You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi/Pengertian

Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek
Llewellyn- Jones,1994).
Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www.
Infomedika. htm, 2004).
Mioma uteri adalah suatu neoplasma jinak dari lapisan miometrium atau otot
rahim yang bersifat konsistensi padat dan kenyal serta berbatas tergas dan mempunyai
pseudokapsul (Hanifa Wingnyo Sastro, 1994).
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.
(Ilmu Kandungan, 1999)

2. Tanda dan gejala

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekolog karena tumor ini tidak menganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung
pada tempat sarang mioma ini berada ( serviks, intramural,submukus,subserosa),
besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.

Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

 Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia atau
dapat terjadi metroragi. Faktor yang menyebabkan terjadi perdarahan . antara lain:

 Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya


 Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma emdometrium
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya.
 Rasa Nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas pada mioma walaupun sering terjadi. Rasa
nyeri dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis jaringan setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang akan
dilahirkan biasanya menimbulkan dismenore karena penyempitan kanalis servikalis
akibat mioma.

 Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri. Penekanan pada uretra daoat menyebabkan
retensio urine dan pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.
Penekanan pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia. Dan penekanan pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe mengakibatkan edema tungkai dan nyeri panggul.

3. Penyebab
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-
sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan
dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia
endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini,
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

4. Faktor Predisposisi

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

a. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala
klinis antara 35 – 45 tahun.

b. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini
saling mempengaruhi.

c. Faktor ras dan genetik :


Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma
uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

d. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama
sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang
distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang
distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan
mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang
meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang
setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.

5. Patofisiologi terjadinya penyakit


Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium
normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri
terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan.
Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena
berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma
submukosum, intramular dan subserosum.

6. Pathway /WOC (Terlampir)

7. Klasifikasi

Berdasarkan posisi mioma terhadap lapisan-lapisan uterus dapat di bagi menjadi


tiga jenis yaitu :
 Mioma Submukosum
Mioma ini berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai dan menjadi polip,
kemudian dapat dilahirkan melalui saluran serviks ( Myoma geburt).
 Mioma Intramural
Yaitu mioma yang berada di dinding uterus di antara serabut miometrium
 Mioma Subserosum
Mioma jenis ini tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus dan diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari urerussehingga sering disebut sebagai mioma
wondering/ Parasitic Fibroid.
Jarang sekali ditemukan hanya satu macam mioma saja dalam uterus.
Mioma yang tumbuh pada serveks uteri dapat menonjol ke dalam saluran serviks
sehingga ostium uteri nampak berbentuk bulan sabit.
8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
USG : terlihat massa pada daerah uterus.
Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi
dan ukurannya.
Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.
ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.

9. Diagnosis/Kriteria diagnosis
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor
tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
c. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.
3. Gejala klinis
a. Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat
kenyal.
b. Adanya perdarahan abnormal.
c. Nyeri, terutama saat menstruasi.
d. Infertilitas dan abortus.
4. Pemeriksaan luar
a. Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor
dapat terbatas atau bebas.
5. Pemeriksaan dalam.
a. Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau
bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
6. Pemeriksaan penunjang
a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus;
lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.

10. Terapi/tindakan penanganan


Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai.
Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa
menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara
rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang
perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi
dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total
tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo
Oophorectomy (TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk
mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi
pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic
endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998)

11. Komplikasi
1) Perdarahan sampai terjadi anemia.
2) Torsi tangkai mioma dari :
a) Mioma uteri subserosa.
b) Mioma uteri submukosa.
3) Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4) Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
▪ Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
Infertilitas.
Abortus.
Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
Inersia uteri.
Gangguan jalan persalinan.
Perdarahan post partum.
Retensi plasenta.
▪ Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal
Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai
berikut :
 Usia :

a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35
tahun keatas.
b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri
terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
 Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi
torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya
berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :

a. Lokasi nyeri :
b. Intensitas nyeri
c. Waktu dan durasi
d. Kwalitas nyeri.

 Riwayat Reproduksi

a. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak
pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
b. Hamil dan Persalinan
1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat
pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii
dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.

 Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien
dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi
merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang
feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan
kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita
merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan.
Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi
klien.
 Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa
stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret.
Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha
batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi
general.
 Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh
klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari
siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran
merupakan gejala syok
 Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang
hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat
operasi, muntah akibat anestesi.
 Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,
tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan
kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan akibat pembuluh


darah pecah, anemia
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf ,
diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi
3. Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh
massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik /
motorik.
4. Cemas berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan, tindakan operasi
5. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pervaginam
berlebihan.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh
akibat penurunan hemoglobin (anemia)

3. Rencana asuhan keperawatan (tujuan, Kriteria evaluasi, Intervensi) (terlampir)

4. Evaluasi

1. Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan selama dalam perawatan


2. Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang
3. Pola eliminasi urine ibu kembali normal
4. Cemas klien berkurang dengan bertambahnya pengetahuan tentang penyakitnya
5. Klien bebas dari gejala perdarahan atau Perdarahan klien berkurang dengan Hb >
10 gr %
6. Klien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
Daftar Pustaka

Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.

You might also like