkan dalam sebuah buku
Talkhish Al-Ihriz Fi Talkhis Bariz. Buku itu mengisahkan pengalaman ia
selama berada diperis dan juga berisi seputar kehidupan dan kemajuan
eropa yan dilihatnya selama di Paris.
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide
pendidikan yang universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan
kepada pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan
di tengah masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya
dimulai dengan memberikan kesempatan belajar yang sama antara pria dan
wanita, sebab wanita itu memegang posisi yang menentukan dalam
pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu rumah
tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan melahirkan putra-putri
yang cerdas.
Bagi Al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga
tahapan. Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada
anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an,
agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya
berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu
keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya
adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.6
Dalam proses belajar mengajar, Al-Tahtawi menganjurkan
terjalinnya cinta dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan
anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam
proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan,
pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik.

6
http://id.wordpress.com/tag/ridha

7
Dengan demikian, dipahami bahwa Al-Tahtawi sangat memperhatikan
metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.

3. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh adalah tokoh pembaharuan paruh kedua abad
XIX. Beliau lahir dan besar dilingkungan pedesaan dalam keluarga bukan
pendidik yang memegang teguh ajaran agama. Muhammad Abduh lahir
pada tahun 1848 M/ 1265 H di sebuah desa di Propinsi Gharbiyah Mesir
Hilir. Ayahnya bernama Muhammad Abduh ibn Hasan Khairullah, lahir di
lingkungan keluarga petani yang hidup sederhana, taat dan cinta ilmu
pengetahuan. Orang tuanya berasal dari kota Mahallaj Nashr. Situasi
politik yang tidak stabil menyebabkan orang tuanya berpindah-pindah,
dan kembali ke Mahallaj Nashr setelah situasi politik mengizinkan.
Masa pendidikannya dimulai dengan pelajaran dasar membaca dan
menulis yang didapatkannya dari orang tuanya. Kemudian sebagai
pelajaran lanjutan beliau belajar Al Qur’an pada seorang hafiz. Dalam
masa waktu dua tahun, beliau telah menjadi seorang hafiz. Pendidikan
selanjutnya ditempuhnya di Thanta, sebuah lembaga pendidikan Masjid
Ahmadi7.
Ia belajar kepada Syaikh Ahmad di Thantha pada tahun 1862. Dan
pada tahun 1866 ia meneruskan pendidikannya di al-Azhar. Di sini ia
berjumpa dengan Jamaluddin al-Afghani kali pertama dan menjadi
muridnya pada tahun 1871 sewaktu menetap di Mesir.
Pada tahun 1877 ia berhasil menyelesaikan studinya di al-Azhar
dengan mendapatkan gelar ‘alim dan mengajar di sana. Tidak lama
kemudian ia bersama-sama dengan gurunya diusir dari Mesir karena kasus
politik. Pada tahun 1880 ia kembali lagi ke Mesir dan diangkat menjadi
redaktur Waqa’iul Mishriyyah, surat kabar resmi pemerintah Mesir.
Kariernya terus menanjak, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota
Majlis al-‘Ala al-Azhar pada tahun 1894. Pada saat inilah ia banyak

7
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 240

8
melakukan perombakan dan perbaikan secara mendasar terhadap al-Azhar
menjadi Universitas.8
Menurutnya, umat Islam mengalami problem autentisitas Islam
yang dianutnya. Hal ini menyebabkan umat Islam mengalami
kemunduran. Islam yang dianut umat bukanlah Islam yang sebenarnya.
Untuk meraih kejayaannya kembali harus ada kesadaran untuk kembali
kepada Islam sejati, Islam era klasik. Disamping juga melakukan gerakan
pembaharuan dan modernisasi dalam berbagai hal termasuk pendidikan.
Dari Muhammad Ali Pasya, Muhammad Abduh mendapat warisan
pendidikan yang timpang, yaitu adanya dua tipe pendidikan. Dua tipe
pendidikan tersebut adalah:
a. Sekolah-sekolah agama, dengan Al-Azhar sebagai lembaga
pendidikan yang tinggi.
b. Sekolah-sekolah modern.
Kedua tipe tersebut tidak tidak punya hubungan antara satu dengan
lainnya, masing- masing berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan pendidikannya. Sekolah-sekolah agama berjalan di atas
garis tradisional baik dalam kurikulum maupun metode pengajaran yang
diterapkan. Ilmu barat tidak diberikan di sekolah-sekolah agama
(madrasah), dengan demikian pendidikan agama kala itu tidak
mementingkan perkembangan intelektual, padahal Islam mengajarkan
untuk mengembangkan aspek jiwa tersebut sejajar dengan perkembangan
jiwa yang lain.
Sosok Muhammad Abduh melihat segi-segi negatif dari kedua
bentuk corak pendidikan tersebut. Beliau memandang bahwa pendidikan
dengan tipe pertama tidak dapat dipertahankan lagi, jika dipertahankan
juga, menyebabkan ummat Islam akan tertinggal jauh, terdesak oleh arus
kehidupan dan pemikiran modern. Sedangkan pemikiran kedua justru
adanya bahaya yang mengancam sendi-sendi agama dan moral yang akan
tergoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap. Dari sanalah

