Professional Documents
Culture Documents
Berikut ini adalah tulisan tentang rangkuman pada buku arti dan fungsi sarana
upakara.
Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan
Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam
pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu.
Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat
bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan penuh
keikhlasan.
Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam
kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya.
Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang
kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang
tinggi.
Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari
benda-benda tertentu. Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran
agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan
: sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
- Pattram = daun-daunan,
- Puspam = bunga-bungaan,
- Phalam = buah-buahan,
- Toyam = air suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhŭpa”
merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur
tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan
fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat
upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam
fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk
memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”... sekare pinako
katulusan pikayunan suci”. Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan
pikiran yang suci. Bunga sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan
oleh Umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kita suci.
Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara. Berfungsi sebagai
simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan
pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di
atas kepala atau disumpangkan di telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai
sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang
akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ataupun roh suci leluhur.
Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan
seperti : canang, kewangen, bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini
adalah sarana persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air.
Semua sarana persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan
merupakan perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.
1. Canang
Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur - unsur pokok daripada
canang tersebut adalah:
2. Kewangen
Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata
wangi mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu
disandikan menjadi Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini
sudah ada gambaran bagi kita tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama
Tuhan.
Arti dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen
lambang ”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam
persembahyangan, juga dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya.
Kewangen sebagai salah satu sarana penting untuk melengkapi banten pedagingan
untuk mendasari suatu bangunan.
Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan upacara
memandikan mayat, kewangen diletakkan di setiap persendian orang meninggal yang
jumlahnya sampai 22 buah kewangen, dimana fungsi kewangen disini adalah sebagai
lambang Pancadatu (lambang unsur-unsur alam) sendang fungsi Kawangen dalam
upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.
Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa
adalah sejenis harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum.
Dhupa dengan nyala apinya lambang Dewa Agni yang berfungsi :
Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan api
sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang
benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan
ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan
dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten
dengan isi kitab suci Weda. Karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai
dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus
mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan
guna.
Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai
dalam persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air
suci yang disebut Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat
dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan
Tirtha dibuat oleh pendeta dengan puja.
Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kekotoran maupun kecemaran pikiran.
Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, diminum dan diusapkan pada
muka, simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya
dilengkapi juga dengan bija, dan bhasma yang disebut gandhaksta.
Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan mampu
menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata Tirtha
sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.
Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha
pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi
penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :
Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra
sebagai pemberi air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga
kitab Catur Weda disebut kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair
pujaan. Mantra itu banyak macam dan ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari
dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah, Ang Ung Mang, Sang Bang Tang
Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”. Suku kata yang
demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.
Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini
kemudian digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan
kepada Tuhan dalam salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa,
Barunastawa, Wisnustawa, Durghastawa, dan sebagainya.
Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut
”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja
Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra
adalah sebagai sarana persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material)
yang harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana
persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat menghubungkan diri dengan yang
dipuja.
Posted by Sapta at 9:39 PM
Labels: Hari Raya, Mantram, Sarana Upakara, Yadnya
0 comments:
Post a Comment
Kategori
• Bali (3)
• Bhagawadgita (1)
• Bhatara (1)
• Candi (1)
• Caru (1)
• Hari Raya (4)
• Jawa (1)
• Mantram (3)
• Mantram Gayatri (1)
• Meditasi (1)
• Nyepi (1)
• Padmasana (1)
• Pura (1)
• Renungan (4)
• Sarana Upakara (1)
• Sejarah Hindu (2)
• Spiritual (3)
• Tirtayatra (1)
• Tumpek (1)
• Weda (1)
• Yadnya (2)
• Zaman Kerajaan (2)
Archive
• ▼ 2009 (15)
o ▼ April (14)
Arti dan Fungsi Sarana Upakara
Mengurai Nyepi dan Saka
Perlukah Kita Memantra ?
Sebentuk cuplikan tentang Kepasrahan
Belajarlah Menjadi Orang Bodoh
Ilmu Pengetahuan Dan Spiritual
Yadnya Dalam Bhagawadgita
Mantram Gayatri
Caru
Padmasana
Lahirnya Betara Kala
Setiap Langkah adalah Anugerah
Tirthayatra, Perjalanan Suci Atau Wisata ?
Bangunan - Bangunan Kebesaran Hindu di Tanah Jawa
o ► March (1)
Istilah Hindu dan Sejarah Hindu di India
Globe Trackr
Suksmaning Banten on Mon Apr 06, 2009 3:47 pm
dyayu
VISUDDHA
Banten silih tunggil srana upacara yadnya manut Agama Hindu ring Bali. Banten
punika waluya basa mona. Basa mona tegesnyané basa sané siep tan pesu raos.
Nanging ring sajeroning Banten punika akéh pesan mrasidayang mesuang raos sané
madaging tutur utama. Unteng tatwa Agama Hinduné kasinahang ring Banten. Banten
punika basa Niyasa sané suci mangdané suksman tatwa Agama Hinduné punika
prasida neked tekén krama Hinduné makasami.
Lengkara upacara mawit saking basa Sansekerta sané maartos sayan paek. Yan ring
basa Indonésia mendekat. Malarapan upacara yadnya punika umat Hinduné sayan
marasa nampek kayune ring Ida Sanghyang Widhi, ring sajatma sami miwah ring
sarwa prani minakadi ring Stawira muang Janggama. Stawira punika sarwa tumuwuh,
Janggama punika sarwa buronné sami. Nampekang raga ring Sarwaprani madasar
antuk asih. Nampekang raga ring Sajatma sami madasar antuk Punia. Nampekan raga
ring Ida Sanghyang Widhi Wasa madasar antuk bakti. Asih, Punia, muang Bakti
kawastaning Tri Para Artha. Suksmannyané tetelu tetujon ngamargiang agama.
Punika mawinan suksman banten punika manut Lontar Yadnya Prakerti wénten tetelu.
Tetiga suksman banten manut Lontar Yadnya Prakerti inggih punika. Sahananing
Bebanten pinaka raganta tuwi,pinaka warna rupaning Ida Bhatara, pinaka Anda
Bhuwana. Artinné sami bantené punika waluya anggan i manusa, pinaka kawisésan
Ida Sanghyang Widhi Wasa, pinaka Bhuwana Agung. Dadosnyané malarapan antuk
banten punika i raga manusa nampekang déwék ring Ida Sanghyang Widhi malarapan
antuk bakti, nampekang raga ring sajatma sami malarapan antuk punia. Taler
nampekan raga ring sarwapraniné sami malarapan antuk asih. Banten punika taler
kawastanin upakara. Lengkara upakara mawit saking basa Sansekerta mateges
melayani manut ring basa Indonesia. Yan ring basa Bali mateges ngayah.
Wénten Subhasita Wéda utawi sané kasurat asapuniki Para upakara punyaya,papaya
para pidana. Tegesnyané sapa sira sané setata ring uripnyané ngayahin parajanané
jaga polih punia, sapa sira sané setata nyakitin parajanané (anaké siosan) jaga keni
papa neraka ring uripnyané. Punika mawinan ring tata laksana makarya upakara
banten sané jaga anggén ngamargiang upacara yadnya punika wénten sané masuksma
ngayah. Yan sampun untengnyané ngayah suksmannyané nénten wénten pamrih napi-
napi. Ri tatkala ngayah punika tatwa sané kasuksmaang inggih punika na asmita.
Asmita tegesnyané negehang déwék yan turah mangkin kawastanin égois. Yan
sampun ngayah sakadi mekarya banten sareng-sareng sikap égoismé punika
kaandapang. Yan sampun asmita utawi sikap égois punika mrasidayang ngandap
kasorang malarapan antuk ngayah makarya banten. Anaké sané asapunika kocap jaga
mrasidayang molihing paica wara nugraha saking Sanghyang Widhi Wasa.
Mungguing suksman banten sané tetiga punika yan sampun mrasidayang nelebang
ring sajroning kayun, selanturnyané jaga kapanggih ring wacana miwah laksana.
Manacika,Wacika, muang Kayikané jaga setata madasar asih, punia, muang bakti.
Tatwa Tri Para Arthané punika yan ngresepang nénten ja kéweh pesan. Nanging yan
sampun ngamargiang ring kauripan sadina-dina dahat sengka. Tatwa Tri Parartha
punika mangda dados kabiasaan silih tunggil nyuksmayang ngayah makarya banten.
Banten punika malakar aji sarwa tumuwuh miwah sara tumitah inggih punika entik-
entikan miwah sakancan buron.
Nyama braya sané kaajak ngayah makarya banten mangdané i nyama braya punika
polih galah ngayah malarapan antuk punia. Yan sampun asapunika dasar makarya
banten, nika waluya dasar ngamargiang bhakti ring Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Dadosnyané banten punika dahat teleb pesan suksmannyané.
ACARAAGAMAH I N D U I
13 September 2010
oleh pasraman
MATERI PERKULIAHAN
Terbinanya mahasiswa Hindu yang bakti kepada Tuhan yang Maha Esa memiliki
pengetahuan yang luas dibidang Acara Agama Hindu, baik yang terkait dengan
masalah yajna, tempat pemujaan (pura) hari-hari suci keagamaan, pandita-pinandita,
sudi wadani, penyumpahan dan cuntaka, maupun yang berkaitan dengan ketrampilan
dalam berbagai hal yang merupakan bentuk-bentuk praktek kehidupan beragama
sehari-hari.
1. Pendahuluan
2. Pengertian, peranan dan ruang lingkup Acara Agama Hindu
3. Pengertian, dasar, peranan dan tujuan Yajna
4. Jenis Yajna dan jenis sarana Yajna
5. Panca Yajna dan Yajna Sesa
Pendahuluan
Pelaksanaan keagamaan dalam Agama Hindu penuh dengan acara, upacara sebagai
salah satu kerangka Agama Hindu . Sangat penting bagi umat Hindu terutama kaum
intelektualnya untuk memahami tentang berbagai hal yang menyangkut acara, upacara
keagamaan agar dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama penuh kesadaran.
1. Pengertian
1. 1. Acara
1. 2. Upacara
Upacara berasal dari kata upa dan cara. Upa artinya berhubungan dengan, cara
artinya berserak kemudian mendapat akhiran a berarti gerakan. Selanjutnya arti
upacara adalah :
- gerakan (pelaksanaan) dari upakara-upakara pada pelaksanaan suatu yajna.
1. 3. Upakara
Upakara berasal dari kata upa dan kara, Upa artinya berhubungan dengan, kara artinya
perbuatan atau pekerjaan. Upakara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaan (perbuatan). Kemudian yang dimaksud adalah sarana keagamaan yang
berbentuk sesaji dan segala perlengkapannya.
ekonomi.
peternak)
1. Sumber Acara
- Mantra : catur Veda (Rg. Veda, Sama Veda, Yajur Veda dan Athrwa Veda)
- Upanisad : Ulasan Catur Veda > 92 bh, Upanisad Rg Veda 10 bh, Upanisad
Sama Veda 10 bh, Upanisad Yajur Veda 10 bh Sukla + 31 bh Krsna Yajur veda,
Upanisad Atharwa Veda 31 bh.
1. Sila : - Tingkah laku yang baik dari orang suci; perbuatan yang
Pengertian dharma :
- Yajna = pengorbanan
1. Fungsi Acara
sejahtera
Y A J N A
A. Pengertian
Secara etimologi kata yajna dari bahasa Sansekerta dari urat kata yaj yang berarti
memuja, mempersembahkan atau melakukan pengorbanan Dari kata Yaj kemudian
menjadi yajna atau yadnya dan timbul kata yajus dan yajamana :
* Yajna artinya :
korban suci
alit, jagat raya dengan umat manusia (contoh memelihara kelestarian lingkungan)
Yajna/upacara bagian ketiga dari kerangka dasar ajaran agama Hindu. Ditinjau dari
sudut filsafatnya yajna berarti cara melakukan hubungan antara Atman dengan
Paramatman, antara manusia dengan Hyang Widhi Wasa serta semua manifestasinya.
Artinya:
(Atharwa Weda)
Artinya :
Sesungguhnya satya,rta, diksa, tapa, brahma dan yadnya yang menyangga dunia.
(Agastya Parwa)
Artinya : Yajna artinya “Agnihotra” yang utama yaotu pemujaan atau persembahan
kepada Sang Hyang Siwa Agni.
Yang dimaksud dengan homa dalam Wraspati tattwa mempunyai makna sama dengan
“Agnihotra” dalam Agastya Parwa, yaitu pemujaan ayau persembahan kepada Agni
antara lain berupa minyak dari biji-bijian (kranatila), madu kayu cendana (sri wrksa)
mentega susu dan sebagainya seperti digambarkan dalam Kakawin Ramayana I.24-27.
Jadi pada prinsipnya semula pengertian yajna adalah pemujaan pada Agni berupa
minjak dan susu. Dengan yajna itu menimbulkan hujan, dari hujan timbul makanan,
dari makanan lahir mahkluk hidup. Sedang yajna lahir dari karma (Bhagawadgita
III.14), yajna termasuk karma kanda atau karma sanyasa atau prawrti yaitu jalan
perbuatan.
Pola pikir manusia semakin luas maka pengertian yajna kemudian tidak hanya
pemujaan pada Agni tapi juga pada Aspek lain. Agni berkedudukan sebagai perantara
manusia berhubungan dengan Tuhan dan dengan Dewa-Dewa. Jadi kemudian Yajna
berarti segala bentuk pemujaan dan persembahan dan pengorbanan yang tulus ikhlas
yang timbul dari hati yang suci demi maksud yang mulia dan luhur.
Masyarakat umum sering mempunyai pengertian bahwa yajna hanya berkisar pada
upacara atau ritual semata, walaupun itu tidak salah tapi sebetulnya upacara hanyalah
salah satu bentuk yajna yang tampak dengan nyata.
Semua perbuatan yang berdasarkan dharma, dilakukan dengan tulus ihklas disebut
yajna seperti “
setiap melakukan pekerjaan hendaknya dilakukan sebagai yajna dan untuk yajna.
Para dewa akan memelihara manusia dengan memberikan kebahagiaan. Karena itu
manusia yang mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dengan
yajna pada hakikatnya adalah pencuri. Kemudian seloka selanjutnya menyebutkan
bahwa orang yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa persembahan atau
yajna. Maka sebelum menikmati makanan, kita harus mempersembahkan makanan
itu pada Tuhan. Kita makan prasadam (lungsuran=bahasa Bali) artinya makan
anugrah Tuhan.
“Satyam behad rtam ugram, diksa tapa brahma yadnyah, prthiwim dharayanti, sa no
bhutasya bhany asya patyanyurumlokam”
Artinya : Kebenaran (satya) hokum yang agung, yang kokoh dan suci (rta), tapa
brata, doa dan yajna inilah yang menegakkan bumi, semoga bumi ini, ibu kami
sepanjang masa memberikan tempat yang melegakan bagi kami.
Jadi dari pernyataan dalam Atharwa Weda ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa kita
harus menjalani hidup dan kehidupan yang benar suci hati tulus ihklas dalam berbuat
sesuatu. Dengan kemantapan srada, bhakti dan iman yajna dilaksanakan oleh umat
beragama untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh mahkluk yang
hidup dialam semesta ini.
Konsepsi Yajna telah ada dalam kitab Rg Weda, Upanisad dan Bhagawadgita menjadi
dasar dalam pelaksanaan yajna, dan dijelaskan pula peranan yajna dalam kehidupan
manusia.
Bhagawadgita III.11 : Dengan yajna itu para dewa akan memelihara manusia dan
dengan yajna itu pula manusia memelihara para dewa. Jadi saling memelihara satu
sama lain maka manuis akan mencapai kebahagiaan.
Bhagawadgita III.12 : Ia yang hanya suka dipel;ihara tidak mau memelihara maka
ia adalah pencuri.
Manawa Dharmasatra, VI.35 : “Rinani trinyapakritya manomokse niwesayet, ana
pakritya moksam tu sewama no wrajatyadhah”
Artinya : Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya (kepada Tuhan, kepada
leluhur, dan kepada orang tua) hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk
mencapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir ini tanpa
menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam kebawah (neraka).
Dari seloka diatas disimpulkan bahwa manusia memiliki tiga hutang (Tri Rna) :
1. Dewa Rna ialah hutang pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
2. Rsi Rna ialah hutang kepada para Maha Rsi
3. Pitri Rna ialah hutang kepada orang tua atau leluhur
C. TUJUAN YAJNA
Artinya
Jnani ca bharatasabha”
Artinya
Ada empat macam orang yang baik hati memuja padaku, wahai Bharatasabha, mereka
yang sengsara, yang mengejar ilmu, yang mengejar artha dan yang berbudi Arjuna.
Orang yang memuja Tuhan dikatakan baik hati, untuk memuja Tuhan dapat dilakukan
dalam berbagai cara.
Manusia diciptakan sebagai mahkluk yang paling sempurna, dengan memiliki idep
atau disebut manu yaitu mental power, kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir
itulah dapat mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia yang mulia, dapat
membebaskan dirinya dalam berbagai beban hidup.
Karena sifat pikiran demikian rumit maka manusia perlu beragama. Dalam agama ada
ajaran pengendalian diri , manusia perlu mengendalikan pikirannya agar dapat
mencapai apa yang dicita-citakan. Yajna sebagai salah satu ajaran agama yang
bertujuan untuk mengurangi rasa egois menghilangkan rasa keakuan dan dorongan
nafsu yang meledak-ledak untuk mencapai kebahagiaan yang lebih sempurna.
