You are on page 1of 5

PEMBERIAN BANTUAN KESEHATAN GRATIS

PADA MASYARAKAT MISKIN

A.Program kesehatan gratis pada masyarakat


Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) Atau Askeskin diberlakukan
tahun 2005 dengan penunjukkan PT. Askes sebagai pihak ketiga pengelola program dengan SK.
Menkes RI No.1241/2004 dan SK. Menkes RI No.56/2004. Program ini merupakan kelanjutan
dari program kesehatan yang pernah diluncurkan oleh Pemerintah Pusat sebelumnya yaitu JPS-
BK yang kemudian dilanjutkan PKPS-BBM. Pada dasarnya program ini bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin dan kurang mampu untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang memadai

Yang paling penting dalam operasional program ini adalah bahwa masyarakat tahu akan
fasilitas kesehatan gratis yang diluncurkan oleh pemerintah pusat. Kenyataan dilapangan bahwa
tidak semua masyarakat tahu akan program Askeksin ini, berbeda pad program sebelumnnya
yakni kartu Sehat, JPS atau kartu miskin. Keterlibatan stakeholder dalam penyampaian program
ini menjadi kunci utama dalam kesuksesan program ini.

Bila dikaitkan yang ada dilapangan bahwa sosialisasi hanya dilakukan sampai pada
tingkat perangkat saja, sedangkan untuk ke masyarakat atau gakinnya sangat kurang atau sangat
minim. Pengetahuan masyarakat akan kartu ini ketika masyarakat yang bersangkutan sedang
berobat di rumah sakit ataupun puskesmas. Hanya masyarakat yang pernah menggunakan kartu
ini saja yang tahu akan keberadaan askeskin. Media sosialisasipun dirasa sangat minim yakni
hanya pada forum senenan saja dan juga melalui poster atau pamflet yang hanya bisa didapatkan
di institusi kesehatan baik Pustu maupun Puskesmas.

Media komunikasi yang cukup sederhana itu menghambat kelancaran penyampaian


pesan ke perangkat yang pada akhirnya akan menganggu pesan askeksin ke masyarakat. Jika
dikaitkan dengan kemampuan para pelaksana akan isi dari program ini, tentu saja perangkat
memiliki pemahaman yang kurang akan program, disinilah dituntut peran petugas kesehatan
yakni bidan desa untuk berkoordinasi dengan perangkat untuk melakukan sosialisasi kepada
masyarakat.Seperti yang dikemukakan dalam halaman sebelumnya bahwa koordinasi antar bidan
desa dan perangkat sangatlah kurang, terkesanpara stakeholder ini berjalan sendiri-sendiri.
Komunikasi juga terkait dengan transparansi pesan dari kebijakan ini. Agaknya transparansi
penentuan kepesertaan Askeskin juga perlu mendapatkan perhatian oleh para badan pelaksana
maupun pembuat kebijakan.

B. Kendala yang dihadapi

Tujuh kelemahan program kesehatan gratis, yakni problem pada pembiayaan dan
identifikasi sasaran, problem identitas resmi kependudukan, problem diseminasi dan sosialisasi,
problem pelibatan pemkot/pemkab, problem indikator keberhasilan program, problem
pemenuhan hak dan tuntutan moral, problem birokrasi dan pelaksana program.

Problem pertama pada pembiayaan kesehatan gratis adalah minimnya dana talangan yang
dialokasikan pemerintah propinsi (Pemprov). Misalnya terjadi pada kasus Kabupaten Pelalawan,
selama periode Juli-Desember 2008 alokasi dana program kesehatan gratis dari Pemprov untuk
Kabupaten Pelalawan hanya sebesar Rp 611 juta, sementara kebutuhan dana kesehatan gratis
mencapai Rp 1 miliar lebih. Pada 2008 trend penggunaan dana kesehatan gratis yang hampir
mencapai Rp 2 miliar per semester, Pemkab mengharapkan pada tahun anggaran 2009
dianggarkan sebesar Rp 4 miliar untuk dua semester. Berkaca pada pengalaman implementasi
2008 lalu, pengelola RS setempat kebingungan mencarikan dana untuk menalangi program
kesehatan gratis. Kasus ini terjadi karena dalam APBD setempat pada 2008 tidak ada alokasi
anggaran untuk kesehatan gratis, padahal sebelumnya sudah meneken kontrak kesepakatan
sharing pembiayaan kesehatan gratis dengan pemkab.