8
http://arabecanuha.blog.com/2009/06/ Sejarah Modernisasi Pendidikan Mesir/

9
Muhammad Abduh melihat pentingya mengadakan perbaikan di dua
instansi tersebut, sehingga jurang yang lebar bisa di persempit.
Dia juga mengatakan, umat Islam harus dinamis. Islam tidak
bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Kemajuan Islam
sebagaimana yang pernah dicapai pada masa-masa keemasannya adalah
karena mementingkan pengetahun. Yang berarti memberikan porsi yang
besar bagi akal untuk memahami ayat-ayat Tuhan, baik ayat qauliyah
maupun kauniyah.9
Situasi yang demikian melahirkan pemikiran Muhammad Abduh
dalam bidang pemikiran formal dan nonformal. Dalam bidang pendidikan
formal tujuannya yang utama adalah menghapuskan dualisme pendidikan
yang tampak dengan adanya dua tipe pendidikan seperti di atas. Untuk itu,
beliau bertolak dari tujuan pendidikan yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Mendidik akal dan jiwa dan menyampaikannya kepada batas-batas
kemungkinan seseorang mencapai kebahagian hidup dunia dan
akhirat,
b. Juga mementingkan pendidikan spiritual agar lahir generasi yang
mampu berpikir dan punya akhlak yang mulia serta jiwa yang bersih.
Menurut pandangan beliau, pendidikan itu penting sekali,
sedangkan ilmu poengetahuan itu wajib dipelajari. Sehingga beliau selalu
memikirkan bagaimana alternatif untuk keluar dari stagnasi yang dihadapi
sekolah agamanya di Mesir, yakni di Azhar. Abduh berpendapat bahwa
pendidikan yang diamatinya cenderung menghasilkan lulusan dan
masyarakat yang jumud10, tidak transparan, statis, tidak ada perubahan.
Hanya dengan meningkatkan mutu pendidikan Islam dan mengemukakan
kembali ajaran-ajaran dasar Islam dengan bahasa yang jelas dan tegas, dan
pengharuh-pengaruh yang merusak, dapat keluar dan lenyap.
Adapun kurikulum-kurikulum yang disusun oleh muhammad
abduh, yaitu:
a. Kurikulum Al-Azhar

9
Ibid
10
Lihat Kamus Bahasa Arab-Indonesia karangan Mahmud Yunus halaman 90. Jumud berarti tiada
bergerak atau kolot. Berari penduduk yang pkirannya masih kuno dan terpaku kepada tradisi lama.

10
Kurikulum Perguruan Tinggi Al-Azhar disesuaikannya dengan
kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini, beliau
memasukkan filsafat, logika dan ilmu peengetahuan modern ke dalam
kurikulum Al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar output-nya dapat
menjadi ulama modern.
Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di Al-
Azhar. Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke lembaga-
lembaga pendidikan agama dan sebaliknya, dimaksudkan untuk
memperkecil jurang pemisah antara golongan ulama dan ahli modern,
dan diharapkan kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul di zaman modern.
Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern sebagai syarat
menguasai IPTEK guna kelansungan pembangunan Islam ke dalam
Al-Azhar dan dengan memperkuat pendidikan agama sebagai bekal
tuntunan dan perbaikan moralitas ummat, di sekolah-sekolah
pemerintah, paling tidak akan bisa melahirkan para ilmuan yang tidak
kosong akan ilmu pengetahuah agama, dan juga akan terwujud ulama-
ulama yang tidak buta akan ilmu pengetahuan umum, sehingga para
lulusan Sekolah Pemerintah muapun al-Azhar tidak lagi parsial dalam
memahami ilmu11.
b. Tingkat Sekolah Dasar
Beliau beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama
hendaknya sudah dimulai semenjak masa kanak-kanak. Oleh karena
itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua
mata pelajaran.
Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama
(Islam) merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim.
Dengan memiliki jiwa kepribadian muslim, rakyat Mesir akan
memiliki juiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat
mengembangkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih
kemajuan.