3. Penyucian
Hasil perbuatan satwika dikatakan kebajikan yang suci nirmala, sedangkan hasil
rajasa adalah
Ada tiga sifat manusia yang disebut Tri Guna, Sattwika, Rajasa dan Tamasa. Masing-
masing unsure Tri Guna ini berpengaruh pada gerak pikirannya. Bila manusia ingin
hidupbersih dan suci, hendaknya memposisikan Sattwika menguasai rajasa dan
tamasa. Setiap saat bila akan melaksanakan upacara agama kecil maupun besar harus
didahului dengan mensucikan diri maupun lingkungannya.
Artinya :
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran , jiwa manusia
dibersihkan
dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan
yang benar.
Sastra agama selalu menjelaskan perlunya kesucian hati. Maka setiap upacara agama
akan berarti bila pelaksanaannya didasar kesiapan dan kesucian rohani, jasmani suci,
hati suci kehidupan suci sesuai ketentuan moral dan spiritual
Yajna, upacara dan upakara merupakan sarana untuk mengadakan hubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasi Nya. Melaksanakan Yajna berarti
melaksanakan yoga. Yang melaksanakan yajna bukan hanya pendeta tetapi semua
masyarakat umumnya. Dalam pelaksanaan Yajna ada tiga unsure yang disebut Tri
Manggalaning Yajna yaitu :
Semua umat yang melaksanakan Yajna tanpa disadari adalah melaksanakan yoga
yaitu pemusatan diri pada Tuhan Yang Masha Esa dan pengendalian diri secara utuh.
Dari persiapan sampai puncak upacara dan akhirpelaksanaan yajna, pikiran terpusat
pada Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang ada pertanyaan apakah dengan demikian umat
dapat berhubungan dengan Tuhan ?
Artinya :
Siapakah yang mengetahui dan yang akan mengatakan jalan mana yang sesungguhnya
akan
dari sthana Sang Hyang Widhi yang bersemayam ditempat yang maha tinggi,
diwilayah rahasia
Artinya :
Aku adalah rasa dalam air, Kunti putra, Aku adalah cahaya pada bulan dan matahari.
Aku adalah
huruf aum dalam kitab suci Weda, Aku adalah suara diether dan kemanusiaan pada
manusia.
Berterima kasih pada Tuhan adalah kewajiban sebagai manusia. Utamalah yang
dilahirkan sebagai manusia karena dengan diberinya pikiran manusia dapat menolong
dirinya sendiri, dapat berterima kasih pada Tuhan.
Tentang keutamaan lahir dan hidup manusia dijelaskan dalam kitab-kitab suci seperti :
Apan ikang dadi wwang uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya
Tinulung awaknyasangkeng sangsara, makasadanang subhakarma hinganing
Artinya : Sebab menjadi manusia sungguh utama juga, karena itu, ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan karma yang baik, demikianlah
keistimewaan menjadi manusia.
Keberadaan manusia dialam semesta ini adalah saling ketergantungan. Ada tiga
macam jenis ketergantungan yang menimbulkan akibat timbale balik dalam
kehidupan manusia yaitu Tri Rna yang menimbulkan Panca Yajna yaitu :
1. Dewa Rna adalah hutang pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah
mencitakan alam semesta dan memberikan pada manusia yang dibutuhkan
untuk hidup. Hutang ini harus dibayar dengan melaksanakan Dewa Yajna dan
Bhuta Yajna.
2. Rsi Rna adalah hutang jasa pada Rsi atau Maha Rsi yang telah memberikan
pengetahuan suci untuk membebaskan manusia dari kebodohandan untuk
mendapatkan kesejahteraan dunia akhirat. Hutang ini dibayar dengan
melaksanakan Rsi Yajna.
3. Pitra Rna adalah hutang jasa pada para leluhur yang telah melahirkan,
memelihara/mengasuh melindungi dan membesarkan diri kita. Hutang ini
dibayar dengan melaksanakan Manusa Yajna dan Pitra Yajna.
Ungkapan terima kasih yang berujud yajna biasanya diiringi melantunkan lagu
keagamaan atau dharma gita dalam bentuk kidung, pupuh, wirama, sloka, palawakya.
Seni tabuh, seni tari dll ikut mendukungnya.
Artinya
1. Nitya Yajna
1. Tri Sandhya ialah sembahyang 3 kali sehari, pagi sing dan sore
2. Yajna sesa atau ngejot ialah membersembahkan dulu apa yang kita masak
pada Hyang Widhi beserta manifestasinya, sebelum kita makan masakan itu.
3. Jnana Yajna adalah yajna dalam bentuk pengetahuan, pelaksanaannya adalah
proses belajar mengajar. Proses pembelajaran hendaknya dilaksanakan setiap
saat, setiap hari baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.
1. Naimitika Yajna
Yajna yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu yang sudah terjadwal Dasar
pelaksanaannya sbb.:
Kemudian perpaduan Panca wara dengan Sapta wara seperti Selasa Kliwon (Anggara
kasih) untuk di Jawa, untuk di Bali ditambah dengan wuku contoh Rabu Kliwon
Dungulan hari Galungan.
- Pelaksanaan upacara dan upakara sesuai dengan desa (tempat), kala ( waktu),
dan patra (keadaan), hendaknya untuk menjamin kelancaran, keseimbangan dan
keharmonisan perlu menyesuaikan kemampuan umatnya.
- Rajasika yajna adalah uajna yang dilaksanakan dengan penuh harapan akan
hasilnya dan pamer kemewahan.
- Satwika yajna adalah yajna yang dilaksanakan berdasar sradha, lascarya, sastra
agama, daksina, mantra, gita annasewa dan nasmita.
1. Sradha artinya yajna dilakukan dengan penuh keyakinan (ingat Panca Sradha).
2. Daksina artinya pelaksanaannya memerlukan sarana upacara (benda dan uang)
3. Mantra dan Gita artinya pelaksanaan dengan melantunkan lagu-lagu suci.
4. Annasewa artinya yajna dilaksanakan dengan persembahan jamuan makan
bagi para tamu.
5. Nasmita artinya yajna yang dilaksanakn bukan untuk memamerkan
kemewahan dan kekayaan.
Panca yajna adalah lima macam korban suci yang dipersembahkan umat Hindu
kepadapan Sang Hyang Widhi Wasa dan segala manifestasinya. Panca Yajna
dilaksanakan sebagai perwujudan manusia membayar hutang-hutangnya (Tri Rna),
dalam hidup ini.
Artinya :
Ada yang mempersembahkan harta, ada tapa, ada yoga, dan yang lain pula pikirkan
yang terpusat dan sumpah berat, mempersembahkan ilmu dan pendidikan budi.
1. Drvya Yajna yaitu persembahan yang dilakukan dengan berdana punia harta
benda
2. Tapa yajna yaitu persembahan berupa pantangan untuk mengendalikan indria
3. Yoga yajna yaitu persembahan dengan melakukan astangga yoga untuk
mencapai hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa
4. Swadhyaya yajna yaitu persembahan brupa pengendalian diri dengan belajar
langsung kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
5. Jnana yajna yaitu melaksanakan persembahan berupa ilmu pengetahuan dan
pendidikan budi
6. Kitab Manawa Dharmasastra ada 3 seloka yang menjelaskan tentang Panca
Yajna yaitu :
Artinya
Mengajar dan belajar adalah yajna bagi brahmana, menghaturkan tarpana dan air
adalah korban untuk para leluhur, persembahan dengan minyak dan susu adalah
korban untuk para Dewa, persembahan dengan bali adlah korban untuk para bhuta dan
penerimaan tamu dengan ramah adalah korban untuk manusia.
Artinya :
prahuta adalah upacara bali yang dihaturkan diatas tanah kepada para bhuta,
menghaturkan kepada api yang ada dalam tubuh Brahmana dan prasita adalah
Artinya
dengan sradha, kepada manusia dengan pemberian makanan dan kepada para
Dalam kitab Gautama Dharmasastra ini dijelaskan ada 3 pembagian yajna sbb.:
1. Dewa Yajna adalah persembahan kepada Hyang Agni dan Dewa Amodaya
2. Bhuta Yajna adalah persembahan kehadapan Lokapala (Dewa Pelindung) dan
para dewa penjaga pintu pekarangan, pintu rumah serta pintu tengah rumah.
3. Brahma Yajna adalah persembahan dengan pembacaan ayat-ayat suci Weda.
4. 5. Lontar Korawa Srama
Dari lontar Agastya Parwa ini yang paling sesuai penerapannya di Indonesia,
mengenai Panca Yajna dijelaskan sbb.:
1. Dewa Yajna yaitu persembahan minyak dan biji-bijian kehadapan Dewa Siwa
dan Dewa Agni ditempat pemujaan Dewa.
2. Rsi Yajna yaitu persembahan dengan menghormati pendeta dan membaca
kitab suci
3. Pitra Yajna yaitu upacara kematian agar roh yang meninggal mencapai kealam
Siwa
4. Bhuta Yajna yaitu persembahan dengan mensejahterakan tumbuh-tumbuhan
dan menyelenggarakan upacara tawur serta upacara panca wali karma.
5. Manusa Yajna yaitu persembahan dengan memberi makanan kepada
masyarakat.
Dalam pelaksanaan Panca Yajna hendaknya dilandasi dengan jnana, karma dan bhakti
dan pelaksanaannya dijabarkan dalam upacara-upacara keagamaan yang dipimpin
oleh pendeta atau pinandita.
Sampai saat ini pelaksanaan agama masih berkisar pada pelaksanaan Panca Yajna
yang dapat membangkitkan rasa keagamaan (Brahman Rasa), sesungguhmya harus
ditingkatkan pada Brahman Hredaya.Dharma sedana merupakan suatu upaya umat
Hindu untuk mewujudkan kesucian Ida Sang Hyang Widhi Wasa berada dalam diri
sendiri. Brahman Hredaya perlu diwujudkan melalui Brahman Rasa.
Pelaksanaan Yajna harus disesuaikan dengan kemampuan sehingga setiap umat bias
melakukan yajna. Pelaksanaan Yajna ini mengandung nilai yang bias membentuk
kepribadian umat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaan Yajna terkandung
nilai etika dan moral yang tinggi yang pada hakikatnya akan mengantarkan kita
kepada tujuan yang kita cita-citakan yaitu Moksartham jagadhita ya ca iti dharma.
PANCA YAJNA
Telah kita ketahui Panca Yajna karena manusia merasa memiliki hutang-hutang
yang disebut dengan Tri Rna.
1. A. Dewa yajna
1. 1. Pengertian
Dewa Yajna ialah korban suci dan tulus ikhlas kehadapan Hyang Widhi beserta
manifestasinya dengan jalan sujud bakti memuja mengikuti segala ajaran-ajaran
sucinya serta melakukan Tirtha Yatra (kunjungan ke tempat suci)
Wujud : Niskala > upacara, upakara untuk Hyang Widhi dan Dewa-Dewa, Batara
Perlu diperhatikan, yang penting dalam membuat sajen dan harus ada dalam yajna :
- Simbol Brahma : Agni (dupa, kemenyan, ratus, lilin) sebagai saksi dan
pengantar persembahyangan
- Simbol Siwa : bunga segar dan harum sebagai sarinya bumi untuk
mengucapkan terima kasih pada Hyang Widhi
Daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan atau seteguk air, aku terima
Setangkai daun, sekuntum bunga sebiji buah-buahan atau seteguk air bersifat
simbolik. Yang utama adalah hati suci, pikiran terpusatkan jiwa dalam
Tempat :
di Pura, atau dirumah (kamar suci/ altar, di luar rumah (pekarangan yang dibuat
tempat suci untuk sembahyang) atau suatu tempat yang bersih yang dianggap pantas
untuk melaksanakan Trisandya.
Sarana :
1. Ada Sanggar Surya bila tidak ada Padmasana tempat stana Hyang Widhi
2. Ada sesaji ( banten) terutama api/dupa, air, bunga bila ada buahbuahan,
3. c. Ada tempat untuk menghaturkan sesaji (banten) yang dihias indah sesuai
budaya setempat untuk menimbulkan kesucian.
Pelaksanaan :
- Menghaturkan puja wali sesuai dengan tingkat atau macam upacara sebagai
simbul sujud pada Hyang Widhi.
- Sinta Buda Kliwon = Hari Pagerwesi > Sang Hyang Pramesti Guru
- Landep Saniscara KliwonTumpek Landep > Sang Hyang Pasupati
- Dungulan Buda Kliwon = Hari Galungan > Ista Dewata & Dewa Pitara
- Kajeng Kliwon : Sang Kala Bucari(natar rumah), Sang Bhuta Bucari (natar
merajan) dan Sang Dewi Durga pintu keluar.
- Buda Cemeng > Betari Manik Galih turunnya Sang Hyang Ongkara
Merta/kehidupan
Pitra (Pitara) artinya orang tua atau roh leluhur yang sudah meninggal dunia.
Pitra Yajna berarti upacara pemujaandengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang
ditujukan pada pitara untuk menghormati roh-roh leluhur yang sudah meninggal. Ptra
Yajna juga berarti penghormatan dan pemeliharaan atau pemberian suatu yang baik
dan layak kepada orang tua (ayah, ibu) serta memperlakukan dengan baik.
Wujud Niskala : Upacara, upakara untuk para pitara, orang yang sudah meninggal
Sekala : menghormati, tidak membuat susah orang tua yang masih hidup dan
sesudah meninggal
1. 2. Dasar
Pelaksanaan Pitra Yajna adalah merupakan tanda penghormatan dan kelanjutan rasa
bhakti seorang putra yang baik kepada orang tua dan leluhurnya.
- Kesadaran seorang anak manusia merasa mempunyai hutang pada orang tua
(ayah, ibu) yang memelihara dari kecil sampai dewasa, mulaimemberi makan,
kesehatan, pendidikan sampai kesejahteraan lahir dan batin (Pitra Rnam)
1. 3. Tujuan
- Bila orang tua masih hidup untuk menyenangkan hati supaya orang tuan
menjalani masa tuanya dengan baik dalam rangka mencari bekal dalam menghadap
Ida Sang Hyang Widhi (pada waktu meninggal).
- Bila orang tua sudah meninggal Pitra Yajna dilaksanakan untuk mensucikan
roh-roh leluhur dengan memberi punia-punia dan sedekah-sedekah.
- Untuk orang tua yang masih hidup, titik beratnya pada susila, berbuat sesuatu
yang selalu membuat orang tua bahagia, ini sebetulnya kelihatan dalam cetusan
baktinya anak pada orang tua. Tentang materi yang dihaturkan sebatas kemampuan,
orang tua yang baik tidak banyak menuntut pada anak. Anak yang hendaknya tanggap
akan keperluan orang tuan agar menjadi suputra.
Pitra yajna ini kebanyakan berupa simbolis yang hakekatnya harapan agar jenasah
kembali ke Panca Maha Bhuta dan jiwatman kembali ke paramatman (Hyang Widhi).
- Atma Wedana ialah upacara pengembalian atma dari alam pitara kealam
Hyang Widhi.
- Bila menunggui orang tua yang sakit hendaknya pada waktu akan
menghembuskan nafas terakhir hendaknya dibisikkan Puja Pralina sbb.:
swaha
RESI YAJNA
1. 1. Pengertian
Resi yajna adalah korban suci yang tulus ikhlas dipersembahkan pada Maharsi, para
Rsi atau orang yang berjiwa suci dan berjasa dalam pengajaran agama Hindu.
Wujud Niskala : Upacara, upakara kependetaan
1. 2. Tujuan
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi para Rsi, Sulinggih, Pedanda, Pendeta, Sri
Empu, Pinandita, Wasi, Pemangku dll.
Diksa artinya disucikan, sedang dwijati adalah lahir yang kedua kali.
Syarat-Syarat Nabe
1. a. Upacara awal
• Mejauman > berkunjung kegria nabe + upakaranya
• Sembah pamitan kepada keluarga mohon doa restu
• Mapinton = asucilaksana > disegara, gunung dan merajan nabe
1. b. Upacara Puncak.
1. c. Upacara pokok
- Calon diksita melakukan upacara mebyakaon, muspa dan luhur apari sudana
(ganti nama)
- Calon diksita membersihkan kaki kanan guru nabe, digosok minyak kayu
putih, diasapi 3 kali, digosok minyak dan ditaruh diubun-ubun
- Guru nabe memberikan kekuatan gaib kepada sisya dengan anilat empuning
pada tengen
MANUSA YAJNA
1. 1. Pengertian
Manusa Yajna adalah korban suci tulus ikhlas untuk keselamatan keturunanserta
kesejahteraan manusia lainnya.
1. 2. Tujuan
Untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir dan batin manusia dari
terwujudnya jasmani dalam kandungan sampai akhir hidup manusia.
Bagi mereka yang sudah tinggi kekuatan batinnya sudah tentu pembersihan itu dapat
dilakukan sendiri tanpa alat atau bantuan orang lain yaitu dengan melakukan yoga
samadi secara tekun dan disiplin.
Intinya unsure pembersihan dalam manusa yajna perlu adanya “Tirtha
pelukat/pebersihan” yang dipujai (dibuat melalui puja, mantra Weda) oleh pendeta
atau pimpinan upacara. Pada umumnya orang yang jujur, berilmu dan bijaksana
adalah orang yang dianggap sesana beliau.
