Professional Documents
Culture Documents
Mustafa Abubakar
Posisi
dan peran Bulog sebagai salah satu operator dalam upaya mewujudkan ketahanan
pangan yang tangguh dan meningkatkan kesejahteraan petani, menghadapi berbagai
kendala. Dalam membahas ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani,
banyak pertanyaan yang muncul, antara lain (1) mengapa perlu memperkuat
ketahanan pangan dan bagaimana cara memperkuatnya, baik pada tingkat rumah
tangga maupun tingkat nasional? (2) apa kaitan antara produksi pangan dalam
negeri dengan kesejahteraan petani? (3) bagaimana perubahan lingkungan strategis
akan mempengaruhi ketahanan pangan? (4) apa peran Perum Bulog dalam memperkuat
ketahanan pangan? (4) mengapa Bulog perlu berubah serta kemana arah perubahan
tersebut?
Pangan merupakan
kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk
memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut
dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan
tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan
dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting
bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan
kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial
dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi kritis
ini bahkan dapat membahayakan stabilisasi nasional yang dapat meruntuhkan
Pemerintah yang sedang berkuasa.
pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kriteria kecukupan
konsumsi maupun persyaratan operasional logistik. Kegiatan pengelolaan pangan
oleh Pemerintah seringkali mendapat kritik karena adanya ketidak-sempurnaan
kegiatan-kegiatan intervensi itu sendiri baik yang disebabkan oleh kelemahan
dalam proses penyusunan kebijakannya maupun karena akibatnya yang akan
menimbulkan distorsi pasar. Intervensi akan dianggap reasonable kalau dilakukan
dalam keadaan defisit pangan atau jika terjadi surplus produksi yang berlebihan,
dan jika infrastruktur pemasaran dan kelembagaan tidak cukup berkembang dan
kompetitif untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Kemudahan
mewujudkan ketersediaan pangan, stok pangan dunia yang tersedia dalam jumlah
besar serta kemungkinan alternatif baru bentuk program stabilisasi harga,
mendorong berbagai pihak untuk selalu mengevaluasi kembali kebijakan pangan
Pemerintah.
Karakteristik
produksi pangan (beras) mempunyai ketimpangan antartempat dan waktu serta
diproduksi oleh jutaan produsen yang sebagian besar adalah petani kecil, petani
tanpa tanah atau buruh tani. Produksi padi dihasilkan oleh jutaan petani dengan
luas lahan sempit yang dikelola secara tradisional dan subsistem secara turun
menurun. Dari aspek tempat, sebagian besar produksi padi dihasilkan di pulau
Jawa. Sedangkan dari aspek antarwaktu, 60% produksi beras dihasilkan pada
periode Januari-Mei, 30% pada periode Juni-Agustus dan 10% pada periode
September-Desember.
Permintaan pangan
(beras) bersifat in-elastis, yang mengimplikasikan bahwa fluktuasi harga tidak
akan mengakibatkan perubahan yang besar pada permintaan. Permintaan cenderung
konstan antarwaktu. Dalam jangka panjang, permintaan meningkat, terutama karena
pertumbuhan populasi. Sementara itu, ketersediaan pangan penuh dengan
ketidakpastian. Hal ini mendorong Pemerintah melakukan intervensi dengan
http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 9 June, 2009, 09:32
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Lingkungan Strategis
Badan Pusat
Statistik (Mei, 2007) menyebutkan dari komponen garis kemiskinan yang terdiri
dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non-makanan, terlihat bahwa
peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditi bukan makanan.
