You are on page 1of 4

EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/eksistensi-manusia-dalam-
filsafat.html

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu:


kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk
melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan,
maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos).
Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang
pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan
dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai
potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan
pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan
itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan
potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan
(epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua
makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam
raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia
sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu,
manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan FPI,
manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan
padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan
bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas
nilai).
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan.
manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti
bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara
moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah
generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang
berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk
melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang
dikehendaki ,masyarakan bengsa itu. Manusia yang belum dewasa, dalam proses
perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses
kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah
sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan
kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek
yang sadar mengembangkan diri sendiri.Alam semesta adalah media pendidikan
sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan
proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan
“mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling
membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana
alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan
manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara
subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh
aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam
masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung
jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk
membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan
manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannyu (human
dignity). Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran
pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau
pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah
kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain:
Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek
didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan
dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-
Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama
yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan
pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya
dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh
lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori bahwa manusia dilahirkan
dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi tabularasa yang
menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan
konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate
tendencies] yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah [Anwar Jasin,
1985:3]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan
adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah
seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa
melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah
manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran
nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui
kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada
hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh
dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan
ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu". Dari
pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah
mengarhkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal
mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik.
Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembanagan. Potensi manusia
yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam
lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan
orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala
potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan
tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat,
sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik.
Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik
adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak haruslah
secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan.
Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-
prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang,
khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang
dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang
secara aktif dalam lingkungannya, mempunyai implikasi bahwa proses belajar-
mengajar harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student active
learning] [Anwar Jasin, 1985:4-5] Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan
menurut Islam didasarkan pada asumsi bawaan" seperti potensi "keimanan",
potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi
fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan
interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik
secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan
mengabdi kepada Allah.
Filsafat pendidikan islam memiliki beberapa sumber:
Menurut John Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai
landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Hasan
Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan
metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia
yang disebutkan pendidikan. Prof. DR. Oemar Muhammad Al-Toumy al-
Syaibani secara rinci menjelaskan bahwa filsafat pendidikan
merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang
bermacam-macam, yang meliputi:
Kilpatrik dalam Noor Syam (1988 : 43) mengatakan bahwa :
Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat
ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang
lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai
dan cita-cita itu di dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia.
Bruner dan Burns dalam bukunya Problems in Education and
Philosophy secara tegas mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
merupaka tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing ke arah
kebijaksanaan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman
dasar pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat dan teori
pendidikan, yaitu sebagai berikut:
C. KESIMPULAN
Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh
makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah
mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan
menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu,
Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhlukNya yang patut diberi amanat
itu, yaitu MANUSIA. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali
dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping
emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak
akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini
pasti terlibat dalam amanat itu.
Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung, akan tetapi
melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah
tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sealigus. Akan tetapi justru karena ada
proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia
itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan
fauna.
Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan
seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanaya flora
dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai
dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering
dipengaruhi oleh paradigma dinamis yang berkembang dalam komunitas masyarakat
disamping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.
D. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kritik serta saran sangat kami
harapkan,dan demi kesempurnaan makalah ini, kami siap untuk merevisi kembali
makalah kami dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian
Filsafat Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002.
Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI, Remaja Rosdakarya,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000.
Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan
Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.
Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Dick Hartono, Memanusiakan Manusia Muda: Tinjauan Pendidikan Humaniora,
Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1985.

You might also like