You are on page 1of 16

2.1.2.

Konsep Motivasi Kerja

2.1.2.1. Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Stephen P. Robbin (1996:198) mengatakan bahwa “motivasi sebagai

kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upah yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang

dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individu”.

Menurut Merle J. Moskowits yang dikutip dari Malayu P. Hasibuan (2006:1143)

“ motivation is ussualy defined the initition and direction of behaviour, and the study of

motivation is in effect the study of course the behaviour”.

Motivasi secara umum didefinisikan sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku

dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku.

Berelson dan Steiner yang dikutip dari DR. B. Siswanto Sastrohadiwiryo

(2003;267)mendefinisikan motivasi sebagai “ all those inner striving conditions variously

described as wishes, desire, needs, drives, and the like “ (Macharani ,1985). Dengan demikian

motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan

energi, mendorong kegiatan atau menggerakkan dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke

arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (1998;1989) “Motivasi adalah

hasrat didalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan”.

Sementara itu Edwin B. Flippo, yang dikutip oleh Malayu P. Hasibuan (2006:143)

“Direction or motivation is essence it is a skill in aligning employee and organization interest so

that behavior result in achievement of employee want simultaneously with attainment of

organizational objectives”.
Motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar

mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan oraganisasi sekaligus

tercapai.

Menurut H. Hadari Nawawi (2003;351) “Motivasi merupakan suatu kondisi yang

mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan/kegiatan, yang

berlangsung secara sadar”. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak

dari prinsip utama bahwa manusia hanya melakukan sesuatu kegiatan, yang menyenangkannya

untuk dilakukan. Hal ini tidak menutup kondisi bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang

mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya.

“Motivation : that predisposition (it self the subject of much controversy) within

the individual which arouses sustaind and direct his/her behaviour. Motivation involve such

factor as biological and emotional needs that can only beinferred from observation behaviour”.

Motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri

seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Motivasi meliputi

faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku

manusia. Yang dikutip oleh Malayu P. Hasibuan (2006:143) dari American Ensyclopedia.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kondisi

yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam mencapai pemenuhan kebutuhannya.

Motivasi mengarahkan pada bagaimana perilaku seseorang dapat digerakan, dipertahankan,

diarahkan dan dikendalikan.

Menurut Michael Armastrong (2003) “Motivasi dimulai ketika seseorang secara sadar

atau tidak sadar mengakui sebuah kebutuhan yang tidak terpuaskan. Kebutuhan tersebut
menciptakan sebuah tujuan dan tindakan yang diharapkan akan dapat menjadi sarana untuk

mencapai tujuan tersebut”.

Motivasi merupakan suatu dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan

berbagai macam aktivitas dan termasuk didalamnya adalah melakukan pekerjaan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas secara sederhana dapat disimpulkan

bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul untuk melakukan suatu aktivitas untuk

mencapai tujuan yang diharapkan.

2.1.2.2. Unsur – Unsur Penggerak Motivasi

Motivasi yang dimiliki oleh seseorang akan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang

menjadi faktor munculnya motivasi. Unsur-unsur tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya

motivasi yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan aktivitasnya. Sagir yang dikutip oleh

Bejo Siswanto (2002 : 269) mengemukakan unsur-unsur penggerak motivasi, antara lain :

1. Prestasi (achievement)

Seseorang yang memiliki keinginan berkinerja sebagai suatu “kebutuhan” atau

needs dapat mendorongnya mencapai sasaran. McCleland menjelaskan bahwa tingkat need of

achievement (n-Ach), yang telah menjadi naluri kedua (second nature), merupakan kunci

keberhasilan seseorang. n-Ach biasanya juga dikaitkan dengan sikap positif, keberanian

mengambil resiko yang diperhitungkan(bukan gambling, calculated risk) untuk mencapai suatu

sasaran yang telah ditentukan.

2. Penghargaan (recognition)

Penghargaan, pengakuan atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai
seseorang merupakan suatu perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja, akan

memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau

hadiah.

3. Tantangan (challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi manusia untuk

mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya

tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi

tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.

4. Tanggung jawab (responbility)

Adanya rasa ikut memiliki (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi

untuk merasa bertanggung jawab.

5. Pengembangan (development)

Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau

kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih

giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja

atau produktivitas tenaga kerja.

6. Keterlibatan (involvement)

Rasa ikut terlibat atau involve dalam suatu proses pengambilan keputusan atau

bentuknya, dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja, yang dijadikan masukan bagi manajemen

perusahaan, merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenaga kerja.

7. Kesempatan (opportunity)

Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat

bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenaga
kerja. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, tidak

akan menjadi perangsang untuk berkinerja atau bekerja produktif.