Komoditi yang penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2007,
sumbangan pengeluaran beras terhadap garis kemiskinan adalah sebesar 28,64% di
pedesaan dan 18,56% di perkotaan. Besarnya sumbangan harga beras dalam garis
kemiskinan akan mengakibatkan jumlah individu yang sebelumnya di atas garis
kemiskinan menjadi berada di bawah garis kemiskinan apabila terjadi kenaikan
harga beras yang cukup tinggi.Â
Masalah ketenagakerjaan di
Indonesia, sangat besar dan kompleks. Besar, karena menyangkut jutaan
jiwa; dan kompleks, karena masalahnya mempengaruhi sekaligus
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi. Faktor demografis
mempengaruhi jumlah dan komposisi angkatan kerja. Indonesia cukup berhasil dalam
menurunkan angka kelahiran dan kematian secara berkesinambungan. Hal ini justru
berdampak pada pertumbuhan penduduk usia kerja yang jauh lebih cepat dari pada
http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 9 June, 2009, 09:32
Sekretariat Negara Republik Indonesia
sebagai manusia. Tempat tinggal sempit dan kumuh, satu kamar untuk sekeluarga,
pakaian jarang diganti, makanan kurang teratur serta kurang enak, sulit
memperoleh air bersih dan buang kotoran tidak pada tempat yang nyaman, sanitasi
buruk, kalau sakit terpaksa ditahan, bahkan hubungan seks pun tidak nyaman
karena kondisi rumah yang serba kotor dan pengap. Itu sekedar contoh dari banyak
ketidaknyamanan hidup mereka sebagai manusia.
Kemiskinan pendapatan
(income poverty) dianggap sebagai sumber utama terjadinya kerawanan
pangan (food insecurity). Penduduk miskin tidak mampu mengakses pangan,
walau pangan tersedia di warung, toko atau pasar yang berada di sekitar mereka.
Karena rendahnya pendapatan, mereka juga tidak mampu mengakses fasilitas
kesehatan dan pendidikan. Pangan, kesehatan dan pendidikan adalah kebutuhan
paling mendasar buat pembangunan manusia.
Keempat,
kekurangan energi dan protein (KEP) dan kekurangan energi kronis (KEK) yang
dijumpai pada wanita usia subur 15-49 tahun. Proporsi wanita usia subur yang
berisiko KEK tinggi pada usia muda 15-19 tahun. Wanita menderita KEK cenderung
akan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), yang nantinya akan
menghambat pertumbuhan anak balita.
Masalah kerawanan
pangan dan gizi umumnya karena suatu kelompok masyarakat tidak mampu mengakses
pangan, bukan kerena ketidaktersediaan pangan. Karena pendapatannya yang kurang,
penduduk miskin tidak mampu membeli pangan yang bergizi dan mencukupi agar dapat
hidup sehat dan produktif. Padahal, pangan banyak tersedia di sekitar mereka,
seperti di toko, di kios, di warung, maupun di pasar, namun mereka tidak mampu
mengaksesnya.
yang ditaksir mencapai US$ 7.156 juta/tahun, dengan kehilangan PDB mencapai 6%,
dan harus mengeluarkan biaya kesehatan ditaksir sebesar US$ 2.148 juta/tahun.
Brazil salah satu negara maju di Amerika Latin, dengan pendapatan per kapita
mencapai hampir US$3.000, juga mengalami kerugian karena kekurangan gizi
masyarakatnya yang ditaksir mencapai US$ 28.187 juta/tahun. Kehilangan PDB
ditaksir sebesar 6%, dan perlu mengeluarkan biaya untuk kesehatan mencapai US$
19.871 juta/tahun. Persentase kehilangan PDB yang dikaitkan dengan kekurangan
gizi juga ditemui di negara berkembang yang lain, seperti Filipina (kehilangan
10%), Thailand (10%), Kenya (16%), dan Tanzania (17%).
Tekanan
eksternal tersebut juga dirasakan Bulog. Sebagai salah satu lembaga pangan yang
diberikan mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga bahan pangan pokok
khususnya beras, Bulog telah menjalankan fungsinya selama lebih dari 30 tahun.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, Bulog berubah menjadi Perusahaan
Umum. Namun apapun bentuk dan struktur lembaganya, fungsi utama yang tidak
berubah dan tetap melekat pada institusi ini adalah sebagai penjaga ketahanan
pangan, khususnya dalam stabilisasi harga dan pemupukan stok beras hingga
tersedia dalam jumlah yang cukup dan aman di semua wilayah.Â
Keterbukaan
pasar tersebut, masih perlu dikhawatirkan, mengingat karakteristik petani
Indonesia dan nilai strategis beras dalam perekonomian Indonesia yang masih
memerlukan perlindungan. Hal inilah yang menjadi dilema dalam upaya memperkuat
ketahanan pangan.Â
Para ahli
semakin menyadari bahwa pembangunan manusia adalah hal yang terpenting dan
paling mendasar. Pembangunan haruslah berpusat pada manusia, dan menempatkan
manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan.
Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperbanyak pilihan. Di antara
pilihan tersebut, yang terpenting adalah sehat dan berumur panjang, berilmu
pengetahuan dan mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan. Dengan
karakteristik tersebut, yang bersangkutan dapat hidup secara layak, produktif,
dapat turut serta dalam berbagai kegiatan budaya, sosial, dan politik.
http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 9 June, 2009, 09:32
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Transfer Pangan
non-pangan dapat dipakai untuk memahami ciri kelompok miskin. Semakin rendah
pendapatan seseorang atau rumah tangga, semakin besar proporsi pendapatannya
yang dipergunakan untuk pangan. Hanya sebagian kecil bagian pendapatan mereka
yang dipakai untuk konsumsi barang-barang bukan pangan seperti barang tahan
lama, rekreasi, konsumsi BBM/listrik. Proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
pangan secara rata-rata nasional, ternyata tidak banyak berubah selama hampir 15
tahun terakhir, malah meningkat dalam periode krisis 1998-2000.
Dalam
periode 2002-2004 misalnya, rataan pengeluaran untuk pangan mencapai 57%.
Proporsi pengeluaran untuk pangan ternyata lebih tinggi pada rumah tangga
pedesaan (65%) dibandingkan dengan perkotaan (51%). Ini juga menunjukan bahwa
masyarakat pedesaan masih banyak yang berpendapatan rendah atau miskin.Â
Pengeluaran untuk padi-padian—yang didominasi oleh beras tentunya—mencapai
hampir 11% dari total pengeluaran rumah tangga, hampir 16% untuk rumah tangga
pedesaan dan kurang separuhnya untuk rumah tangga perkotaan.
Kelompok
miskin yang berada di desa maupun di kota mengalokasikan sebagian besar
pendapatannya untuk pangan. Kelompok pendapatan terendah pada 2004 misalnya, 74%
pendapatan mereka dibelanjakan untuk pangan, bandingkan dengan kelompok
pendapatan tertinggi hanya 36%. Apabila dirinci lagi di dalam kelompok pangan
itu sendiri, maka hampir 40% digunakan untuk padi-padian, bandingkan dengan
kelompok terkaya hanya 8%, dengan rataan untuk semua kelompok sebesar 17%.
Apabila akses pangan menurun, untuk menutupinya, mereka akan mengurangi
pengeluaran untuk non-pangan seperti pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat
berdampak serius tidak hanya pada gizi, tetapi juga kesehatan dan pendidikan
anak-anak. Sehingga transfer pangan dapat mengurangi dampak buruk terhadap gizi,
juga dapat menghambat keterpurukan dalam pendidikan serta
kesehatan.
Bangladesh disalurkan tepung sorgum bukan tepung terigu dan beras, karena kedua
jenis pangan terakhir umum dikonsumsi oleh kelompok menengah ke atas.Â
Pemerintah Mesir dan Maroko, mentransfer pangan dalam bentuk tepung gandum kasar
dan berwarna gelap untuk kelompok miskin, sehingga tidak diminati oleh kelompok
mampu yang umum mengkonsumsi tepung gandum halus dan warna putih. Apapun
alasannya, pangan yang dibantu haruslah terkait dengan pangan produksi dalam
negeri, karena akan memecahkan secara serentak masalah lapangan kerja,
pengentasan kemiskinan, pembangunan desa, dan keterjangkauan pangan.
Dinamika Perubahan
dikoreksi. Kerancuan itu meliputi Bulog sebagai LPND tidak seharusnya mendapat
fasilitas kredit bank (KLBI), dan berbeda dalam pertanggungjawaban keuangan,
serta struktur organisasi. Sampai 1995, pegawai Bulog diperlakukan sebagai
pegawai swasta, karena tidak dibiayai oleh APBN.