11
Suwito, Op. Cit, h. 173

11
c. Tingkat Atas
Upaya yang dilakukan Muhammad Abduh adalah dengan
mendirikan Sekolah Menengah Pemerintah untuk menghasilkan ahli
dalam berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan dan
sebagainya. Melalui lembaga ini, beliau merasa perlu untuk
memasukkan beberapa materi, khususnya pendidikan agama. Sejarah
Islam dan kebudayaan Islam. Di madrasah yang berada di bawah
naungan Al-Azhar, Abduh mengajarkan Ilmu Mantiq, Falsafah dan
Tauhid.
Dalam metode pengajaran ia pun membawa cara baru dalam dunia
pendidikan saat itu, ia mengkritik dengan tajam penerapan metode hafalan
tanpa pengertian yang dipraktekan terutama di sekolah agama. Dari apa
yng dipraktekannya ketika mengajar di al-azhar terlhat bahw ia
menerapkan metode diskusi untuk memberikan pengertian yang mendalam
pada muridnya. Dan ia memperingatkan kepada para pendidik untuk tidak
menggunakan metod menghafal dalm mengajar karena itu hanya akan
merusak daya nalar anak.12
Pemikirannya yang lain adalah tentang pendidikan wanita.
Menurutnya, wanita haruslah mendapatkan pendidikan yang sama dengan
laki-laki. Bagi nya yang harus diperjuangkan dalam suatu sistem
pendidikan adalah pendidikan yang fungsional, yang meliputi pendidikan
universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semuanya harus
punya dasar membaca, menulis, berhitung dan harus mendapatkan
pendidikan agama.
Di luar pendidikanpun Abduh menekankan pentingnya pendidikan
akal dan mempelajari ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Di samping itu,
Abduhpun menggalakkan ummat Islam mempelajari ilmu-ilmu modern.
Dalam hal ini beliau melihat perlunya campur tangan pemerintah, terutama
dalam hal mempersiapkan para pendakwah. Tugas para pendakwah
tersebut adalah:
a. Menyampaikan kewajiban dan pentingnya belajar

12
Samsul Nizar, Op.Cit, h.250

12
b. Mendidik mereka dengan memberikan pelajaran tentang apa yang
mereka lupakan atau yang belum mereka ketahui, dan
c. Meniupkan ke dalam jiwa mereka cinta pada negara, tanah air dan
pemimpin.
Adapun agenda-agenda pembaruan pendidikan islam yang dilakukan
oleh Muhammad Abduh adalah:
a) Purifikasi
Purifikasi atau pemurnian ajaran Islam telah mendapat tekanan
seriusa dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya Bid’ah
dan Khurafat yang masuk dalam kehidupan beragama kaum Muslimin
b) Reformasi
Reformasi pendidikan tinggi Islam difokuskan Abdduh pada
Universitas almamaternya, Al-Azhar. Beliau menyatakan bahwa
kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku klasik
berbahsa Arab yang berisi dogma Ilmu Kalam untuk membela Islam
saja, akan tetapi kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari
sains-sains modern serta sejarah dan agama Eropa, agar diketahui
sebab-sebab kemajuan yang telah mereka capai.
c) Pembelaan Islam
Muhammad Abduh berusaha mempertahankan potret diri Islam.
Hasratnya untuk menghilangkan unsur-unsur asing merupakan bukti
bahwa dia tetap yakin denga kemandirian Islam. Beliau terlihat tidak
pernah menaruh perhatian terhadap paham-paham filasafat anti agama
yang marak di Eropa. Dia lebih tertarik memperhatikan serangan-
serangan terhadap agama Islam dari sudut keilmuan. Beliau berusaha
mempertahankan potret Islam dengan menegaskan bahwa jika pikiran
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hasil yang di capainya otomatis
akan selaras dengan kebenaran Illahi yang dipelajari melalui agama.
d) Reformulasi
Agenda reformulasi trersebut dilaksanakannya dengan membuka
kembali pintu ijtihad. Beliau dengan reformulasinya mengaskan bahwa