Berdasarkan pada teori kaitan imbalan prestasi motivasi sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun eksternal (Sondang P. Siagian, 2006 : 294).

Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Faktor Internal

1. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri

2. Harga diri

3. Harapan pribadi

4. Kebutuhan

5. Keinginan

6. Kepuasan kerja

7. Prestasi kerja yang dihasilkan

b. Faktor Eksternal

8. Jenis dan sifat pekerjaan

9. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung

10. Organisasi tempat bekerja

11. Situasi lingkungan pada umumnya

12. Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya


2.1.2.3. Tujuan Dan Alat-Alat Motivasi

Pada dasarnya motivasi merupakan suatu dorongan baik dari dalam diri seseorang

maupun dari luar atau dari lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam

melaksanakan aktivitasnya, dan apabila dikaitan dengan pekerjaan yang dilaksanakan oleh

seseorang maka tujuan dari pemberian motivasi dalam pekerjaan tersebut agar pekerja lebih

efektif dan efisien. Menurut Malayu S. P. Hasibuan (1994:161-162), tujuan dari pemberian

motivasi tersebut adalah :

1 Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2 Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

3 Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan

4 Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5 Mengefektifkan pengadaan karyawan

6 Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan

7 Meningkatkan kesejahteraan karyawan

8 Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

9 Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

Untuk memberikan motivasi kepada para pegawai, tentu saja ada alat-alat yang

dapat digunakan. Alat-alat tersebut antara lain :

a. Material incentive

Material incentive merupakan alat motivasi yang diberikan kepada karyawan

yang bersifat material sebagai imbalan prestasi yang diberikannya. Yang termasuk alat motivasi
ini antara lain upah, barang-barang, dan hal sejenisnya.

b. Non material incentive

Non material incentive merupakan alat motivasi yang diberikan kepada karyawan seperti

penempatan kerja tepat, latihan yang sistematis, promosi yang objektif, pekerjaan yang terjamin,

piutang jasa dan hal yang sejenisnya.

2.1.2.4. Asas-Asas Motivasi

Asas-asas motivasi menurut Malayu S. P. Hasibuan (1995:162) adalah sebagai berikut :

1. Asas mengikut sertakan

Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut untuk

berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan ide-ide,

rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini bawahan merasa ikut

bertanggung jawab atas tercapainya tujuan-tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah

kerjanya akan meningkat.

2. Asas komunikasi

Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang

ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi. Dengan asas

komunikasi ini maka motivasi kerja bawahan akan meningkat.

3. Asas Pengakuan

Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat

serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. Bawahan akan bekerja keras dan

semakin rajin, jika mereka terus menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-

usahanya.
4. Asas wewenang yang didelegasikan

Asas wewenang yang didelegasikan maksudnya adalah mendelegasikan sebagian

wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan-keputusan dan kreativitas kepada

bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer.

5. Asas perhatian timbal balik

Asas perhatian timbal balik adalah memotivasi bawahan dengan mengemukakan

kegiatan atau harapan kita kepada mereka dan memahami serta berusaha memenuhi kebutuhan

yang diharapkan bawahan dari perusahaan

2.1.2.5. Teori Motivasi

Manajemen sebagai proses mendayagunakan orang lain untuk mencapai tujuan,

hanya akan berjalan efektif dan efisien, jika para manajer mampu memotivasi para pekerja dalam

melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya

Berdasarkan pada prinsip utama tersebut, Menurut H. Hadari Nawawi (1996:351)

telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut psikologi, yang dapat diimplementasikan

dalam manajemen sumber daya manusia di lingkungan suatui organisasi/perusahaan. Keenam

teori itu adalah :

1. Teori kebutuhan (Need) dari Abraham Maslow

2. Teori dua faktor dari Frederick Herzberg

3. Teori prestasi (Achievement) dari David McClelland

4. Teori penguatan (Reinforcement)

5. Teori harapan (Expextency)

6. Teori tujuan sebagai motivasi


Tiga teori yang disebut terdahulu berfokus pada apa yang mendorong manusia

melakukan suatu kegiatan. Teori-teori itu membahas tentang sesuatu yang mendorong

(motivator) seseorang dalam melakukan suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja di

sebuah perusahaan. Oleh karena itu teori-teori tersebut dikelompokkan dalam kategori teori isi

(Content Theory). Dalam content theory ini juga dikemukakan bahwa kepuasan fisik dan rohani

merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Semakin ada

kesempatan untuk memperoleh kepuasan (materiil dan nonmateriil) dari hasil kerjanya, maka

semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan segala kemampuan yang

dimilikinya.

