You are on page 1of 14

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN BERKAITAN DENGAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 )

Keselamatan Pekerja telah diatur dalam undang-undang dan perusahaan wajib untuk
memenuhinya, beberapa peraturan di Negara Indonesia yang berhubungan dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja :

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN


BERKAITAN DENGAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 )

ATURAN YANG MENDASARI


Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan
UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai ketenaga kerjaan
Pasal 3 :
Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 9 :
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama
Pasal 10 :
Pemerintah membina norma perlindunggan tenaga kerja yang meliputi norma
keselamatan kerja, norma kesehatan kerja, norma kerja, pemberian ganti kerugian,
perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja
BEBERAPA ATURAN YANG MENDASAR DENGAN K3
1. UU No 12 Tahun 1948 diubah dg UU No 1 Tahun 1951 tentang Norma kerja atau
aturan kerja

 Anak (≥ 6 th) tidak boleh bekerja dalam ruangan tertutup


 Tidak bekerja 1½ bln sebelum melahirlkan dan 1½ sesudah melahirkan atau


gugur kandungan.

BERKAITAN WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT

c. Waktu kerja dan waktu Istirahat ;



 Setelah 4 jam bekerja ada istiraht minim1/2 jamSetelah 6 hari kerja harus ada 1
hari istiraht

Tidak boleh bekerja pada hari Libur resmi


2. UU No 3 Tahun 1992 tentang adanya Jaminan
perlindungan kepada pekerja (JKK. JKM. JHT, JPK)
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
Pasal 67 – 75 Perlindungan pekerja anak :
(1) perlindungan terhadap pekerja penyandang cacad sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya.
Harus memenuhi syarat seperti ada izin orang tua/wali dll
Pasal 76 Perlindungan kepada Pekerja Perempuan
Larangan pekerja perempuan umur 18 th bekerja pukul 23.00 – 07.00
Larangan pekerja perempuan hamil bekerja pukul 23.00 – 07.00 menurut keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatannya
Pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan jam tersebut wajib memberikan:
 makan dan minuman yang bergizi

 menjaga kesusilaan dan kemananan

Wajib menyediakan angkutan antar jemput Pasal 86 ;


PERLINDUNGAN PEKERJA
(1). Setiap pekerja/buruh mempunyai hak perlindungan
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan;dan
c. Perlakuan yg sesuai dengan harkat danmartabat manusia serta nilai-nilai agama

Pasal 87 ;
Setiap persh wajib menrpkn SMK3

Pasal 88 ;
PENGUPAHAN
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yg layak bagi kemanusiaan
Kebijakan pengupahan utk melindungan , meliputi ;
a. Upah minimum
b. Upah kerja lembur
c. Upah tidak masuk kerja krn berhalangan
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegitan lain
e. Upah sedng menjalnkan waktu istirahat
f. Bentuk dan cara pemabayrn upah
g. Denda dan potongan upah
h. Hal-hal yg dapat diperhitungkan dg upah
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j. Upah utk pembayar pesangaon
k. Upah utuk kompensasi kecelakaan kerja
l. Upah utk perhtngn pajak penghasilan

HAL BERKAITAN PERLINDUNGAN


Pasal 93 ; Pengupahan
1. Upah tidak dibyr bila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan
2. Hal tsb diatas tidak berlaku, wajib bila ;
a. pekerja sakit tidak dpt bekerja dg ket dr
b. merasa sakit hari h 1 dan 2
c. nikah,menkhkn,khitanan,babtis,istri melhrkn, anak, istri,suami,org
tua,mertua,menantu meninggal
d. menjalankan kewajiban negara
e. menjalankan ibadah sesuai dng agama
f. bersedia dg yg dijanjikan tetapi persh tidak mempekerjakan
g. melaksanakan hak istirahat
h. melaks tugas SP perstjn persh
i. Melaksnkn tugas pddkn dari persh
3. Upah dibayarkan bila pekerja sakit sbb ;
a. 4 bulan pertama upah ……… 100 %
b. 4 bulan kedua upah ………… 75 %
c. 4 bulan ketiga upah …………. 50 %
d. Selanjutnya upah ……………. 25 % sebelum PHK terjadi

