You are on page 1of 10

URBANISASI

Pengistilahan umum dan memang juga digunakan oleh PBB bahwa urbanisasi adalah
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Sebenarnya urbanisasi atau urban drift adalah
pertumbuhan secara fisik area urban (perkotaan) yang disebabkan karena perubahan yang
sifatnya global.

Setiap perkembangan sebuah wilayah menjadi semakin kota, maka wilayah tersebut
mengalami urbanisasi atau sebuah proses menjadi urban.

Dalam ilmu kependudukan, Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua.
Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai
permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang
signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum,
aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah
suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.

Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu
sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya
Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan
untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk
yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap.

Pengertian urbanisasi yang sebenarnya menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah, suatu
proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam
ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah.
Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, adalah
merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya wilayah
karena percepatan kemajuan ekonomi. Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang yang
berubah dari desa ke kota karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah banyaknya
penduduk yang pindah dari desa ke kota, karena adanya penarik di kota, misal kesempatan
kerja.

Pengertian urbanisasi inipun berbeda-beda, sesuai dengan interpretasi setiap orang yang
berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah Umum di UNIJA, yang dibawakan oleh Ir. Triatno
Yudo Harjoko pengertian urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan masyarakat dan
kawasan dalam suatu wilayah yang non-urban menjadi urban. Secara spasial. Hal ini dikatakan
sebagai suatu proses diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang dimana lokasi tertentu
menerima bagian pemukim dan fasilitas yang tidak proporsional.
Pengertian lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar
Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan bahwa urbanisasi
merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan
struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah perdesaan
dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat
laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota.

Pengertian kedua dari urbanisasi adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala
perluasan pengaruh kota ke pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan
psikologi.

Dari beberapa pengertian mengenai urbanisasi yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian urbanisasi adalah merupakan suatu proses perubahan dari desa kota yang
meliputi wilayah/ daerah beserta masyarakat di dalamnya dan dipengaruhi oleh aspek-aspek
fisik/morfologi, sosial, ekonomi, budaya, dan psikologi masyarakatnya.

A. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi


1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
4. Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia
6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
B. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya

Oleh karena itu, pemerintah di samping mengembangkan kebijaksanaan pengarahan


persebaran dan mobilitas penduduk, termasuk di dalamnya urbanisasi, juga berkewajiban
menyempurnakan sistem pencatatan mobilitas dan migrasi penduduk agar kondisi data yang
ada lebih sesuai kondisi di lapangan. Terutama bila diperlukan untuk perumusan suatu
kebijakan kependudukan.
Perkembangan urbanisasi
Di masa mendatang, para ahli kependudukan memperkirakan bahwa proses urbanisasi di
Indonesia akan lebih banyak disebabkan migrasi desa-kota. Perkiraan ini didasarkan pada makin
rendahnya pertumbuhan alamiah penduduk di daerah perkotaan, relatif lambannya perubahan
status dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, serta relatif kuatnya kebijaksanaan
ekonomi dan pembangunan yang “urban bias”, sehingga memperbesar daya tarik daerah
perkotaan bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Itulah sebabnya di masa
mendatang, isu urbanisasi dan mobilitas atau migrasi penduduk menjadi sulit untuk dipisahkan
dan akan menjadi isu yang penting dalam kebijaksanaan kependudukan di Indonesia.

Jika di masa lalu dan dewasa ini, isu kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas) masih
mendominasi kebijaksanaan kependudukan, di masa mendatang manakala tingkat kelahiran
dan kematian sudah menjadi rendah, ukuran keluarga menjadi kecil, dan sebaliknya
kesejahteraan keluarga dan masyarakat meningkat, maka keinginan untuk melakukan mobilitas
bagi sebagian besar penduduk akan semakin meningkat dan terutama yang menuju daerah
perkotaan.

