You are on page 1of 4

Tomohon, 9 Juni 2008

Kepada Yth :
Badan Pekerja Sinode (BPS)
Ditempat

Perihal : Klarifikasi dan Kronoligis Permasalahan

Dengan Hormat,

Melalui kesempatan ini saya ingin mengklarifikasi bahwa selama ini saya sudah berusaha
untuk melapor setiap kegiatan yang saya lakukan kepada Sinode GMIM dan tidak
sepenuhnya benar bila ada pernyataan bahwa saya bertindak sendiri.
Di bawah ini adalah beberapa hal yang ingin saya luruskan mengenai permasalahan yang
terjadi agar semata mata tidak menyudutkan saya, adalah sebagai berikut:

1. Tanggal 26 November 2007 Mobil Kijang pick-up milik BLPT dengan BPKP/STNK
atas nama Marthen Gosal (ex.Kepala BLPT) di jual sebagai jalan keluar untuk membayar
gaji karyawan BLPT. (Data Terlampir)

2. Tanggal 8 Mei 2007 Mobil Nissan Patrol di gadaikan untuk mendapatkan bahan baku
kayu kelapa. (Data Terlampir)

3. Tanggal 20 Desember 2007 saya melapor kepada Sekum mengenai rencana proyek
pembangunan cottage di mesir sebanyak 100 unit ketika beliau memimpin kebaktian
natal BLPT. Bahkan rencana kerja sudah saya serahkan kepada kepada beliau.

4. Bulan Januari 2008 saya sudah menjelaskan beberapa program pengembangan kepada
Sekretaris Umum Sinode agar supaya membantu menanda tangani program kerja BLPT
agar supaya saya dapat mencari donator/investor untuk membantu pendanaan di BLPT,
tapi hingga sekarang tidak pernah di tindak lanjuti oleh Sekretaris Umum. (Data
Terlampir)
Dengan keterbatasan dan tanpa dukungan dari Sinode saya berinisiatif untuk mencari
investor/donator untuk pelaksanaan pengembangan BLPT.

5. Lalu saya mencoba melapor perencanaan BLPT kepada wakil sekum dalam hal ini Ibu
Pdt. Lies Sumampouw agar mendapat simpati beliau agar supaya dapat membantu
program yang saya buat untuk di tindak lanjuti. Saat itu saya di pertemukan dengan
misionaris dari Amerika tapi ternyata mereka tidak dapat membantu masalah dana tapi
mereka membantu/menopang dengan doa buat pengembangan BLPT.

6. Karena tidak ada solusi dan keadaan mendesak, maka saya coba melalui Bank BNI dan
Mandiri.
Bank Mandiri memberi respon dan mau membantu mengenai pendanaan dan bertemu
dengan Pimpinan langsung dari Bank Mandiri pusat Manado yaitu Bapak Eduard
Dahuan. Setelah mengetahui program BLPT maka beliau mau mendukung secara
material, namun karena BLPT tidak memiliki legilitas dokumen usaha maka Pak Eduard
menyarankan membuat badan usaha yang memiliki dokumen legalitas usaha agar supaya
bisa di tindak lanjuti mengenai pendanaan, tanpa dokumen tersebut Bank tidak dapat
memproses lebih lanjut. Setelah Badan usaha sudah di bentuk saya kembali menghadap
Bapak Eduard untuk melengkapi dokumen dokumen usaha tapi ternyata terbentur dengan
masalah agunan, saya dan Bank mandiri sepakat untuk tidak menjaminkan aset BLPT.
Akhirnya tidak ada solusi dalam hal ini.
Solusi lain yang ditawarkan Bank Mandiri adalah agar PT.Roro Coco Minahasa bertindak
atas nama sendiri dan mencari investor untuk membantu PT. Roro Coco Minahasa, Dana
yang di butuhkan dari Investor cukup adalah 30-35% dari nilai investasi dan Modal Kerja
dan selebihnya akan di Bantu oleh Bank mandiri tapi saya tidak tindak lanjuti karena saya
ingin di BLPT terlibat secara keseluruhan bukan PT. RCM. Saya masih mempunyai
tanggung jawab terhadap jabatan yang di percayakan oleh Sinode. RCM dibentuk bukan
untuk mendirikan badan usaha dalam tubuh BLPT tetapi semata mata hanya sebagai
alternative jalan keluar karena tidak ada dukungan dari Sinode. Perlu diketahui semua
kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha harus memiliki dokumen legalitas

7. Kemudian saya mencari jalan lain dan coba presentasi ke investor dari jepang dan
ternyata di tanggapi dan pertengahan bulan Mei Mr. Tawata, Earth Flooring Japan yang
memiliki pabrik di Jombang dan Makasar (www.earthflooring.com) datang bertemu saya,
tapi bersamaan dengan itu saya dapat berkenan bertemu dengan Pak Willie dan saya juga
mencoba mendapatkan perhatian dari Pak Willie untuk membantu pendanaan dan
ternyata beliau menanggapi dengan baik maka saya lebih fokus kepada beliau.

Catatan : Menurut saya kedua investor tersebut tidak mungkin menanamkan modalnya
bersamaan dan saya sadar bahwa keterlibatan pengusaha Jepang di Tomohon sangat sulit
terlebih BLPT bukan perusahaan pribadi melainkan milik Sinode Gmim.

8. Lalu saya berusaha untuk ketemu dengan Sekum tetapi beliau tidak ada waktu untuk
dengar-pendapat mengenai usaha saya mencari investor sementara keadaan BLPT
membutuhkan segera donator/investor agar supaya dapat menolong pendanaan untuk
pembelian bahan baku dan gaji karyawan.