Artinya:
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan
dengan ilmu dan tapa. Akal dibersihkan dengan kebijahsanaan.
Upacara ini berupa pemberian korban, suguhan kepada “Bhuta kala” dengan maksud
agar setelah disuguhi tidak mengganggu keselamatan dan ketentraman seseorang dan
meninggalkan tempat tersebut, dan malah merestui.
Tempat upacara dihalaman menghadap kepintu rumah, waktu natap banten diarahkan
kearah belakang dan samping.
Sebetulnya upacara ini tidak hanya untuk manusa Yajna juga Panca Yajna.
1. b. Upacara melukat/mejaya-jaya
Upacara ini ada 3 tingkatan yaitu : Eteh-eteh pengelukat (Kecil), eteh eteh padudusan
alit (lebih besar), eteh-eteh padudusan agung (paling besar).
Tirtha pengelukatan dibuat melalui puja-puja dan mantra oleh pimpinan upacara,
dilaksanakan disalah satu tempat dipemerajan atau bagian dari rumah orang tersebut.
Tujuan upacara untuk membersihkan diri manusia itu lahir dan batin.
- Mewinten
sesama manusia, seperti ramah tamah pada orang lain, menjamu tamu
menghormati hak orang lain (bersikap toleran), menjamu tamu, memberi
BHUTA YAJNA
1. Pengertian
Bhuta yajna adalah korban suci tulus ikhlas yang ditujukan kepada Panca Maha Bhuta
atau semua makhluk dibawah manusia baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan. Atau penyucian alam semesta beserta isinya
Wujud : niskala > melaksanakan upacara & upakara mecaru untuk Panca Maha
Bhuta
1. Tujuan
1. Cara pelaksanaan
• Nitya Karma (setiap saat/setiap hari) seperti saiban atau banten jotan setiap
habis masak ditungku, di sumber air dll (Yajna sesa.
• Naimiyika karma (waktu tertentu missal : Panca sata, Panca Kelut, Rsi Gana,
Balik Sumpah, Tabuh Getuh, Tawur Agung, Panca Wali Krama (10 Th.
Sekali), Eka Dasa Rudra ( 100 Th. Sekali)
Disamping Panca Yajna ada korban suci yang lebih besar disebit “Panca Maha Yajna”
yaitu :
1. Drewiya Yajna ialah korban suci yang dilakukan melalui banten, sajen, harta
benda, dn material lainnya milik orang yang menyelenggarakan yajn, ini
menjadi Panca Yajna.
2. Tapa Yajna ialah korban suci dengan jalan tapa yaitu dengan jalan tahan
menderita,meneguhkan iman, menghadapi segala godaan dengan menguatkan
jiwa menghadapi perjuangan hidup. Contoh mengendalikan indria.
3. Swadhyaya Yajna ialah korban suci yang berupa kebajikan yang diamalkan
dengan mempergunakan diri pribadi sebagai alat atau dana pengorbannanya.
Kalau Panca Yajna (Drewiya Yajna) mengorbankan materi, Swadhyaya Yajna
mengerbankan diri pribadi (contoh mempelajari kitab suci dengan penuh
tanggung jawab)
4. Yoga Yajna ialah korban suci melalui pemujaan kepada Hyang Widhi dengan
jalan Yoga yaitu menyatukan pikiran guna dapat menunggalkan Atman
dengan Paramatman (Hyang Widhi) sehingga mencapai kebebasan dan
kebahagiaan abadi atau kealam nirwana (mukti).
5. Jenyana Yajna ialah korban suci dengan mengamalkan pengetahuan kepada
sesame mahkluk untuk kesempurnaan mahkluk hidup tersebut.
“ Jelasnya seorang pelaksana Jenyana Yajna berpikir, berkata dan berbuat demi untuk
kesejahteraan dan kesentausaan alam dunia, segala hidupnya diabadikan serta
dicurahkan untuk kepentingan kehidupan bersama; kehidupan serba damai karena ia
sendiri yang sangat cinta kepada perdamaian”.
YAJNA SESA
1. Pengertian
Yajna Sesa adalah yajna atau korban suci yang dipersembahkan kehadapan Hyang
Widhi beserta manifestasiNya sesudah masak atau sebelum menikmati makanan.
Artinya
• Yang baik makan setelah bhakti, akan terlepas dari segala dosa,
Jadi intinya orang yang baik akan makan setelah melakukan persembahyangan,
menghaturkan terima kasih terlebih dahulu pada Tuhan , ngaturin kepada Tuhan
terlebih dahulu baru makan dan akan memperoleh kebahagiaan.
1. Tujuan
Tujuan Yajna Sesa adalah menyampaikan rasa sukur atau terima kasih kehadapan
Sang hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi Nya atas anugrah yang
dilimpahkan kepada kita.
1. Pelaksanaan
Di Bali Yajna Sesa selain berupa “jotan” (sajen sederhana) juga menghaturkan
punjung kehadapan leluhur.
Di Jawa terdapat budaya memberikan sajen untuk yang dibawah dan “pancen” untuk
leluhur.
Yajna Sesa yang berupa “Jotan” dilaksanakan sesudah masak mula-mula disiapkan
daun-daun sebagai alas sejumlah yang akan diberi sesaji. Sesaji yang dihaturkan
dalam Yajna Sesa sangat sederhana, yaitu nasi sedikit ditaruh diatas daun dengan
diberi lauk atau garam saja, ini dihaturkan setiap pagi sesudah masak, ditujukan
kepada Tuhan lewat Sarwa Prani.
Yajna Sesa ini merupakan latihan spiritual tahap pertama dan perwujudan sadhana
atau bhakti kepada Tuhan. Yajna ini sangat erat hubungannya dengan latihan
kepekaan perasaan. Orang melaksanakan yajna dengan tulus ikhlas akan timbul
perasaan bahagia. Kasih sayang terhadap semua mahkluk ciptaanNya yang dalam
istilah Hindu “Sarwa prani hitangkarah” sudah dilaksanakan berabad-abad lamanya
oleh umat Hindu. Sehingga dengan demikian tercipta keseimbangan dunia materiil ini
antara Pencipta dan ciptaanNya (Kawula Gusti).
Para pebhakti/Penyembah senantiasa melatih rasa ketulus ikhlasan melalui Yajna Sesa
adalah jalan termudah yang dapat dilakukan oleh umat Hindu.
from → Uncategorized
← Hello world!
ACARA AGAMA III →
Like
Be the first to like this post.
Belum ada komentar
Tinggalkan Balasan
Alamat surel anda tidak akan ditampilkan. Required fields are marked *
Nama *
Email *
Situs web
Komentar
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr
title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code>
<pre> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>
BALI
NUSATENGGARA
NUSANTARA
MANCANEGARA
EKONOMI
PARIWISATA
BUDAYA
OLAHRAGA
RUBRIK
OPINI
SISIPAN
TOPIK
SURAT PEMBACA
DENPOST
Ajeg Bali
Kata ''upacara'' berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya mendekat. Itu artinya upacara
yadnya pada intinya menuntun umat Hindu untuk mendekatkan diri pada alam lingkungan,
pada sesama umat manusia dan pada yang tertinggi yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
Mendekatkan diri pada tiga aspek itu berdasarkan yadnya. Ekspresi yadnya pada tiga
sasaran itu dengan melakukan asih pada alam lingkungan, punia pada sesama umat manusia
dan bhakti pada Hyang Widhi Wasa. Asih punia dan bhakti inilah yang disebut Tri Para
Artha. Dengan mendekatkan diri berdasarkan yadnya pada alam, sesama manusia dan pada
Hyang Widhi menyebabkan arti upakara banten juga ada tiga. Apakah sesungguhnya makna
upacara itu? Bagaimana cara mengelola upacara?
===========================================================
Nampaknya saat ada upacara besar atau kecil sekalipun di Pura Besakih, dua jalan
mengamalkan upacara yadnya ini diberikan tempatnya masing-masing. Umat yang sudah
paham dan mendalam tentang tatta pustaka suci diberikan tempat melakukan tapa, brata,
yoga dan samadhi di Pura Dukuh Sakti. Hal ini dapat kita lihat dari segi tempat Pura Dukuh
Sakti di tengah-tengah hutan pinus yang lebat. Letaknya amat sepi tetapi indah, sejuk amat
cocok untuk melakukan kontemplasi diri.
Lingkungan alam di Pura Dukuh Sakti ini bebas dari berbagai polusi alam maupun polusi
hiruk-pikuk sosial yang negatif. Dalam kondisi alam dan sosial budaya seperti itu akan
mempermudah mereka yang melakukan tapa brata, yoga, semadhi mencapai tujuan
menyucikan diri.
Dengan dua arah melakukan upacara yadnya itu termasuk di Pura Besakih sebagai pura yang
terbesar tentunya amat dibutuhkan penyelenggaraannya dengan sistem manajemen yang
selalu relevan dengan perkembangan zaman. Adanya Pura Catur Lawa yang menggambarkan
adanya fungsi yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan yang satu yaitu tercapainya tiga
rasa dekat dengan pendekatan Asih, Punia dan Bhakti sebagai perwujudan yadnya dalam
melangsungkan upacara agama di Pura Besakih.
Empat Pura Catur Lawa ini sebagai nilai sakral yang dapat diimplementasikan ke dalam
sistem manajemen modern agar tujuan berbagai kegiatan di Pura Besakih itu terfasilitasi
dengan koordinasi yang sebaik-baiknya. Tujuan membangun sistem manajemen yang
relevan dengan perkembangan zaman dalam suatu penyelenggaraan upacara yadnya agar
dapat semakin terjamin terselenggaranya upacara yang Satvika Yadnya sebagaimana
diisyaratkan menurut Bhagawad Gita.
Tentunya amat berbeda nuansa manajemen upacara yadnya untuk membangun nilai-nilai
spiritual lewat media ritual sakral untuk menguatkan jati diri manusia, baik sebagai
makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial. Ciri suatu upacara yadnya berhasil kalau
upacara itu dapat membangun kecintaan dan kepedulian umat pada pelestarian alam
berdasarkan hukum Rta, membangun kepedulian umat pada nasib sesama atau sosial care
sesuai dengan dharma.
Pura Besakih adalah pura yang terbesar di Bali bahkan mungkin di Indonesia. Karena itu
amat memerlukan suatu sistem manajemen yang solid. Tentunya nuansa manajemen yang
diterapkan manajemen pelayanan spiritual yang mampu mengetuk hati nurani setiap orang
agar di Pura Besakih benar-benar dijadikan media untuk memotivasi umat dalam
menguatkan aspek spiritualnya dalam memajukan daya nalar intelektualnya untuk menjadi
landasan dalam membangun kepekaan emosionalnya yang halus.
Kegiatan beragama di Pura Besakih tentunya bisa saja menjadi media untuk mendatangkan
perputaran ekonomi, sepanjang dilakukan berdasarkan nilai-nilai suci agama Hindu itu
sendiri. Seperti menjadi daya tarik wisata, menimbulkan lapangan kerja seperti adanya
transaksi berbagai sarana keagamaan. Seperti adanya penjualan pakaian adat ke pura
berbagai sarana upacara lainnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan tidak melanggar moral
etika keagamaan tentunya bisa saja. Namun harus senantiasa diingat bahwa hal itu jangan
sampai mengesampingkan Pura Besakih sebagai media sakral spiritual Hindu. * wiana
CUACA
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar belakang
Acara agama Hindu merupakan bentuk pelaksanaan ajaran agama yang tercermin
dalam kegiatan praktis bagaimana menunjukkan rasa bhakti dan kasihnya kepada
Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, kepada leluhur/roh nenek moyang,
kepada sesama manusia dan kepada orang-orang suci kepada alam semesta seisinya
Bahwa pelaksanaan ajaran Agama Hindu mengacu pada tiga kerangka dasar yaitu
tatwa (fisafat), susila (etika) dan upacara (ritual). Yang akan dibicarakan disini nanti
adalah acara agama sebagai salah satu dari kerangka dasar Agama Hindu tersebut.
Artinya :
1. B. Tujuan
C. Standar Kompetensi
D. Kompetensi Dasar
1. Acara Agama
2. Pengertian, tujuan dan peranan Yajna dalam Agama
3. Jenis-Jenis Yajna menurut Kitab Suci
4. Upakara /sarana upacara
5. Panca yajna dan Panca Maha Yajna
6. Tempat Suci
7. Pandita dan Pinandita
8. Sudi Wadani, Penyumpahan dan Cuntaka
9. Hari Suci
BAB II
ACARA AGAMA
A. Pengertian
1. 1. Acara
1. 2. Upacara
Upacara berasal dari kata upa dan cara. Upa artinya berhubungan dengan, cara
artinya berserak kemudian mendapat akhiran a berarti gerakan. Selanjutnya arti
upacara adalah :
1. 3. Upakara
Upakara berasal dari kata upa dan kara, Upa artinya berhubungan dengan, kara artinya
perbuatan atau pekerjaan. Upakara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaan (perbuatan). Kemudian yang dimaksud adalah sarana keagamaan yang
berbentuk sesaji dan segala perlengkapan
B. Peranan Acara
2. Catur marga :
4. Jati acara
C. Sumber Acara
- Mantra : catur Veda (Rg. Veda, Sama Veda, Yajur Veda dan
Athrwa Veda)
* Jyotisa = astronomi > letak tata surya sangat berpengaruh thd manusia
* Kalpa = pedoman hidup sehari-hari berupa kelompok kitab seperti srauta sutra =
upacara besar, Grhya Sutra = berumah tangga, Dharma Sutra = menjalankan
pemerintahan, Sulwa Sutra = membuat bangunan, Silpasastra = asta bumi, kosala
kosali.)
4. Sila : - Tingkah laku yang baik dari orang suci; perbuatan yang
Pengertian dharma :
- Diksa = penyucian
BAB III
Y A J N A
A. Pengertian
Secara etimologi kata yajna dari bahasa Sansekerta dari urat kata yaj yang berarti
memuja, mempersembahkan atau melakukan pengorbanan Dari kata Yaj kemudian
menjadi yajna atau yadnya dan timbul kata yajus dan yajamana :
1. Yajna artinya :
Yajna/upacara bagian ketiga dari kerangka dasar ajaran agama Hindu. Ditinjau dari
sudut filsafatnya yajna berarti cara melakukan hubungan antara Atman dengan
Paramatman, antara manusia dengan Hyang Widhi Wasa serta semua Agama :
Agama Saiwa, Waisnawa, Saktisme, manifestasinya.
Prthiwimdharayanti
(Atharwa Weda)
Artinya : Sesungguhnya satya,rta, diksa, tapa, brahma dan yadnya yang menyangga
dunia.
(Wraspati Tattwa)
Artinya : Yajna artinya “Agnihotra” yang utama yaotu pemujaan atau persembahan
kepada Sang Hyang Siwa Agni.
Yang dimaksud dengan homa dalam Wraspati tattwa mempunyai makna sama dengan
“Agnihotra” dalam Agastya Parwa, yaitu pemujaan ayau persembahan kepada Agni
antara lain berupa minyak dari biji-bijian (kranatila), madu kayu cendana (sri wrksa)
mentega susu dan sebagainya seperti digambarkan dalam Kakawin Ramayana I.24-27.
Jadi pada prinsipnya semula pengertian yajna adalah pemujaan pada Agni berupa
minjak dan susu.
Dengan yajna itu menimbulkan hujan, dari hujan timbul makanan, dari makanan lahir
mahkluk hidup. Sedang yajna lahir dari karma (Bhagawadgita III.14), yajna termasuk
karma kanda atau karma sanyasa atau prawrti yaitu jalan perbuatan.
Pola pikir manusia semakin luas maka pengertian yajna kemudian tidak hanya
pemujaan pada Agni tapi juga pada Aspek lain. Agni berkedudukan sebagai perantara
manusia berhubungan dengan Tuhan dan dengan Dewa-Dewa. Jadi kemudian Yajna
berarti segala bentuk pemujaan dan persembahan dan pengorbanan yang tulus ikhlas
yang timbul dari hati yang suci demi maksud yang mulia dan luhur.
Masyarakat umum sering mempunyai pengertian bahwa yajna hanya berkisar pada
upacara atau ritual semata, walaupun itu tidak salah tapi sebetulnya upacara hanyalah
salah satu bentuk yajna yang tampak dengan nyata.
Dari Bhagawadgita dapat disimpulkan bahwa ada beberapa unsure mutlak dalam
yajna :
Semua perbuatan yang berdasarkan dharma, dilakukan dengan tulus ihklas disebut
yajna seperti “
Para dewa akan memelihara manusia dengan memberikan kebahagiaan. Karena itu
manusia yang mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dengan
yajna pada hakikatnya adalah pencuri. Kemudian seloka selanjutnya menyebutkan
bahwa orang yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa persembahan atau
yajna. Maka sebelum menikmati makanan, kita harus mempersembahkan makanan
itu pada Tuhan. Kita makan prasadam (lungsuran=bahasa Bali) artinya makan
anugrah Tuhan.
“Satyam behad rtam ugram, diksa tapa brahma yadnyah, prthiwim dharayanti,
sa no bhutasya bhany asya patyanyurumlokam”
Artinya : Kebenaran (satya) hokum yang agung, yang kokoh dan suci (rta), tapa
brata, doa dan yajna inilah yang menegakkan bumi, semoga bumi ini, ibu kami
sepanjang masa memberikan tempat yang melegakan bagi kami.
