Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam
lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan
peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek
faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi
ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu
tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Materi bahasa bisa dipahami melalui Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh
Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan
teori-teori bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai pembelajar bahasa,
(1998: 2). Siswa sebagai organisme dengan segala prilakunya termasuk proses yang
terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi
hanya bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas
dasar hal tersebut muncullah disiplin ilmu yang baru yang disebut Psikolinguistik atau
disebut juga dengan istilah Psikologi Bahasa.
Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa
menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat,
memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu
menyandi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu
mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena
bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan
segala pemikiran.
Berdasarkan pemikiran di atas , dapat dikatakan keterkaitan antara bahasa dan pikiran
adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Maka dari itu,
penulis berupaya mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan
konsep dari beberapa ahli yang berhubungan dengan disiplin ilmu ini.
Pengertian Psikolinguistik
Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal dari bahasa
Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang
berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa.
Pengertian psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika psikologi masih berada atau
merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu
jiwa lazim dipakai sebagai padanan psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu
(misalnya timbulnya konotasi bahwa psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu
jiwa tidak dipakai lagi.
Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada objek
psikologi sendiri tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran para peminatnya.
Bruno (Syah, 1995)secara rinci mengemukakan pengertian psikologi dalam tiga bagian
yang pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama psikologi adalah studi mengenai ruh.
Kedua psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga psikologi
adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme.
Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bersejarah) yang
berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka
menganggap bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, studi
mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi
mengenai ruh.
Ketika psikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang
mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan
laboratorium psikologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya
William james (1842-1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi
sebagai ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental.
Pengertian ketiga dikemukakan J.B. Watson (1878-1958) sebagai tokoh yang radikal
yang tidak puas dengan definisi tadi lalu beliau mendefinisikan psikologi sebagai ilmu
pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri
menafikan (menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh
dan kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat
dibuktikan karena tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka. Dengan demikian dapat kita
katakan bahwa Psikologi behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa yang tidak berjiwa.
Untuk menengahi pendapat tadi muncullah pengertian yang dikemukakan oleh pakar
yang lain, di antaranya Crow & Crow. Menurutnya psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya
(manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dsb.
Pengertian psikologi di atas sesuai dengan kenyataan yang ada selama ini, yakni bahwa
para psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang
bersifat jasmaniah (aspek pasikomotor) dan yang bersifat rohaniah (kognitif dan afektif).
Tingkah laku psikomotor (ranah karsa) bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk,
berjalan, dsb., sedangkan tingkah laku kognitif dan afektif (ranah cipta dan ranah rasa)
bersifat tertutup, seperti berpikir, berkeyakinan, berperasaan, dsb.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi ialah ilmu
pengetahuan mengenai prilaku manusia baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 1982:
99). Sejalan dengan pendapat di atas Martinet mengemukakan (1987: 19)
mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.
Secara lebih rinci dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas, 1988: 10)
dinyatakan linguistics is the study of human speech including the units, nature, structure,
and modification of language ‘linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk
unit-unitnya, hakikat bahasa, struktur, dan perubahan-perubahan bahasa’.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa
dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara
maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak ataupun membaca.
Berdasarkan pengertian psikologi dan linguistik pada uraian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa,
baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak.
Untuk lebih jelasnya, mengenai pengertian psikolinguistik berikut ini dikemukakan
beberapa definisi psikolinguistik.
Aitchison (Dardjowidojo,2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi
tentang bahasa dan minda. Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003: 2)
mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and
language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’.
Minda atau otak beroperasi ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley
(Dardjowidjojo,2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses
mental-mental dalam pemakaian bahasa.
Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh
bahasa. Dalam kaitan ini Levelt (Marat,1983: 1) mengemukakan bahwa psikolinguistik
adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia.
Kridalaksana (1982: 140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa
psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku
dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh.
Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa
kalimat-kalimat. Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa
psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para
pembicara/pemakai bahasa membentuk/ membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut.
Sejalan dengan pendapat di atas Slobin (Chaer,2003: 5) mengemukakan bahwa
psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika
seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi
dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia. Secara lebih rinci Chaer (2003:
6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa,
dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu
memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan
memahami ujaran. Dalam kaitan ini Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan
Psycholinguistics is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to
use language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the way in
which language is produce and understood ‘Psikolinguistik adalah studi tentang
mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat
memproduksi atau memahami ujaran’.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan beroperasinya aspek
formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan “grammatical and
lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations
available to their speakers”. Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu
representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan
aspek formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir
adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan
menjadi premis dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut ini :
“Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh bahasa native kita. Kategori dan
tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena tidak dapat kita temui karena semua fenomena
tersebut tertangkap oleh majah tiap observer. Secara kontras, dunia mempresentasikan
sebuah kaleidoscopic flux yang penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan
ini adalah sistem bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam,
mengorganisasikannya ke dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting.”
Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial dan mengkondisikan pikiran individu tentang
sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya
dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh
simbol-simbol bahasa tertentu yang menjadi medium komunikasi sosial. Tidak ada dua
bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat tinggal
berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan
karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia
tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan
tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yangmasuk seperti
yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang
menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula (Rakhmat, 1999).
Hubungan Bahasa, Otak, dan Pikiran dalam pembelajaran Berbasis Peta Pikiran
Setiap manusia lahir dengan segala potensi yang dimiliki, termasuk potensi pikiran.
Namun, pada praktik pembelajaran, penggunaannya masih jauh dari optimal. Hal ini
tercermin dari berbagai kesulitan yang muncul pada pembelajaran, seperti kesulitan
dalam memusatkan perhatian atau mengingat, yang berujung pada rendahnya hasil
pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran di sekolah, kondisi ini masih diperburuk oleh
praktik pembelajaran yang keliru, seperti pemberian tambahan pembelajaran baik di
dalam maupun di luar sekolah. Padahal proses tersebut, hanya dapat bermakna repetisi
dari proses pembelajaran sebelumnya dan tidak memberi nilai tambah bagi pemahaman
siswa. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada membaca buku atau mendengar
pengajaran yang tidak memberi pemahaman. Pembelajaran melibatkan pemikiran yang
bekerja yang bekerja secara asosiatif, sehingga dalam setiap pembelajaran terjadi
penghubungan antar satu informasi dengan informasi yang lain. Pembelajaran sangat erat
kaitannya dengan penggunaan otak sebagai pusat aktivitas mental mulai dari
pengambilan, pemrosesan, hingga penyimpulan informasi. Dengan demikian,
pembelajaran merupakan proses sinergisme antara otak, pikiran dan pemikiran untuk
menghasilkan daya guna yang optimal.
Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, maka proses pembelajaran harus
menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Ketika manusia berkomunikasi dengan kata-
kata, otak pada saat yang sama harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan,
mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan
kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata
ini dirangkai dengan gambar, symbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan
kata yang bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi satu,
dihubungkan oleh logika, di atur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang dapat
dipahami.
Salah satu upaya yang dapat digunakan dalam membuat citra visual dan perangkat grafis
lainnya sehingga dapat memberikan kesan mendalam adalah peta pikiran. Peta Pikiran
merupakan teknik pencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan dan didasarkan pada
riset tentang cara kerja otak. Peta Pikiran menggunakan pengingat visual dan sensorik
alam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide
orisinil dan memicu ingatan yang mudah. Oleh karena itu, proses pembelajaran
seharusnya dapat menggunakan teknik pencatatan peta pikiran sebagai salah satu cara
belajar yang dapat dilatihkan kepada siswa. Penggunaan Peta Pikiran (Mind mapping)
dalam pembelajaran diarapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa.
Belajar Berbasis Peta Pikiran
Belajar didefinisikan sebagai semua perubahan pada kapabilitas dan perilaku organisme,
baik secara mental maupun fisik, yang diakibatkan oleh pengalaman (Yovan, 2008).
Kemampuan belajar merupakan alat andalan dalam mempertahankan kehidupan.
Menurut Potter (2002), ada dua kategori umum tentang bagaimana kita belajar, yaitu
pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas), dan kedua cara
kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Dengan demikian, cara
belajar merupakan kombinasi dari bagaimana menyerap, lalu mengatur, dan mengolah
informasi.
Belajar berbasis pada konsep Peta Pikiran (Mind mapping) merupakan cara belajar yang
menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total-Mind Learning (TML). Pada
konteks TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap
saat dan di setiap tempat semua makhluk hidup di muka bumi belajar, karena belajar
merupakan proses alamiah. Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari
lingkungan sekitar untuk mempertahankan hidup.
Dari tinjauan Psikologis, belajar merupakan aktivitas pemrosesan informasi, yang dapat
diartikan sebagai proses pembentukan pengetahuan (proses kognitif). Menurut Peaget,
setiap anak memiliki skema (scheme) yang merupakan konsep atau kerangka yang eksis
di dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi. Sedangkan menurut Vygotsky, kemampuan kognitif
dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat
psikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental.