13
Islam telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur
panjangnya. Manusia tercipta dalam keadaan tidak terkekang.13

4. Rasyid Ridha
Rasyid Ridha adalah nama populernya, adapun nama lengkapnya
adalah Muhammad rasyid bin ali ridha bin Muhammad syama al bin al-
kalamuny. Ia hidup dalam keluarga dan lingkungan yang mengutamakan
ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena
itu, peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat Islam. Hal ini
relevan dengan pendapat gurunya (Muhammad Abduh) bahwa ilmu
pengetahuan yang berkembang di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk
kemajuan mereka. Beliau juga berpendapat bahwa mengambil ilmu
pengetahuan Barat modern sebenarnya mengambil kembali ilmu
pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.
Dalam bidang pendidikan ia mengadakan perubahan-perubahan
dengan melakukan penambahan materi-materi pengetahuan pendidikan
teknologi barat agar umat islam mamou menggunakan teknologi. Bahkan
ia menyatakan pembangunan sarana pendidikan lebih baik dripada
pembangunan mesjid. Menurutnya mesjid tidak besar nilainya apabila
mereka yng shalat didalamnya hanya orang-orang bodoh. Akan tetap
dngan membangunn sarana pendidikan akan dapat menghapuskan
kebodohn. Dengan begitu, pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi
baik.
Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah membangun
sekolah misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader
Muballig yang tangguh, sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris
Kristen. Sekolah tersebut didirikan pada tahun 1912 di Kairo dengan nama
Madrasah al-Dakwah wa al-Irsyad.Dalam lembaga tersebut Ridha
memadukan antara kurikulum Barat dan kurikulum yang biasa diberikan
madrasah tradisional.
13
Ibid, h. 247

14
5. Jamaluddin al-Afgany
Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin al-Afghani bin
Safdar, lahir di As’adabad dekat Qanar didaerah Kabul Afghanistan tahun
1839 M. ditinjau dari silsilahnya al-Afghani berasal dari keturunan bangsa
arab karena nenek moyangnya berasal dari dari seorang perawi hadist yang
termasyur yaitu al-Tirmidzi.
Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan
suatu bangsa, dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang
kadangkala berpusat di Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang
mengembangkan pertanian, industri, dan perdagangan, yang menyebabkan
penumpukan kekayaan dan harta. Tetapi filsafat menurutnya merupakan
ilmu yang laping teratas kedudukannya di antara ilmu-ilmu yang lain.
Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang
universal. Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-
laki dan perempuan. Menurutnya keduanya mempunyai akal untuk
berpikir, maka tidak ada tantangan bagi wanita bekerja di luar jika situasi
menginginkan.
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas
utama agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan.
Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja melainkan
perempuan pun harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut.

6. Ali Mubarak
Ali Mubarak dipandang sebagai peletak dasar dari Laihah Rajab,
semacam rencana pendidikan yang terpadu bagi bangsa Mesir yang
berdasarkan kerakyatan dengan sasaran pengembangan lembaga
pendidikan, penelitian lembaga pendidikan di daerah dan penerbitan
administrasi pendidikan yang dipusatkan di kantor pemerintah daerah.
Sebagai hasil dari Laihah Rajab itu, lembaga-lembaga pendidikan
berkembang dengan pesat, baik kualitas maupun kuantitas, tetapi
keasliannya tetap terpelihara. Pada perkembangan selanjutnya mendapat

15
pengakuan yang wajar dari pemerintah mulai tingkat dasar sampai
perguruan tinggi.

7. Thaha Husain
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat bahwa
perguruan tinggi adalah sarana terbaik mencetak ilmuwan dan tenaga ahli
yang diharapkan melakukan perubahan-perubahan fundamental yang
dapat memajukan Mesir yang saat itu masih berada pada kondisi yang
memprihatinkan dan terkebelakang dalam berbagai bidang khususnya
pendidikan, di banding dengan Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual,
keilmiahan, dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan
intelektual dan kemerdekaan jiwa menurutnya hanya bisa diperoleh
melalui kemerdekaan ilmu dan intelektual.
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual, maka
beliau menegaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada
sistem dan metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke Perguruan
Tinggi, demikian juga metode penelitiannya.
Gagasan Thaha Husain ini memiliki arti penting bagi kemajuan
ilmu pengetahuan di Mesir karena mampu melahirkan inovasi-inovasi
baru dalam bidang pendidikan dan di sinilah muncul kemampuan belajar
efektif dalam belajar yang sesungguhnya.