Jadi dari pernyataan dalam Atharwa Weda ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa kita
harus menjalani hidup dan kehidupan yang benar suci hati tulus ihklas dalam berbuat
sesuatu. Dengan kemantapan srada, bhakti dan iman yajna dilaksanakan oleh umat
beragama untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh mahkluk yang
hidup dialam semesta ini.
B. Tujuan Yajna
1. 1. Untuk mengamalkan ajaran Weda
Artinya
Artinya
Ada empat macam orang yang baik hati memuja padaku, wahai Bharatasabha,
mereka yang sengsara, yang mengejar ilmu, yang mengejar artha dan yang berbudi
Arjuna.
Orang yang memuja Tuhan dikatakan baik hati, untuk memuja Tuhan dapat dilakukan
dalam berbagai cara.
Manusia diciptakan sebagai mahkluk yang paling sempurna, dengan memiliki idep
atau disebut manu yaitu mental power, kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir
itulah dapat mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia yang mulia, dapat
membebaskan dirinya dalam berbagai beban hidup.
Karena sifat pikiran demikian rumit maka manusia perlu beragama. Dalam agama ada
ajaran pengendalian diri , manusia perlu mengendalikan pikirannya agar dapat
mencapai apa yang dicita-citakan. Yajna sebagai salah satu ajaran agama yang
bertujuan untuk mengurangi rasa egois menghilangkan rasa keakuan dan dorongan
nafsu yang meledak-ledak untuk mencapai kebahagiaan yang lebih sempurna.
3. Penyucian
Artinya :
Hasil perbuatan satwika dikatakan kebajikan yang suci nirmala, sedangkan hasil
rajasa adalah dukha dan hasil dari tamasa adalah ketidaktahuan.
Ada tiga sifat manusia yang disebut Tri Guna, Sattwika, Rajasa dan Tamasa. Masing-
masing unsure Tri Guna ini berpengaruh pada gerak pikirannya. Bila manusia ingin
hidupbersih dan suci, hendaknya memposisikan Sattwika menguasai rajasa dan
tamasa. Setiap saat bila akan melaksanakan upacara agama kecil maupun besar harus
didahului dengan mensucikan diri maupun lingkungannya.
Artinya :
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran , jiwa manusia
dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan
pengetahuan yang benar.
Sastra agama selalu menjelaskan perlunya kesucian hati. Maka setiap upacara agama
akan berarti bila pelaksanaannya didasar kesiapan dan kesucian rohani, jasmani suci,
hati suci kehidupan suci sesuai ketentuan moral dan spiritual
4. Untuk sarana berhubungan dengan Tuhan.
Yajna, upacara dan upakara merupakan sarana untuk mengadakan hubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasi Nya. Melaksanakan Yajna berarti
melaksanakan yoga. Yang melaksanakan yajna bukan hanya pendeta tetapi semua
masyarakat umumnya. Dalam pelaksanaan Yajna ada tiga unsure yang disebut Tri
Manggalaning Yajna yaitu :
Semua umat yang melaksanakan Yajna tanpa disadari adalah melaksanakan yoga
yaitu pemusatan diri pada Tuhan Yang Masha Esa dan pengendalian diri secara utuh.
Dari persiapan sampai puncak upacara dan akhirpelaksanaan yajna, pikiran terpusat
pada Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang ada pertanyaan apakah dengan demikian umat
dapat berhubungan dengan Tuhan ?
pathyaaka sameti
Artinya :
Siapakah yang mengetahui dan yang akan mengatakan jalan mana yang
sesungguhnya akan mengantar bersama menuju Tuhan ? Sesungguhnya yang
tampak hanyalah bagian terbawah saja dari sthana Sang Hyang Widhi yang
bersemayam ditempat yang maha tinggi, diwilayah rahasia
Artinya :
Aku adalah rasa dalam air, Kunti putra, Aku adalah cahaya pada bulan dan
matahari. Aku adalah huruf aum dalam kitab suci Weda, Aku adalah suara diether
dan kemanusiaan pada manusia.
Berterima kasih pada Tuhan adalah kewajiban sebagai manusia. Utamalah yang
dilahirkan sebagai manusia karena dengan diberinya pikiran manusia dapat menolong
dirinya sendiri, dapat berterima kasih pada Tuhan.
Tentang keutamaan lahir dan hidup manusia dijelaskan dalam kitab-kitab suci
seperti :Kitab Sarasamucaya I. 4. menyebutkan
Artinya :
Sebab menjadi manusia sungguh utama juga, karena itu, ia dapat menolong dirinya
dari keadaan sengsara dengan jalan karma yang baik, demikianlah keistimewaan
menjadi manusia.
Keberadaan manusia dialam semesta ini adalah saling ketergantungan. Ada tiga
macam jenis ketergantungan yang menimbulkan akibat timbale balik dalam
kehidupan manusia yaitu Tri Rna yang menimbulkan Panca Yajna yaitu :
* Dewa Rna adalah hutang pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah mencitakan
alam semesta dan memberikan pada manusia yang dibutuhkan untuk hidup. Hutang
ini harus dibayar dengan melaksanakan Dewa Yajna dan Bhuta Yajna.
* Rsi Rna adalah hutang jasa pada Rsi atau Maha Rsi yang telah memberikan
pengetahuan suci untuk membebaskan manusia dari kebodohandan untuk
mendapatkan kesejahteraan dunia akhirat. Hutang ini dibayar dengan melaksanakan
Rsi Yajna.
* Pitra Rna adalah hutang jasa pada para leluhur yang telah melahirkan,
memelihara/mengasuh melindungi dan membesarkan diri kita. Hutang ini dibayar
dengan melaksanakan Manusa Yajna dan Pitra Yajna.
Ungkapan terima kasih yang berujud yajna biasanya diiringi melantunkan lagu
keagamaan atau dharma gita dalam bentuk kidung, pupuh, wirama, sloka, palawakya.
Seni tabuh, seni tari dll ikut mendukungnya.
D. Dasar dan peranan Yajna
Konsepsi Yajna telah ada dalam kitab Rg Weda, Upanisad dan Bhagawadgita menjadi
dasar dalam pelaksanaan yajna, dan dijelaskan pula peranan yajna dalam kehidupan
manusia.
Bhagawadgita III.11 : Dengan yajna itu para dewa akan memelihara manusia dan
dengan yajna itu pula manusia memelihara para dewa. Jadi saling memelihara satu
sama lain maka manuis akan mencapai kebahagiaan.
Bhagawadgita III.12 : Ia yang hanya suka dipel;ihara tidak mau memelihara maka
ia adalah pencuri.
Artinya : Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya (kepada Tuhan, kepada
leluhur, dan kepada orang tua) hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk
mencapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir ini tanpa
menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam kebawah (neraka).
Dari seloka diatas disimpulkan bahwa manusia memiliki tiga hutang (Tri Rna) :
1. 1. Dewa Rna ialah hutang pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
2. 2. Rsi Rna ialah hutang kepada para Maha Rsi
3. 3. Pitri Rna ialah hutang kepada orang tua atau leluhur
BAB IV
JENIS YAJNA
Artinya
1. Nitya Yajna
2. Naimitika Yajna
• Tri Sandhya ialah sembahyang 3 kali sehari, pagi sing dan sore
• Yajna sesa atau ngejot ialah membersembahkan dulu apa yang kita masak
pada Hyang Widhi beserta manifestasinya, sebelum kita makan masakan itu.
• Jnana Yajna adalah yajna dalam bentuk pengetahuan, pelaksanaannya adalah
proses belajar mengajar. Proses pembelajaran hendaknya dilaksanakan setiap
saat, setiap hari baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.
Yajna yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu yang sudah terjadwal Dasar
pelaksanaannya sbb.:
Kemudian perpaduan Panca wara dengan Sapta wara seperti Selasa Kliwon (Anggara
kasih) untuk di Jawa, untuk di Bali ditambah dengan wuku contoh Rabu Kliwon
Dungulan hari Galungan.
- Rajasika yajna adalah yajna yang dilaksanakan dengan penuh harapan akan hasilnya
dan pamer kemewahan.
- Satwika yajna adalah yajna yang dilaksanakan berdasar sradha, lascarya, sastra
agama, daksina, mantra, gita annasewa dan nasmi
Panca yajna adalah lima macam korban suci yang dipersembahkan umat Hindu
kepadapan Sang Hyang Widhi Wasa dan segala manifestasinya. Panca Yajna
dilaksanakan sebagai perwujudan manusia membayar hutang-hutangnya (Tri Rna),
dalam hidup ini.
Penjelasan tentang Panca Yajna dari kitab Suci sbb :
Artinya :
Ada yang mempersembahkan harta, ada tapa, ada yoga, dan yang lain pula
pikirkan yang terpusat dan sumpah berat, mempersembahkan ilmu dan
pendidikan budi.
1. Drvya Yajna yaitu persembahan dilakukan dengan berdana punia harta benda
2. Tapa yajna yaitu persembahan berupa pantangan untuk mengendalikan indria
3. Yoga yajna yaitu persembahan dengan melakukan astangga yoga untuk
mencapai hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa
4. Swadhyaya yajna yaitu persembahan brupa pengendalian diri dengan belajar
langsung kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
5. Jnana yajna : persembahan berupa ilmu pengetahuan dan pendidikan budi
Artinya :
Mengajar dan belajar adalah yajna bagi brahmana, menghaturkan tarpana dan air
adalah korban untuk para leluhur, persembahan dengan minyak dan susu adalah
korban untuk para Dewa, persembahan dengan bali adlah korban untuk para bhuta
dan penerimaan tamu dengan ramah adalah korban untuk manusia.
Artinya :
Ahuta adalah pengucapan dari doa Weda, huta persembahyangan homa, prahuta
adalah upacara bali yang dihaturkan diatas tanah kepada para bhuta,
Artinya
• Dewa Yajna adalah persembahan kepada Hyang Agni dan Dewa Amodaya
• Bhuta Yajna adalah persembahan kehadapan Lokapala (Dewa Pelindung) dan
para dewa penjaga pintu pekarangan, pintu rumah serta pintu tengah rumah.
• Brahma Yajna adalah persembahan dengan pembacaan ayat-ayat suci Weda.
6. Lontar Singhalanghyala
Dari lontar Agastya Parwa ini yang paling sesuai penerapannya di Indonesia,
mengenai Panca Yajna dijelaskan sbb.:
• Dewa Yajna yaitu persembahan minyak dan biji-bijian kehadapan Dewa Siwa
dan Dewa Agni ditempat pemujaan Dewa.
• Rsi Yajna : persembahan dengan menghormati pendeta & membaca kitab suci
• Pitra Yajna : upacara kematian agar roh yang meninggal mencapai alam Siwa
• Bhuta Yajna yaitu persembahan dengan mensejahterakan tumbuh-tumbuhan
dan menyelenggarakan upacara tawur serta upacara panca wali karma.
• Manusa Yajna yaitu persembahan dengan memberi makanan kepada
masyarakat.
BAB V
UPAKARA
1. A. Pengertian
Upakara berasal dari kata ”upa” yang artinya perantara (jalaran) dan ”kara” artinya
sembah. Jadi upakara adalah sarana perantara dari sembah bhakti umat Hindu
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Untuk di Bali ucapan upakara yang lebih mentradisi dengan sebutan ”banten”
Banten berasal dari kata ”Bang” yang diartikan Brahma dan ”enten” yang artinya
ingat atau dibuat sadar.
Di Jawa upakara bisa disebut sesaji yang artinya sesuatu yang disajikan atau
dihidangkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dari uraian singkat diatas menunjukkan bahwa sebetulnya dengan adanya upakara
sebagai perantara atau sesuatu yang disajikan kepada Hyang Widhi akan mendidik
umat agar selalu ingat kepada-Nya.
Dalam lontar ”Tutur Tapeni” disebutkan bahwa upakara itu merupakan simbol-
simbol yang mengandung nilai-nilai magis dan memiliki bagian-bagian seperti dalam
Tri angga antara lain :
Hana pewarah mami ri para areringgit ikang yadnya weruha rumuhun peluta muang
akutu kang yadnya apan ikang yadnya pinaka widhi, arupa gama anuntun kang
manusa anyembah Widhi meraga Widhi widana apan upa ngaran jalaran, kara
ngaran sembah, upakara ngaran bhakti ring Widhi, nimitaning samangkana
pagehakna ikang yadnya, apan eidhine araga ika sami apan pelutan ikang
reringgitan ra ngaran raditya, ringgit ngara, patemon, patemon Sang Hyang Raditya
lawan manusa, ngaran pesaksi, sahananing dasa guna parekrama ring manusa
Apan Widhi widana juga ngaran banten, kang ngaran Sang hyang Prajapati (Widhi),
anten ngaran inget, ngaran eling, ling ngaran tunggal, ngaran kimanusa anunggal
lawan Widhi.
Iki paribasa Aidhining yadnya, luiripun, yadnya adruwe prabu (hulu), tangan dafda
muah suku manut manista, madya, motama. Daksina pinaka huluia, jerimpen karo
pinaka asta karo sehananing banten ring areping widhine pinaka angga, sahananing
palelabanan pinaka suku.
1. Daiwi Sampad
Adalah suatu kecenderungan buddhi yang memiliki mutu kedewataan serta mutu ini
tercermin kedalam persembahan sebagai simbol
2. Asuri Sampad
Adalah suatu kecenderungan buddhi yang memiliki mutu keraksasaan serta mutu ini
akan tercermin kedalam persembahan sebagai simbol.
1. Banten Canang
a. Pengertian
Kata ”Canang” berasal dari bahasa Jawa kuno yang mulanya berarti sirih yang
dihidangkan kepada para tamu yang sangat dihormati. Kebiasaan makan sirih jaman
dulu merupakan tradisi yang sangat terhormat
Artinya
Jadi Siri merupakan sarana yang benar-benar memiliki nilai tinggi, apalagi dengan
banyak penelitian mengenai manfaat daun sirih bagi pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan. Kebiasaan makan sirih kiranya sudah membudaya diseluruh Nusantara,
terbukti bila ada upacara adat pasti ada suguhan makan sirih (kinang untuk bahasa
Jawa).
Dalam persembahyangan untuk di Jawa ada sesaji yang bernama Gedang Ayu Suruh
Ayu Kembang wangi ( Bahasa Jawa, artinya Pisang yang cantih, sirih yang cantih
dan bunga harum). Setelah Agama Hindu berkembang di Bali, daun sirih menjadi
unsur penting dalam setiap sesajian, yang menjadi unsur pokok dalam apa yang
disebut banten canang. Rangkaian sirih itu kemudian disebut porosan.
b. Bahan Banten Canang
* Porosan
Porosan dibuat dari daun sirih, kapur dan buah pinang (jambe dalam Bahasa Jawa)
dijepit atau dibungkus dengan potongan janur dibentuk lancip Porosan dimaknai
pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Tri Murti (buah pinang
sebagai lambang Brahma, sirih sebagai lambang Wisnu, dan kapur sebagai lambang
Siwa.
* Plawa
Plawa adalam daun dari tumbuh-tumbuhan. Berdasar lontar Yajna Prakerti bahwa
plawa melambangkan tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, maksudnya dalam
memuja Hyang Wdhi hendaknya berusaha dengan pikiran hening dan suci.
* Bunga
Bunga dalam canang melambangkan keihklasan. Memuja Tuhan Yang Maha Esa
berlandaskan keihklasan
Artinya
* Urassari
Urassari dibuat darijejahitan, tetuesan dan reringgitan pertama dibuat garis silang
menyerupai tapak dara yaitu bentuk sederhana dari Swastika. Kemudian disusun
sedemikian rupa menjadi bentuk lingkaran yang menyerupai Padma Astadala,
lambang stana Hyang Widhi dengan delapan penjuru mata anginnya
Berdasarkan ajaran Agama Hindu penciptaan alam semesta ini oleh Hyang Widhi
melalui tiga proses
- Srasti adalah proses penciptaan alam semesta beserta isinya melalui evolusi dua
unsur purusa dan perdana
-. Pralaya adalah proses alam semesta lebur keeembali keasalnya yaitu Tuhan Yang
Maha Esa.
Artinya
1. a. Makna Canang
- Hindu dalam bentuk banten memberi keterangan dan arti dan makna hidup ini
2. Kewangen
a. Pengertian
Bentuk persembahan yang dipakai untuk menyembah Ista Dewata yaitu aspek Tuhan
yang dimohon hadir dalam persembahyangan tersebut untuk menerima persembahan
atau bbbhati para pemujanya.
b. Cara memakainya
c. Bahan
Kewangen dibuat, tempatnya dari daun pisang atau janur yang dibentuk kojong. Isi
kewangen, daun-daunan (plawa), bunga, uang kepeng dan porosan silih asih. Adapun
yang disebut porosan silih asih adalah dua helei daun sirih yang diisi kapur, gambir
dan buah pinang, diatur sehingga bila digulung kelihatan bolak-balik baik bagian
perut maupun punggungnya.
3. Daksina
a. Pengertian
Kata Daksina menngandung arti Brahma dan Brahma menjadi Brahman yaitu Sang
Hyang Widhi. Daksina dibuat sebagai simbol manifestasi dari Brahman sendiri atau
Hyang Widhi.