4. Upah dibayarakan bila tidak masuk bekerja sbb :

a. Pekerja menikah upah dibayar untuk 3 hari


b. Menikahkan anak upah dibayar untuk 2 hari
c. Menghitankan anak upah dibayar untuk 2 hari
d. Membabtiskan anak upah dibayarkan 2 hari
e. Isteri melahirkan/gugur kandungan 2 hari
f. Suami/isteri,org tua/mertua,anak,menantu meninggal 2 hari
g. Anggota keluarga dalam 1 rumah meninggal upah 1 hari

Pengatur pelaks ini diatur dalam PK, PP dan PKBPasal 94 ;


Komponen upah terdiri dri UP dan TTtp maka UP min 75% dari UP + TTtp
Pasal 95 ;
1. Pelnggrn/kellai oleh pekj krn sengaja dpt dikena denda
2. Pengsha sengja/lalai lambat pemyrn upah dikena denda
3. Besar % Denda tsb diatur oleh Pemerintah
4. Hal persh pailit,likuidasi dengan UU,upah dan hak pekj lainya merpkn hutang
yang didahulukan oleh persh

Pasal 96 ;
Tuntutan pembyrn upah dan sgl pembyrn yg timbul dari adanya hub kerja Kadaluarsa
setelah jangka 2 tahun
Pasal 97 dan 98 ;
Berkaitan dengan upah merupakan kewenangan untuk merumuskan dalam PP

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG K3

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG K3

Dalam Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2).
Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, sehingga pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar
dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Berdasarkan ketentuan tersebut, telah diterbitkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, antara lain mengatur tentang perlindungan tenaga kerja yaitu bahwa setiap
tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,
pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan
nilai agama.

Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, SBG PENGGANTI Undang-
undang Keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang dikenal
dengan singkatan VR yaitu “Veilegheids Reglement”. Undang-undang No. 1 tahun 1970 lebih
bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif.
Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup
keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia.
Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan
kerja sejak tahap perencanaan, proses produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan,
barang produk teknis dan alat produksi yang
mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan.

PERATURAN PERUNDANGAN K3

Undang-undang

1. Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan dalam pemakaian pesawat
uap. Pesawat uap menurut Undangundang ini adalah ketel uap, dan alat-alat lain yang
bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan
udara. Undang-undang ini melarang menjalankan atau mempergunakan pesawat uap yang tidak
mempunyai ijin yang diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja (sekarang
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja-
Departemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan
pemeriksaan dan pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan Pemerintah
diberikan Akte Ijin.
Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan
pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan undang-undang ini.

2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi


Perburuhan Internasional nomor 120 mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-
kantor. Undang-undang ini memberlakukan Konvensi ILO nomor 120, yang berlaku bagi
badanbadan perniagaan, jasa, dan bagian bagiannya yang pekerjanya terutama melakukan
pekerjaan kantor. Dalam azas umum konvensi ini diatur syarat kebersihan, penerangan yang
cukup dan sedapat mungkin mendapat penerangan alam, suhu yang nyaman, tempat kerja dan
tempat duduk, air minum, perlengkapan saniter, tempat
ganti pakaian, persyaratan bangunan dibawah tanah, keselamatan terhadap bahan, proses dan
teknik yang berbahaya, perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K.

3. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri


dari XI bab dan 18 pasal.

Bab I (pasal 1) menjelaskan tentang istilah-istilah


Bab II (pasal 2) tentang ruang lingkup yang meliputi keselamatan dan kesehatan kerja disemua
tempat kerja baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara di
wilayah Republik Indonesia.
Bab III (pasal 3 dan 4) mengenai syarat-syarat keselamatan kerja
Bab IV (pasal 5 – 8) tentang pengawasan
Bab V (pasal 9) tentang pembinaan K3
Bab VI (pasal 10) tentang P2K3
Bab VII (pasal 11) tentang kecelakaan kerja
Bab VIII (pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja
Bab IX (pasal 13) tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja
Bab X (pasal 14) tentang kewajiban pengurus
Bab XI (pasal 15 – 18) tentang ketentuan penutup

4. Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang
mengatur bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Undang-undang ini
terdiri dari sepuluh Bab dan 35 pasal. Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
diselenggarakan program jaminan sosial dengan mekanisme asuransi. Ruang lingkup program
meliputi jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan haritua dan jaminan kesehatan.
Pengembangan program diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jaminan kecelakaan meliputi biaya pengangkutan, pemeriksaan,pengobatan dan atau perawatan,
serta rehabilitasi serta santunan berupa uang yang meliputi:sementara tidak mampu bekerja,
cacat sebagian selama-lamanya, cacat total selama-lamanya baik fisik maupun mental dan
santunan kematian. Diatur juga keluarga yang berhak menerima jaminan kematian, pembayaran
jaminan hari tua serta pelayanan jaminan kesehatan.
Dalam undang-undang ini diatur kepesertaan, iuran, jaminan dan tata cara pembayaran, Badan
penyelenggara serta ketentuan pidana.

5. Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terdiri dari 12 Bab dan 90
pasal. Menurut undang-undang ini setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang
optimal, dan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan meningkatkan
derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan. Dari 15 upaya kesehatan, salah satunya
adalah upaya kesehatan kerja.
Pada pasal 23 dinyatakan:
- kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal;
- kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja;
- setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja;
- Ketentuan mengenai kesehatan kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

6. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang antara lain mengatur
tentang Landasan, Asas dan Tujuan, Kesempatan dan perlakuan yang sama, Perencanaan tenaga
kerja dan informasi ketenagakerjan, Pelatihan kerja, Penempatan tenaga kerja,Perluasan
kesempatan kerja, Penggunaan tenaga kerja asing,
Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan,Hubungan industrial, Pemutusan
hubungan kerja, Pembinaan, Pengawasan,Penyidikan Ketentuan pidana dan sanksi administratif,
dan Ketentuan peralihan.
Dalam Undang–undang ini K3 diatur dalam Bab X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan
Bagian I Perlindungan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan 87.
Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan
wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan.

Peraturan Pemerintah

7. Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan


tekanan kg/cm2 di atas tekanan udara luar danuapnya, yaitu lebih besar dari kg/cm2 di atas
tekanan udara luar.paling tinggi
Peraturan in memuat ketentuan untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap, serta ketentuan
mengenai pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat persyaratan teknis
keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering
uap, penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat, perlengkapan
pengaman dan tata cara pengujian.

8. Peraturan Pemerintah R.I nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Peraturan ini melarang pestisida yang tidak
terdaftar/tidak memperoleh ijin dari Menteri Pertanian. Ijin yang diberikan dapat berupa ijin
tetap, ijin sementara atau ijin percobaan. Ijin sementara dan ijin percobaab berlaku selama satu
tahun dan ijin tetap lima tahun. Ijin diberikan apabila pestisida efektif dan cukup aman dipakai
dan memenuhi syarat-syarat teknis lain serta digunakan sesuai petunjuk yang tercantum dalam
label.. Ijin dapat ditinjau atau dicabut apabila ditemukan pengaruh samping yang tidak
diinginkan.

9. Peraturan Pemerintah R.I nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di BidangPertambangan, mengatur pengaturan keselamatan kerja di
bidang pertambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah
mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Menteri Pertambangan melakukan pengawasan
keselamatan kerja berpedoman kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta Peraturan
pelaksanaannya. Pengangkatan pejabat pegawasan keselamatan kerja setelah mendengar
pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Pejabat tersebut mengadakan kerjasama dengan pejabat
pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja baik di Pusat dan di Daerah. Juga
diatur pelaporan pelaksanaan pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel
uap dari PeraturanPemerintah ini.

10. Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap
Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal.
Peraturan ini mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk
mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi
radiasi oleh instansi yang berwenang.
Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang
Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

11. Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal
mengatur tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak
dan gas bumi, wewenang dan tanggung jawab menteri pertambangan, dan dalam pelaksanaan
pengawasan menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang tugas dan pekerjaan
pengawasan tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan
pelaksana inspeksi tambang.
Peraturan pemerintah ini juga mengatur persyaratan teknis keselamatan dalam pemurnian dan
pengolahan mulai dari perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan
instalasi, termasuk persyaratan keselamatan untuk bangunan, jalan tempat kerja, pesawat dan
perkakas, demikian pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi
uap air, tungku pemanas, dan heat exchanger, instalasi penyalur,tempat penimbunan,
pembongkaran dan pemuatan minyak dan gas bumi, pengolahan bahan berbahaya, termasuk
mudah terbakar dan mudah meledak dalm ruang kerja, proses dan peralatan khusus, listrik,
penerangan lampu, pengelasan, penyimpanan dan pemakaian zat radioaktif, pemadam
kebakaran, larangan dan pencegahan umum,pencemaran lingkungan, perlengkapan
penyelamatan dan pelindung diri, pertolongan pertama pada kecelakaan, syarat-syarat pekerja,
kesehatan dan kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik dan pekerja,
pengawasan, tugas dan wewenang pelaksana inspeksi tambang, keberatan dan pertimbangan,
ketentuan pidana,ketentuan peralihan dan penutup.

Peraturan Menteri

12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-01/Men/1976
tentang Kewajiban Latihan Hiperkes bagi Dokter Perusahaan. Peraturan Menteri ini terdiri
dari tujuh pasal, yang mewajibkan perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya
untuk mendapat latihan dalam bidang higiene
perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksana latihan adalah Lembaga Nasional
Hiperkes.

13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-01/Men/1978
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu,
terdiiri atas tujuh Bab dan 17 pasal, mengatur tentang norma keselamatan da kesehatan pada
berbagai pekerjaan dalam penebangan dan pengangkutan kayu,mulai dari penjelajahan hutan,
penebangan kayu, penyeretan dengan traktor (yarding), pemuatan kayu dengan loader,
pengangkutan kayu dengan truk, pengangkutan kayu dengan lori, pemuatan kayu kekapal.
Juga diatur sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang, tersedianya peralatan dan obat-
obatan untuk P3K dan penerangan yang cukup apabila bekerja pada malam hari.

14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-03/Men/1978
tentang Persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban Pegawai pengawas
keselamatan kerja dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini
mengatur persyaratan untuk ditunjuk sebagai pengawas
keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja, kewenangan dan kewajiban pegawai
pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban
pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang
didapat karena jabatannya. Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai
ketentuan Undang-undang Pengawasan Perburuhan.

15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1979 tentang
kewajiban latihan Hygiene Perusahaan kesehatan dan keselamatan Kerja bagi Paramedis
Perusahaan, terdiri atas delapan pasal. Peraturan menteri ini mengatur setiap perusahaan yang
mempekerjakan para medis diwajibkan mengirimkan setiap tenaga para medis untuk mendapat
latihan bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara latihan
adalah Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan kesehatan kerja.

16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1980 tentang
Keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan, terdiri atas 19 Bab dan 106
pasal. Peraturan menteri ini mengatur pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus
diusahakan pencegahan kecelakaan dan sakit akibat kerja pada tenaga kerja. Waktu pekerjaan
dimulai harus segera disusun suatu unit organisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap
kecelakaan dan kejadian berbahaya harus dilaporkan.
Selanjutnya peraturan Menteri ini mengatur persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja antara
lain tempat kerja dan alat kerja, perancah,tangga, alat angkat, kabel baja, tambang, rantai, dan
peralatan bantu,mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah,
penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,pembongkaran, perlengkapan penyelamatan
dan pelindung diri dan ketentuan hukuman.

17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 02/Men/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan kerja, terdiri atas
sebelas pasal.
Semua perusahaan yang termasuk dalam ruang lingkup Undangundang Keselamatan kerja harus
mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala.
Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja/golongan tenaga kerja tertentu.
Direktur Jenderal dapat menunjuk Badan sebagai penyelenggara pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja.

18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 04/Men/1980 tentang
Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam
bab dan 27 pasal. Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D.
Sedang alat pemadam api ringan dibagi menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan
jenis gas.
Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah
dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan. Dalam peraturan menteri ini juga diatur
tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.

19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1981 tentang
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja terdiri atas 9 pasal, mengatur kewajiban pengurus
dan Badan yang menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan untuk melaporkan penyakit akibat
kerja yang ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan disampaikan dalam dua kali 24 jam setelah
penyakit akibat kerja didiagnosa. Dilampirkan daftar penyakit akibat kerja yang harus
dilaporkan.