Perkembangan dan
perjalanan Bulog mengalami banyak perubahan. Awalnya, lembaga ini yang dibentuk
pada 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet, dengan tugas pokok untuk
menyediakan pangan untuk memperkuat Pemerintah Orde Baru. Kemudian dirubah pada
1978, untuk mendukung pembangunan pangan multikomoditas. Pada 1993, waktu Kepala
Bulog dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan, tanggung jawab Bulog
diperluas yaitu sebagai koordinator pembangunan pangan dan peningkatan mutu
gizi. Sejak Krismon 1997, peran dan tugas Bulog berubah secara drastis, seiring
dengan komitmen Pemerintah dengan IMF yang tertuang dalam berbagai LOI. Di era
reformasi yang dimulai sejak 1998, terjadi begitu banyak perubahan lingkungan
strategis baik yang datangnya dari dalam negeri, maupun dari luar negeri serta
tuntutan publik sehingga mendorong Bulog harus berubah secara menyeluruh.
Perubahan ini didorong oleh banyak hal tetapi yang terpenting adalah:
Pertama; perubahan kebijakan pangan Pemerintah dan perubahan mandat
Bulog sehingga hanya diperbolehkan menangani komoditas beras, penghapusan
monopoli impor atau hak-hak khusus impor sebagai STE (state trading
enterprise) seperti yang tertuang dalam berbagai Keppres dan SK Menperindag
sejak 1998. Isi Keppres yang terkait dengan tugas Bulog berubah secara cepat
seiring dengan seringnya penggantian pemerintahan, sehingga risikonya menjadi
amat tinggi. Itu tidak saja terhadap keberadaan lembaga tetapi juga terhadap
pegawai sehingga telah berpengaruh negatif terhadap kegairahan kerja.
Landasan Perubahan
Berdasarkan berbagai
hasil kajian tersebut serta dukungan politik DPR RI, maka diputuskan perubahan
Bulog menjadi Perum Bulog, bukan Perjan atau BHMN (Badan Hukum Milik Negara)
atau PT (Persero). Hanya dengan bentuk lembaga Perum, maka lembaga tersebut akan
mampu melaksanakan tugas dan fungsi seperti yang dilakukan sekarang ini. Di
samping itu lembaga tersebut dapat melaksanakan fungsi lainnya yang tidak
bertentangan dengan hukum serta sejalan dengan misi baru lembaga. Keberhasilan
sejumlah Perum seperti Perum Pegadaian, Perum Perumnas, telah memberi rasa
optimis akan keberhasilan Perum Bulog di masa mendatang.
Kekuatan Bulog
beralih sebagai lembaga Perum terutama adalah: Pertama; tetap dapat
melaksanakan tugas publik yang dibebankan. Kedua; dapat juga
melaksanakan fungsi bisnis yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah
transparansi. Ruang gerak lembaga akan lebih fleksibel, misalnya, dengan
merancang berbagai kerjasama operasional (joint venture)/penyertaan
modal dalam badan usaha lain.
Pada saat
pengeluaran rumah tangga masih dominan terhadap pangan, maka ketidakstabilan
harga pangan akan berpengaruh terhadap pendapatan riil masyarakat, dan
mengurangi daya jangkau terhadap pangan. Oleh karena itu, Pemerintah akan
melakukan intervensi manakala harga pangan khususnya beras telah meningkat
http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 9 June, 2009, 09:32
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Terakhir yang
tidak kalah pentingnya adalah Pemerintah menguasai stok beras yang dikelola oleh
Perum Bulog, sebagai usaha untuk mengatasi bila terjadinya keadaan darurat
seperti bencana alam, bencana yang dibuat manusia seperti pengungsian, dll.
Perum Bulog tetap menguasai beras secara optimal (dirancang 1 juta ton beras)
sebagai pipe line stock guna mengatasi hal-hal yang disebutkan di atas.
Dengan manajemen stok yang tersentralisir dan dibiayai oleh Pemerintah pusat,
maka akan memudahkan mengelola penyimpangan serta penyalurannya. Stok pangan
daerah apabila ada maka merupakan komplemen dari stok pangan nasional bukan
sebagai penggantinya. Oleh karena itu, stok pangan yang dikelola secara
terpusat, maka mampu membuat menjadi perekat bangsa, bukan sebaliknya.Â
Setidak-tidaknya ada 3
tantangan besar yang dihadapi Bulog di masa menengah ini. Itu terkait dengan
manajemen di dalam lembaga Bulog, dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap
lembaga, serta merancang aktivitas komersial yang mampu memperkuat ketahanan
pangan di daerah, serta bersinerji pula dengan tugas PSO. Bagaimana melakukan
transformasi SDM yang masih berpola PNS ke SDM profesional untuk mendukung kerja
PSO yang efisien. Selanjutnya adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik
terhadap Bulog?