C. DAMPAK PEMBARUAN PEDIDIKAN ISLAM DI MESIR


Beberapa dasawarsa setelah gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh
para pemikir Mesir di atas, negeri ini dijadikan contoh yang paling menonjol
mengenai dinamika keberagaman, hubungan antar agama dan masyarakat,
tantangannya pada negara dan dampaknya pada proses demokratisasi.
Mesir juga tempat lahirnya nasionalisme Arab dan kebangkitan Islam di
bawah tiga pemimpin terakhir, yaitu Gammal Abdul Nasser (1918 – 1970 M),
Anwar Sadat (1918 – 1981 M), dan Husni Mubarak (lahir 1928 M.

16
Dalam dekade selanjutnya gerakan dan pemikiran modernisasi Islam di
Mesir menampakkan perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai
gagasan dan gerakan yang berbeda dengan sebelumnya dalam berbagai bidang
misalnya:
1. Bidang sosial politik dengan munculnya gagasan Trias Politika,
patriotisme, emansipasi wanita, dan juga persatuan umat Islam seluruh
dunia dalam rangka membendung pengaruh-pengaruh dunia Barat yang
berusaha merongrong Islam dan kaum muslimin yang diwujudkan dengan
berbagai gerakan sosial;
2. Bidang pendidikan dengan memunculkan gagasan bahwa semua bangsa
Mesir harus mengenyam pendidikan secara merata, yang diupayakan
lewat penataan kembali sistem pendidikan;
3. Bidang agama dan teologi dengan munculnya gagasan pemurnian ajaran
Islam, menghilangkan kejumudan berpikir dan sikap fatalistik yang
merupakan penyebab pokok kemunduran umat Islam; dan lain-lain, tokoh-
tokoh yang sangat berpengaruh tidak hanya di Mesir, tetapi juga seluruh
dunia khususnya Islam. Mereka antara lain Rif’ah Badwi Raf’i al-Tahtawi,
Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, dan beberapa
pengikutnya14.
Jadi, upaya-upaya pembaruan yang dilakukan tesebut, telah
memajukan pendidikan ummat Islam seperti kemajuan yang dicapai oleh
bangsa-bangsa Barat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara garis besar,
ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaruan pendidikan
islam, yaitu:

14
http://id.wordpress.com/tag/ridha

17
1. Faktor kebutuhan pragmatis umat islam yang sangat membutuhkan satu
sistem yang betul-betul bisa dijadikan rujukan.
2. Agama Islam sendiri menyuruh umat Islam untuk selalu berfikir serta
selalu membaca dan menganalisis sesuatu.
3. Adanya kontak Islam dengan Barat
Dan secara historis, kesadaran pembaharuan dan modernisasi
pendidikan di Mesir berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di
Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798 M.
Pembaharuan pendidikan di daerah Mesir ini dilakukan oleh beberapa
orang tokoh, diantaranya:
1. Muhammad Ali Pasya
2. Al-Tahtawi
3. Muhammad Abduh
4. Rasyid Ridha
5. Jamaluddin al-Afgany
6. Ali Mubarak
7. Thaha Husain
Setelah gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pemikir Mesir
di atas, negeri ini dijadikan contoh yang paling menonjol dan upaya-upaya
pembaruan yang dilakukan tesebut, telah memajukan pendidikan ummat
Islam seperti kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat.
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, maupun dari
segi pengetikan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang membangun, supaya kami tidak lagi mengulangi kesalahan-
kesalahan tersebut dalam makalah kami berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian Ketiga. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada

Nata, Abuddin. 2010. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Klasik dan
Pertengahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

18
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Era
Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana

Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media

Zuhairini, dkk. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

http://id.wordpress.com/tag/ridha

http://arabecanuha.blog.com/2009/06/ Sejarah Modernisasi Pendidikan Mesir/

19

You might also like