Dari sudut pandang ahli perkotaan, juga berpendapat bahwa gejala pengembangan wilayah
perkotaan akan semakin intens dan bervariasi. Di Indonesia, hal ini terutama dipicu oleh proses
desentralisasi besar-besaran pada Tahun 1999 yangoleh sebagian pakar sebagai sebuah “BIG
BANG”. Kota-kota kecil di Indonesia mengalami proses urbanisasi, menjadi semakin kota,
karena pada mereka diberikan dana yang sangat besar. Namun sayang proses desentralisasi ini
telah memakan terlalu banyak korban.

Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan


perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah.
Sebagaimana diketahui peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan
meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian
akan terpusat pada suatu area yang memiliki tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi.
Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan
menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa
yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.

Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan
konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang
telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang
lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya
distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan
ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan
yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.

Jika urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar, mengapa proses urbanisasi
tetap harus dikendalikan atau diarahkan? Ada dua alasan mengapa urbanisasi perlu diarahkan.

Pertama, pemerintah berkeinginan untuk sesegera mungkin meningkatkan proporsi penduduk


yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa meningkatnya
penduduk daerah perkotaan akan berkaitan erat dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
negara. Data memperlihatkan bahwa suatu negara atau daerah dengan tingkat perekonomian
yang lebih tinggi, juga memiliki tingkat urbanisasi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Negara-
negara industri pada umumnya memiliki tingkat urbanisasi di atas 75 persen. Bandingkan
dengan negara berkembang yang sekarang ini. Tingkat urbanisasinya masih sekitar 35 % sampai
dengan 40 % saja.

Kedua, terjadinya tingkat urbanisasi yang berlebihan, atau tidak terkendali, dapat menimbulkan
berbagai permasalahan pada penduduk itu sendiri. Ukuran terkendali atau tidaknya proses
urbanisasi biasanya dikenal dengan ukuran primacy rate, yang kurang lebih diartikan sebagai
kekuatan daya tarik kota terbesar pada suatu negara atau wilayah terhadap kota-kota di
sekitarnya. Makin besar tingkat primacy menunjukkan keadaan yang kurang baik dalam proses
urbanisasi. Sayangnya data mutahir mengenai primacy rate di Indonesia tidak tersedia.

Kebijaksanaan urbanisasi di Indonesia


Urbanisasi adalah persentase penduduk perkotaan. Urbanisasi dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu pertumbuhan alami penduduk daerah perkotaan, migrasi dari daerah perdesaan ke
daerah perkotaan, dan reklasifikasi desa perdesaan menjadi desa perkotaan. Proyeksi
penduduk daerah perkotaan pada proyeksi ini tidak dilakukan dengan membuat asumsi untuk
ketiga faktor tersebut, tetapi berdasarkan perbedaan laju pertumbuhan penduduk daerah
perkotaan dan daerah perdesaan (Urban Rural Growth Difference/URGD). Namun begitu,
dengan membuat asumsi URGD untuk masa yang akan datang, berarti proyeksi ini secara tidak
langsung juga sudah mempertimbangkan ketiga faktor tersebut.