Problem kedua identitas resmi kependudukan. Masih banyak masyarakat yang belum
memiliki identitas (KTP dan kartu keluarga) sebagai syarat mendapatkan layanan dan masih
banyak rujukan yang tak sesuai prosedur. Persyaratan identitas resmi kependudukan sudah
menjadi syarat wajib untuk mendapatkan semua layanan kesehatan dasar di Puskesmas dan
jaringannya serta rujukan ke Kelas III rumah sakit pemerintah dengan menggunakan obat
generik. Memang ada pengecualian penikmatan program kesehatan gratis yakni penduduk yang
sudah memiliki jaminan kesehatan seperti Askes PNS, Jamkesmas, Jamsostek, Asabri, Askes
Komersial.
Problem ketiga, sosialisasi jenis pelayanan yang menjadi tanggungan program kesehatan
gratis juga masih minim. Masyarakat masih gampang dibohongi petugas pelaksana program
untuk dimintai biaya pengobatan karena persoalan ketidaktahuan jenis layanan yang digratiskan,
seperti pada kasus kematian bayi Nazar. Demikian pula sebaliknya, karena minim sosialisasi
masyarakat menganggap semua jenis layanan kesehatan adalah gratis.

Problem keempat, pelibatan pemkot/pemkab dalam program. Meski ada 10 pemerintah


kabupaten/kota bersedia memberikan anggaran lebih dari ketentuan alokasi yang diharapkan,
berarti selebihnya masih banyak daerah yang belum memberikan anggaran lebih (13
kabupaten/kota) yang bertendensi pada ketidakmerataan anggaran program.

Problem kelima, indikator keberhasilan program hanya mengukur dampak atau


keberhasilan suatu program. Indikator yang digunakan pemprov selama ini hanya indikator
kuantitas penerima manfaat (beneficiaries) ketika semakin banyak yang memakai fasilitas
layanan kesehatan gratis. Padahal, indikator status kesehatan biasanya diukur menggunakan:
angka harapan hidup, angka kematian bayi, angka kematian anak, angka kematian kasar, angka
fertilitas total, dan seterusnya.

Terakhir, problem birokrasi pelaksana program. Ternyata para pelaksana program


kesehatan gratis belum seluruhnya mengetahui jenis-jenis layanan kesehatan yang digratiskan.

C. Implementasi program kesehatan bagi masyarakat

Salah satu aspek atau tahapan yang paling penting dari implementasi program kesehatan
masyarakat miskin ini adalah tahapan kepesertaan Karena salah satu tolok ukur keberhasilan
program ini adalah tercapainya sasaran program yakni keluarga miskin secara tepat. Oleh karena
itu aspek kepesertaan menjadi bagian yang paling penting dan bagian yang paling banyak
mengalami hambatan mulai dari pencatatan rumah tangga miskin, pengolahan data rumah tangga
miskin sampai pada pendistribusian kartu pelayanan kesehatan ini.
D. HASIL DARI PROSES PELAKSANAAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi dan politik sangat
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan askesin ini. Ketidakpuasan akan hasil
pendataan rumahtangga miskin dilatarbelakangi oleh adanya kecemburuan social (cemburu
dengan tetangganya yang kondisi rumahnya tidak jauh berbeda dengan dia atau malah lebih
mampu mendapatkan KKBataupun askeskin, sedangkan dia tidak) . Pada penelitian ini terkait
dengan dukungan implementor serta karakteristik partisipan terhadap kelancaran program dapat
dikatakan sangat rendah
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Wahab, Solichin. 1991. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeto.
Riau Pos, 22 November 2008

You might also like