Kalau melihat banyaknya isi dari daksina dan makna yang terkandung dalam tersebut,
sebetulnya merupakan permohonan pada Ida Sang Hyang Widhi. Mengenai telor
kenapa harus telor itik, karena itik siwatnya baik, dapat membedakan yang kotor dan
yang bersih, tidak mau bertengkar. Jadi kalau memakai telor itik seolah-olah
persembahan itu permohonan agar kita dianugerahi kebijaksanaan oleh Hyang Widhi.
4. Segehan
a. Pengertian
b. Bahan segehan
- Nasi (sega) ditaruh dalam tangkih (alas dari janur berbentuk segitiga)
- beras, uang kepeng (2bh) base (sirih), benang putih dalam 1 tangkih
- bawang (merah), jahe (putih) dan garam areng (hitam) dalam 1 tangkih
- air (tirtha) dan bunga dalam batil (tiap tampat disediakan 1 batil tirtha.
Bahan ini semua ditaruh dalam tamas, sehingga perlu 3 buah tamas banten segehan,
juga api takep/dupa dan tirtha masing-masing harus ada.
• Tamas berisi segehan, api dan tirta dibawa dengan tangan setinggi
bahuditaruh ditempat seperti diatas, letak segehan sesuai dengan warnanya,
putih timur, merah selatan, kuning barat dan hitam utara begitu pula yang
lain.
• Api takep diletakkan disebelah kanan tamas, batil sebelah kiri.
• Upacara mesegeh dimulai dari halaman rumah, merajan terakir diluar.
• Segehan dipersiki tirtha pelukatan tiga kali
• Berdoa sesuai dengan bahasa sehari-hari, pemujaan atau mantra.
• Memercikkan tirtha pengayaban 3 kali
• Ayaban tangan 4 kali dihalaman rumah, 5 kali untuk dimerajan, 9 kali untuk
didepan pintu prkarangan
• Berdoa atau memantra
• Memercikkan tirtha (pamuput) 3 kali
• Matabuh dengan air (tirtha) dituang mengelilingi tamas dari kiri kanan 3 kali.
• Bila ini upacara besar dapat diiringi gamelan, kidung tarian atau wayang
5. Prayascita
a.Pengertian :
Prayascita adalah banten yang termasuk kelompok yang berfungsi pembersihan
(penyucian) yang merupakan simbol yang mengandung nilai religius sebagai kekuatan
Siwa Guru.
b. Bahan Prayascita
1. 6. Yajna Sesa
a. Pengertian
Yajna Sesa adalah yajna atau korban suci yang dipersembahkan kehadapan Hyang
Widhi beserta manifestasiNya sesudah masak atau sebelum menikmati makanan,
(prasadham istilah India)
Artinya
Yang baik makan setelah bhakti, akan terlepas dari segala dosa,
Jadi intinya orang yang baik akan makan setelah melakukan persembahyangan,
menghaturkan terima kasih terlebih dahulu pada Tuhan, akan memperoleh
kebahagiaan.
1.Tujuan
Tujuan Yajna Sesa adalah menyampaikan rasa sukur atau terima kasih kehadapan
Sang hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi Nya atas anugrah yang
dilimpahkan kepada kita.
2.Pelaksanaan
Di Bali Yajna Sesa selain berupa “jotan” (sajen sederhana) juga menghaturkan
punjung kehadapan leluhur.
Di Jawa terdapat budaya memberikan sajen untuk yang dibawah dan “pancen” untuk
leluhur.
Yajna Sesa yang berupa “Jotan” dilaksanakan sesudah masak mula-mula disiapkan
daun-daun sebagai alas sejumlah yang akan diberi sesaji. Sesaji yang dihaturkan
dalam Yajna Sesa sangat sederhana, yaitu nasi sedikit ditaruh diatas daun dengan
diberi lauk atau garam saja, ini dihaturkan setiap pagi sesudah masak, ditujukan
kepada Tuhan lewat Sarwa Prani.Tempat Yajna sesa :
* Diatas atap rumah atau diatas tempat tidur (pelangkiran) dipersembahkan untuk
menifestasi Tuhan dalam prabawanya sebagai Akasa dan Ether
* Ada juga yang member ditempat beras, dipintu pekarangan, ditempat menumbuk
padi dll
3. Makna
BAB VI
A. Pengertian
Dalam pelaksanaan Panca Yajna hendaknya dilandasi dengan jnana, karma dan bhakti
dan pelaksanaannya dijabarkan dalam upacara-upacara keagamaan yang dipimpin
oleh pendeta atau pinandita.
Sampai saat ini pelaksanaan agama masih berkisar pada pelaksanaan Panca Yajna
yang dapat membangkitkan rasa keagamaan (Brahman Rasa), sesungguhmya harus
ditingkatkan pada Brahman Hredaya.Dharma sedana merupakan suatu upaya umat
Hindu untuk mewujudkan kesucian Ida Sang Hyang Widhi Wasa berada dalam diri
sendiri. Brahman Hredaya perlu diwujudkan melalui Brahman Rasa.
Pelaksanaan Yajna harus disesuaikan dengan kemampuan sehingga setiap umat bias
melakukan yajna. Pelaksanaan Yajna ini mengandung nilai yang bias membentuk
kepribadian umat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaan Yajna terkandung
nilai etika dan moral yang tinggi yang pada hakikatnya akan mengantarkan kita
kepada tujuan yang kita cita-citakan yaitu Moksartham jagadhita ya ca iti dharma.
Telah kita ketahui Panca Yajna karena manusia merasa memiliki hutang-hutang
yang disebut dengan Tri Rna.
B. PANCA YAJNA
Dewa yajna
1. Pengertian
Dewa Yajna ialah korban suci dan tulus ikhlas kehadapan Hyang Widhi beserta
manifestasinya dengan jalan sujud bakti memuja mengikuti segala ajaran-ajaran
sucinya serta melakukan Tirtha Yatra (kunjungan ke tempat suci)
Wujud : Niskala > upacara, upakara untuk Hyang Widhi dan Dewa-Dewa, Batara
Perlu diperhatikan, yang penting dalam membuat sajen dan harus ada dalam yajna :
- Simbol Brahma : Agni (dupa, kemenyan, ratus, lilin) sebagai saksi dan pengantar
persembahyangan
- Simbol Siwa : bunga segar dan harum sebagai sarinya bumi untuk mengucapkan
terima kasih pada Hyang Widhi
Asnami prayatatmanah”
Setangkai daun, sekuntum bunga sebiji buah-buahan atau seteguk air bersifat
simbolik. Yang utama adalah hati suci, pikiran terpusatkan jiwa dalam keseimbangan
tertuju kepada Nya. Membuat banten sesuai dengan kemampuan, tidak usah
bermewah-mewah, jangan sampai menghaturkan banten hatinya susah, marah, iri
dengki dll.
Tempat : di Pura, atau dirumah (kamar suci/ altar, di luar rumah (pekarangan yang
dibuat tempat suci untuk sembahyang) atau suatu tempat yang bersih yang dianggap
pantas untuk melaksanakan Trisandya.
Sarana :
1. Ada Sanggar Surya bila tidak ada Padmasana tempat stana Hyang Widhi
2. Ada sesaji ( banten) terutama api/dupa, air, bunga bila ada buahbuahan,
3. c. Ada tempat untuk menghaturkan sesaji (banten) yang dihias indah sesuai
budaya setempat untuk menimbulkan kesucian.
Pelaksanaan :
- Menghaturkan puja wali sesuai dengan tingkat atau macam upacara sebagai
simbul sujud pada Hyang Widhi.
Kajeng Kliwon : Sang Kala Bucari(natar rumah), Sang Bhuta Bucari (natar merajan)
dan Sang Dewi Durga pintu keluar.
Buda Cemeng > Betari Manik Galih turunnya Sang Hyang Ongkara
Merta/kehidupan
PITRA YAJNA
1. Pengertian
Pitra (Pitara) artinya orang tua atau roh leluhur yang sudah meninggal dunia.
Pitra Yajna berarti upacara pemujaandengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang
ditujukan pada pitara untuk menghormati roh-roh leluhur yang sudah meninggal. Ptra
Yajna juga berarti penghormatan dan pemeliharaan atau pemberian suatu yang baik
dan layak kepada orang tua (ayah, ibu) serta memperlakukan dengan baik.
Wujud Niskala : Upacara, upakara untuk para pitara, orang yang sudah meninggal
Sekala : menghormati, tidak membuat susah orang tua yang masih hidup dan
sesudah meninggal
2. Dasar
Pelaksanaan Pitra Yajna adalah merupakan tanda penghormatan dan kelanjutan rasa
bhakti seorang putra yang baik kepada orang tua dan leluhurnya.
Kesadaran seorang anak manusia merasa mempunyai hutang pada orang tua (ayah,
ibu) yang memelihara dari kecil sampai dewasa, mulaimemberi makan, kesehatan,
pendidikan sampai kesejahteraan lahir dan batin (Pitra Rnam)
3. Tujuan
Bila orang tua masih hidup untuk menyenangkan hati supaya orang tuan menjalani
masa tuanya dengan baik dalam rangka mencari bekal dalam menghadap Ida Sang
Hyang Widhi (pada waktu meninggal).
Bila orang tua sudah meninggal Pitra Yajna dilaksanakan untuk mensucikan roh-roh
leluhur dengan memberi punia-punia dan sedekah-sedekah.
Untuk orang tua yang masih hidup, titik beratnya pada susila,
berbuat sesuatu yang selalu membuat orang tua bahagia, ini sebetulnya kelihatan
dalam cetusan baktinya anak pada orang tua. Tentang materi yang dihaturkan sebatas
kemampuan, orang tua yang baik tidak banyak menuntut pada anak. Anak yang
hendaknya tanggap akan keperluan orang tuan agar menjadi suputra.
Pitra yajna ini kebanyakan berupa simbolis yang hakekatnya harapan agar jenasah
kembali ke Panca Maha Bhuta dan jiwatman kembali ke paramatman (Hyang Widhi).
Sawa Preteka ialah : usaha menyelenggarakan agar sawa (jenasah) kembali kepada
“Panca Maha Bhuta” dengan jalan dikubur atau dibakar/digeseng.
Swasta adalah pembakaran jenasah yang tidak diketemukan hanya dibuatkan symbol
saja.
Atma Wedana ialah upacara pengembalian atma dari alam pitara kealam Hyang
Widhi.
Sawa Preteka : Jenasah dimandikan dengan air bersih kemudia air kungkuman
bunga wangi. Sesudah itu semua lubang tubuh ditutup dengan kapas, dibungkus kain
putih dan dinakar atau dikubur.
Bila menunggui orang tua yang sakit hendaknya pada waktu akan menghembuskan
nafas terakhir hendaknya dibisikkan Puja Pralina :
RESI YAJNA
1. Pengertian
Rsi yajna adalah korban suci yang tulus ikhlas dipersembahkan pada Maharsi, para
Rsi atau orang yang berjiwa suci dan berjasa dalam pengajaran agama Hindu.
2. Tujuan
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi para Rsi, Sulinggih, Pedanda, Pendeta, Sri
Empu, Pinandita, Wasi, Pemangku dll.
Diksa artinya disucikan, sedang dwijati adalah lahir yang kedua kali.
- Sehat lahir batin dan berbudi luhur sesuai sesana, berkelakuan baik dan tidak
pernah tersangkut perkara pidana
Syarat-Syarat Nabe
1. a. Upacara awal
1. b. Upacara Puncak.
1. c. Upacara pokok
MANUSA YAJNA
1. Pengertian
Manusa Yajna adalah korban suci tulus ikhlas untuk keselamatan keturunanserta
kesejahteraan manusia lainnya.
2. Tujuan
Untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir dan batin manusia dari
terwujudnya jasmani dalam kandungan sampai akhir hidup manusia.
Bagi mereka yang sudah tinggi kekuatan batinnya sudah tentu pembersihan itu dapat
dilakukan sendiri tanpa alat atau bantuan orang lain yaitu dengan melakukan yoga
samadi secara tekun dan disiplin.
Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh
dibersihkan dengan ilmu dan tapa. Akal dibersihkan dengan kebijahsanaan.
Upacara ini berupa pemberian korban, suguhan kepada “Bhuta kala” dengan maksud
agar setelah disuguhi tidak mengganggu keselamatan dan ketentraman seseorang dan
meninggalkan tempat tersebut, dan malah merestui. Upakaranya disebut banten
byakala atau byakaon.
Tempat upacara dihalaman menghadap kepintu rumah, waktu natap banten diarahkan
kearah belakang dan samping. Sebetulnya upacara ini tidak hanya untuk manusa
Yajna juga Panca Yajna.
b. Upacara melukat/mejaya-jaya
Upacara ini ada 3 tingkatan yaitu : Eteh-eteh pengelukat (Kecil), eteh eteh padudusan
alit (lebih besar), eteh-eteh padudusan agung (paling besar). Tirtha pengelukatan
dibuat melalui puja-puja dan mantra oleh pimpinan upacara, dilaksanakan disalah satu
tempat dipemerajan atau bagian dari rumah orang tersebut. Tujuan upacara untuk
membersihkan diri manusia itu lahir dan batin.
BHUTA YAJNA
1. 1. Pengertian
Bhuta yajna adalah korban suci tulus ikhlas yang ditujukan kepada Panca Maha Bhuta
atau semua makhluk dibawah manusia baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan. Atau penyucian alam semesta beserta isinya
Wujud : niskala > melaksanakan upacara & upakara mecaru ( Panca Maha Bhuta)\\\
1. 2. Tujuan
a. dengan cara :
• Nitya Karma (setiap saat/setiap hari) seperti saiban atau banten jotan setiap
habis masak ditungku, di sumber air dll (Yajna sesa.
• Naimiyika karma (waktu tertentu missal : Panca sata, Panca Kelut, Rsi Gana,
Balik Sumpah, Tabuh Getuh, Tawur Agung, Panca Wali Krama (10 Th.
Sekali), Eka Dasa Rudra ( 100 Th. Sekali)
Korban suci yang lebih besar dari Panca Yajna : “Panca Maha Yajna” yaitu :
1. 1. Drewiya Yajna ialah korban suci yang dilakukan melalui banten, sajen,
harta benda, dn material lainnya milik orang yang menyelenggarakan yajn, ini
menjadi Panca Yajna.
2. 2. Tapa Yajna ialah korban suci dengan jalan tapa yaitu dengan jalan tahan
menderita,meneguhkan iman, menghadapi segala godaan dengan menguatkan
jiwa menghadapi perjuangan hidup.( mengendalikan indria.)
3. Swadhyaya Yajna ialah korban suci yang berupa kebajikan yang diamalkan
dengan mempergunakan diri pribadi sebagai alat atau dana pengorbannanya.
Kalau Panca Yajna (Drewiya Yajna) mengorbankan materi, Swadhyaya Yajna
mengerbankan diri pribadi (contoh mempelajari kitab suci dengan penuh
tanggung jawab)
4. Yoga Yajna ialah korban suci melalui pemujaan kepada Hyang Widhi dengan
jalan Yoga yaitu menyatukan pikiran guna dapat menunggalkan Atman
dengan Paramatman (Hyang Widhi) sehingga mencapai kebebasan dan
kebahagiaan abadi atau kealam nirwana (mukti).
5. Jenyana Yajna ialah korban suci dengan mengamalkan pengetahuan kepada
sesame mahkluk untuk kesempurnaan mahkluk hidup tersebut.
“ Jelasnya seorang pelaksana Jenyana Yajna berpikir, berkata dan berbuat demi untuk
kesejahteraan dan kesentausaan alam dunia, segala hidupnya diabadikan serta sendiri
yang sangat cinta kepada perdamaian”.lain, menjamu tamu menghormati hak orang
lain (bersikap toleran), menjamu tamu, memberi sedekah dengan tulus
ihklas.dicurahkan untuk kepentingan kehidupan bersama; kehidupan yang serba
damai.
A. Pengertian
Agama Hindu mengajarkan empat jalan untuk mendekatkan diri pada Tuhan yaitu
Karma Marga (jalan perbuatan), Bhakti Marga (jalan kebaktian), Jnana Marga (jalan
pengetahuan ) dan Yoga Marga (jalan yoga/menghubungkan diri kepada Tuhan).
Upacara persembahyangan, berdoa, memantra termasuk Bhakti Marga, jalan ini yang
sering dilaksanakan karena jalan ini mudah dan sederhana.
Yajna (Upacara persembayangan/ritual) yang diambil sebagai contoh adalah Dewa
Yajna dan Bhuta Yajna dilaksanakan di Pura Sahasra Adhi Pura, Piodalan pura lain
di Jawa, Mahisa Lawung di Alas Krenda Wahono, Upacara di Candi Menggung.
1. Dewa yajna : Upacara Agni Hotra, Upacara Malem Rabu Pon, Malem
Jum’at Legi, Upacara Tawur Kesanga, Piodalan Pura Sahasra Adhi Pura,
upacara Mahisa Lawung dll.
2. Manusa yajna : upacara bayi dalam kandungan, bayi lahir, wetonan naik
dewasa, perkawinan.
3. Pitri Yajna : Geblak (hari meninggalnya), peringatan kematian 3 hari, 7
hari, 40 hari, 100 hari, pendak pisan, Pendak pindo,dan Nyewu (100 hari).