Tabel Presentase Penduduk Daerah Perkotaan per Provinsi, 2000-2025

Propinsi 2000 2005 2010 2015 2020 2025


1. NANGGROE ACEH DARUSSALAM 23.6 28.8 34.3 39.7 44.9 49.9
2. SUMATERA UTARA 42.4 46.1 50.1 54.4 58.8 63.5
3. SUMATERA BARAT 29 34.3 39.8 45.3 50.6 55.6
4. RIAU 43.7 50.4 56.6 62.1 66.9 71.1
5. JAMBI 28.3 32.4 36.5 40.6 44.5 48.4
6. SUMATERA SELATAN 34.4 38.7 42.9 47 50.9 54.6
7. BENGKULU 29.4 35.2 41 46.5 51.7 56.5
8. LAMPUNG 21 27 33.3 39.8 46.2 52.2
9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 43 47.8 52.2 56.5 60.3 63.9
10. DKI JAKARTA 100 100 100 100 100 100
11. JAWA BARAT 50.3 58.8 66.2 72.4 77.4 81.4
12. JAWA TENGAH 40.4 48.6 56.2 63.1 68.9 73.8
13. D I YOGYAKARTA 57.6 64.3 70.2 75.2 79.3 82.8
14. JAWA TIMUR 40.9 48.9 56.5 63.1 68.9 73.7
15. BANTEN 52.2 60.2 67.2 73 77.7 81.5
16. B A L I 49.7 57.7 64.7 70.7 75.6 79.6
17. NUSA TENGGARA BARAT 34.8 41.9 48.8 55.2 61 66
18. NUSA TENGGARA TIMUR 15.4 18 20.7 23.5 26.4 29.3
19. KALIMANTAN BARAT 24.9 27.8 31.1 34.8 39 43.7
20. KALIMANTAN TENGAH 27.5 34 40.7 47.2 53.3 58.8
21. KALIMANTAN SELATAN 36.2 41.5 46.7 51.6 56.3 60.6
22. KALIMANTAN TIMUR 57.7 62.2 66.2 69.9 73.1 75.9
23. SULAWESI UTARA 36.6 43.4 49.8 55.7 61.1 65.7
24. SULAWESI TENGAH 19.3 21 22.9 24.9 27.3 29.9
25. SULAWESI SELATAN 29.4 32.2 35.3 38.8 42.6 46.7
26. SULAWESI TENGGARA 20.8 23 25.6 28.5 31.8 35.5
27. GORONTALO 25.4 31.3 37 42.8 48.2 53.2
28. M A L U K U 25.3 26.1 26.9 27.9 28.8 29.9
29. MALUKU UTARA 28.9 29.7 30.6 31.5 32.5 33.6
30. PAPUA 22.2 22.8 23.5 24.3 25.1 26
36.3 54.3
Rata rata 4 41.14 45.78 50.20 0 58.11
 

Tabel di atas menyajikan tingkat urbanisasi per provinsi dari tahun 2000 sampai dengan 2025.
Untuk Indonesia, tingkat urbanisasi diproyeksikan sudah mencapai 58% pada tahun 2025.
Untuk beberapa provinsi, terutama provinsi di Jawa dan Bali, tingkat urbanisasinya sudah lebih
tinggi dari Indonesia secara total. Tingkat urbanisasi di empat provinsi di Jawa pada tahun 2025
sudah di atas 80 persen, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.
Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat ini
sedang dikembangkan:

Pertama, mengembangkan daerah-daerah perdesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai


daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini dikenal dengan istilah “urbanisasi
perdesaan “.

Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan


istilah “daerah penyangga pusat pertumbuhan”.

Kelompok kebijaksanaan pertama, merupakan upaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi


tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang
bersifat “non-ekonomi”. Bahkan perubahan tingkat urbanisasi tersebut diharapkan memacu
tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu didorong pertumbuhan daerah perdesaan agar
memiliki ciri-ciri perkotaan, namun tetap “dikenal” pada nuansa perdesaan. Modernisasi
kawasan perdesaan yang sering juga berarti westernisasi.

Kelompok kebijaksanaan kedua, merupakan upaya untuk mengembangkan kota-kota kecil dan
sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan
metropolitan. Pada kelompok ini, kebijaksanaan pengembangan perkotaan diklasifikasikan ke
dalam tiga bagian, yaitu:

(a) kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan


lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan kegiatan ekonomi
perkotaan. Hal ini antara lain meliputi penyempurnaan peraturan dan prosedur
investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan perpajakan bagi
peningkatan pendapatan kota;
(b) penyebaran secara spesial pola pengembangan kota yang mendukung pola
kebijaksanaan pembangunan nasional menuju pertumbuhan ekonomi yang
seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional dituangkan dalam
kebijaksanaan tata ruang kota/perkotaan, dan
(c) penanganan masalah kinerja masing-masing kota.

