Professional Documents
Culture Documents
Dalam Depdiknas (2007) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan
perluasan dari TI dengan menggabungkan konsep Teknologi Komunikasi dalam Teknologi
Informasi. Hal ini disebabkan oleh begitu kuatnya keterikatan antara Teknologi Informasi
dengan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai pengertian
dari dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi,
mempunyai pengertian luas yang meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan
sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi.
Teknologi Komunikasi mempunyai pengertian segala hal yang berkaitan dengan
penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke
lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak
terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala aspek yang terkait dengan
pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer / pemindahan informasi antar media
menggunakan teknologi tertentu. Salah satu peralatan TIK yang sangat diperlukan dalam
berbagai bidang antara lain komputer. Bahan kajian TIK untuk jenjang SMA standar isi
mencakup 3 aspek. Masing - masing aspek meliputi kompetensi sebagai berikut:
Ê
Beberapa ahli pendidikan memberikan definisi belajar secara berbeda yang pada prinsipnya
mempunyai maksud yang sama. Konsep belajar telah banyak dideskripsikan oleh pakar
psikologi, antara lain:
1. Gagne dan Berliner dalam Anni (2004: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses
dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.
2. Morgan dalam Anni (2004: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif
permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman.
3. Slavin dalam Anni (2004: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan individu yang
disebabkan oleh pengalaman.
4. James O. Wittaker dalam Soemanto (2003: 104) menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku melalui latihan atau pengalaman.
6. Hudojo (1987) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam
memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga timbul perubahan tingkah laku,
misalnya setelah belajar seorang mampu mendemonstrasikan dan keterampilan dimana
sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya.
7. Anwar (1990) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan dari setiap tingkah
laku yang merupakan pendewasaan/pematangan atau yang disebabkan oleh suatu kondisi
dari organisme.
8. Sukardi (2009) berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku tetap dari
belum tahu menjadi, dari belum paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi
lebih terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi
lingkungan dan individu itu sendiri.
Berdasarkan uraian tentang konsep belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku pembelajar yang relatif permanen yang merupakan hasil dari
praktek atau pengalaman pembelajar. Pada saat proses belajar banyak faktor- faktor yang
mempengaruhi. Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar secara garis besar dibedakan menjadi
dua macam, yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal menyangkut faktor- faktor psikologis pembelajar. Kehadiran faktor-
faktor psikologis tersebut akan memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya
mencapai tujuan belajar. Faktor- faktor internal antara lain : motivasi, kondisi kesehatan
jasmani dan rohani, intelektual, emosional.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal dapat mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktivitas belajar,
karena individu yang belajar adalah berinteraksi dengan lingkungan. Faktor- faktor
eksternal antara lain : variasi dan tingkat kesulitan materi yang dipelajari, metode
pembelajaran, cuaca, kondisi tempat belajar.
Ê
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 24-25), aktif adalah giat (bekerja, berusaha),
sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal di mana siswa dapat aktif. Pada penelitian ini
keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan belajar siswa. Belajar adalah proses perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik dan relatif tetap, serta ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Jadi keaktifan
belajar siswa adalah suatu keadaan di mana siswa aktif dalam belajar.
Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar
yang beraneka ragam seperti pada saat siswa mendengarkan ceramah, mendiskusikan, membuat
suatu alat, membuat laporan pelaksanaan tugas dan sebagainya. Paul B. Diedrich dalam Oemar
Hamalik (2005:172) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu:
1. isual activeties (kegiatan-kegiatan visual) seperti membaca, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Oral Activities (kegiatan-kegiatan lisan) seperti mengemukakan suatu fakta,
menghubungkan sutu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan
pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Listening Activities (kegiatan-kegiatan mendengarkan) seperti mendengarkan uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.
4. Writing activities (kegiatan-kegiatan menulis) seperti menulis cerita, karangan, laporan,
tes, angket, menyalin, dan sebagaianya.
5. Drawing activities (kegiatan-kegiatan menggambar) seperti menggambar, membuat grafik,
peta, diagaram, pola, dan sebagainya.
6. Motor activities (kegiatan-kegiatan motorik) seperti melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
7. Mental activities (kegiatan-kegiatan mental) seperti merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan
sebagainya.
8. Emotional activities (kegiatan-kegiatan emosional) seperti menaruh minat, merasa bosan,
gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.
Klasifikasi aktivitas belajar dari Diedrich di atas menunjukkan bahwa aktivitas dalam
pembelajaran cukup kompleks dan bervariasi. Aktivitas di sini tidak hanya terbatas pada
aktivitas jasmani saja yang dapat secara langsung diamati tetapi juga meliputi aktivitas rohani.
Keadaan di mana siswa melaksanakan aktivitas belajar inilah yang disebut keaktifan belajar.
Menurut Moh Uzer Usman (2002: 21), mengajar adalah membimbing kegiatan siswa
sehingga ia mau belajar. Untuk itu keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar
mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa sebagai subjek didik itu sendiri yang melaksanakan
belajar, sehingga siswalah yang seharusnya lebih banyak aktif, bukan gurunya. Perbedaan antara
belajar aktif dan pasif menurut Bobby De Potter dan Mike Hernacki seperti dikutip oleh Heni
Purwanti (2006: 25) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2 Perbedaan belajar aktif dan pasif
Aktif Pasif
Belajar apa saja di setiap situasi Tidak dapat melihat adanya potensi
belajar
Menggunakan apa yang dipelajari untuk Mengabaikan kesempatan berkembang
mendapatkan manfaat atau keuntungan dari suatu pengalaman belajar
Mengupayakan agar segalanya Membiarkan segalanya terjadi
terlaksana
Bersandar pada kehidupan Menarik diri dari kehidupan
(Heni Purwanti,2006)
Berdasar dari perbedaan tersebut, seorang siswa aktif dalam belajar jika siswa tersebut dapat
belajar dari situasi apapun, siswa dapat menggunakan apa yang dipelajari sehingga apa yang
dipelajari tidak sia-sia. Selain itu siswa yang aktif dalam belajar akan melakukan berbagai usaha
untuk mencapai tujuannya. Siswa yang aktif tidak akan menarik diri dari kehidupan karena dari
kehidupan tersebut siswa dapat belajar banyak hal.
HO Lingren dalam Moh. Uzer Usman (2002: 24) melukiskan kadar keaktifan siswa dalam
interaksi di antara siswa dengan guru dan di antara siswa dengan siswa lainnya. Dalam hal ini,
Lingren mengemukakan empat jenis interaksi dalam belajar mengajar seperti tampak pada
Diagram 1.
Jenis interaksi pertama yaitu komunikasi satu arah menggambarkan komunikasi hanya terjadi
dari guru terhadap siswa, tetapi tidak ada interaksi balik dari siswa kepada guru. Jenis kedua
menunjukkan ada interaksi antara guru dan murid, tetapi antara siswa belum ada interaksi. Pada
jenis ketiga terlihat bahwa interaksi terjadi antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa,
tetapi belum optimal sehingga masih ada siswa yang belum saling berinteraksi. Jenis keempat,
interaksi terjadi secara optimal artinya interaksi terjadi antara guru dengan siswa dan semua
siswa saling berinteraksi. Dari keempat interaksi tersebut, jenis interaksi keempat perlu
diterapkan dalam pembelajaran di kelas karena dapat membangun siswa untuk aktif.
Ê