Berikutnya tiga teori yang disebut terakhir dalam urutan tersebut di atas, adalah

teori-teori yang berfokus pada bagaimana mendorong manusia agar berbuat sesuatu, termasuk

juga dalam bekerja dalam sebuah perusahaan. Dengan demikian berarti teori-teori motivasi

tersebut membahas cara-cara dan langkah-langkah dalam memberikan dorongan, sehingga

dikategorikan sebagai teori proses.

Kedua fokus tersebut sama pentingnya bagi setiap manajer untuk menimbulkan

perasaan senang dan puas (Quality of Work Life yang disingkat QWL) dalam bekerja. Dalam

kondisi seperti ini setiap karyawan akan memiliki motivasi yang tinggi untuk memberikan

kontribusi terbaik dalam pencapaian tujuan perusahaan.

1. Teori Kebutuhan dari Maslow

Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan (herarchi) kebutuhan, yang

berbeda kekuatannya dalam memotivasi seseorang melakukan kegiatan. Dengan kata lain

kebutuhan bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam memotivasi

suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai
yang terlemah dalam memotivasi diri dari : kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan

sosial, kebutuhan status/kekuasaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Maslow tidak mempersoalkan

masalah spiritual, yang sebenarnya cukup penting/dominan peranannya sebaga motivasi,

terutama dilingkungan pemeluk suatu agama.

Sehubungan dengan itu Maslow mengetengahkan beberapa asumsi dari urutan

atau tingkatan kebutuhan yang berbeda kekuatannya, dalam memotivasi para karyawan di sebuah

perusahaan. Asumsi ini adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi lebih dahulu.

Kebutuhan itu adalah kebutuhan fisik (lapar, haus, pakaian, perumahan, dan lain-lain).

Dengan demikian kebutuhan yang terkuat yang memotivasi seseorang bekerja adalah untuk

memperoleh penghasilan yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan fisiknya.

b. Kekuatan kebutuhan dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan melemah

atau kehilangan kekuatannya dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi dengan

memenuhi kebutuhan pekerja, perlu diulang-ulang apabila kekuatannya melemah dalam

mendorong para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Cara yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, ternyata lebih

banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada urutan yang lebih rendah.

2. Teori Dua Faktor Dari Herzberg

Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan

dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah :

a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara lain adalah faktor

prestasi (achievement), faktor pengakuan/penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor


memperoleh kemampuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor

pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori

Maslow.

b. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Faktor ini dapat berbentuk

upah/gaji, hubungan antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan

perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada

urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow.

Dalam implementasinya di lingkungan sebuah perusahaan, teori ini menekankan pentingnya

menciptakan/mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya

yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjan menjadi tidak efektif dan tidak efisien.

Inti teori dari Herzberg menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan orang

termotivasi atau berkomitmen adalah berbeda dengan faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan

kerja. Faktor motivasi berkaitan dengan sifat dasar kerja itu sendiri dan imbalan yang diperoleh

secara intrinsik dan langsung dari kinerja. Faktor-faktor hygiene berkaitan dengan aspek-aspek

fisik, sosial dan ekstrinsik dari lingkungan kerja. Motivasi berbeda dengan kepuasan kerja.

3. McClelland Theory Of Motivation

Teori ini mengklasifikasikan motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa

prestasi yang dicapai, termasuk dalam bekerja. Dengan kata lain kebutuhan berprestasi

merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam hubungannya dengan teori Maslow,

berarti motivasi ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi, terutama kebutuhan

aktualisasi diri dan kebutuhan akan status dan kekuasaan. Kebutuhan ini memerlukan dan

mengharuskan karyawan melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian


yang memungkinkan seorang karyawan mencapai suatu prestasi. Berikutnya jika dihubungkan

dengan teori dua faktor, jelas bahwa prestasi termasuk klasifikasi faktor sesuatu yang

memotivasi (motivator) dalam melaksanakan pekerjaan.

Menurut H. Hadari Nawawi (1996:354) Implementasi dari teori prestasi yang

dapat dilakukan dalam dilingkungan sebuah perusahaan, antara lain sebagai berikut :

a. Para pekerja terutama manajer dan tenaga kerja kunci produk lini menyukai memikul

tanggung jawab dalam bekerja, karena kemampuan melaksanakannya merupakan prestasi

bagi yang bersangkutan.

b. Dalam bekerja yang memiliki resiko kerja, para pekerja menyukai pekerjaan yang beresiko

lunak (moderat).pekerjaan yang beresiko tinggi dapat mengecewakannya, karena jika gagal

berarti atau kurang berprestasi. Sebaliknya juga kurang menyukai pekerjaan yang beresiko

rendah atau tanpa resiko, dapat mengakibatkan pekerjaan tersebut diklasifikasikan

tidak/kurang berprestasi, baik berhasil maupun gagal melaksanakannya.

c. Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi sebagai umpan balik, karena selalu

terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya dalam bekerja. Dengan

demikian peluangnya untuk meningkatkan prestasi kerja akan lebih besar.

d. Kelemahan yang merugikan adalah pekerja yang berprestasi lebih menyukai bekerja mandiri,

sehingga kurang positif sebagai manajer. Kemandirian itu dimaksudkan untuk menunjukkan

prestasinya, yang mungkin lebih baik dari pekerja yang lain.