Fakta yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi anak saat ini dibanjiri dengan
informasi yang up to date setiap saat. Ketidakmampuan memroses informasi secara
optimal di tengah arus informasi menyebabkan banyak individu yang mengalami
hambatan dalam belajar ataupun bekerja. Menurut Yovan (2008), hambatan pemrosesan
informasi terletak pada dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian
kembali. Keduanya merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.
Dalam hal pencatatan, seringkali individu tanpa disadari membuat catatan yang tidak
efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara linear, bahkan tidak sedikit pula
yang membuat catatan dengan menyalin langsung seluruh informasi yang tersaji pada
buku atau penjelasan lisan. Hal ini mengakibatkan hubungan antaride/informasi menjadi
sangat terbatas dan spesifik, sehingga berujung pada minimnya kreativitas yang dapat
dikembangkan setelahnya. Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan
kesulitan untu mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar atau
bekerja.
Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling dibutuhkan
adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari. Pemaggilan ulang
merupakan kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan berbagai informasi dan
hubungannya, dalam format yang sangat personal. Hal ini merupakan salah satu indikator
pemahaman individu atas informasi yang diberikan. Dengan demikian, proses
pemanggilan ulang sangat erat hubungannya dengan proses pengingatan atau
remembering.
Salah satu hal yang berperan dalam pengingatan adalah asosiasi yang kuat antarinformasi
dengan interpretasi dari informasi tersebut. Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika
informasi tersebut memiliki representasi mental di pikiran. Contohnya, jika seseorang
ingin mengingat “mobil”, maka sebelumnya ia perlu merepresentasikan mobil dalam
pikirannya, mungkin berupa gambar, merek, harga atau kecepatan. Hubungan tersebut
perlu dipahami secara personal, sehingga setelahnya tercipta representasi mental yang
lebih mudah diingat.
Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas adalah dengan
Peta Pikiran (Mind Map). Dengan peta pikiran, individu dapat mengantisipasi derasnya
laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat yang memungkinkan terciptanya
“hasil cetak mental” (mental computer printout). Hal ini tidak hanya dapat membantu
dalam mempelajari informasi yang diberikan, tapi juga dapat merefleksikan pemahaman
personal yang mendalam atas informasi tersebut. Selain itu Mind mapping juga
memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin
dipelajari, baik asosiasi antarsesama informasi yang ingin dipelajari ataupun dengan
informasi yang telah tersimpam sebelumnya di ingatan. Peta Pikiran merupakan suatu
teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal untuk membuka
potensi dari seluruh otak, karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada
bagian neo-korteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan.
Mind Mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang
akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi
yang telah dipelajari. Mind Mapping adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan
gaya belajar visual. Mind Mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak
yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak
maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk
informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol,
bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Mind
Mapping yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan
karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap saat.
Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat
proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran.
Dengan demikian, guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang dapat mendukung
kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan Mind Mapping. Proses belajar
yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan tempat belajar. Jika
lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka akan baik dampaknya bagi
proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut memberikan sugesti negatif
maka akan buruk dampaknya bagi proses dan hasil belajar.
Simpulan
Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang
menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran. Hubungan
bahasa dengan pikiran, yaitu dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran
menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari
proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil
analisis kode. Pada umumnya suatu pemikiran yang kompleks dinyatakan dalam kalimat
yang kompleks pula. Hal ini, dapat diartikan pula apabila dalam mengungkapkan sebuah
kalimat, dibutuhkan pemikiran yang kompleks. Kompleksitas makna dalam kalimat yang
kompleks muncul, karena dalam kalimat tersebut terdapat proposisi yang jumlahnya
sangat banyak. Dalam penerapan proposisi-proposisi tersebut dapat bertindak sebagai
anak kalimat yang menjadi pelengkap untuk kalimat induk, selain itu, kalimat itu dapat
diperpanjang selama setiap akhir dari kalimat tersebut adalah nomina. Manusia yang
berpikir itu merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka bahasanya pun merupakan
kesatuan dan keseluruhan. Bahasa merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis. Seringkali
perkembangan bahasa tidak selaras dengan perkembangan masyarakat yang
mempunyainya, sehingga kerapkali ada kepincangan antara manusia dengan bahasanya.
Mind Mapping adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual.
Mind Mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di
dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan
memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik
secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan
sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Mind Mapping
yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan karena
berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap saat. Suasana
menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar
akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran.
DAFTAR PUSTAKA