20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1982 tentang
Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal. Peraturan menteri ini mencabut peraturan
khusus FF dan peraturan khusus DD. Mengatur bejana tekan selain pesawat uap, termasuk botol-
botol baja, bejana transport, pesawat pendingin,bejana penyimpanan gas yang dikempa menjadi
cair terlarut atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara
pengisian,pengangkutan, pembuatan dan pemakaian, dan pemasangan,perbaikan dan perubahan
teknis.

21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 02/Men/1982 tentang
Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal. Menurut peraturan
ini, juru las digolongkan menjadi juru las kelas I, kelas II, dan kelas III. Juru las dianggap
terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan,dan mempunyai sertifikat
juru las. Pengujian juru las terdiri dari ujian teori dan ujian praktek. Ujian praktek harus dapat
menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.

22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 03/Men/1982 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja, terdiri atas 12 pasal, mengatur hak setiap tenaga kerja untuk
mendapat pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib memberikan pelayanan kesehatan kerja.
Pelayanan kesehatan kerja meliputi pemeriksaan kesehatan,pencegahan, pengobatan, rehabilitasi,
dan konsultasi serta pembinaan teaga kerja. Juga diatur bebarapa cara penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja.

23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm
Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur perencanaan,
pemasangan, pemeliharaan dan pengujian instalasi alarm kebakaran otomatik di tempat kerja.
Diatur ruangan dan bagiannya yang memerlukan detektor kebakaran.
Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur
tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara
lain sistem deteksi panas, asap dan api.

24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan
Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian
asbes biru dan cara penggunaan asbes dengan menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban
pengurus untuk menyediakan alat pelindung diri,penerangan pekerja, melaporkan proses dan
jenis asbes yang digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes,analisa debu
asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya. Kewajiban tenaga
kerja untuk memakai alat pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang
ditentukan, dan melaporkan kerusakan alat pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi.
Selain itu diatur kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan
Produksi, terdiri atas dua belas bab dan 147 pasal, mengatur ketentuan umum teknis
keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan pesawat produksi, ketentuan mengenai alat
perlindungan, pengujian bagi bejana tekan sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan
perlengkapan transmisi mekanik,keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai
pemeriksaan,pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.

26. Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan Angkut,
terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal,mengatur perencanaan, pembuatan, pemasangan,
peredaran,pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat angkat
dan angkut. Syarat keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat
dan angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang
diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. Setiap pesawat
angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang diijinkan. Peraturan ini
mengatur
syarat-syarat teknis berbagai pesawat angkat dan angkut, termasuk komponen-komponennya.
Demikian pula pesawat angkutan di atas landasan dan diatas permukaan, alat angkutan jalan riil,
pengesahan,pemeriksaan dan pengujian.

27. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum nomor Kep
174/Men/86 - nomor 104/KPTS/86 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja pada tempat
kegiatan konstruksi, terdiri atas delapan pasal, menyatakan berlaku pedoman pelaksanaan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi bangunan sebagai pedoman pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
01/Men/1980. Menteri tenaga kerja dapat menunjuk ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di
lingkungan Departemen Pekerjaan umum,atas usul Menteri Pekerjaan Umum.

28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja,
terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja
yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi
yang mempunyai risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris
P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain mengatur tugas dan fungsi
p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli K3.

29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1988 tentang Kualifikas dan Syarat-
syarat Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator
pesawat uap terdiri dari operator kelas I dan operator kelas II. Peraturan ini mengatur persyaratan
pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan, administrasi,mengikuti kursus operator dan lulus
ujian sesuai kualifikasinya.
Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk
ketel uap serta kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan
ini.

30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1988 tentang Berlakunya Standard
Nasional Indonesia (SNI) No: SNI-225-1987 Mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik
Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri atas sepuluh pasal, memberlakukan PUIL
1987 di tempat kerja. Pengurus wajib menyesuaikan instalasi
listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan ketentuan SNI 225-1987.

31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan
Syarat-syarat Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi
operator terdiri dari operator kelas I, Operator kelas II dan operator kelas III. Peraturan ini
mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan,administrasi, mengikuti kursus
operator dan lulus ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan
kualifikasinya, dan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya.
Jumlah dan kualifikasi operator untuk masingmasing keran dicantumkan dalam lampiran
peraturan ini.