4. Teori Penguatan (Reinforcement)

Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar,

dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum Ganjaran (Law Of Effect). Hukum itu

mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan akan mengalami

penguatan dan cenderung untuk diulangi. Demikian pula sebaliknya suatu tingkah laku yang

tidak mendapat ganjaran, tidak akan mengalami penguatan karena cenderung tidak diulangi,

bahkan dihindari.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa penguatan (reinforcement) pada dasarnya berarti

pengulangan kegiatan karena mendapat ganjaran. Ganjaran selain berbentuk material, dapat pula

yang bersifat non material. Ganjaran berati juga pemberian insentif. Oleh karena itu teori ini

sering disebut teori insentif. Disamping itu teori ini bersumber juga dari teori tingkah laku

berdasarkan hubungan antara perangsang dan respons. Suatu perangsang yang diiringi dengan

suatu persyaratan, cenderung untuk diiringi dengan respons yang tetap. Dengan kata lain suatu

perangsang yang dikondisikan sebagai suatu persyaratan, akan mendapat respon yang sama atau

respon yang diulang, sehingga sering terjadi meskipun perangsangnya tidak ada tetapi

persyaratannya dimunculkan, maka respon yang sama akan dilakukan. Sehubungan dengan itu

teori ini disebut juga dengan teori operasional bersyarat.

5. Teori Harapan (Expectacy)


Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan “terdapat hubungan yang erat

antara pengertian seseorang mengenai suatu tingkah laku, dengan hasil yang diperolehnya

sebagai harapan”. Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk

melakukan suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut

usaha.

Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu dipengaruhi oleh jenis dan

kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang diwujudkannya berupa keterampilan/keahlian dalam

bekerja. Berdasarkan jenis dan kualitas keterampilan/ keahlian dalam bekerja akan diperoleh

hasil, yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan rasa

kepuasan.

6. Teori Tujuan Sebagai Motivasi

Dalam bekerja tujuan bukan harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat

subjektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada perusahaan yang sama.

Tujuan bersumber dari rencana strategik dan rencana operasional perusahaan, yang tidak

dipengaruhi individu dan tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu tujuan bersifat objektif.

Setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan perusahaan, akan merasa

sesuai dengan dirinya akan ikut merasa bertanggung jawab dalam mewujudkannya. Dalam

keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para

pekerja memilih alternatif cara bekerja yang baik atau yang paling efektif dan efisien.

2.1.2.6. Fungsi dan Bentuk Motivasi


Menurut H. Hadari Nawawi (1996:359), fungsi motivasi bagi manusia termasuk pekerja

adalah sebagai berikut :

a. Motivasi berfungsi sebagai energi atau motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar

pada kendaraan.

b. Motivasi merupakan pengatur dalam memilih alternatif diantara dua atau lebih kegiatan yang

bertentangan. Dengan memperkuat suatu motivasi, akan memperlemah motivasi yang lain,

maka seseorang hanya akan melakukan satu aktivitas dan meninggalkan aktivitas yang lain.

c. Motivasi merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas. Dengan kata lain

setiap orang hanya akan memilih dan berusaha untuk mencapai tujuan, yaitu motivasinya

tinggi dan bukan mewujudkan tujuan yang lemah motivasinya.

Selain itu H. Hadari Nawawi (1996: 367) membedakan secara sederhana motivasi

ke dalam dua bentuk, yaitu :

1. Motivasi intrinsik

Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri karyawan

sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat dari pekerjaan yang

dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik

karena mampu memenuhi kebutuhan, maupun menyenangkan atau memungkinkan mencapai

suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai

individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskan melaksanakan pekerjaan secara maksimal.
Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah yang tinggi, jabatan yang terhormat atau

memiliki kekuasaan yang besar.

Disuatu perusahaan terlihat kecenderungan pengguna motivasi ekstrinsik lebih

dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk

menumbuhkan kesadaran dari dalam diri karyawan, sementara kondisi kerja disekitarnya lebih

banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar

dirinya.

You might also like