Oleh karena itu, peran Bulog ke depan diarahkan untuk memperkokoh industri
pangan yang mampu mendorong pembangunan perdesaan.
Dengan berkembangnya
peranan Perum Bulog, diharapkan akan meningkatkan kinerja pelayanan publik,
efisiensi, transparan, dan profesionalisme, serta terbebas dari pengaruh partai
politik. Berbagai strategi dirancang untuk memperkuat dan memperkokoh industri
pangan seperti peningkatan efisiensi, membangun profesionalitas SDM serta
mengoptimumkan sumber daya serta infrastruktur yang ada.
Tantangan dalam
peningkatkan efisiensi meliputi antara lain:
penilaian subyektif?
Dari aspek harga, jika harga gabah dan beras cukup menarik
dan stabil, maka akan membuat petani percaya diri untuk melakukan investasi yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan produksi. Petani akan membeli benih yang
berkualitas dan pupuk berimbang. Mereka juga akan merawat tanaman sebaik-baiknya
dengan harapan akan dapat diperoleh hasil yang menguntungkan. Dalam hal ini
Perum Bulog memberikan kontribusi nyata bagi upaya peningkatan kesejahteraan
petani padi dengan memberikan jaminan harga yang layak bagi petani. Kebijakan
harga ini merupakan salah satu faktor yang menentukan peningkatan produksi.
Dengan program pengadaan dalam negeri yang mengacu pada ketentuan harga
pembelian Pemerintah, baik untuk beras maupun gabah, Perum Bulog melakukan
penyerapan surplus petani kurang lebih 2 juta ton selama periode pengadaan Maret
hingga Juni. Jumlah dana yang mengalir ke pedesaan selama periode pengadaan
tersebut sekitar Rp. 6-7 trilyun. Aliran uang ini akan mendorong roda
pembangunan pedesaan dengan melalui dampak gandanya dalam bentuk penciptaan
kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan.
Bagi
2/3 petani yang net consumer, harga yang tinggi, khususnya selama
periode di luar panen, akan membuat pendapatan riil mereka berkurang dan membuka
kemungkinan mereka menjadi lebih miskin. Lebih jauh lagi, harga beras memainkan
peranan yang sangat penting dalam transformasi struktural, baik di dalam sektor
pertanian maupun terhadap ekonomi. Di dalam sektor pertanian, harga beras akan
mempengaruhi keputusan petani untuk menentukan jenis tanaman dan pola tanaman
yang paling menguntungkan. Dengan demikian, kebijakan harga harus ditetapkan
dengan hati-hati. Kebijakan harga dan penyerapan surplus produksi tersebut juga
tidak akan banyak berarti jika tanpa dilengkapi dengan kebijakan
nonharga.
Di samping
Program Raskin, dalam rangka melindungi konsumen dari dampak negatif lonjakan
harga selama periode paceklik, Perum Bulog juga melaksanakan Operasi Pasar.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengendalikan lonjakan harga sehingga harga di
pasar konsumen berada pada tingkat yang wajar dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat, terutama konsumen berpendapatan rendah. Berbeda dengan Raskin,
Operasi Pasar ini bersifat general subsidy. Diharapkan konsumen
berpendapatan rendah dapat terhindar dari dampak kenaikan harga yang akan
mempengaruhi pendapatan riil mereka.
Penutup
bahwa harga yang stabil akan mampu memenuhi tujuan harga pangan yang wajar untuk
RTM dan sekaligus mampu meningkatkan pendapatan petani.
Sebagai operator,
Bulog berharap kepada Pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatannya
sehingga program Bulog dapat meningkatkan ketahanan pangan dan peningkatan
kesejahteraan petani.
______________________________
2Â Â
Sebagai perusahaan terbesar dalam industri perberasan nasional, kebijakan Perum
Bulog akan diikuti oleh perusahaan lain.Â