32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi
Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal, mengatur persyaratan istalasi penyalur
petir tentang kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi,
persyaratan bahan dan sertifikat atau hasil pengujian bagianbagian instalasi. Memuat persyaratan
teknis untuk penerima,penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang mempunyai
antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap. Selain itu diatur juga
pemeriksaan dan pengujian,
pengesahan dan ketentuan pidana.

33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tatacara Penunjukan
Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari lima bab dan
15 pasal, mengatur persyaratan untuk dapat ditunjuk menjadi ahli keselamatan dan kesehatan
kerja harus memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman,pekerjaan, dan lulus seleksi.
Ditetapkan berdasarkan permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu
dilampirkan.
Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3 dan
melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan
yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan
Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat
keselamatan dan kesehatan kerja.

34. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari tujuh bab 21 pasal, mengatur jenis perusahaan
jasa K3, serta bidang kegiatannya. Peraturan ini juga mengatur persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis untuk dapat menjadi perusahaan jasa K3.

35. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari sepuluh bab dan 12 pasal serta tiga lampiran,
mengatur tujuandan sasaran Sistem Manajemen K3, kriteria perusahaan yang wajib
melaksanakannya, dan harus dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja
sebagai suatu kesatuan. Ketentuan-ketentuan
yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai
Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran I memuat pedoman
penerapan SMK3,lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir
laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.

36. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal, mengatur kewajiban
pengurus atau pengusaha
DK3N – LK3I 12 melaporkan kecelakaan, tatacara pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian
kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan,
lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk laporan
pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk laporan pemeriksaan dan
pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah.

37. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1998 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian dan Tata-kerja Dokter Penasehat, terdiri atas tujuh bab dan 15 pasal,
mengatur tugas dan fungsi dokter penasehat, pengangkatan dan pemberhentian, tatacara
pemberian pertimbangan medis, serta pelaporan dan pembinaan.

38. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang, terdiri
dari enam bab 34 pasal,mengatur kapasitas angkut dan jumlah orang yang dapat
diangkut,persyartan teknis keselamatan bagian-bagian lift dan pemasangannya,mesin dan kamar
mesin, talibaja dan tromol, ruang luncur dan lekuk
dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan, pemasangan,
perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan pengawasannya.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja

39.Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984 yang merupakan penyempurnaan


Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 125/Men/1982 tentang Pembentukan Susunan dan
Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
Keputusan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja pasal 10
yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut :

a. Tugas pokok memberi saran dan pertimbangan kepada pengusaha/menyusun tempat kerja
yang bersangkutan mengenai masalah-masalah K3.

b. Fungsi : menghimpun dan mengolah segala data/ atau permasalahan keselamatan dan
kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta membantu pengusaha/ manajemen
mengadakan serta meningkatkan penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian K3

c. Keanggotaan : P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan pengusaha/


manajemen.

Organisasi P2K3 terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua P2K3
memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh wakil ketua. Sekretaris P2K3
memimpin dan DK3N – LK3I 13 mengkoordinasikan tudas-tugas Sekretariat dan melaksanakan
keputusan P2K3.
Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau sekurang-kurangnya
manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak, sedang Sekretaris P2K3 adalah tenaga
profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli K3.
(lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 tahun 1987
tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja)

40. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam pasal,mengatur mengenai tata cara
diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja. Lampiran I adalah bentuk laporan kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit
akibat kerja yang merupakan rahasia medik.
Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951
tentang Pernyataan berlakunya Undangundang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti
dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan
penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga kerja, yang meliputi bidang
pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang
penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri,
bidang neurologi dan bidang penyakit kulit.

41. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab dan 27 pasal, mengatur kewajiban
pengusaha mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, dengan menyediakan lembar data keselamatan bahan dan label dan menunjuk
petugas dan ahli K3 kimia.
Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang batas kuantitas bahan kimia,
serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.

42. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal,menetapkan nilai ambang batas untuk iklim
kerja, kebisingan, getaran,frekuensi radio/gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu.
Keputusan Menteri ini juga menetapkan batas waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang
melampaui NAB.

You might also like