9. Saat itu juga BLPT terbentur masalah mengenai 3 karyawan BLPT yang melapor
kepada Sekum mengenai kepemimpinan saya dan memberi informasi yang salah dimana
mereka mengadukan kepada Sekum bahwa saya sudah menjual mobil untuk kepentingan
saya pribadi. Dan saya sudah mengklarifikasikan kepada Wakil ketua bidang personalia
dan sekum mengenai duduk permasalahan bahwa saya menjual mobil sebagai aset BLPT
adalah hanya untuk kepentingan gaji karyawan dan hal tersebut juga di sepakati oleh
karyawan BLPT.
Perlu diketahui bahwa ke-3 karyawan BLPT tersebut tidak bekerja dengan baik dan justru
mereka menjadi benalu di BLPT, kalau Sinode ingin mengetahui tentang ke-3 karyawan
tersebut dapat di lakukan pemeriksaan dan mencari kebenaran atau dapat menanyakan
kepada karyawan-karyawan BLPT lainnya mengenai kinerja 3 orang tersebut.
10. Beberapa hari kemudian saya berusaha bertemu dengan Sekum untuk menjelaskan
mengenai calon investor tapi beliau sangat sibuk dan susah untuk bertemu lalu saya
mencoba untuk bertemu dengan Ketua namun ternyata Sekum justru memarahi saya
karena tidak di koordinasi dengannya terlebih dahulu. Akhirnya saya mencoba lagi untuk
mengklarifikasi masalah investor ke Sekum tapi beliau secara terang terangan sudah tidak
mau menerima laporan saya mengenai investor.

11. Mengenai badan usaha (PT.RCM) yang ada dalam MoU adalah hanya untuk
mempersiapkan legalitas dokumen usaha dalam menghadapi kegiatan ekspor karena
tanpa badan usaha bea cukai, sukofindo dan pengurusan dokemen pabean serta
transportasi tidak dapat dilaksanakan, sementara BLPT tidak memiliki ijin usaha apalagi
ijin ekspor.
Badan Usaha (PT.RCM) sebenarnya hanya menjadi jembatan untuk kelengkapan
dokumen2 saja.

12. Penanda tanganan dengan Cv. Gunung Hijau belum terlaksana dan MoU tersebut
masih dalam bentuk baku oleh karena itu melalui koordinasi Bapak Willie maka Sekum
mau datang ke BLPT untuk dapat mendiskusikan bersama2 mengenai MoU.
Saya sadar apabila saya yang undang Sekum beliau tidak akan menanggapi karena beliau
sudah tidak mau berbicara dengan saya, karena beliau menyatakan kepada saya sendiri.

13. Pertemuan antara Pak Willie dan di hadiri oleh Sekum pada hari Jumat, tanggal 30
Mei 2008 untuk membahas MoU dan kalau ada perubahan atau kesalahan dalam MoU
dapat di perbaiki bersama karena MoU tersebut belum di tanda tangani. Saya juga tidak
ada maksud menyembunyikan kepada Sinode mengenai draft MoU dan saya juga
berharap di perbaiki apabila ada hal yang perlu diubahkan, tanpa ada maksud untuk
menutupi ke Sinode dan ini adalah kesempatan saya untuk menjelaskan semuanya tapi
ternyata di tanggapi dengan emosi oleh Sekum padahal penanda-tanganan belum
dilaksanakan namun saya dianggap sudah menyalahi peraturan.

14. Dan setelah hasil pertemuan tanggal 30 Mei 2008 saya tidak pernah di libatkan dalam
pembicaraan antara Sinode dengan Yayasan Masarang. Dan sampai saat ini saya tidak di
minta/dipanggil oleh Sinode untuk klarifikasi duduk permasalahan mengenai MoU yang
dibuat, sementara saya harus tetap bertanggung jawab mengenai Gaji dan keadaan di
BLPT.

Demikian surat klarifikasi ini semata mata hanya untuk menjelaskan duduk persoalan dan
selama ini tidak benar kalau saya mengambil tindakan sendiri tanpa memberitahukan
Sinode dimana saya bernaung.
Apa yang saya lakukan adalah murni untuk memajukan BLPT sebagaimana hasil
keputusan BPS melalui SK pengangkatan sebagai kepala di BLPT dan saya sudah
berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan BLPT dan bertanggung jawab terhadap
perkembangan BLPT itu sendiri.
Pengorbanan sudah banyak saya lakukan di BLPT secara material, yang sebenarnya
keadaaan keuangan BLPT masuk dalam tahap kritis saat saya menjabat Kepala di BLPT
yaitu Rp. 79.133.371,22 (Data Terlampir)
Saya mohon bapak bapak yang duduk di BPS dapat mengambil sikap bijaksana dan
dilandasi kasih pelayanan sebagai pelayan Tuhan dalam menyikapi masalah BLPT dan
tidak semata mata menyudutkan satu pihak yang secara terang terangan menyalahkan
semua usaha yang saya lakukan, yang sebenarnya saya lakukan semua ini adalah untuk
untuk kepentingan dan mengembangkan BLPT yang merupakan aset Sinode.

Demikian surat klarifikasi ini, bukan maksud untuk melemparkan kesalahan ke orang lain
atau lembaga gereja namun untuk meluruskan persoalan yang simpang siur mengenai
kepemimpinan saya di BLPT.

Salam hangat,

Pdt. Roy kaunang

Tembusan :

Yayasan Masarang – DR. Willie Smits.


Ketua Sinode Gmim – Pdt. DR A.O Supit
Sekretaris Umum Sinode Gmim – Pdt D.K Lolowang MTH
Wakil Ketua PSDD – Andi Cakra

You might also like