(dilaksanakan dirumah duka umat)
4. Bhuta Yajnya : Tawur Kesanga, odalan pura dan setiap ada yajna
Upacara Rsi Yadnya belum pernah dilaksanakan di Pura Sahasra Adhi Pura. Semua
upacara pada umumnya berdasar apa yang ditetapkan oleh Parisadha Hindu Dharma
Indonesia hanya pelaksanaannya menggunakan desa kala patra. Baik sajen, karawitan
serta pakaian umat memakai adat Jawa, tapi tidak tertutup bagi yang menggunakan
adat lain.
B. Dewa Yajna
Ritual Agni Hotra ini termasuk Dewa Yajna seperti diungkap dalam Kitab
Mahabharata yang menyatakan :
Agni Hotra diungkap dalam Kitab Suci Manawa Dharmasastra (Buku III.75,76)
yang diterjemahkan oleh G. Pudja MA dan Tjokorde Rai Sudharta MA dinyatakan :
harinya menghaturkan mantra suci Weda dan juga melakuk upacara pada para
Dewa karena ia yang rajin dalam melakukan korban pada hakekatnya membantu
kehidupan ciptaan Tuhan yang bergerak maupun yang tidak bergerak
Tidak ada suatu upacara apapun juga dalam Agama Hindu yang dapat dimulai tanpa
memuja Dewa Ganeshya lebih dulu, karena oleh Tuhan Yang Maha Esa mewakilkan
Ganeshya menjaga kelestarian jagat raya ini. Beliau juga adalaaaah Vighneswara
(penetralisir) dan Vighnaharja (pengusir bala dan bencana).
Ganeshya adalah simbol vidya dan avidya (gading sempurna dan tak
sempurna/patah),tiada pengetahuan didunia ini yang sempurna. Dari istri-istrinya
sebagai simbol dharma dan adharma, ilmu hitam dan ilmu putih tapi lebih dikenal
dharmanya. Beliau adalah tuntunan ke Kesadaran yang Tertinggi dan berupa simbol
buana alit (Sukmananda) dan buana agung (brahmananda). Kepala beliau lambang
Makro kosmos, badan melambangkan mikro kosmos. Ganeshya menyiratkan inti sari
Tat Twam Asi begitu kata Resi Upanishad (Mohan, 2003 : 9).
Waktu pelaksanakan : tiap hari Senin dan Kamis sore dimulai jam 16.00
Pengikut Ritual : Kelompok Meditasi yang ada di Pura Sahasra Adhi Pura
Pelaksanaan : api di dibuat tempat Agni Hotra (didepan) Ganeshya, pengikut
upacara mengucapkan Puja Bhakti Mantra “Om Sri Ganesha ya namah, ridhi,
sidhi, budhi “ sebanyak 108 kali.
Salah satu pengikut membawa genitri untuk menghitung mantra itu sampai selesai
(108 butir). Pada waktu mengucapkan mantra sampai kata namah, sambil
menaburkan bunga kedalam api, biji-bijan. Setelah Puja Mantra selesai dilanjutkan
meditasi selama 45 menit
Rabu Pon adalah hari kelahiran Dewa Wisnu, maka termasuk Dewa Yajna
Pengikut Upacara : Umat Hindu dari sekitar pura atau lain daerah.
Pakaian : Pengikut upacara biasanya berpakaian adat Jawa, baik laki-laki maupun
perempuan bawah batik dengan baju hitam, menurut tradisi Jawa sejak dulu umumnya
menganut Waisnawa (pemuja Wisnu = warna hitam)
3. Sesaji : Tumpeng katul (kulit ari beras) 21 biji selesai upacara dibuang
dewandaru.
(luar dalam) dan 12 nasi golong putih serta daging mentah (selain sapi).
Jawa).
Bunga : 9 macam selesai upacara ditaruh diperempatan.
6. Sesaji : Ayam jago putih mulus dipanggang dan nasi liwet tanpa
7. Sesaji : 10 butir nasi golong putih dan 1 ingkung ayam bulunya walik
Dihaturkan : Jenggespati
Biasanya selain upakara/ sajen tersebut diatas ditambah dengan : Daksina, Pisang Ayu
Suruh Ayu, Jajan Pasar, Nasi liwet beserta lauknya.
* Pelaksanaan Upacara
BRHASPATIH
Mantram Pinandita selanjutnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh
Parisadha Hindu Dharma Indonesia ditambah mantra dalam bahasa Jawa.
Duh Gusti ingkang Maha Kuwaos, anugrahana kawula ambuka cahya Paduka
Duh Gusti kawula puja Paduka, seestunipin sadaya punika; ingkang sampun wonten,
ingkang bade wonten namung saking Narayana (dasaring sadaya wonten).
Duh Pangeran Tunggal, datan wonten sanes Pangeran Ingkang Suci, mboten
kalahiraken, Ingkang wonten sakjawining pepeteng, mboten kasad mripat.
Duh Gusti kawula tiang dosa sadaya pandamel kawula nestapa, jiwatman kawula
nestapa, dosa wiwit dumados
Duh Gusti Pangeran Siwah, paringana pitulung angayomi nuceaken jiwa raga
kawula.
Duh Hyang Maha Agung mugi paring pangaksama sadhaya titah gesang, kabegjakna
sirna sadaya dosanipun.
Duh Gusti ingapuntena dosa kawula, ingkang saking tindak tanduk, ingapuntena
wicara kawula, ingapuntena dosa memanahan kawula, kawula nyuwun pangaksama
anggen kawula weya lan sembrana
Duh Gusti amaringana hayu bagya turut runtut tentrem Duh Gusti mugi tentrem
ing salajengipun
Duh Hyang Agung, sinembah umat sedarum, dahat sru nalangsa, ngaturake sembah
bekti, hamemuji, mugi-mugi, Hyang Widhi paring nugraha.
* Kinanti Trisandya.
Dadosa jalaranira
Narayana dedasaring
Iswara Parameswara
Brahma wisnu Rudra nenggih
Purusah parikirtitah 2X
3. Upacara Siwaratri
Sajen : Daksina, Pisang Raja, Ingkung nasi liwet beserta lauknya dan jajan pasar.
Pengikut upacara : umat Hindu dan orang-orang di sekitar Pura Sahasra Adhi Pura.
Kesepakatan Umat Hindu diwilayah Surakarta, pelaksanakan Upacara Siwaratri
dipusatkan di Pura Mandira Seta Kraton Surakarta, maka sebagian umat yang dari
Pura Sahasra Adhi Pura mengikuti Upacara Siwaratri di Pura Mandira Seta Kraton
Surakarta jam 19.00 malam sampai satu setengah jam. Sesudah selesai kembali ke
Sonosewu untuk mengikuti upacara Siwaratri dan dilanjutkan tirakat atau meditasi
sesuai kemampuan. (Cleo, wawancara tgl. 15 Pebruari 2006).
Upacara Tawur Kesanga termasuk Bhuta Yajna. Pelaksanaan upacara tersebut di Pura
Sahasra Adhi Pura, setelah selesai dilaksanakan Tawur kesanga yang biasanya di
Jawa Tengah dipusatkan di sekitar Candi Prambanan. Dilaksanakan upacara
ngerupuk/mebuu-buu di Pura Sahasra Adhi Pura pada menjelang matahari terbenam.
* Sesaji pencok bakal lima buah , ditaruh di lima tempat, empat pojok lokasi
* Ayam mentah utuh beserta pencok bakal ditaruh dibawah Arca Bathara Kala.
Pelaksanaan Upacara.
* Pada jam 15.00 (jam tiga ) dimulai dengan nunas Tirtha yang diambil dari
Petirthan didekat Arca Bagong oleh Pinandita, kemudian membuat Titha Suci.
* Menghaturkan sesaji pencok bakal di lima tempat (pajupat kalima pancer) dengan
diberi dupa dan air suci, diperuntukan bhutakala yaitu makhluk yang lebih rendah
(jin, dedemit, gandarwa dll.) yang menimbulkan malapetaka.
* Menghaturkan sesaji ayam mentah diberi tirtha dan dupa dibawah Arca Sang
Hyang Bethara Kala dengan memohon supaya menyuruh pergi bhutakala tadi.
Upakara : Seperti Upacara Malem Rabu Pon, Nasi kuning beserta lauknya.
* Tiap pelinggih/arca diberi sesaji bunga dan pisang serta jajan , kurang lebih ada
150 Pelinggih/Pesimpangan.
Pelaksanaan
* Pertama kali mohon Air Suci oleh Pinandita Pendamping kemudian diserahkan
pada Pinandita Utama untuk dipuja menjadi Tirtha Suci.
* Menghaturkan pencok bakal dan ayam mentah seperti Upacara menjelang Nyepi.
Waktu pelaksanaan :
Kamis sore (Malem Jum’at Legi ), Jam 16.00, tiap 35 hari seka
Upakara/sesaji
Seperti Sesaji Budha Pon (Ingkungnya hanya satu saja), Pisang Ayu Suruh Ayu
Bunga, Jajan Pasar , Nasi Kuning dengan rangkaian lauknya.
Pelaksanaan :
Upacara seperti Upacara Malem Rabu Pon, dengan fokus Sang hyang Semar. Setelah
upacara, makan surudan bersama.
C. Manusa yajna
Upacara Manusa Yajna ini biasanya dinamakan selamatan/wilujengan, umum juga
mengatakan bancakan (yang artinya sajen itu dibagi untuk yang hadir). Sajen untuk
Manusa Yajna umumnya berwujud nasi gudangan atau nasi kuning, sedang untuk
Pitri Yadnya biasanya nasi liwet, ingkung dan nasi asahan. Cara membuat nasi-nasi
tersebut :
Nasi kuning : beras dikukus, sesudah 10 menit beras yang telah dikukus tadi
dimasukkan kesantan kuning (diberi kunir, sere, salam/daun pandan, garamdan daun
jeruk wangi) yang telah mendidih. Kira-kira 10 menit lagi nasi yang telah kuning tadi
dikukus sampai matang (30 menit).
Lauk nasi kuning ialah : tempe/kentang dibuat sambel goreng kering, bregedel,
srundeng, sambel goreng basah, irisan telur dadar, irisan timun.
Nasi kukus biasa sedang lauknya ialah : gudangan (sayur urap), bongko, pelas,
gereh petek, bubuk dele, botok, lodeh keluwih yang cara membuat lauk sebagai
berikut :
* Bongko: dibuat dari kacang merah/tolo ditumbuk tidak terlalu halus, kelapa muda
diparut ditambah garam, ketumbar, bawangputih bawang merah, kencur, gula Jawa,
salam, laos. Semuanya diaduk, dibungkus dengan daun pisang dan dikukus sampai
matang.(3) Pelas : sama seperti diatas hanya bahan dasarnya kedeleai hitam
* Botok : bahan dasar kelapa muda parut dan daun melinjo, biji lamtoro yang muda
diberi sambel (cabe, garam, tempe bosok/yang sudah 3 hari, gula Jawa, salam laos,
kencur, terasi) diaduk dibungkus daun pisang dan dikukus sampai matang.
3. Jajan pasar, isinya buah-buahan sad rasa, ada jambu, salak, jeruk, pisang, apel,
mangga, pala kependem seperti ketela rebus, kacang rebus, kentang hitam, ubi-ubian,
dapat ditambah dawet, jadah, ketan hitam diberi bunga lima macam mawar merah
jambu, kenanga kantil putih kantil kuning, kenanga dan melati.dll.
4. Intuk-intuk : tempatnya batok bolu = tempurung kelapa yang berisi matanya
diberi tumpeng, diatasnya bawang merah dan cabe merah, telur ayam, kluwak
kemiri(pakai kulit)
5. Nasi Liwet atau nasi uduk atau nasi gurih beserta ingkung ayam
* Sambel goreng jepan/labu jepan, jepan diiris kecil-kecil panjang dimasak dengan
bumbu diiris boleh ditumbuk boleh, garam, cabe merah, bawang putih, bawang
merah, ebi/udang kering, daun salam, laos, santan dimasak sampai matang
6. Nasi Asahan : Nasi biasa dialasi samir/daun pisang digunting bulat diatasnya
juga diberi samir lagi, diatas samir diberi lauknya melingkar, ditengah lauk yang
kering seperti srundeng, rempeyek kacang/teri, krupuk. Diluar lauk basah misal tahu
terik, daging ayam terik atau apa saja.
Sajen/upakara bubur sumsum ditaruh ditakir. Bubur sumsum dibuat dari tepung
beras diberi garam, santan dan dimasak. Sesudah matang ditaruh ditakir dituangi
gula Jawa cair. Maksud upacara ini agar ibu dan bayi dalam kandungan sehat.
setengah matang, kedondong, pisang klutuk mentah dll. diberi saus rujak (gula,
cabe, terasi garam dan asam air sedikit, diuleg/digilas) Ketupat, beras dimasukkan
c. Bayi dalam kandungan 5 bulan. Sajennya Nasi kuning berta lauknya ditaruh di
layah(piring dari tanah liat) alasnya daun pisang digunting bulat (samir)
* Kelapa gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih, satu dibelah sekalitebas
supaya terbelah oleh suami yang mengandung.
* Ganti pakaian baik kain maupun kebayak sampai tujuh kali yang terakhir oleh
hadirin mengatakan pantas memakai kain lurik baju lurik itu yang sangat sederhana.
* Kain-kain yang tertumpuk dipakai oleh ibu yang mengandung itu untuk mengeram
.
* Kelapa yang belum terbelah dimasukkan kain seakan-akan ibu itu melahirkan
lancar dan diterima suami/ ayah bayi yang akan keluar. Doa bersama
- bubur procotan, bubur sumsum diberi pisan raja rebus yang utuh.
- Bubur merah putih : bubur merah (gula Jawa) ditakir diberi satu
Pada hari lahirnya ini dicatat sebagai weton/ wedalan atau tingalan bahasa halusnya,
setiap 35 hari ketemu weton/tingalan sajen seperti diatas.
- Jadah lempengan 7 buah 7 warna : putih, merah, kuning, hitam, hijau, biru dan
coklat(gula jawa), ini untuk menapak kaki bayi sebelum naik ke tangga tebu wulung.
Pelaksanaan upacara : bayi dibimbing untuk berjalan menapaki jadah satu persatu
kemudian naik tangga satu persatu anak tangga. Kurungan diberi ayam, secara
bergiliran ayam dikeluarkan diganti bayi tersebut 3 X berturut-turut, terakhir didalam
kurungan ada bayi yang diberi mainannya. Dan ayam dipelihara oleh ibu si bayi.
Anak perempuan yang mendapatkan menstruasi pertama kali. Sajen seperti wetonan.
Si anak diberi minum jamu wejah (daun-daunan) didalam jaum dimasukkan batu yang
dibakar dengan maksud supaya segar dan badannya tetap langsing.
5. Upacara Perkawinan/Pawiwahan
* Midodareni dengan sajen nasi liwet dengan lauknya dengan maksud mohon
turunnya bidadari memberi berkah pada pengantin.
PITRA YAJNA
Bedah Bumi/gali lubang kubur: Sajen jenang lebu gula jawa jajan pasar
2. Slametan/Wilujengan :
Wilujengan/slametan untuk 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, pendak (1 tahun Jawa).
Pendak pindo (2 tahun Jawa ) dan 1000 hari sama sajennya, selalu dengan nasi liwet
dengan ingkung, pisang ayu suruh ayu. Untuk selamatan 1000 hari orang meninggal
ini diadakan upacara khusus. Sajennya sama hanya dikurangi nasi golong, ungkur-
ungkuran dan nasi iber-iber. Sajen ditambah dengan ketan kukus, kolak dan apem,
ketiga jenis sajen ini suatu pasangan sesaji untuk leluhur.
Butha Yajna
Butha Yajna adalah korban suci tulus ikhlas kepada sekalian mahkluk bawahan baik
yang kelihatan maupun yang tidak keluhatan untuk memelihara kesejahteraan dan
ketentraman alam semesta.
Di Jawa untuk melaksanakan Butha Yajna ini yang diberikan pada mahkluk yang
tidak kelihatan biasanya disebut guwakan, yang wujudnya bahan-bahan mentah
disebut pencok bakal. Bila dilaksanakan untuk dirumah ditaruh 4 sudut rumah
ditambah yang ditengah. Bila untuk perjalanan maka dibuang disungai (Jembatan),
perempatan dll.
Salah satu Pungawa Kraton mengatakan tradisi Kraton Surakarta dulu selain
membuat guwakan, untuk menjaga kelestarian hidup binatang seperti burung, semut,
tikus dll. Raja mempekerjakan seseorang untuk memberi makan binatang-binatang
itu. Untuk makanan burung diberi buah-buahan ditaruh diatas pohon, untuk semut
diberi gula dipojok Bangunan Kraton.
BAB VII
TEMPAT SUCI
A. Pengertian
Yang dimaksud tempat suci atau /tempat pemujaan adalah tempat untuk melakukan
persembahyangan, tempat untuk bersujud, berbakti, menyembah lahir maupun batin
kehadapan Hyang Widhi Wasa secara tulus ikhlas.
Tempat umat Hindu bersembahyang dalam berbagai istilah dalam bahasa Sankerta
antara lain mandira, dharmashala, devalaya, devagriha, devabhawana, Ssivalaya dll.
Tempat itu dikatakan tempat suci karena sebelum dipakai disucikan dan tempat itu
untuk mensucikan diri lahir maupun batin.
- tempat untuk menyatukan diri pada Idan Sang Hyang Widhi Wasa.
- pelatihan sosia, seni, budaya & agama seperti dharma wacana, dharma tula,
Tempat suci umat Agama Hindu dinamakan Pura. Disamping istilah Pura, Candi juga
nama tempat suci baik umat agama Hindu maupun umat Agama Budha.
