You are on page 1of 1

Gas Medik Yang Tertukar [1]

Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana l


ayaknya, sebelum pembedahan dilakukan anestesi terlebih dahulu. Pembiusan dilaku
kan oleh dokter anestesi, sedangkan operasinya dipimpin oleh dokter ahli bedah t
ulang (ortopedi).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernaf
as. Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pe
rnapasan hingga tidak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus d
i perawatan intnsif dengan bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian
ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan operasi, pasien dalam kead
aan baik, kecuali masalah tulangnya.
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan pada pemasangan gas ane
stesi (N2O) yang dipasang pada mesin anestesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang d
iberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 p
ada pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan (respiratory d
istress) sehingga proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien menjadi tid
ak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana , namun be
rakibat fatal.
Dengan kata lain, ada sebuah kegagalan dalam proses penempatan gas anestesi. Dan
ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar (SOP) pengamanan pe
makaian gas yang dipasang di mesin anestesi. Padahal harusnya ada standar, siapa
yang harus memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnya, dan lain sebag
ainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang
tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang m
emuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai (cross) dan ditandatangani. Sea
ndainya, prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadin
ya kekeliruan. Dan kalaupun terjadi, akan cepat diketahui siapa yang bertanggung
jawab.
Karena itulah, aturan-aturan dan SOP ini sangat penting, yang termasuk dalam PDR
S (peraturan dasar rumah sakit) atau PD Medik (peraturan dasar medik / Hospital
by Laws & Medical by Laws) dan dapat dipakai untuk pertimbangan-pertimbangan dal
am memutuskan perkara karena Hospital by Laws dapat merupakan perpanjangan tangan
hukum .

You might also like