Dengan demikian, kebijaksanaan pengembangan perkotaan di Indonesia dewasa ini dilandasi


pada konsepsi yang meliputi: (i) pengaturan mengenai sistem kota-kota; (ii) terpadu; (iii)
berwawasan lingkungan, dan (iv) peningkatan peran masyarakat dan swasta.

Urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak perlu dicegah pertumbuhannya. Karena,
proses urbanisasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun
demikian, proses urbanisasi tersebut perlu diarahkan agar tidak terjadi tingkat primacy yang
berlebihan. Pada saat ini pemerintah telah mengembangkan dua kelompok kebijaksanaan
untuk mengarahkan proses urbanisasi, yaitu mengembangkan apa yang dikenal dengan istilah
“urbanisasi perdesaan” dan juga mengembangkan “pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru”.

Diharapkan dengan makin bertumbuhnya daerah perdesaan dan juga menyebarnya daerah-
daerah pertumbuhan ekonomi, sasaran untuk mencapai tingkat urbanisasi sebesar 75% pada
akhir tahun 2025, dan dibarengi dengan makin meratanya persebaran daerah perkotaan, akan
dapat terwujud.

Permasalahan Akibat Urbanisasi di Indonesia


Laju urbanisasi meningkat dipicu pull and push factor. Push factor-nya adalah sempitnya
lapangan pekerjaan di perdesaan, bahkan tidak ada. Untuk berkehidupan, orang berurbanisasi
ke kota. Sedangkan dari sisi pull, kondisi kota mampu dianggap akan menyediakan kesempatan
kerja yang dinilai orang-orang desa lebih berkualitas. Terjadilah fenomena urbanisasi yang dari
tahun ke tahun terus meningkat.

Secara umum, peningkatan urbanisasi dipicu kegagalan Otonomi Daerah (Otda). Sebab, dengan
Otda, pemerintah daerah diharapkan memiliki kewenangan lebih untuk mengelola
perekonomiannya sehingga terjadi distribusi dalam pembangunan ekonominya, namun pemda
mengahadapi setumpuk kegagalan secara ekonomi dalam melakukan pembangunan
wilayahnya. Pada mulanya, Otonomi Daerah dan desentralisasi menumbuhkan harapan pada
peningkatan ekonomi daerah non urban, pada kenyataanya, tidak ada korelasi positif antara
Otda dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pada akhirnya, semakin maraknya kriminalitas belakangan ini seperti perampokan baik
penodongan maupun hipnotis, merupakan akibat dari laju urbanisasi yang semakin lama
semakin mengkhawatirkan.

Dalam bukunya yang berjudul Cities, Poverty and Development Urbanization in the Third
World, Gilbert dan Gigler, menyebutkan banyak literatur menemukan sederet bukti, alasan
utama urbanisasi adalah masalah ekonomi. Kuatnya variabel ekonomi sebagai alasan orang
berurbanisasi terutama banyak dijumpai di kawasan Asia, Afrka dan Amerika Latin. Dengan kata
lain, urbanisasi lebih banyak terjadi di negara-negara Selatan yang relatif lebih miskin
ketimbang di negara-negara Utara (Eropa dan Amerika Utara).

Dengan memakai model ekonometri, berhasil menemukan fakta bahwa perbedaan pendapatan
yang tajam antara desa dan kota telah memperlicin jalan maraknya urbanisasi. Faktor ekonomi
inilah yang mempengaruhi secara signifikan terjadinya urbanisasi.
Hal tersebut di atas adalah permasalahan Urbanisasi dalam sektor kependudukan. Bila kita
pandang dari sisi pembanguna perkotaan, maka permasalahan yang ditimbulkan oleh
urbanisasi diantaranya adalah bahwa:

1. Semakin ditinggalkannya spesialisasi di sektor yang berhubungan langsung dengan


sistem alam, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
2. Semakin meningkatnya tuntutan atas keberadaan skilled educated labor akibat
meningkatnya spesialisasi kerja.
3. Meningkatnya pertumbuhan sektor jasa/perbankan dan manufaktur serta menurunnya
sektor produksi primer atau bahkan sekunder.
4. Pergesaran pola hidup dan nilai-nilai adat menjadi semakin kabur atau hilang
5. Semakin berkembangnya budaya cybernetic dan menurunnya ikatan tradisional dalam
tatanan masyarakat.
6. Westernisasi membawa dampak berkurangnya hubungan moral-emosional menjadi
lebih formal-individualistis yang diarahkan oleh kapitalisme sederhana.
7. Dan lain sebagainya serta berbagai dampak ikutannya.

Konteks Spatial memandang fenomena URBANISASI


Apakah Urbanisasi akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan ruang di perkotaan
atau pada hakekatnya tidak ada korelasi yang positif antara keduanya?

Dari sisi pandang Ilmu kependudukan, urbanisasi akan menyebabkan terjadinya migrasi besar
dari daerah non urban ke daerah urban. Gerakan migrasi ini umumnya tidak membawa serta
skilled labor atau educated student atau skilled educated labor (karena mereka yang sudah
seperti demikian akan melakukan migrasi ke kota lebih dahulu).
Urbanisasi tidak mengenal batas
administrasi, urbanisasi dilakukan karena
(kependudukan) pindahnya penduduk dari
wilayah rural ke pusat kegiatan (urban).

Karena otonomi/desentralisasi daerah


memiliki kapasitas untuk melakukan
pembangunan fisik dan perekonomian
wilayah

Kawasan rural semakin


ditinggalkan/berubah menjadi urban
karena perkembangan penduduk

Urbanisasi yang berkembang terutama di Indonesia akibat kebijakan otonomi


daerah/desentralisasi telah memberikan kesempatan kepada daerah untuk benar-benar
membangun sesuai dengan visi dan misi mereka masing-masing. Masifnya pembangunan fisik
wilayah membawa konsekuensi pada tingginya kebutuhan akan tenaga pelaksana
pembangunan; satu tahap proses urbansisasi terjadi.

Tingginya pembangunan memberikan kesempatan bagi berkumpulnya penduduk di pusat-pusat


aktivitas wilayah. Dalam pusat-usat kegiatan tersebut brkembang pula spesialisasi kerja karena
tingkat diferensiasi yang semakin tinggi; semakin berkembang pula sektor jasa dan
perdagangan, ini lah tahapan sekunder dari proses urbanisasi. Di sisi lain, sektor jasa perbankan
dan sejenisnya juga mulai masuk dalam sistem kota, sehingga proses urbanisasi menemukan
bentuk realnya.

Setelah kawasan urban menjadi sangat maju pesat dan sistem teknologi menjadi semakin
berkembang dan komunikasi menjadi sangat mudah. Ketika spesialisasi kerja semakin komplit
dan kawasan memasuki dunia global. Dunia cybernetic mulai menguasasi sistem yang
menjadikan sistem transaksi menjadi serba digitized dan cybernetic. Saat inilah urbanisasi
masuk pada tahapan tertier dan wilayah urban menjadi semakin berbentuk tiga dimensi
sempurna untuk sementara.

Pada dunia urban, kembali konsep dasar komunitas menemukan kembali arasnya; terjadi
proses masyarakat yang berjuang untuk dapat mempertahankan hidup (survival of the fittes 1).
Sesuai dengan proses evolusi masyarakat, masyarakat urban akan masuk pada siklus baru dan
urbanisasi menemukan bentukan yang baru lagi dalam format yang lebih baru lagi.

1
Istilah ini awalnya diperkenalkan oleh Charles Darwin dalam evolusi primate, kemudian digunakan oleh Herbert
Spenser dalam konsep evolusi masyarakat

You might also like