1. Gunung
Oleh umat Hindu, gunung dipandang dan diyakini sebagai tempat atau linggih Ida
Sang Hyang Widhi Wasa beserta Ista dewata dan roh leluhur yang telah suci. Di India
gunung Maha Meru, di Jawa gunung Semeru, di Bali gunung Agung adalah simbol
alam semesta sehingga puncakknya simbol tempat bersemayamnya Tuhan beserta
segala manifestasinya. dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang
Widhi Wasa beserta segala manifestasinya. Bagian bawah gunung alam Bhur, bagian
tengah alam Bhuah dan puncaknya Swah disama dianggah Bhatara Siwa bersemayam
Dalam kitab kakawin Dharma Sunya menyebutkan :
Sipat ipun ikang kasar a wijud donya kanggep wangun ndi, yen karingkes
dados meru ndi Himalaya, yen karingkes malih dados meru kadi ring
Artinya
Uraian tersebutpenggambaran tentang hakikat Bhatara Siwa atau Tuhan Yang Maha
Esa dalam perwujudan kasar Sedang wujud beliau yang halus sbb.:
Sipat ipun ikang halus, inggih punika alusing donia, yen karingkes dados
alusing ndi meru, yen karingkes dados alusing meru, yen karingkes malih
Uraian diatas barangkali dipakai alasan mengapa tempat tempat suci di Bali umumnya
dibangun dekat dengan gunung, orang bersembahyang menghadap gunung.
2. Lingga
Lingga adalah lambang Siwa. Lingga adalah simbol gunung sebagai tempat
bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi berserta manifestasinya.
”Ye yatha mem prapadyante tams tahthai ’va bhayamy aham mama vartma
3. Candi
Menurut Dr. Soekmono dalam Pengeantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilit II kata
Candi berasal dari kata Candika. Candika merupakan salah satu nama lain dari nama
Dewi Durga sebagai sakti (istri) Ciwa. Candi dimaksud adalah rumah Dewi Durga
atau tempat pemujaan Dewi Durga. Dalam perkembangan selanjutnya Candi tidak
hanya digunakan untuk pemujaan Dewi Durga tetapi digunakan juga untuk tempat
pemujaan semua Dewa dan Sang Hyang Widhi Wasa.
Candi bagi umat Hindu diyakini sebagai tempat sementara bagi Dewa merupakan
bangunan tiruan dari tempat Dewa (Gunung Mahameru). Hiasan Candi sesuai dengan
alam gunung, ada bidadari-bidadari, bunga-bunga teratai, daun-daun dan sebagainya
(Soekmono, 1973:84). Nama lain dari Candi adalah Prasada, Sudharma dan Mandira.
a. Candi yang berfungsi tempat pemujaan pada Hyang Widhi dan manifestasi-Nya :
Candi Borobudur, Candi Pawon, Candi Mendut, Candi sewu, Candi Kalasan, Candi
Sari dll.
4. Meru
Meru merupakan simbol atau lambang andha bhuwana (alam semesta tingkat atapnya
melambangkan lapisan alam besar dan alm kecil (macrocosmos dan microcosmos)
“ Matang nyan meru mateges, me ngaran meme, ngran bapak ngaran ibu, ngaran
pradana tattwa, mwah ru ngaran guru ngaran bapa, ngaran purusa tattwa
Artinya
Oleh karena itu, meru berarti me mermakna meme bermakna ibu, bermakna
pradana tattwa dan ru bermakna guru bermakna bapa, bermakna purusa tattwa,
4. Pura
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua yang disusun oleh Tim
Penyusun Kamus Dep.Dik Bud. RI tahun 1995 Pura artinya kota, negeri atau istana..
Contoh penggunaan kata pura seperti Pura Mangkunegara di Surakarta. Selain itu
artinya juga tempat untuk persembahyangan umat Agama Hindu.
Bapak Sri Jangkung (Dosen STHD Klaten) menjelaskan Pura berasal dari kata Pur
(bahasa Sanskrta) yang artinya pagar atau benteng, tempat yang dibuat khusus dengan
dipagari tembok atau benteng untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci. Pura
berfungsi tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala prabhawa Nya
dan Atma Sidha Devata (roh suci leluhur). Selain istilah Pura untuk tempat suci atau
tempat pemujaan dipergunakan juga istilah Kahyangan atau Parahyangan, Candi, Kuil
dan sebagainya.
Buku Purana Sumber Ajaran Agama Hindu Komprehensip yang disusun oleh Dr.
Made Titip tahun 2003 menjelaskan mengenai pura. Disebutkan dalam buku tersebut
pura seperti halnya meru atau candi merupakan simbol kosmos atau alam sorga
(kahyangan). Titib juga mengungkap dari Kitab Suci Weda sebagai sumber ajaran
Agama Hindu sampai dengan Susastra tentang kahyangan, pura atau mandira a. l. :
Terjemahan :
” Pura dibangun untuk memohon kehadiran Sang Hyang Siva dan Sakti dan
hakekat yang pokok, Prthivi sampai dengan sakti-Nya. Wujud konkrit (materi)
Sang Hyang Siva merupakan Sthana Sang Hyang Widhi. Hendaknya seseorang
Dijelaskan pula oleh Titib mengenai persembahyangan Agama Hindu seperti Upacara
Piodalan (istilah Bali) atau Abhiseka (untuk India) dimulai dengan memohon kepada
para Devata turun ke bumi atau nedunan Ida Bethara (dalam bahasa Bali). Setelah
upacara persembahyangan berakhir mengembalikan ke Kahyangan Sthana-Nya yang
abadi, hal ini menunjukkan bahwa pura adalah reprika kahyangan atau sorga (titp,
2003 : 291-293).
3. Kuil, Mandir
Kuil adalah tempat suci umat Hindu dari keturunan India Tamil. Fungsi Kuil adalah
tempat suci untuk memuja manifestasi Tuhan (Deva) yang dikagumi.
Mandir adalah tempat suci umat Hindu keturunan India Tamil. Mandir berfungsi
tempat suci untuk memuja Tuhan dengan segala manifestasi-Nya.
4. Balai Antang
Balai antang adalah tempat suci umat agama Hindu dari Kaharingan. Balai Antang ini
terbuat dari kayu yang dirangkai sehingga bentuknya seperti pelangkiran di Bali.
Fungsi Balai Antang adalah tempat distanakan roh leluhur yang sudah disucikan yang
bersifat sementara.
5. Balai Kaharingan
Balai Kaharingan adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Bentuk hampir
mirip bangunan rumah dan ruangan diletakkan sebuah tiang besar sebagai penyangga.
Atapnya bersusun tiga, semakin keatas semakin kecil. Fungsi Balai Kaharingan
adalah untuk menstanakan Hyang Widhi dengan berbagai manifestasi-Nya. Balai
Kaharingan dibangun dtengah wilayah masyarakat atau pada tempat yang mudah
dijangkau oleh umat Hindu Kaharingan unauk melaksanakan persembahyangan.
6. Sandung
Sandung adalah tempat suci umat Kaharingan. Sandung terbuat dari kayu dirangkai
berbentuk pelinggih rong satu. Bentuk atapnya segitiga sama kaki dan memakai satu
tiang sebagai penyangga. Sandung diletakkan diluar rumah dan pekarangan. Fungsi
Sandung adalah sebagai stana roh leluhur yang telah disucikan (ditiwahkan).
Inan Kepemalaran Pak Buaran adalah tempat suci umat Hindu Tanah Toraja dengan
ciri-cirinya terdapat lingga/batu besar pohon cendana dan pohon andong. Pak
Buaran merupakan tempat sembahyang yang digunakan dalam lingkungan satu desa
(seperti Pura Desa di Bali).
Ini adalah tempat suci umat Hindu di Tanah Toraja dengan ciri-cirinya terdapat
lingga/batu besar, pohon cendana dan pohon andong. Pedatuan ini merupakan tempat
sembahyang yang digunakan dalam beberapa lingkungan keluarga (seperti banjar di
Bali) Pedatuan biasanya terdapat dilereng gunung.
10. Sanggar
Ini adalah salah satu bentuk tempat persembahyangan umat Hindu di Jawa. Sanggar
ini merupakan tempat suci yang ukuran ruangnya kecil yang berisikan satu buah
Padmasana untuk tempat persembahyangan yang bersifat umum.
11. Payuh-Payuhan
Ini adalah tempat persembahyangan umat Hindu Batak Karo. Payuh-Payuhan terbuat
dari kayu yang dirangkai berbentuk segi empat, biasanya dibangin didekat mata air
dan untuk persembahyangan bersifat umum. Fungsinya stana roh leluhur yang telah
disucikan.
12. Cubal-cubalan
Ini adalah tempat sembahyang umat Hindu Batak Karo. Bentuknya seperti
pelangkiran di Bali yang diletakkan di dalam rumah. Tujuannya untuk melakukan
persembahyangan dan yadnya yang ditujukan pada roh leluhur dan Hyang Widhi.
1991 di Jakarta a l :
a. Persiapan
*. Melampirkan denah
3. Denah Pura
Secara umum Pura (Tempat suci) terbagi menjadi 3 baguan (Tri Mandala) :
Tiga Mandala melambangkan bhur loka, bhuah loka dan swah loka. Apa bila tanah
nya hanya memungkin membuat dua ruang maka ini melambangkan alam atas atau
akasa dan pertiwi atau alam bawah. Bila hanya satu halaman melambangkan Eka
bhuana. Bila tanah yang tersedia luas ruang dapat dibagi dalam 7 halaman yang
melambangkan Sapta Loka, Bhur, Bhuah Swah, Maha, Jana, Tapa dan Satya Loka..
Candi Ceto terdiri 13 halaman.
1. Prasada
Bentuknya seperti tugu, terdiri dari tiga bagian, dasar, badan dan atap memakai
gelung seperti mahkota. Fungsi Prasada pemujaan Hyang Widhi. Prasada ini terdapat
di Pura Prasada desa Kapal (Badung), Candi Margarana, Pura Maos Pahit Desa
Tatasan Badung.
2. Meru
Bangunan Meru ini biasanya beratap ijuk, ada meru atap satu atap dua, atap tiga, lima
tujuh, sembilan dan sebelas. Bagian dasar biasanya dari batu alam dan badan meru
terbuat dari kayu. Fung si Meru tempat memuja Hyang Widhi dengan segala
manifestasi-Nya.
3. Gedong
Bangunan ini berbentuk segi empat atau bujur sangkar, terdiri tiga bagian dasar,
badan dan puncak atau atap. Bagian dasar terbuat dari batu bata, padas, bagian badan
terbuat dari batu bata atau dari kayu, bagian ini kadan diukir gambaran tentang deva.
Atap terbuat dari ijuk/alang-alang/ genteng.
4. Rong Tiga
Bangunan Rong Tiga ini hampir seperti Gedong tapi ada tiga ruang letaknya sejajar.
Fungsi Rong Tiga ini untuk memuja Tri Murti dan Roh Leluhur yang telah disucikan.
5. Tugu
Tugu hampir seperti Prasada namun ukurannya lebih kecil. Fungsi Tugu adalah
tempat bersemayamnya bhuta diberi sesaji agar tidak mengganggu bila dilaksanakan
upacara. Letaknya diluar halaman pura.
6. Padmasana
Bangunan Padmasana ini pertama kali diperkenalkan oleh Dang Hyang Nirarta di
Bali abad ke 16 Masehi. Di Jawa, Padmasana berbentuk bunga Teratai sebagai
simbol stana Hyang Widhi. Padmasana di Bali bibangun seperti singgasana/kursi
Raja .
BAB VIII
A. Pandita
Mengenai Pandita atau Sulinggih adalah yang telah memasuki golongan Brahmana.
Artinya
Diantara ciptaanNya, mahkluk hidup yang paling tinggi. Diantara mahkluk hidup
yang punya pikiranadalah yang paling tinggi. Diantara yang punya pikiran
manusialah yang paling tinggi. Diantara manusia Brahmanalah yang paling tinggi
Artinya : Diantara para Brahmana, yang ahli Weda adalah yang tertinggi. Diantara
yang ahli Weda, yang mengetahui makna dan cara-cara melaksanakan tugas yang
tertinggi, Diantara yang mengetahui makna dan cara melaksanakan tugas yang telah
ditentukan, yang melaksanakan adalah yang tertinggi. Diantara yang melaksanakan
upacara, yang mengetahui Brahman adalah yang tertinggi
Bangsa Indonesia terbentuk dari latar belakang keanekaragaman budaya, bahasa dan
kemampuan daerah. Walaupun ada rambu-rambu aturan mengenai kepinanditaan,
pinandita dan lain-lain bukan tidak mungkin dalam praktek upacara pensudhian,
ekajati maupun upacara dwijati, masuk budaya daerah setempah yang bermacam-
macam begitu pula tentang jenis upakaranya.
1. Pengertian
Pandita, wiku, Sadhaka atau Acharya termasuk Sulinggih adalah umat yang telah
mendapatkan upacara penyucian (Diksa/Padiksan atau medwijati) yang dilakukan
oleh seorang Nabe. Sedang abhiseka (nama) Kawikon masing-masing sesuai dresta
warganya ialah Ida Pedanda, Ida Rsi Bhujangga, Rsi, Ida Pandhita, Ida Sri Empu, Ida
Bhagawan, Dukuh.
Mereka yang tergolong sebagai Pandita atau Sulinggih telah memasuki golongan yang
disebut Brahmana. Brahmana bukan karena kelahiran namun Brahmana dari
pelaksanaan tugas kesehariannya. Pad dasarnya sebagai seorang brahmana berat
hukumnya, sehingga tidak sembarang orang dapat digolongkan sebagai seorang
Brahmana. Brahmana sejati sangat mulia dihadapan Tuhan.
Artinya
Artinya
Diantara Brahmana, yang ahli weda adalah yang tertinggi. Diantara ahli weda, yang
mengetahui makna dan cara melaksanakan tugas yang tertinggi. Diantara yang
mengeatahui makna dan cara cara tugas yang ditentukan, yang melaksanakan
upacara adalah yang tertinggi. Diantara yang melaksanakan upacara, yang
mengetahui Brahman adalah yang tertinggi. Inilah yang disebut Brahmana sejati.
2. Sesana Pandita
Menurut Lontar Siwa Sasana umat Hindu yang ingin mrnjadi Pandita atau Sulinggih
harus memenuhi syarat untuk mediksa yaitu :
1. Laki-laki yang sudah kawin dan yang tidak kawin (Nyukla Brahmacari)
2. Wanita yang sudah kawin atau yang tidak kawin (Kanya)
3. Pasangan suami istri
4. Umum minimal 40 tahun
5. Paham dalam bahasa Kawi, Sanskerta, Indonesia, memiliki pengetahuan
umum, pendalaman intisari ajaran agama
6. Sehat lahir batin dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan sasana
7. Berkelakuan baik, tidak pernah tersangkut perkara pidana
8. Mendapat tanda kesediaan dari pendeta calon nabenya yang akan meensucikan
9. i. Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai pegawai negeri ataupun
swasta, kecuali bertugas untuk hal keagamaan.
1. Bersifat sosial
2. Bijaksana
3. Setia pada ucapan
4. Memiliki kesusilaan
5. Teguh pada dharma tanpa noda
6. Keturunan orang baik-baik
7. Pandai dalam ilmu
8. Berjiwa besar
9. Tegas dalam siasat
10. Kuat menahan suka dan duka
11. Setia dan hormat pada catur guru
12. Suka melaksanakan ajaran Dharma
13. Teguh melakukan tapa
Perilaku yang baik dan benar harus dipersiapkan calon diksika sesuai deng
Perilaku yang salah atau tidak boleh dilakukan oleh calon diksita antara lain
a.Tri Mala
b. Sad ripu
c. Sad Atatayi
3. Guru Nabe
a. Syarat-Syarat Nabe
• Sadhaka yang sombong, suka marah, benci melihat sisya. Sadhaka yang
demikian disebut Sadkaka kroda.
• Sadhaka yang ingin memiliki benda kepunyaansisya (Sadkala lobha)
• Sadhaka yang suka memukul (Sadhaka Capala Tangan)
• Sadhaka yang menyebabkan telinga sakit, menyebar fitnah, iri, dengki,
(Sadhaka Capala Wus Wus)
• Sadhaka yang membahayakan sisyanya (Sadhaka Drodhi)
• Sadhaka yang suka mabuk, menipu, pikiran kotor (Sadhaka Murka)
• Sadhaka yang memuaskan hawa nafasu (Sadhaka Raga)
• Sadhaka yang berusaha mencelakakan sisya (Sadhaka Dwesa)
• Sadhaka yangkurang memahami sastra (Sadhaka Dungu)
• Sadhaka yang menyimpang ajaran dharma (Sadhaka Duryusa)
1. Pengertian
2. Tingkatan Pamangku
•
o Pamangku tapakan Widhi : pada Sad Kahyangan, Dang Kahyangan,
Kahyangan Tiga, Paibon, Panti, Padharman, Merajan, Gede
dll.
o Pamangku Dalang
3. Sasana Pamangku
a. Gegelaran Pamangku
c. Wewenang Pamangku
•
o
Karuna (welas asih pada semua mahkluk)
Rasa simpati terhadap sesama dalam suka dan duka
Upeksa teliti, waspada tidak gegabah dalam kejadian
4. Selalu jujur, tidak menyakiti hati dan tidak kasar dalam berkata-kata,
BAB VIII
A. SUDI WADANI
1. Pengertian
Upacara Sudi Wadani adalah upacara penyucian untuk menjadi umat Hindu.
b. Melaksanakan upacara
- Utama : mempergunakan banten biyakala, prayascita, tataban .
3. Mantra Om Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya, Ang Ung Mang
B. P E N Y U M P A H A N
1. Pengertian
3. Pelaksanaan Upasaksi
”Dewa Prestistha”
Bila memungkinkan dengan sarana Daksina, canang sari dan air suci.
b. Upasaksi/Sumpah di Pengadilan
C. CUNTAKA
1. Pengertian
Cuntaka adalah suatu keadaan tidak suci menurut pandangan agama Hindu
10. orang lahir dari kehamilan tanpa upacara perkawinan : diri pribadi. Anak dan
rumah yang ditempati, sampai ada yang memeras (mengangkat anak dengan upacara
agama)
11. Orang yang pernah melakukan Sad Tatayi : diri pribadi, sampai diprayascita dan
selamanya tidak boleh menjadi rohaniwan.
Seseorang yang sedang dalam keadaan sebel atau cuntaka tidak diperkenankan
memasuki tempat suci ataupun melaksanakan pekerjaan yang dianggap suci.
BAB IX
Hari Suci pada umumnya disebut Hari Besar atau Hari Raya (rerainan dalam bhs.
Bali) adalah hari yang diistimewakan, dirayakan atau diperingati berdasarkan
keyakinan hari itu memiliki nilai-nilai yang berpengaruh dalam kehidupan.
Selain hari suci yang bersifat haarian, asa pula tata cara pelaksanaan upacar hari suci
rutin yang disesuaikan dengan sistem perhitungan hari antara lain :
1. a. Sistem Wara yaitu perhitungan yang berdasarkan atas nilai hari, nama yang
dikuasai oleh berbagai macam jenis kekuatan yang berbeda-beda seperti Eka
wara (luang), Dwi Wara (menga, pepet) Tri Wara (pasah beteng, kajeng),
Panca Wara (Pon,, Wage, Kliwon, Legi, Pahing), Sapta Wara (Senin, Selasa,
Rabu, Kamis, Jum’at dan Sabtu)
2. b. Sistem Tithi yaitu perhitungan hari suci yang dihubungkan dengan hari
bulan (Lunar), seperti Hari Purnama dan Tilem , Panglong atau penanggal.
3. c. Sistem Naksatra yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan pada
perhitungan musim atau musiman.
4. d. Sistem Yoga yaitu hari suci yang dirayakan menurut perhitungan letak
tatasurya atau plenet-planet karena sebagaimana kita ketahui bahwa planet-
planet itu berpengaruh sangat besar terhadap diri manusia.
5. Sistem Karana yaitu hari suci yang dirayakan erdasarkan perhitungan
pertemuan antara bulan dan matahari
Pelaksanaan upacara yajna pada hari suci sangat dipengaruhi oleh dasar-dasar
pengertian ajaran astronomi karena setiap planet merupakan wilayah kekuasaan dari
para dewa tertentu dan mempunyai arti yang berbeda-beda. Karena itu tiap upacara
harus mengingat dasar dan sistem kekuatan yang ada
1. Hari Minggu (Redite atau Rawi Wara) merupakan hari suci yang menurut
mitologi dikuasai oleh Aditya atau Surya. Surya dalam bahasa Inggris Sun
maka nama harinya Sunday.
2. Hari Senin (Soma atau Soma Wara) adalah hari suci untuk Dewa Soma
atau Candra atau bulan. Candra sering dihubungkan dengan tilak dalam
bentuk ”ardha candra”, bulan sabit didahi Dewa Siwa. Bulan dalam bahasa
Inggris Moon jadi harinya Monday.
3. Hari Selasa (Anggara atau Manggala Wara) adalah hari suci untuk Planet
Mars menurut mitologi untuk Kertikeya atau Dewa Kumara
4. Hari Rabu (Budha Wara) adalah hari suci untuk Planet Budha (Mercuri)
ynag dihubungkan dengan Brhaspati(Yupiter yang berasal dari Tara (Bintang).
5. Hari Kamis (Wrhaspati atau Brhaspati) disebut juga Guru Wara atau hari
suci Dewa Wrhaspati (Yupiter).
6. Hari Jum’at (Sukra atau Sukra Wara) hari suci Dewa Sukra(Venus) yang
dianggap leluhur para asura
7. Hari Sabtu (Saniscara atau Sani Wara) adalah hari suci untuk Sani
(Saturnus) dianggap paling kuasa atas ilmu hitam, dipuji untuk menjauhkan
pengaruh ilmu hitam. Dalam bahasa Inggris menjadi Saturday
Dari uraian diatas berarti tiap hari merupakan hari suci, hanya nilai-nilai dan
tujuannya saja yang dapat berbeda-beda dalam pemujaannya.
• Yajna kecil ”Ngejot atau Yjna Sesa” yaitu mempersembahkan makanan pada
Tuhan dalam manifestasinya di dapur, sumber air, pemerajan, sanggah dll.
• Upacara Trisandya yaitu doa tiga kali sehari
Iki Kadrstyaning pakrittigama lumaksakna ling ira Sang Hyang Suksma Licin, ri
sawateking purohita kabek, maka drstaning praja mandhala, wnang warah-warah
kramanya ri sira kawisesang rat, wnang kalaksanan dening wwang sapraja mandhala
kabeh, nimittaning drsta prajanira sri haji, tkeng kajagatanika, apan parikramaning
dahat suksma uttama, iki tinarimapuja gamanya de watek dewata kabeh, wiyoga dera
Sang Hyang Tiga Wisesa, Brahma Wisnu Iswara pinuja dening watek maharsing
langit, winastu de ra Sanghyang Siwa Dharma, andhyata kalinganya nahanta ling
bhatara. Om ranak sira purohita makabehan siwa soghata, rengen warahkwa ri
kitanaku, an linging aji sundhari gama
Artinya :
Pemujaan atau penghormatan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala
manifestasinya diselenggarakan dengan Yajna. Pelaksanaannya memiliki ketentuan
pada hari-hari tertentu dalam lontar Sundhari Gama diatur menjadi 5 bagian yaitu :
Pemujaan dilakukan setiap hari(Yajna Sesa) : Surya sewana (pemujaan pada Hyang
Surya waktu matahari terbit), persembahyangan Trisandya, Tapa Yajna, Yoga Yajna,
Swadhyaya Yajna, Dhyana Yajna dll.
1. Pemujaan pada tiaphari Kliwon pada Hyang Siwa (beliau sedang bersemedi)
2. Pemujaan patiap Kajeng Kliwon (15 hari sekali)pada Hyang Siwa dan
segehan pada Sang Hyang Durga Dewi.
1. Anggora Kliwon (Anggoro Kasih) hari beryoganya Hyang Ayu, Hyang Ludra
2. Budha Wage (Budha Cemeng) hari beryoganya Sang Hyang Manik Galih
menurunkan Sang Hyang Ongkara Amertha dibumi. Yajna untuk Sanggah
Kemulan Pada Sang Hyang Sri Nini untu kemakmuran dunia.
3. Budha Kliwon untuk Sang Hyang nirmala Jati Sang Hyang Ayu
4. Saniscara Kliwon ditujukan pada Hyang Parameswara.
5. Untuk di Jawa Jum’at Kliwon (Sukra Kliwon) malam sebelumnya biasa untuk
tirakat.
1. Sinta
* Soma Ribek (Soma Pon Sinta) utk Hyang Tri Murti (Hyang Tri Pramana)
b. Landep
Hyang Pasopati
c. Ukir
d. Kulantir
e. Wariga
menghormati tumbuh-tumbuhan
f. Warigadian
g. Sungsang
(Bhuana alit)
h. Dungulan
i. Kuningan
Bhutakala
j. Pahang
Budha Kliwon Pahang (Pegatwakan memuja para Dewa dan Hyang Tunggal
k. Merakih
1. Uye
m. Wayang
1. Watugunung
1. Sinta
a. Purnama Tilem
Pada bulan purnama Hyang Candra beryoga, pada waktu tilem Hyang Surya
beryoga, jadi purnama tileeem pensucian Sang Hyang Rwa Bhineda. Pada
b. Sasih Kapat
c. Sasih Kapitu
Purwaning Tilem Kapitu hari Siwaratri, beryoganya Sang Hyang Siwa, umat
Hindu dapat melaksanakan brata Siwaratri, mona brata, jagra dan upawasa
d. Sasih Kesanga
Tilem kesanga pensucian para Dewata dilakukan Bhuta Yajna yaitu Tawur
e. Sasih Kedasa
Penanggal 1 atau bulan terang pertama Sasih Kedasa sebagai Hari Nyepi atau
Purnama Sasih Kedasa beryogalah Sang Hyang Sunya Amerta pada Sad
Kahyangan Wisesa .
1.
Sinta
Radite
Soma
Anggara
Buda
Pahing
Pon
Wage
Kliwon
Banyu Pinaruh
Soma ribek
Sabuh Mas
Pagerwesi
2.
Landep
Saniscara
Kliwon
Tumpek Landep
3
Ukir
Radite
Buda
Umanis
Wage
4.
Kulantir
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Kulantir
5
Tolu
6.
Gumbreg
7.
Wariga
8.
Warigadian
Budha
Wage
Budha Ceemeng Warigadian
9.
Julungwangi
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Julungwangi
10.
Sungsang
Wraspati
Wage
Sugihan Jawa/Parerebuan
11.
Sukra
Kliwon
Sugihan Bali
12.
Dungulan
Anggara
Wage
Penampahan Galungan
Budha
Kliwon
Galungan
13.
Kuningan
Radite
Soma
Sukra
Saniscara
Wage
Kliwon
Wage
Kliwon
Ulihan
Pemacekan Agung
Penampahan Kuningan
Kuningan
14.
Medangsia
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Medangsia
15.
Pujut
16.
Pahang
Budha
Kliwon
Pegatwakan
17.
Krulut
Saniscara
Kliwon
Tumpek Krulut
18.
Merakih
Budha
Wage
Budha Cemeng Merakih
19.
Tambir
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Tambir
20.
Medangkungan
21.
Matal
Budha
Kliwon
Budha Kliwon Matal
22.
Uye
Saniscara
Kliwon
Tumpek Kandang
23.
Menail
Budha
Wage
Budha Cemeng Menail
24
Prangbakat
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Prangbakat
25
Bala
26.
Ugu
Budha
Kliwon
Budha Kliwon Ugu
27.
Wayang
Saniscara
Kliwon
Tumpek Wayang
28.
29.
30.
Klawu
Dukut
Watugunung
Budha
Sukra
Anggara
Saniscara
Wage
Umanis
Kliwon
Umanis
Saraswati
C. Proses Perayaan Hari Raya /Hari Suci Oleh Umat Hindu di Indonesia
Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka sekarang dijadikan Hari Besar Nasional
keagamaan seperti halnya Tahun Baru Masehi, tahun Baru Imlek, Tahun Baru
Muharam. Hari Raya Nyepi dilaksanakan setahun sekali pada setiap Tilem IX
(kesanga) atau bulan mati sekitar bulan Maret, ini merupakan pergantian tahun
Icaka(Icaka Warsa).
Perkataan “Nyepi” artinya sunyi atau diam, yang maksudnya berdiam diri,
menenangkan dirimembersihkan diri lahir batin untuk menyambut tahun baru
berikutnya. Proses pelaksanaan Hari Raya Nyepi sebagai berikut :
1. a. Melasti
Waktu : Melasti dilaksanakan tiga atau empat hari sebelum hari Nyepi.
Tempat : Melasti untuk melaksanakn dilaut, danau atau mata air yang
diusung kelaut atau danau atau mata air untuk dihadapkan pada
Tujuan : Agar tidak ada gangguan dari bhuta kala dalam me-brata
d. Nyepi
e. Ngembak api
Sehari setelah Hari Nyepi disebuk Ngembak api, artinya menyalakan api kembali, ini
juga disebut labuh brata, atau lebar puasa. Pada waktu ngembak api dapat
dilaksanakan acara saling berkunjung ke sanak keluarga yang dengan atau tetangga
untuk saling memaafkan. Selain itu dapat dilaksanakan Dharma Santi baik itu daerah
atau secara nasional.
Siwa Ratri adalah malam renungan suci atau malam peleburan dosa untuk
memperoleh pengampunan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hari Raya ini
dirayakan setahun sekali yaitu tiap “Punamaning Kapitu” (sekitar bulan Januari) yaitu
sehari sebelum bulan mati (tilem).
Pada hari Siwa Ratri ini umat Hindu hendaknya melaksanakn “Yoga Samadhi”
semalam suntuk dengan tidak tidur, berpuasa semalam dan mempelajari Pustaka sici.
Umat Hindu meyakini bahwa dengan mempelajari ajaran-ajaran suci dan taat
melaksanakan akan mendapat pengampunan segala dosanya dari Tuhan Yang Maha
Esa. Cerita mengenai hari Siwa Ratri terdapat dalam Pustaka “Lubdaka” karangan
Empu Tanakung.
3. Hari Saraswati
Saraswati adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widhi dalam kekuatannya
menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian.
Hari ini dirayakan tiap 210 hari sekali jatuh pada hari Sabtu Umanis Watugunung.
Kekuatan Ida Sang Hyang Widhi sebagai pencipta ilmu pengetahuan ini
dilambangkan dengan seorang “Dewi Saraswati” yang cantik, penuh keindahan,
kelembutan, menarik, dan mulia inilah sifat ilmu pengetahuan dan sang “Dewi”
membawa :
Pada hari ini umat Hindu menghormati pustaka (baik pengetahuan maupun pustaka
suci) baik berupa membersihkan merapikan maupun membuat sesaji untuk Dewi
Saraswati. Sehari sesudah itu pergi kemata air dengan mandi yang disebut banyu
pinaruh (symbol weruh atau mendapat pengetahuan)
4. Hari Pagerwesi
Hari Pagerwesai adalah hari pemujaan pada Sang Hyang Widhi dengan prabawa-
Nya sebagai Sang Hyang Pramesti Guru yang sedang beryoga untuk kesentaosaan
alam ciptaan-Nya diiringi oleh para Dewa. Umat Hindu hendaknya waktu ini
menyucikan diri dan sembahyang untuk menerima sinar suci dari peyogaan itu demi
kebahagiaan dan kesentaosaan hidup.
Hari Pagerwesi jatuh pada hari Rabu Kliwon Sinta tiap 6 bulan/lapan (210 hari)
sekali.. Umat Hindu pada saat ini dapat melakukan persembahyangan bersama atpun
yang sudah mampu dapat melaksanakan yoga samadi.
Hari Galungan adalah hari pawedalan jagat /diciptakannya alam semesta seisinya oleh
Ida Sang Hyang WIdhi. Hari Galungan juga dapat diartikan hari kemenangan dalam
perjuangan antara dharma (kebenaran melawan adharma(ketidakbenaran). Dirayakan
pada tiap Rabu Kliwon Dungulan (tiap 210 hari/6 bulan Bali/6 weton), dengan
menghaturkan puja bhakti, menghaturkan terima kasih pada Tuhan beserta
manifestasi-Nya
Sehari sesudah hari Galungan, umat bersama-sama menikmati sisa sesajian kemudian
saling mengunjungi untuk beramah-tamah saling mendoakan keselamatan.
6. Hari Kuningan
Hari Kuningan datangnya tiap 210 hari sekali, setiap hari Sabtu Kiwon Kuningan
yaitu 10 hari setelah Hari Galungan. Hari ini merayakan kembalinya para Dewa,
Betara-Betari setelah menyaksikan dan menerima puja bakti umat yang menghaturkan
terima kasih atas limpahan kasih Ida Sang Hyang Widhi berupa diciptakannya alam
semesta seisinya.
Umat Hindu pada Hari Kuningan dapan merayakan besama di Pura maupun dapat
bersembahyang di tempat suci keluarga masing-masing dengan menghaturkan sesaji
nasi kuning.
DAFTAR PUSTAKA
Bangli, IB. Putu, 2004, Agama Tirtha & Upakara, Surabaya : Paramita.
Bimas Hindu dan Budha, Dirjen, 2000, Manggala Upacara, Jakarta epartemen
Agama RI
Nala, Ngurah, 2005. Acara, Denpasar :. Program Magister Ilmu Agama dan
Kebudayaan Program Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia
Parisada Hindhu Dharma, 2002, Upadesa Tentang Ajaran Agama Hindu Denpasar.
Sudirga Ida Bagus, dkk. 2007 Widya Dharma Agama Hindu, Ganesa Exact.
Sudharta, Tjok Rai, 1993, Manusia Hindu Dari Kandungan Sampai Perkawinan,
Denpasar : Yayasan Dharma Naradha.
Sanatana Dharmasrama, Yayasan, 2003, Intisari Ajaran Agama Hindu,
Surabaya : Paramita.
Sudarsana, IB. Putu, Drs. MBA. MM., 1998, Filsafat Yadnya, Denpasar
Panakom Publishing.
Sri Rahayu, Nukning Dra, Msi, 2006, Kajian Struktur Pura Sahasra Adhi Pura ,
Sonosewu Majalaban Sukoharjo (Teses), Denpasar : UNHI